BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah dan Analisis Masalah Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Keragaman ini diakui atau tidak akan dapat menimbulkan berbagai persoalan, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kemiskinan, kekerasan, perusakan lingkungan, separatisme, dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak orang lain, merupakan bentuk nyata sebagai bagian dari multikulturalisme tersebut (Salamah, 2006: 1) Permasalahan
di atas, maka diperlukan strategi khusus untuk
memecahkan persoalan tersebut melalui berbagai bidang : sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Berkaitan dengan hal ini, maka pendidikan multikultural menawarkan salah satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat khususnya yang ada pada peserta didik seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan dan umur. Hal ini merupakan yang terpenting dalam pendidikan multikultural adalah seorang guru atau dosen tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara profesional mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Lebih lanjut, seorang pendidik juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokrasi,
humanisme,
dan
pluralisme
serta
menanamkan
nilai-nilai
keberagaman yang inklusif pada peserta didik. Pada gilirannya, out-put yang dihasilkan dari sekolah tidak hanya cakap sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagaman dalam memahami dan menghargai keberadaan para pemeluk agama dan kepercayaan lain. Adapun sikap toleransi anak terhadap keberagaman budaya, agama dan status sosial perlu dikembangkan sejak dini. 1
Novi Citra Oktaviana, 2013 Implementasi Pembelajaran Berbasis Multikultural Untuk Mengembangkan Sikap Toleransi Anak Taman Kanak-kanak Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian stimulus untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani, agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh, karena usia dini merupakan fase yang fundamental dalam mempengaruhi perkembangan anak. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan pertama dan utama dalam kehidupan anak. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dikemukakan bahwa pendidikan usia dini merupakan salah satu jalur pendidikan yang dapat mengembangkan perkembangan anak secara menyeluruh. Mengingat pentingnya pendidikan ini maka diperlukan pendidik yang dapat memberikan stimulasi dan bimbingan untuk perkembangan anak. Pendidikan ini diharapkan dapat melahirkan generasi yang baik fisik dan psikisnya sesuai dengan harapan orang tua. Pendidikan anak di Taman Kanak-Kanak termasuk ke dalam jalur pendidikan formal di bawah naungan dinas pendidikan. Pendidik memiliki tugas untuk menstimulasi perkembangan anak, berbagai macam cara dilakukan agar pembelajaran yang diberikan di sekolah akan memberikan kepuasan kepada orang tua. Untuk memberikan kepuasan itu guru berusaha mempersiapkan diri anak dengan
terus
memberikan
pembelajaran-pembelajaran
yang
merangsang
perkembangan kognitif, sosial-emosi, motorik, dan bahasa anak. Mereka beranggapan bahwa anak yang berhasil adalah anak yang pandai dengan kemampuan kognitif, namun pada kenyataannya bukan hanya kemampuan kognitif saja yang perlu diperhatikan tetapi anak juga perlu dipersiapkan untuk memasuki kehidupan bermasyarakat. Menurut multikulturalisme.
Raymond
Williams
Selain
menunjuk
amat
sulit
kepada
menemukan
kemajemukan
definisi budaya,
multikulturalisme juga mengacu kepada sikap khas terhadap kemajemukan budaya tersebut (Andre Ata Ujan, Ph.D, dkk, 2009: 14), yang dirangkai dalam lima tipe multikulturalisme. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada visi Novi Citra Oktaviana, 2013 Implementasi Pembelajaran Berbasis Multikultural Untuk Mengembangkan Sikap Toleransi Anak Taman Kanak-kanak Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3
masyarakat sebagai tempat kelompok-kelompok budaya yang berbeda menjalani hidup mandiri dan terlibat dalam interaksi sebagai syarat hidup bersama. Multikulturalisme akomodatif, mengacu kepada visi masyarakat yang bertumpu pada satu budaya dominan dengan penyesuaian dan pengaturan untuk kebutuhan budaya minoritas. Permasalahan yang ditemui di lapangan saat ini adalah adanya anak yang saling mengejek mengenai status sosial, perbedaan budaya, perbedaan agama, warna kulit, jenis rambut. Terutama yang peneliti temui di lapangan, yaitu di TK Bunda Balita. Hal itu tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena dikhawatirkan akan menjadi karakter anak ketika dewasa kelak. Maka sikap toleransi perlu diajarkan sejak usia dini. Multikulturalisme
mandiri¸ mengacu
kepada
kelompok-kelompok
