BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Permasalahan Peningkatan jumlah penduduk dunia yang sangat pesat telah mengakibatkan terjadinya eksplorasi berlebihan terhadap sumber daya alam, terutama hutan dan bahan tambang. Eksplorasi berlebihan tersebut memacu terjadinya kerusakan lingkungan, terutama berupa degradasi lahan. Lahan dengan sumber dayanya berfungsi sebagai penyangga kehidupan hewan dan tumbuhan, termasuk manusia. Krisis lingkungan yang terjadi saat ini baik dalam skala nasional maupun global, sudah sampai pada tahap yang serius dan mengancam eksistensi planet bumi tempat manusia, hewan, dan tumbuhan tinggal dan melanjutkan kehidupannya. Krisis lingkungan yang terjadi karena perilaku manusia dipengaruhi oleh cara pandang Antroposentrisme. Cara pandang Antroposentrisme menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam semesta demi memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidupnya, tanpa cukup memberi perhatian kepada kelestarian alam (Keraf, 2010: 35). Manusia menganggap dirinya berhak atas sumber daya alam, padahal sebagai makhluk yang berakal manusia seharusnya menjaga alam semesta agar tetap seimbang dan lestari. Para peneliti lingkungan hidup menemukan bahwa lapisan ozon berlubang akibat emisi gas rumah kaca pada tahun 1985. Rusaknya ozon meningkatkan suhu 1
2
permukaan bumi. Peningkatan suhu bumi berdampak pada mencairnya es di kedua kutub
yang mengakibatkan kenaikan permukaan laut, perubahan iklim, dan
pemanasan global (global warming). melakukan
perusakan
secara
Manusia modern dewasa ini sedang
perlahan,
dan
terlihat nyata terhadap
sistem
lingkungan yang menopang kehidupan makhluk hidup. Berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini, baik pada lingkungan global maupun lingkungan nasional,
sebagian
besar
bersumber
dari
perilaku
manusia.
Kasus-kasus
pencemaran dan kerusakan, seperti di laut, hutan, atmosfer, air, tanah, dan seterusnya bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri (Rusbiantoro, 2008: 13). Kesalahan
cara
pandang
atau
pemahaman
manusia
tentang
sistem
lingkungannya, mempunyai andil yang sangat besar terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang terjadi di dunia saat ini. Istilah yang sering disebut dengan Antroposentrisme, yang memandang manusia sebagai pusat, menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam semesta demi memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya tanpa cukup memberi perhatian
kepada kelestarian alam
(Keraf, 2010:35). Cara pandang demikian telah melahirkan perilaku yang eksploitatif dan tidak
bertanggung
lingkungannya.
jawab
Paham
terhadap
kelestarian
Materialisme,
Kapitalisme,
sumber dan
daya
alam
Pragmatisme
dan
dengan
kendaraan sains dan teknologi juga ikut mempercepat dan memperburuk kerusakan lingkungan baik dalam lingkup global maupun lokal, termasuk di Indonesia.
3
Upaya untuk penyelamatan lingkungan sebenarnya telah banyak dilakukan baik
melalui
penyadaran
kepada
masyarakat
dan
pemangku
kepentingan
(stakeholders), melalui pendidikan dan pelatihan, pembuatan peraturan pemerintah, Undang - Undang, maupun melalui penegakan hukum. Penyelamatan melalui pemanfaatan sains dan teknologi serta program-program lain juga telah banyak dilakukan. Hasilnya masih belum nyata sebagaimana yang diharapkan, serta belum dapat mengimbangi laju kerusakan lingkungan yang terjadi. Perusakan lingkungan di beberapa tempat di muka bumi ini, termasuk di Indonesia, masih tetap saja
berlangsung,
upaya-upaya
bahkan
pengendalian
lebih dan
cepat
lajunya
perbaikan
yang
serta telah
lebih
intensif seolah
dilakukan
tak
ada
pengaruhnya sama sekali. Krisis lingkungan global yang terjadi sekarang sebenarnya bersumber pada kesalahan fundamental-filosofis dalam pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya,
alam,
dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem.
Kekeliruan cara pandang pada gilirannya melahirkan perilaku yang keliru terhadap alam. Manusia keliru memandang alam dan menempatkan diri dalam konteks alam semesta seluruhnya dan inilah awal dari semua bencana lingkungan hidup yang terjadi sekarang. Pembenahan cara pandang diperlukan dan perubahan perilaku manusia dalam interaksi baik dengan alam maupun manusia dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem perlu mendapat perhatian (Keraf, 2010: 26). Sumber kesalahan cara pandang ini bersumber dari etika Antroposentrisme, yang memandang manusia sebagai pusat dari alam semesta, dan hanya manusia yang mempunyai nilai, sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi
4
pemuasan kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Manusia dianggap berada di luar, di atas dan terpisah dari alam, sehingga melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam dan segala isinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri sendiri (Keraf, 2010: 15). Ekosentrisme memusatkan etika pada seluruh komunitas dalam lingkungan, baik yang hidup maupun yang tidak. Makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain di dalam alam semesta. Salah satu versi teori Ekosentrisme ini adalah teori etika lingkungan yang sekarang ini populer dikenal sebagai Deep Ecology (DE). Deep Ecology (DE) menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Deep Ecology (DE) tidak mengubah sama sekali hubungan antara manusia dengan manusia (Keraf, 2010: 76). Salah satu refleksi nyata perbuatan manusia yang menyebabkan kerusakan alam peneliti ambil melalui film dokumenter “Home”, karya fotografer Prancis yang terkenal di dunia, Yann Arthus-Bertrand. Alasan dipilihnya film dokumenter “Home” antara lain adalah film dokumenter “Home” berisi masalah-masalah yang berpengaruh pada kelangsungan hidup planet bumi. Masalah-masalah tersebut seperti perusakan lingkungan yang disebabkan oleh industri ternak, kekurangan air yang serius, kenaikan permukaan air laut yang cepat, ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan penipisan sumber daya alam yang besar.
5
Film dokumenter “Home” memperlihatkan pemandangan dari udara dengan ketajaman yang tinggi tentang bumi. Film dokumenter “Home” secara jelas menggambarkan luasnya bumi yang berharga yang telah dirusak oleh tindakantindakan manusia. Pesan pokok film ini adalah manusia hanya memiliki sedikit waktu yang tersisa untuk memulihkan kerusakan yang besar sekali. Peneliti dalam kesempatan ini akan meneliti film “Home” ditinjau dari etika Ekosentrisme. Peneliti memberikan beberapa alasannya pertama, manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Manusia bukan lagi pusat dari dunia moral. Ekosentrisme, khususnya Deep Ecology (DE) justru memusatkan perhatian kepada semua spesies termasuk spesies bukan manusia, akan tetapi biosphere seluruhnya. Deep ecology (DE) tidak hanya memusatkan perhatian pada kepentingan jangka pendek, tetapi jangka panjang, maka prinsip moral yang dikembangkan Deep Ecology (DE) menyangkut kepentingan seluruh komunitas ekologis
(Keraf,
2010: 76).
Kedua,
bahwa etika lingkungan hidup
yang
dikembangkan Deep Ecology (DE) dirancang sebagai sebuah etika praktis, atau sebuah gerakan nyata yang menjaga keseimbangan alam semesta. Prinsip-prinsip moral etika lingkungan harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkret agar alam semesta tetap lestari untuk generasi mendatang. Deep Ecology (DE) menyangkut suatu gerakan yang jauh lebih dalam dan komprehensif
dari
sekedar
sesuatu
yang
instrumental
dan
ekspresionis
sebagaimana ditemukan pada Antroposentrisme dan Biosentrisme. Deep Ecology (DE) menuntut suatu pemahaman yang baru tentang relasi etis yang ada dalam
6
semesta ini disertai adanya prinsip-prinsip baru sejalan dengan relasi etis baru tersebut, yang kemudian diterjemahkan dalam gerakan atau aksi nyata di lapangan.
2. Rumusan Masalah Uraian yang telah disampaikan pada latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Apa isi dan tujuan dari film dokumenter “Home” karya Yann ArthusBertrand? b. Apa esensi dari teori etika lingkungan Ekosentrisme? c. Apa refleksi kritis teori etika lingkungan Ekosentrisme dalam film dokumenter “Home”?
3. Keaslian Penelitian Sejauh
penelusuran
yang
dilakukan,
peneliti
belum
pernah
menemukan tulisan jurnal, atau buku-buku yang membahas secara terperinci mengenai tinjauan Ekosentrisme dalam film dokumenter “Home” karya Yann Arthus-Bertrand,
berupa
kritik
terhadap
Antroposentrisme.
Sejauh
ini
penelusuran yang terkait dengan penelitian yang berhubungan dengan etika lingkungan yaitu diantaranya sebagai berikut: a. Arif Nur Rachman, 2005 “Pemaknaan Etika dalam Film Telaah Etika Politik dan Etika Lingkungan dalam Film The Lord of The Ring”, skripsi Fakultas Filsafat UGM.
7
b. Muhammad Asa Bakti Ikwanto, 2011 “Konsep Etika Lingkungan dalam Film Avatar (Perspektif Etika Lingkungan Biosentrisme)”, skripsi Fakultas Filsafat UGM. c. Annas Fitria Sa’adah, 2012 “Surrogate Mother Ditinjau dari Bioetika (Studi kasus Film Dokumenter Making Babies : Cas And Carry)”, skripsi Fakultas Filsafat UGM. d. Fedy Dwiantoro, 2012 “Makna Kebebasan dalam Film Into The Wild Perspektif Eksistensialisme Jean Paul Sartre”, skripsi Fakultas Filsafat UGM.
4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khalayak umum baik secara langsung maupun tidak langsung dan sebagai sumbangsih bagi perkembangan dunia pendidikan. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini dapat menambah ragam metode belajar, karena mempelajari sesuatu yang bersifat ilmiah tidak selalu identik dengan cara formal seperti membaca buku ataupun penelitian lapangan. Belajar dan mengkaji permasalahan lingkungan dapat dilakukan dengan menonton film berkualitas baik yang memiliki unsur ilmiah di dalamnya.
8
b. Bagi perkembangan ilmu filsafat Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi bidang ilmu filsafat, terutama kajian etika, khususnya etika lingkungan. Hasil analisis filosofis dalam penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi dan bahan diskusi berkaitan dengan etika lingkungan, Ekosentrisme, Antroposentrisme, krisis lingkungan baik pada masa lalu maupun masa kini dan mendatang, baik dalam konteks Indonesia maupun luar Indonesia. c. Bagi Masyarakat dan Bangsa Indonesia Penelitian ini dapat memberikan perspektif berbeda bagi pembaca dan masyarakat, bahwa film dapat merepresentasikan persoalan lingkungan seperti krisis lingkungan yang terjadi dewasa ini. Setidaknya mengajak masyarakat untuk mengenal tempat hidup bersama, yaitu bumi. Selain itu, untuk lebih memperhatikan isu-isu lingkungan yang sedikit banyaknya dan lambat laun akan mempengaruhi kehidupan sekitar.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan jawaban dari permasalahan yang telah terangkum dalam rumusan masalah, di antaranya yaitu: 1. Menjelaskan
secara
analisis
hakikat
kehidupan
antara manusia,
hewan,
tumbuhan dan alam, serta krisis lingkungan dewasa ini yang dipaparkan dalam film dokumenter “Home” karya Yann Arthus-Bertrand.
9
2. Menjelaskan tinjauan Ekosentrisme dalam film dokumenter “Home” karya Yann Arthus-Bertrand serta kritik terhadap antroposentrisme. 3. Menjelaskan refleksi kritis atau penerapan teori etika lingkungan Ekosentrisme dalam film dokumenter “Home”.
C. Tinjauan Pustaka
Film
dokumenter
adalah
film
yang
mendokumentasikan
kenyataan.
Istilah ‘dokumenter’ pertama kali digunakan dalam resensi film Moana (1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John Grierson, di New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926. Istilah dokumenter di negara Perancis digunakan untuk semua film nonfiksi, termasuk film mengenai perjalanan dan film pendidikan. Berdasarkan definisi ini, film-film pertama semua adalah film dokumenter. Para pembuat film tersebut merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke stasiun. Pada dasarnya, film dokumenter
merepresentasikan
kenyataan.
