BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keberadaan rambut halus pada kulit terkadang menimbulkan masalah pada kepercayaan diri. Berbagai cara selama ini dilakukan untuk menghilangkan rambut dari kulit seperti dengan mencabut, mencukur, menggunakan sediaan depilator, laser serta waxing. Mencabut ataupun mencukur bulu tidak dapat menghilangkan rambut secara permanen, bahkan rambut akan tumbuh kembali dan menjadi lebih kasar dari sebelumnya. Menghilangkan rambut dengan cara mencabut atau mencukur juga dapat menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman pada kulit. Laser dapat menghilangkan rambut secara permanen, tetapi dapat menimbulkan terjadinya hiperpigmentasi dan iritasi (Marchell & Alster, 1999). Penggunaan sediaan depilator bisa menimbulkan efek iritasi pada kulit karena pengaruh alkali kuat ataupun agen pereduksi yang dapat mendegradasi keratin tidak hanya pada rambut tetapi juga pada permukaan kulit. Sediaan depilator masih menggunakan bahan sintesis sebagai zat aktif, penggunaan bahan alam untuk sediaan depilator masih sulit sekali ditemukan (Abrutyn, 2010). Lamtoro merupakan tumbuhan yang banyak terdapat di Indonesia. Tumbuhan ini lebih sering digunakan sebagai pakan ternak daripada sebagai bahan obat meskipun lamtoro diketahui mempunyai khasiat seperti aktivitas hipoglikemik, antiinflamasi dan juga anti gondong. Lamtoro juga dapat menimbulkan efek depilasi pada hewan ternak yang mengkonsumsi lamtoro (Kardono dkk., 2003).
1
2
Mimosin merupakan salah satu asam amino bebas non-protein yang biasanya terdapat dalam lamtoro (Kardono dkk., 2003). Kadar mimosin dalam daun lamtoro mencapai 1,40-7,19g/100g tergantung dari tingkat kematangannya (D' Mello, 2000). Mimosin merupakan senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek depilasi pada hewan ternak yang mengkonsumsi lamtoro (Laconi & Widiyastuti, 2010). Efek depilasi ini dapat dimanfaatkan untuk membuat sediaan depilator. Ekstrak etanolik daun lamtoro gung sebanyak 0,4 gram yang dioleskan pada rambut kelinci dapat menimbulkan efek depilasi (Kurniawan dkk., 2012). Penelitian ini dilakukan untuk membuat sediaan depilator yang mempunyai efektivitas depilasi dengan ekstrak etanolik daun lamtoro gung sebagai bahan aktif. Sediaan yang dihasilkan diharapkan mempunyai kualitas fisik yang baik serta tidak menimbulkan efek samping iritasi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaruh kadar ekstrak etanolik daun lamtoro gung (Leucaena leucocephala) terhadap mutu fisik sediaan depilator yang dihasilkan meliputi sifat fisik berupa warna, bau, tekstur, homogenitas, pH, daya sebar, daya lekat, viskositas, dan stabilitas fisik ? 2. Berapakah kadar ekstrak etanolik daun lamtoro gung (Leucaena leucocephala) dalam formula krim depilator yang menghasilkan efek depilasi paling baik ? 3. Apakah formula sediaan depilator dari ekstrak etanolik daun lamtoro gung (Leucaena leucocephala) menimbulkan efek iritasi ?