budaya besar mencari kesetaraan dengan dominan dan bertujuan menempuh hidup mandiri dalam kerangka politik kolektif yang dapat diterima. Multikulturalisme kritis atau interaktif, mengacu kepada masyarakat tempat kelompok kultural kurang peduli untuk menempuh hidup mandiri dan peduli dalam menciptakan suatu budaya kolektif yang mencerminkan dan mengakui perspektif mereka yang berbeda-beda. Multikulturalisme kosmopolitan, mengacu kepada visi masyarakat yang berusaha menerobos ikatan-ikatan kultural dan membuka peluang bagi individu yang tidak terikat dengan budaya khusus secara bebas bergiat dalam eksperimen antar kultur dan mengembangkan satu budaya milik mereka sendiri. Adapun upaya yang dilakukan dalam
meningkatkan toleransi anak
Taman Kanak-Kanak adalah dengan menggunakan pembelajaran berbasis pendidikan multukultural. Belajar di kalangan anak-anak tidaklah sederhana melalui langkah-langkah hirarkis sebagaimana yang selama ini dipercayai oleh banyak orang. Tentu, ada suatu hirarki belajar tertentu yang melintasi semua domain perkembangan anak. Maknanya abstrak akan penting bagi seorang guru untuk membantu mengevaluasi tingkat kemajuan anak-anak dan merencanakan kegiatan pembelajaran yang cocok untuk mereka. Mengembangkan sikap toleransi
Novi Citra Oktaviana, 2013 Implementasi Pembelajaran Berbasis Multikultural Untuk Mengembangkan Sikap Toleransi Anak Taman Kanak-kanak Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4
anak Taman Kanak-Kanak dapat dilakukan dengan menggunakan pembelajaran berbasis multikultural. Pembelajaran berbasis multikultural tidak terlepas dari adanya toleransi. Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompokkelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih luas, misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi, baik dari kaum liberal maupun konservatif. (http://aprilia180490.wordpress.com/2010/05/30/toleransi/) Berdasarkan hal tersebut di atas, serta untuk mengkaji lebih dalam mengenai model pembelajaran berbasis multikultural, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang akan dituangkan kedalam skripsi berjudul : “Implementasi Pembelajaran Berbasis multikultural Untuk Mengembangkan Sikap Toleransi Anak Taman Kanak-Kanak”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang disajikan dan disebutkan, dimunculkan rumusan pertanyaan sebagai berikut : Bagaimana implementasi guru untuk mengembangkan
sikap
toleransi
anak
melalui
pembelajaran
berbasis
multikultural. Rumusan pertanyaan itu merupakan rumusan masalah yang lebih rincinya disajikan sebagai berikut : 1.
Bagaimana profil sikap toleransi anak di Kelompok B Taman Kanak-Kanak Bunda Balita ?
2.
Bagaimana program perencanaan dan pembelajaran berbasis multikultural di Kelompok B Taman Kanak-Kanak Bunda Balita ?
Novi Citra Oktaviana, 2013 Implementasi Pembelajaran Berbasis Multikultural Untuk Mengembangkan Sikap Toleransi Anak Taman Kanak-kanak Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
5
3.
Bagaimana
implementasi
pembelajaran
berbasis
multikultural
untuk
mengembangkan sikap toleransi anak di Kelompok B Taman Kanak-Kanak Bunda Balita ? 4.
Bagaimana
evaluasi
pembelajaran
berbasis
multikultural
dalam
mengembangkan sikap toleransi anak di Kelompok B Taman Kanak-Kanak Bunda Balita ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan untuk memperolah gambaran yang jelas tentang implementasi pembelajaran berbasis multikultural untuk mengembangkan sikap toleransi anak Taman Kanak-Kanak.
2. Tujuan Khusus Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisis dan mengkaji : 1.
Profil sikap toleransi anak di Kelompok B Taman Kanak-Kanak Bunda Balita.
2.
Program perencanaan dan pembelajaran berbasis multikultural di Kelompok B Taman Kanak-Kanak Bunda Balita.
3.
Implementasi pembelajaran berbasis multikultural untuk mengembangkan sikap toleransi anak di Kelompk B Taman Kanak-Kanak Bunda Balita.
4.
Evaluasi pembelajaran berbasis multikultural dalam mengembangkan sikap toleransi anak di Kelompk B Taman Kanak-Kanak Bunda Balita.
D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis Setelah dilaksanakan penelitian, dan pembahasan diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan pada umumnya dan bagi
Novi Citra Oktaviana, 2013 Implementasi Pembelajaran Berbasis Multikultural Untuk Mengembangkan Sikap Toleransi Anak Taman Kanak-kanak Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
6
lembaga pendidikan, terutama dapat mengembangkan sikap toleransi anak melalui pembelajaran berbasis multikultural.
2. Secara Praktis Pertama hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru untuk mengembangkan
sikap
toleransi
anak
melalui
pembelajaran
berbasis
multikultural, guna memperoleh keberhasilan yang optimal. Kedua bagi sekolah atau lembaga dapat memiliki guru dan peserta didik yang dapat bekerjasama secara kooperatif dalam mengembangkan sikap toleransi anak melalui pembelajaran berbasis multikultural.