Artinya
film
dokumenter
berarti
menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan. Inti dari dokumenter adalah suatu usaha eksplorasi dari orang-orang, pelaku-pelaku yang nyata dan situasi yang sungguh nyata atau dapat dinyatakan sebagai suatu usaha untuk menampilkan kembali situasi nyata dan orang-orang yang terlibat di dalamnya (Rabiger, 2009: 3). Penelitian ini mengambil bahan penelitian film dokumenter. Grierson dalam tulisan
yang
penulis
kutip
dari
(http://filmpelajar.com/tutorial/definisi-film-
10
dokumenter) menjelaskan bahwa film dokumenter merupakan sebuah perlakuan kreatif terhadap kejadian-kejadian aktual yang ada (the creative treatment of actuality). Prastista menjelaskan bahwa film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian, namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi. Tidak seperti film fiksi, film dokumenter tidak memiliki plot namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau argumen dari sineasnya. Struktur bertutur film dokumenter umumnya sederhana dengan tujuan agar memudahkan penonton untuk
memahami dan mempercayai fakta-fakta yang
disajikan. Film dokumenter dapat digunakan untuk berbagai macam maksud dan tujuan seperti: informasi atau berita, biografi, pengetahuan, pendidikan, sosial, ekonomi, politik (propaganda), dan lain sebagainya (Pratista, 2008: 4). Film
dokumenter
dalam
menyajikan
faktanya,
dapat
menggunakan
beberapa metode. Film dokumenter dapat merekan langsung pada saat peristiwa tersebut benar-benar terjadi. Produksi film dokumenter jenis ini dapat dibuat dalam waktu yang singkat, hingga berbulan-bulan, serta bertahun-tahun lamanya. Film dokumenter memiliki beberapa karakter teknis yang khusus yang tujuan utamanya untuk mendapatkan kemudahan, kecepatan, fleksibilitas, efektivitas, serta otentitas peristiwa yang akan direkam.
Film dokumenter umumnya memiliki bentuk
sederhana dan jarang sekali menggunakan efek visual (Pratista, 2008: 5). Film dokumenter “Home” adalah karya Yann Arthus Bertrand, terkenal karena karya fotografinya dari udara, yang dibuka dengan keindahan alam. Yann Arthus Bertrand telah berhasil mengambil foto tentang bentang alam yang megah
11
dari helikopter dan balon udara. Yann mendirikan Yayasan Planet Baik di tahun 2005. Yayasan itu memfokuskan peningkatan kesadaran publik tentang pemanasan global dan membantu menerapkan bermacam-macam program inovatif untuk mengimbangi emisi-emisi karbon. Mengakui komitmennya terhadap planet ini, Program Lingkungan
Perserikatan Bangsa-bangsa menghargai dirinya dengan
penghargaan ‘Pembela Bumi’ dan menunjuknya sebagai Duta Besar Muhibah tahun
2009.
hubungan
Film “Home”
antara
menjelaskan betapa pentingnya saling menjaga
makhluk
hidup
dengan
lingkungannya
untuk
menjaga
keseimbangan ekosistem dan untuk kelestarian hidup seluruhnya yang ada di muka bumi (http://suprememastertv.com/ina/pe/?wr_id=103&url=link1_2&goto_url=m).
D. Landasan Teori
Ekosentrisme
merupakan
kelanjutan
dari
teori
etika
lingkungan
Biosentrisme yang menganggap setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Ekosentrisme sebagai kelanjutan sering disamakan begitu saja dengan Biosentrisme, karena ada banyak kesamaan di antara kedua teori ini. Kedua teori ini mendobrak cara pandang Antroposentrisme lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta dan membatasi
keberlakuan
etika
hanya
pada
komunitas
manusia.
Keduanya
memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas selain manusia. Teori Biosentrisme dianggap kurang sempurna karena yang mempunyai nilai hanyalah makhluk
hidup
saja sedangkan benda mati dianggap tidak bernilai. Teori
12
Ekosentrisme lebih menyelaraskan kehidupan seluruh makhluk di bumi dengan alam secara lebih seimbang (Keraf, 2010: 76). Ekosentrisme menempatkan alam itu sendiri menjadi pusat dari alam semesta, karena manusia adalah bagian dari alam, maka manusia itu tidak jauh berbeda dibandingkan dengan makhluk lain yang juga bagian dari alam. Makhluk dalam definisi pemikiran Ekosentrisme juga mencakup benda mati. Benda mati seperti batu, tanah, air, dan udara juga merupakan makhluk yang setara dengan manusia. Hubungan manusia dengan alam tidak hanya merupakan hubungan antara makhluk yang lebih mulia dengan makhluk yang rendah. Pandangan Ekosentrisme memaksa manusia untuk juga menerapkan prinsip moralitas dan hubungan etika dengan alam yang terdiri dari hewan, tumbuh-tumbuhan, gunung air, dan lain-lain. Manusia dituntut untuk sadar bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang berakal oleh karena itu keseimbangan alam sangat bergantung kepada manusia (Faisal, 2010: 178). Teori Ekosentrisme adalah teori etika lingkungan hidup yang sekarang populer dengan Deep Ecology (DE). Deep Ecology (DE) sebagai sebuah istilah pertama kali diperkenalkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, tahun 1973. Naess kemudian dikenal sebagai salah seorang tokoh utama gerakan Deep Ecology hingga sekarang. Artikelnya yang berjudul “The Shallow and the Deep, LongRange Ecological Movement: A Summary” (Keraf, 2010: 76). Deep Ecology (DE) bercakrawala terhadap pandangan yang menyeluruh, yang menjadi latar belakang adalah dimensi saling keterkaitan antar organisme dalam lingkungan hidup. Deep Ecology (DE) mengusulkan proses transformasi
13
yang radikal dalam cara pikir, cara pandang, dan cara tindak dalam berhadapan dengan
krisis
lingkungan
hidup.
Krisis
lingkungan
hidup
disebabkan
oleh
minimnya kesadaran manusia akan kebersihan dan kelestarian alam. Manusia hanya mementingkan kelangsungan hidup dan memperkaya dirinya sendiri tanpa memikirkan segala sesuatu yang ada di alam semesta. Setiap ciptaan tuhan memiliki nilai intrinsik dan berhak untuk hidup dan berkembang. Manusia dipandang sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang sebenarnya tidak berhak mengancam dan meniadakan keberadaan ciptaan lain. Deep Ecology (DE) menitikberatkan
bahwa
yang
bernilai
intrinsik
adalah
sistem
keseluruhan
organisme lingkungan hidup, yang diperhatikan bukan hanya generasi sekarang, melainkan generasi mendatang (Chang, 2001: 78). Teori etika Biosentrisme memusatkan etika pada kehidupan seluruhnya, sedangkan Ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh ekosistem, baik yang hidup maupun yang tidak. Makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain, maka kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua makhluk hidup dan benda mati yang saling berhubungan dalam ekosistem (Keraf, 2010: 77).
14
E. Metode Penelitian
1. Bahan dan Materi Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan model penelitian masalah aktual yang dilakukan, melalui studi pustaka. Fenomena kehidupan masyarakat dewasa ini semakin kompleks, dengan adanya perkembangan serta kebijaksanaan dalam berbagai kehidupan manusia. Objek material yang dibahas adalah film dokumenter “Home” yang menceritakan tentang iklim dan bagaimana manusia sebagai spesies paling dominan mengubah bumi, masa lalu, sekarang, dan di masa yang akan datang. Objek formal yang digunakan untuk menganalisis film dokumenter “Home” adalah Ekosentrisme yang merupakan salah satu teori etika lingkungan (Kaelan, 2005: 292). a. Sumber Primer Pustaka
primer
digunakan
sebagai
rujukan
utama
dalam
melaksanakan penelitian ini. Pustaka primer terkait dengan pustaka yang digunakan untuk mendeskripsikan objek material secara lengkap dan komprehensif. Sumber tersebut antara lain: 1) Film “Home” karya Yann Arthus-Bertrand tahun 2009. 2) Teks narasi dalam film “Home” tahun 2009. b. Sumber Sekunder Pustaka sekunder digunakan sebagai referensi atau rujukan untuk mengupas tuntas objek formal. Pustaka sekunder berfungsi mendukung
15
kelengkapan data penelitian, yang meliputi buku, artikel, karya ilmiah, surat kabar, jurnal, dan media jenis lain, sumber tersebut antara lain: 1) Borrong, Robert. P. 2000. Etika Bumi Baru. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. 2) Bertens, K, 2007, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 3) Sunarko. A, OFM. A Eddy Kristyanto, OFM . 2008. Menyapa Bumi Menyembah Hyang Ilahi. Yogyakarta: Kanisius. 4) Attfield, Robin. 2010. Etika Lingkungan Global. Yogyakarta: Kreasi Wacana. 5) Faisal. K, Moch. 2010. The End Of Future (rahasia di balik peperangan, kehancuran dan kiamat di masa depan). Jakarta: NF Media Center. 6) Keraf, A. Sonny. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Kompas Media Nusantara. Jakarta.
2. Jalan Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a. Inventarisasi dan kategorisasi: pengumpulan data kepustakaan yang berkaitan dengan objek
material maupun objek formal penelitian
sebagaimana
diuraikan sebelumnya.
berkaitan
yang
telah
dengan
objek
formal
tentang
teori
Data kepustakaan etika
lingkungan
Ekosentrisme, dan objek material dari film yang berjudul “Home”. b. Klasifikasi: setelah data terkumpul, dilakukan pengelompokan data menjadi bagian data primer dan sekunder.
16
c. Analisis-sintesis: menganalisis data, baik yang berasal dari data primer maupun data sekunder. Data yang sekiranya kurang relevan akan dieliminasi,
sedangkan
data
yang
sesuai
dengan
gagasan
serta
memperkuat penelitian akan disintesiskan. d. Evaluasi
kritis:
setelah
melalui tahapan
analisis-sintesis,
dilakukan
verifikasi data dan gagasan atas penelitian ini sehingga menghasilkan pemaparan hasil yang kritis secara berimbang dan objektif.
3. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan perangkat metode Kaelan (2005: 297-299), sebagai berikut: a. Verstehen: data yang dikumpulkan dipahami berdasarkan karakteristik masing-masing. Penulis memahami film dokumenter “Home” sebagai film yang menyampaikan propaganda dan gambaran ketika kesadaran manusia terhadap alam semesta rendah dan terjadi eksploitasi besarbesaran
maka akibatnya keseimbangan ekosistem terganggu dan akan
mengancam kelestarian alam semesta itu sendiri. Pemahaman terhadap teori etika lingkungan Ekosentrisme juga dilakukan penulis, sehingga mendapat gambaran tentang objek material dan objek formal. b. Interpretasi:
dalam data
yang
diperoleh,
menemukan gambaran yang jelas dan
penulis
mendalam
akan
mencoba
tentang isi dari film
“Home”. Gambaran yang jelas dan mendalam dari data yang diperoleh
17
selanjutnya ditinjau menggunakan perspektif teori etika lingkungan Ekosentrisme. c. Hermeneutika: penulis berusaha menangkap makna esensial dari teori etika lingkungan Ekosentrisme dalam film “Home” yang memaparkan tentang krisis lingkungan yang terjadi apabila manusia tidak menjaga keseimbangan alam. d. Holistika: melihat data secara keseluruhan tentang film “Home” dan teori etika lingkungan Ekosentrisme, sehingga didapatkan relevansi antara objek material dan objek formal lalu dilakukan penyimpulan.
F. Hasil yang Dicapai
Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memahami hakikat kehidupan antara manusia, hewan, tumbuhan dan alam, serta krisis lingkungan dewasa ini yang dipaparkan dalam film dokumenter “Home” karya Yann Arthus-Bertrand. 2. Memahami pandangan Ekosentrisme dalam memahami lingkungan. 3. Memperoleh
pemahaman
secara
mendalam
teori
etika
lingkungan
Ekosentrisme dari film dokumenter “Home” karya Yann Arthus-Bertrand bahwa semua yang ada di alam semesta saling terkait dan harus dijaga keseimbangannya, dengan begitu manusia dapat mengaplikasikan teori etika lingkungan Ekosentrisme dalam kehidupan sehari hari.
18
G. Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab, yaitu : BAB I
: Berisikan
pendahuluan
yang
meliputi latar
belakang
masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang akan dicapai, dan sistematika penulisan. BAB II
:
Berisikan
tentang
definisi
film
dokumenter,
kemudian
akan
dijabarkan tentang isi dari film dokumenter “Home”, dan tujuan dari film dokumenter “Home”. BAB III
: Berisikan teori etika lingkungan Ekosentrisme namun juga akan diuraikan pembahasan mengenai ekologi,
ekosistem,
lingkungan
hidup, etika dan etika lingkungan hidup, teori-teori etika lingkungan lainnya, dan pengelolaan lingkungan hidup. BAB IV
: Berisikan analisis atau pembahasan dari studi kasus yang akan diteliti yaitu memaparkan secara kritis tinjauan Ekosentrisme dalam film dokumenter “Home” karya Yann Arthus-Bentrand serta kritik terhadap Antroposentrisme.
BAB V
: Berisikan kesimpulan hasil penelitian yang berisi jawaban dari rumusan masalah yang telah diteliti. Bab penutup ini terdiri dari kesimpulan dan saran yang terkait dengan penelitian.