3
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh kadar ekstrak etanolik daun lamtoro gung (Leucaena leucocephala) terhadap mutu fisik sediaan depilator yang dihasilkan meliputi sifat fisik berupa warna, bau, tekstur, homogenitas, pH, daya sebar, daya lekat, viskositas, dan stabilitas fisik. 2. Mengetahui berapa besar kadar ekstrak etanolik daun lamtoro gung (Leucaena leucocephala) dalam formula krim depilator yang menghasilkan efek depilasi paling baik pada hewan percobaan kelinci. 3. Menguji efek iritasi dari beragam formula yang dihasilkan pada hewan percobaan kelinci. D. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kepada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang farmasi terutama formulasi sediaan kosmetik alami. 2. Sebagai informasi kepada pembaca mengenai manfaat mimosin dalam daun lamtoro gung (Leucaena leucocephala) sebagai senyawa yang berfungsi sebagai depilator. E. Tinjauan Pustaka 1. Lamtoro gung (Leucaena leucocephala) a. Klasifikasi botani Leucaena leucocephala : Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
4
Upafamili
: Mimosoideae
Genus
: Leucaena
Spesies
: Leucaena leucocephala (de Wit, 1961)
Leucaena leucocephala di daerah Jawa dikenal dengan lamtoro, paci-paci, kemelandingan, semelamtara, metir sedangkan di daerah Sumatera disebut pete selong atau pete cina. Lamtoro gung disebut juga wild tamarind, lead tree, white popinac, jumpy bean, keo giau, boket dai, bo chet, binh linh, phiac can thin dalam beberapa bahasa asing (Kardono dkk., 2003). b. Deskripsi Tanaman hijau berbatang kecil dengan tinggi beberapa meter. Daun berbentuk bipinnate, lembar daun kecil. Berbunga putih, biasanya tumbuh secara panicle pada axillary. Biasanya berbunga pada periode April-Juni. Buah tipis dan datar, berwarna kecoklatan ketika masak. Berbiji glabrous, coklat tua. Tumbuh secara liat maupun ditanam pada ketinggian 1200 m (Kardono dkk., 2003). c. Kandungan kimia dan khasiat Lamtoro mengandung beragam asam lemak seperti : asam palmitat, asam stearat, asam oleat, asam linoleat, asam lignoserat. Lamtoro juga mengandung alkaloid leucenin (leucenol), leucanol, leucaenin, protein, tannin, quercetin, saponin, flavonoid dan 3-5,mimosin. Tanaman lamtoro mempunyai aktivitas hipoglikemik, anti gondok, pengobatan katarak, tripsin-inhibitor, antiinflamasi, dan serin proteinase inhibitor (Kardono dkk., 2003). Ekstrak etanolik daun lamtoro gung sebanyak 0,4 gram menimbulkan efek depilasi pada kelinci (Kurniawan dkk, 2012).
5
2. Mimosin Mimosin merupakan asam amino bebas non-protein yang dibiosintesis dari lysine. Senyawa ini dilaporkan dapat menimbulkan efek toksik pada beberapa hewan seperti babi, kelinci dan sapi. Mimosin diketahui memiliki aktivitas depilasi dan dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan alopecia. Intoksikasinya juga menyebabkan hilangnya nafsu makan, berat badan menurun dan menghambat pertumbuhan. Hal ini berhubungan dengan pembesaran kelenjar tiroid dan penurunan kadar hormon tiroid. Mimosin dapat menghambat sintesis protein dan asam nukleat. Hasil degradasi mimosin berupa 3,4-dihidroksi piridin (3,4-DHP) dari proses enzimatis oleh bakteri di dalam sistem pencernaan merupakan agen goitrogen yang poten (de Padua & Bunyapraphatsara, 1999). Mimosin memiliki struktur yang mirip dengan asam amino l-tirosin seperti yang dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Struktur molekul tyrosin dan mimosin (Oppenheim dkk., 2000)
Mimosin terdapat dalam daun dan biji tanaman lamtoro, kandungannya dalam daun lamtoro berkisar antara 1,40-7,19 g/100g bahan kering tergantung dari tingkat kematangannya. Detoksifikasi mimosin dapat dilakukan secara fisik maupun kimiawi. Perendaman daun lamtoro selama 12 jam dalam air pada suhu
6
kamar dapat mereduksi kandungan mimosin lebih dari 50%. Pemanasan lembab dengan suhu 70oC selama 15 menit dapat menurunkan kadar mimosin sebesar 36,90% (Laconi & Widiyastuti, 2010). 3. Kulit Di atas permukaan kulit terdapat sebuah lapisan material dari campuran sebum, kelenjar keringat, lapisan bertanduk, sel-sel epidermal yang telah mati, dan stratum korneum. Dibawah lapisan bertanduk terdapat lapisan yang merupakan sel epidermis hidup atau stratum germinativum dan dermis.
Gambar 2. Struktur kulit (Saladin, 2003)
Kapiler darah dan saraf naik dari jaringan lemak subkutan melewati dermis hingga mencapai epidermis. Kelenjar keringat terdapat pada jaringan subkutan. Kelenjar minyak dan folikel rambut terdapat pada lapisan dermis dan subkutan (Ansel, 1969). Gambar 2 memberikan gambaran mengenai struktur kulit. Kulit mempunyai fungsi utama sebagai berikut (Barry, 1983) : a. Mempertahankan cairan tubuh dan jaringan yang ada di bawahnya
7
b. Melindungi tubuh dari stimuli eksternal yang membahayakan seperti mikroorganisme, paparan kimia, radiasi, panas, barrier elektrik, ataupun guncangan mekanis c. Menerima rangsangan eksternal seperti tekanan, panas, dan rasa sakit d. Meregulasi temperatur tubuh e. Meregulasi tekanan darah f. Mensintesis dan memetabolisme beberapa senyawa g. Mengeluarkan sisa metabolisme h. Mengindentifikasi individu satu dengan yang lainnya i.
Menarik lawan jenis.
4. Rambut Rambut memainkan peranan penting secara psikologis meskipun fungsinya tidak begitu vital. Rambut tumbuh dari bagian folikel pada kulit. Folikel rambut ini terdapat pada hampir seluruh bagian tubuh manusia kecuali pada telapak tangan, telapak kaki, bagian kemerahan pada bibir dan juga pada organ seksual. Seiring dengan pertumbuhan manusia, luas permukaan tubuhnya semakin besar sedangkan kerapatan folikel rambut menurun. Hal ini membuktikan bahwa folikel baru tidak berkembang pada kulit dewasa. Jumlah folikel tidak berbeda secara signifikan berdasarkan pada ras dan jenis kelamin. Manusia kehilangan folikelnya seiring dengan bertambahnya usia. Batang rambut terdiri dari tiga jaringan konsentris hasil perpaduan kuat sel bertanduk. Bagian terbesar dari rambut merupakan sebuah perpanjangan korteks tebal, sel terkeratinisasi yang dipadukan bersama; pada rambut yang berpigmen,
8
sel ini mengandung granul melanin. Sel yang tidak berpigmen saling bertumpang tindih lima sampai sepuluh lapisan membentuk sebuah selaput yang mengelilingi korteks. Laju pertumbuhan rambut berbeda pada setiap spesies, pada satu spesies juga memiliki perbedaan pada bagian ke bagian, dan juga berbeda pada setiap jenis kelamin dan umur. Laju pertumbuhan rata-rata rambut adalah sekitar 0,21 mm setiap 24 jam pada daerah paha wanita hingga 0,38 mm setiap 24 jam pada dagu laki-laki. Pertumbuhan rata-rata pada seluruh bagian tubuh lebih cepat pada laki-laki daripada wanita. Faktor endokrin lebih mempengaruhi pertumbuhan rambut daripada bercukur. Perbedaan jenis folikel juga dapat menyebabkan perbedaan tipe rambut, meskipun sebagian folikel kemungkinan berubah seiring waktu atau karena pengaruh hormonal. Janin manusia dilapisi oleh rambut tipis dan lembut yang disebut lanugo dan secara normal rontok dalam kandungan. Setelah lahir, rambut manusia terdiri dari dua tipe utama yaitu vellus yang biasanya tidak berpigmen, lembut dan jarang mencapai panjang lebih dari 2 cm; dan juga rambut terminal yang lebih panjang, kasar dan biasanya memiliki pigmen berfilamen (Barry, 1983). 5. Depilator Merupakan salah satu sediaan kosmetik yang digunakan untuk tujuan mengurangi atau menghilangkan rambut dari tubuh. Mekanisme kerja umum yang terjadi pada sediaan depilator adalah dengan mendegradasi keratin rambut. Keratin sensitif terhadap pengaruh larutan alkali kuat dan agen pereduksi,
9
sehingga tidak sulit untuk mendegradasinya secara kimiawi. Formulasi depilator biasanya terkendala pada kebutuhan untuk mendegradasi keratin rambut tanpa mempengaruhi keratin pada korneum (Jellinek, 1970). Syarat sediaan depilator kimia yang ideal yaitu (Sagarin, 1957) : a. Harus dapat mengubah rambut secara total menjadi lapisan lembut yang mudah dibersihkan dalam waktu dua sampai lima menit b. Harus tidak bersifat toksik dan iritatif secara sistemik maupun lokal bahkan untuk pemakaian yang cukup lama c. Harus mudah diaplikasikan, ekonomis dan stabil dalam penyimpanan d. Tidak berbau, berwarna netral atau putih, tidak meninggalkan noda pada kulit, tidak meninggalkan bekas pada pakaian. Bahan-bahan aktif yang biasanya banyak digunakan pada sediaan kosmetik kebanyakan berupa bahan kimiawi seperti basa disulfida, nondisulfida inorganik, nondisulfida organik, asam merkapto alifatik dan komponen merkapto lain, asam tioglikolat serta kalsium tioglikolat. Asam tioglikolat dan kalsium tioglikolat merupakan bahan yang banyak dipakai pada sediaan depilator (Sagarin, 1957). Asam tioglikolat biasa digunakan dengan konsentrasi 4-6 % ditambah natrium hidroksida, litium hidroksida atau kalsium hidroksida sebagai buffer untuk memberikan pH lebih besar dari 11. Nilai pH yang sangat tinggi tersebut efektif untuk mendegradasi ikatan disulfida pada keratin. Saat ini sedang dikembangkan bahan depilator berbahan aktif produk alam ataupun bahan-bahan yang
dapat
menghilangkan
rambut
dan
juga
mempengaruhi
siklus
pertumbuhannya. Tantangan dalam pengembangan sediaan depilator berbahan
10
aktif bahan alam adalah sulitnya ditemukan bahan dengan pH tinggi atau biasanya bahan tersebut tidak memenuhi standar keamanan (Abrutyn, 2010). Basis yang digunakan pada sediaan depilator biasanya mengandung bahan-bahan seperti surfaktan, musin, humektan, bubuk inert, asam lemak, polietilen glikol dan astringent (Jellinek, 1970). Menurut Abrutyn (2010) bahan penetrasi rambut seperti urea bisa ditambahkan untuk meningkatkan efektifitas dari sediaan depilator. Sediaan depilator hanya menghilangkan rambut pada permukaan kulit saja sehingga tidak menyebabkan rasa sakit, namun karena penggunaan senyawa alkali kuat sediaan depilator memiliki potensi menyebabkan iritasi secara kimiawi pada kulit (O’Lenick 2010). 6. Krim Krim pada sediaan farmasi merujuk pada sediaan emulsi dengan konsistensi semisolid yang diformulasikan untuk diaplikasikan pada kulit luar atau pada membran mukosa. Terdapat dua tipe emulsi yang dibagi berdasarkan fase dispersi dan pendispersinya yaitu emulsi tipe A/M dan emulsi tipe M/A. Hingga saat ini perkembangan sediaan emulsi sudah sampai pada tipe emulsi ganda seperti M/A/M dan juga A/M/A. Krim M/A yang biasa disebut sebagai vanishing cream mempunyai sifat yang mudah dibersihkan dengan sangat sedikit atau bahkan tidak meninggalkan bekas sama sekali pada daerah pengaplikasian (Barry, 1983). Suatu pengemulsi didefinisikan sebagai suatu penstabil bentuk tetesan. Berdasarkan strukturnya, pengemulsi bisa digambarkan sebagai molekul-molekul
11
yang terdiri dari bagian-bagian hidrofilik dan hidrofobik, sehingga biasa disebut sebagai amfifilik (menyukai air dan minyak). Zat pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan tiga mekanisme (Lachman dkk., 1987) : a. mengurangi tegangan antarmuka sehingga menciptakan stabilitas termodinamis b. pembentukan suatu lapisan antarmuka yang rigid sebagai pembatas mekanik untuk menghalangi penggabungan partikel c. pembentukan lapisan ganda listrik sebagai barier elektrik yang menghalangi partikel bergabung. Menurut Barry (1983) dalam pembuatan sediaan krim topikal A/M, sering digunakan campuran pengemulsi antara surfaktan dengan asam lemak amfifilik sehingga menghasilkan emulsi yang lebih baik dengan meningkatkan kestabilan dan kekentalan. Berdasarkan pada bahan-bahan yang digunakan pada formula, viskositas dari suatu emulsi dapat sangat bervariasi. Viskositas merupakan sifat dari suatu cairan yang berhubungan dengan hambatan untuk mengalir. Viskositas suatu cairan yang besar akan memerlukan tekanan yang besar untuk mengalir, sehingga nilai viskositas dapat mempengaruhi kemampuan menyebar dari suatu sediaan emulsi (Ansel, 1969). Formula standar vanishing cream berdasarkan Bennet (1970) di dalam buku The New Cosmetics Formulary menggunakan bahan-bahan seperti: asam stearat, stearil alkohol, sodium lauril sulfat, trietanolamin, metil paraben, etil paraben, gliserin, akuades dan zat antioksidan.
12
7. Pemerian bahan a. Asam stearat Asam stearat berupa padatan keras berwarna putih ataupun sedikit kekuningan dan mengkilap. Asam stearat dapat juga berupa bubuk berwarna putih ataupun putih kekuningan. Asam stearat memiliki titik lebur sekitar 69-70oC. Asam stearat praktis tidak larut dalam air. Pada formulasi sediaan topikal, asam stearat biasa digunakan sebagai agen pengemulsi dan penstabil. Asam stearat biasa dikombinasikan dengan trietanolamin dalam preparasi sediaan krim. Asam stearat tidak kompatibel dengan logam hidroksida, senyawa basa, reduktor dan oksidator. Asam stearat secara umum tidak menimbulkan gejala toksik dan tidak iritatif (Allen, 2009). b. Stearil Alkohol Stearil alkohol dapat berupa padatan putih, potongan lilin, granul ataupun serpihan dengan bau dan rasa khas. Stearil alkohol banyak digunakan dalam sediaan krim sebagai pengental. Titik lebur stearil alkohol 59,459,8oC. Stearil alkohol praktis tidak larut dalam air. Stearil alkohol tidak kompatibel dengan asam kuat dan oksidator kuat. Stearil alkohol tidak menimbulkan gejala toksik secara umum (Guest, 2009). c. Sodium lauril sulfat Sodium lauril sulfat berbentuk kristal, serpihan ataupun serbuk berwarna putih, krem dan kekuningan. Berasa pahit dan sedikit bau mirip substansi berlemak. Sodium lauril sulfat merupakan surfaktan anionik yang biasa
13
digunakan sebagai agen pengemulsi. Sodium lauril sulfat sangat larut dalam air. Sodium lauril sulfat tidak kompatibel dengan surfaktan kationik karena dapat menghilangkan aktivitasnya sebagai surfaktan dan juga menimbulkan presipitasi. Sodium lauril sulfat bersifat toksik moderat dan dapat menyebabkan iritasi akut pada kulit (Plumb, 2009). d. Trietanolamin Trietanolamin berupa cairan kental jernih, tidak berwarna atau berwarna kekuningan dan sedikit berbau amonia. Trietanolamin digunakan sebagai pengemulsi dalam sediaan topikal. Trietanolamin larut dalam air. Trietanolamin tidak kompatibel dengan amina tersier yang memiliki gugus hidroksi. Trietanolamin dapat bereaksi dengan asam mineral membentuk garam kristal dan ester. Trietanolamin secara umum tidak menimbulkan gejala toksik (Goskonda, 2009). e. Gliserin Gliserin berupa cairan kental jernih, tidak berwarna, tidak berbau, bersifat higroskopis dan berasa manis. Gliserin biasa digunakan sebagai emolien dan humektan dalam sediaan topikal. Gliserin larut dalam air. Gliserin tidak kompatibel dengan oksidator kuat. Gliserin banyak dipakai dalam sediaan oral, optalmik, parenteral dan topikal tanpa menimbulkan efek samping (Nunez & Medina, 2009). f. Alkohol Alkohol berupa cairan jernih, tidak berwarna, bersifat volatil, berbau khas dan mudah terbakar. Alkohol banyak digunakan sebagai pelarut dalam
14
sediaan farmasi. Alkohol tidak kompatibel dengan asam, basa dan juga alumunium. Sediaan topikal dengan konsentrasi alkohol lebih dari 50% v/v dapat menyebabkan iritasi pada kulit (Quinn, 2009). g. Metil Paraben Metil paraben berbentuk kristal tidak berwarna ataupun berwarna putih, tidak berbau, mempunyai rasa sedikit membakar. Metil paraben digunakan sebagai antimikroba dalam sediaan topikal. Metil paraben larut dalam alkohol dan dalam air hangat. Aktivitas antimikroba metil paraben berkurang dengan adanya surfaktan nonionik seperti polisorbat 80. Metil paraben banyak digunakan dalam sediaan kosmetik dan sediaan topikal lain. Reaksi sensitisasi jarang ditemukan dalam formula yang mengandung metil paraben (Haley, 2009). 8. Iritasi Iritasi merupakan reaksi kulit terhadap zat kimia seperti alkali kuat, asam kuat, pelarut dan deterjen. Reaksi iritasi primer merupakan respon lokal kulit yang menimbulkan inflamasi ataupun kerusakan pada daerah penggunaan, umumnya pada penggunaan pertama. Beratnya respon dari iritasi bermacam-macam mulai dari hiperemia, edema dan vesikula hingga timbul gejala seperti pemborokan (Lu, 1995). Menurut Breur (1978) hal ini ditimbulkan karena aktivitas toksik ataupun sitolitik secara langsung pada sel dan jaringan kulit tanpa mempengaruhi sistem imunologi. Respon iritasi primer disebut akut ketika respon yang dihasilkan dapat timbul dengan cepat namun juga hilang dalam waktu singkat setelah pemberian
15
tunggal atau berulang. Dapat juga disebut kronik ketika reaksi dari jaringan berlangsung hingga beberapa hari karena stimuli iritan yang berulang. F. Landasan Teori Sediaan
depilator
merupakan
sediaan
yang
diaplikasikan
untuk
memberikan efek depilasi pada rambut dan biasa diberikan dalam bentuk krim berbasis emulsi. Sediaan depilator biasanya menggunakan alkali kuat untuk mendegradasi keratin rambut sehingga melunakkan rambut dan mudah untuk lepas dari permukaan kulit. Penggunaan alkali kuat tersebut dapat mempengaruhi kulit sehingga dapat menimbulkan reaksi iritasi (Abrutyn, 2010). Mimosin merupakan asam amino non protein yang terdapat dalam tumbuhan lamtoro gung (Leucaena leucocephala) dan diketahui dapat membuat kerontokan rambut pada hewan ternak yang mengkonsumsinya (Kardono dkk., 2003). Kandungan mimosin dalam daun lamtoro mencapai 1,40-7,19g/100g berat keringnya (D' Mello, 2000). Pada penelitian (Kurniawan dkk, 2012) diketahui ekstrak lamtoro dapat menyebabkan kerontokan rambut pada hewan percobaan kelinci. Efek depilasi dari ekstrak lamtoro ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan aktif sediaan depilasi yang lebih efektif dan aman. Menurut Sagarin (1957) sediaan depilator memiliki syarat ideal berupa tidak berbau, berwarna netral atau putih, tidak meninggalkan noda pada kulit dan pakaian. Sediaan krim M/A atau vanishing cream memiliki sifat mudah dibersihkan dengan meninggalkan sedikit atau tidak sama sekali bekas pada daerah pengaplikasian (Barry, 1983), sehingga sediaan ini dapat digunakan sebagai basis untuk krim depilator ekstrak lamtoro yang hanya digunakan secara
16
singkat pada kulit. Bahan-bahan yang digunakan pada suatu formula emulsi dapat memberikan variasi pada viskositas dari emulsi tersebut. Viskositas merupakan sifat dari suatu cairan yang berhubungan dengan hambatan untuk mengalir. Viskositas suatu cairan yang besar akan memerlukan tekanan yang besar untuk mengalir, sehingga nilai viskositas mempengaruhi kemampuan menyebar suatu emulsi (Ansel, 1969). Ekstrak lamtoro mempunyai konsistensi yang sangat kental dilihat dari waktu lekat ekstrak yang lebih dari 10 menit (Kurniawan dkk, 2012), konsistensi yang kental ini dapat mempengaruhi viskositas dari sediaan krim depilator ekstrak lamtoro. Krim depilator memiliki pH yang tinggi sehingga efektif untuk dapat mendegradasi keratin rambut, sedangkan krim depilator berbahan aktif bahan alam sulit ditemukan bahan dengan pH tinggi (Abrutyn, 2010). Bennet (1970) menuliskan formula standar vanishing cream yang terdiri dari asam stearat, stearil alkohol, sodium lauril sulfat, trietanolamin, metil paraben, etil paraben, gliserin, akuades, dan antioksidan. Bahan-bahan tersebut banyak digunakan dalam sediaan kosmetik dan secara umum tidak menimbulkan gejala toksik dan iritasi (Rowe dkk, 2009). Tumbuhan lamtoro sendiri memiliki aktivitas antiinflamasi (Kardono dkk, 2003). G. Hipotesis Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut : 1. Penggunaan ekstrak daun lamtoro gung (Leucaena leucocephala) pada sediaan formula depilator dapat mempengaruhi mutu fisik sediaan berupa
17
warna, bau, tekstur, homogenitas, pH, daya sebar, daya lekat, viskositas, dan stabilitas fisik. 2. Ekstrak etanolik daun lamtoro gung (Leucaena leucocephala) dalam sediaan depilator dapat memberikan efek depilasi lebih baik sesuai dengan semakin besar kadar yang diberikan. 3. Formula sediaan depilator dari ekstrak etanolik daun lamtoro gung (Leucaena leucocephala) tidak menimbulkan iritasi pada kulit hewan percobaan kelinci.