E. Metode Penelitian Penelitian ini berdasarkan kepada studi deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif sering disebut sebagai metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya, disebut juga sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak menggunakan modelmodel matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Penelitian kualitatif merupakan penelitiian yang dalam kegiatannya peneliti tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya. Bogdan dan Taylor (2009), mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengtahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
Novi Citra Oktaviana, 2013 Implementasi Pembelajaran Berbasis Multikultural Untuk Mengembangkan Sikap Toleransi Anak Taman Kanak-kanak Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
7
pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya. Penelitian dengan menggunakan pendekatan ini berasumsi bahwa dunia realitas, situasi dan peristiwa yang terjadi sebagai objek suatu studi tentang perilaku dan fenomena sosial seharusnya dipandang secara berbeda-beda oleh orang-orang yang berbeda pula (Nasution, 2003: 32). Untuk memperoleh berbagai data yang diperlukan, maka teknik yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut : Observasi langsung dan pengamatan langsung, Wawancara, Studi Literatur, dan Studi Dokumentasi. F. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat atau lokasi sosial penelitian yang diidentifikasikan pada 3 unsur yaitu, tempat, pelaku dan kegiatan yang dapat diobservasi
(Nasution,
2003:
43).
Unsur
tempat
atau
lokasi
dimana
berlangsungnya penelitian ini dilakukan di Kelompok B Taman Kanak-Kanak Bunda Balita Jalan Makam Caringin No. 76 Bandung.
G. Definisi Operasional Penelitian Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran judul yang penulis kemukakan di atas, maka perlu kirannya mengemukakan definisi istilah-istilah yang terdapat dalam rumusan masalah sebagai berikut : 1. Toleransi Jika kita telusuri jagad pemikiran keagamaan barat kontemporer, maka akan kita temukan sebuah nilai (value) yang taken for granted, bahkan menjadi porosnya, yakni toleransi (tolerance). Dalam deklarasi prinsip-prinsip toleransi UNESCO (1995), dinyatakan, “Toleransi adalah penghargaan, penerimaan dan penghormatan terhadap kepelbagaian cara-cara kemanusiaan, bentuk-bentuk ekspresi dan kebudayaan”. Sedangkan dalam kamus-kamus Inggris, toleransi (tolerance) bermakna to endure without protest (menahan perasaan tanpa protes). Hanya saja perkembangan pemikiran dan politik barat telah mendorong toleransi menjadi sebuah nilai (value) tersendiri sebagaimana pernyataan Albert Novi Citra Oktaviana, 2013 Implementasi Pembelajaran Berbasis Multikultural Untuk Mengembangkan Sikap Toleransi Anak Taman Kanak-kanak Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
8
Dondeyne : “…toleransi adalah sebuah nilai (value) itu sendiri dan bukan sekedar suatu kejelekan yang lebih rendah yang harus ditolerir dalam kondisi-kondisi tertentu.” (Albert Dondeyne, Faith and the World, dalam Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, 2005).
2. Pembelajaran Pembelejaran adalah suatu kombinasi yang tersusun melalui unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi
dalam
pencapaian tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik,
2001: 57). Piaget mengemukakan aspek-aspek perkembangan intelektual anak sebagai berikut: Aspek struktur Ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan perkembangan berpikir logis anak-anak. Tindakan-tindakan menuju
perkembangan
operasi-operasi
dan
selanjutnya
menuju
pada
perkembangan struktur-struktur. Struktur yang juga disebut skemata atau juga biasa disebut dengan konsep, merupakan organisasi mental tingkat tinggi. Teori Psikologi Gestalt disebut juga field theory atau insight full lerning. Menurutnya manusia bukan hanya sekadar makhluk reaksi yang hanya berbuat atau bereaksi jika ada rangsang yang mempengaruhinya. Manusia adalah individu yang mempunyai kebulatan antara jasmani dan rohani. Secara pribadi manusia tidak secara langsung bereaksi kepada rangsang, dan tidak pula reaksi itu dilakukan secara tidak terarah, tidak pula dilakukan dengan cara trial and error. Bruner menyatakan bahwa inti belajar adalah bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi secara aktif. Menurut Bruner selama kegiatan belajar berlangsung hendakanya siswa dibiarkan untuk menemukan sendiri (discovery learning) makna segala sesuatu yang dipelajari. Dalam hal ini siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam memecahkan masalah. Dengan cara tersebut diharapkan mereka mampu memahami konsep-konsep dalam bahasa mereka sendiri.
Novi Citra Oktaviana, 2013 Implementasi Pembelajaran Berbasis Multikultural Untuk Mengembangkan Sikap Toleransi Anak Taman Kanak-kanak Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
9
3. Multikultural Pembelajaran multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan dalam mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia yang dikaitkan dengan gender, ras, kelas, (Sleeter and Grant, 1988). Pendidikan multikultural adalah suatu sikap dalam memandang keunikan manusia dengan tanpa membedakan ras, budaya, jenis kelamin, seks, kondisi jasmaniah atau status ekonomi seseorang (Skeel, 1995). Pembelajaran berbasis multikultural berusaha memberdayakan siswa untuk mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya, memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang berbeda etnis atau rasnya secara langsung. Pendidikan multikultural juga membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari pandanganpandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat (Savage & Armstrong, 1996). Pendidikan multikultural diselenggarakan dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. (Farris & Cooper, 1994).
Novi Citra Oktaviana, 2013 Implementasi Pembelajaran Berbasis Multikultural Untuk Mengembangkan Sikap Toleransi Anak Taman Kanak-kanak Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu