BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit akibat perubahan pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan tidak terkendali. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker yaitu adanya paparan karsinogen sehingga terjadi mutasi pada gen-gen regulator yang berfungsi dalam pengaturan sistem homeostasis dalam tubuh (Ruddon, 2007). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan dua pertiga dari penderita kanker di dunia berada di negaranegara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan data WHO (World Health Organization) tahun 2008, kanker menjadi penyebab utama kematian di dunia di antaranya adalah kanker paru-paru, kanker lambung, kanker hati, kanker kolon, serta kanker payudara. Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ) RS Kanker Dharmais melaporkan bahwa kanker payudara menjadi urutan kedua sebagai penyebab kematian terbesar bagi kaum wanita di Indonesia (Anonim, 2009). Hingga pada tahun 2030 diperkirakan kematian akibat kanker dapat meningkat sekitar 11 juta orang (WHO, 2011). Hal ini disebabkan karena sifat dari sel-sel kanker dapat menyebar kebagian jaringan tubuh yang lain sehingga menyebabkan kematian (DeVita et al., 2011). Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang banyak diderita oleh kaum wanita. Sekitar 1,7 juta wanita didiagnosa menderita kanker payudara hingga menyebabkan kematian. Hal ini sesuai dengan data yang dilaporkan oleh
1
2
IARC tahun 2013. Penderita kanker payudara di Indonesia mencapai 25.208 penderita per 100.000 jiwa dan sebanyak 43% penderita mengalami kematian (Green et al., 2008). Pada 50% kasus kanker payudara disebabkan oleh ekspresi berlebih protein estrogen dan 30% kasus kanker payudara disebabkan oleh ekspresi berlebih Human Epidermal Receptor-2 (HER-2) (Gibbs, 2000). Reseptor HER-2 merupakan epidermal growth factor receptor (EGFR), sehingga dalam jumlah berlebih mampu mempengaruhi proliferasi sel tumor secara terus menerus (Laskin and Sandler, 2004). Siddiqa et al., (2008) melaporkan bahwa ekspresi berlebih reseptor HER-2 dapat menyebabkan terjadinya peningkatan reseptor antiapoptosis Bcl-2 dan survivin. Peningkatan ekspresi survivin, menyebabakan inaktivasi caspase, induktor apoptosis menjadi inaktif, sehingga mampu memicu terjadinya proliferasi sel kanker payudara secara terus menerus (Zhong et al., 2009). Penelitian terdahulu melaporkan bahwa aktivasi reseptor-reseptor yang berperan dalam migrasi dan invasi sel kanker dapat terjadi akibat ekspresi berlebih reseptor HER-2 (Wolf-Yadlin et al., 2006). Ekspresi berlebih reseptor HER-2 mampu menginduksi dimerisasi secara spontan dan terjadi autofosforilasi, dan memicu terjadinya aktivasi focal adhesion kinase (FAK) sehingga mampu menginduksi terjadinya proses migrasi dan metastasis sel kanker (Johnson et al., 2010). Pengobatan yang saat ini banyak digunakan dalam penanganan kasus kanker payudara yaitu dengan memanfaatkan agen kemoterapi berupa obat sintesis dan monoclonal antibody seperti Transtuzumab. Transtuzumab memiliki mekanisme aksi melalui penghambatan dimerisasi reseptor HER-2. Namun,
3
transtuzumab dilaporkan mengalami resistensi dalam penggunaannya (Kute et al., 2004). Saat ini terjadi perkembangan agen kemoterapi kanker payudara, khususnya pada sel kanker payudara HER-2 positif. Agen kemoterapi kanker payudara HER-2 positif yang saat ini banyak digunakan yaitu lapatinib. Lapatinib merupakan molekul kecil yang memiliki aktivitas sebagai inhibitor tyrosine kinase (TKI) (Johnston et al., 2006). Namun, saat ini Lapatinib telah resisten terhadap penanganan kasus kanker payudara HER-2 positif (Mitra et al., 2009). Hal ini sesuai dengan pernyataan Natha (2012), bahwa adanya ekspresi berlebih reseptor HER-2 pada kanker payudara mampu meningkatkan progresi sel tumor dan resistensinya terhadap agen kemoterapi. Oleh karena itu, penghambatan terhadap ekspresi reseptor HER-2 menjadi sangat penting. Salah satu tanaman yang telah diteliti terkait potensinya sebagai agen sitotoksik pada beberapa sel kanker adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L.). Kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam kayu secang seperti homoisoflavanoid brazilin, brazilein, 4-O-methylsappanol, protosappanin A, dan caesalpin J memiliki sifat sitotoksik pada beberapa sel kanker (Lim et al., 1996). Brazilin dan brazilein merupakan senyawa aktif pada kayu secang yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan, antiinflamasi, antibakteri serta antitumor (Liang et al., 2013). Brazilin dan brazilein telah terbukti mempunyai aktivitas sitotoksik pada enam kultur sel kanker yaitu HepG2 dan Hep3B (liver), MDA-MB-231 dan MCF-7 (payudara), A549 (paru-paru), dan Ca9-22 (gingiva) (Yen et al., 2011). Brazilein mampu menginduksi terjadinya mekanisme apoptosis pada sel kanker hepar HepG2 (Zhong et al., 2009) dan sel kanker payudara MCF-7 melalui
4
penghambatan ekspresi survivin (Tao et al., 2011). Khamsita (2012) melaporkan bahwa ekstrak etanolik kayu secang memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker payudara MCF-7 dengan nilai IC50 37 µg/mL. Serta ekstrak etanolik kayu secang mampu meningkatkan aktivitas sitotoksik agen kemoterapi doxorubicin dengan nilai kombinasi optimum ekstrak 18 µg/mL dan doxorubicin 25 µM. Penelitian aktivitas sitotoksik secang terhadap sel kanker payudara telah banyak diteliti. Namun, pengamatan aktivitas sitotoksik ekstrak etanolik kayu secang (Caesalpinia sappan L.) pada sel kanker payudara HER-2 positif belum diteliti. Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam pengembangan ekstrak etanolik kayu secang (EEKS) pada sel kanker payudara bertarget molekuler pada reseptor HER-2 menggunakan sel kanker payudara MCF-7 yang mengekspresikan HER-2 secara berlebih (MCF-7/HER-2).
B. Rumusan Masalah 1. Apakah ekstrak etanolik kayu secang memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2? 2. Apakah ekstrak etanolik kayu secang mampu menghambat ekspresi reseptor HER-2 pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2?
5
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menelusuri potensi ekstrak etanolik kayu secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai agen sitotoksik bertarget molekuler pada reseptor HER-2. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui aktivitas sitotoksik EEKS terhadap sel kanker payudara MCF7/HER-2 serta nilai IC50-nya. b. Mengkaji pengaruh EEKS terhadap penghambatan ekspresi reseptor HER-2 pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2.
D. Pentingnya Penelitian Penelitian ini menjadi sangat penting bagi mahasiswa, institusi dan ilmu pengetahuan. Bagi mahasiswa dan institusi penelitian ini dapat menjadi salah satu sarana peningkatan kualitas riset dan menjadi bahan publikasi pada jurnal ilmiah, sehingga dapat menambah kakayaan informasi dan menjadi landasan untuk perkembangan penelitian selanjutnya. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini menjadi penting karena menjadi sumber informasi dan sumber data yang valid dalam pengembangan ekstrak etanolik kayu secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai agen sitotoksik pada sel kanker payudara yang bertarget molekuler pada reseptor HER-2.
6
E. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Secang (Caesalpinia sappan L.) a. Morfologi dan Klasifikasi Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan bahan alam yang berasal dari bagian serutan batang kayu kering dari Caesalpinia sappan L.. Tanaman secang berbentuk pohon kecil dengan ukuran 5-10 m. Tanaman secang memiliki bentuk batang yang bercabang-cabang, berduri dan letaknya tersebar. Batang bulat dan berwarna hijau kecokelatan. Daun yang dimiliki merupakan daun majemuk, menyirip ganda, panjang 25-40 cm, jumlah anak daun 10-20 pasang yang letaknya berhadapan dan berwarna hijau. Bunganya majemuk berbentuk malai, keluar dari ujung tangkai dengan panjang 10-40 cm, mahkota bentuk tabung, berwarna kuning. Buah tanaman secang berupa buah polong, panjang 8-10 cm, lebar 3-4 cm, ujung seperti paruh berisi 3-4 biji, bila masak warnanya hitam. Biji bulat memanjang, panjang 15-18 mm, lebar 8-11 mm, tebal 5-7 mm, warnanya kuning kecokelatan. Pemanenan kayu dapat dilakukan mulai umur 1-2 tahun. Perbanyakan dengan biji atau stek batang. Klasifikasi Caesalpinia sappan L.: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Caesalpiniaceae
Genus
: Caesalpinia
Spesies
: Caesalpinia sappan L. (Verheij and Coronel, 1992)
7
Caesalpinia sappan L. mempunyai sinonim Biancaea sappan (L.) Tadaro. Nama umum Caesalpinia sappan L. yaitu secang sedangkan beberapa nama daerahnya yaitu Seupeng (Aceh); Sopang (Batak); Cacang (Minangkabau); Secang (Sunda); Kayu secang, Soga Jawa (Jawa); Kaju secang (Madura); Cang (Bali); Sapang (Makasar) (Verheij and Coronel, 1992). Secang telah banyak dimanfaatkan sebagai sumber pewarna alami. Pewarna ini digunakan untuk mewarnai pakaian, dan minuman penyegar. Di Yogyakarta kayu
secang
banyak
diaplikasikan
sebagai
wedang
secang
dan wedang uwuh. Caesalpinia sappan L. merupakan tanaman obat tradisional yang diproduksi di Taiwan, China, India, Myanmar, Vietnam, Sri Lanka, dan Semenanjung Malaya. Secara tradisional, kayu secang digunakan sebagai ramuan berair dan diresepkan untuk memperbaiki sistem darah, melancarkan menstruasi, mengurangi rasa sakit dan bengkak, pengobatan deuretik serta penyakit kulit tertentu (Wang et al., 2011). Gambar tanaman kayu secang dapat dilihat pada Gambar 1.
(A)
(B)
Gambar 1. Tanaman Secang (Caesalpinia sappan L.) (A) Pohon Secang, dan (B) Batang Kayu Secang (BPOM RI, 2008)
8
b. Kandungan Kimia Komponen kandungan kimia kayu secang adalah brazilin, brazilein, protosappanin A, 4-O-methylsappanol, dan caesalpin J (Shimokawa et al., 1985; Namikoshi et al., 1987; Kim et al., 2012; Lee et al., 2010; Washiyama et al., 2009). Struktur kandungan kimia kayu secang dapat dilihat pada Gambar 2:
A
B
D
E
C
Gambar 2. Struktur Kandungan Kimia Kayu Secang. Brazilin (A), Brazilein (B), Protosappanin A (C), 4-O-methylsappanol (D), dan Caesalpin J (E)
c. Potensi dan Penelitian Terdahulu Ekstrak etanolik kayu secang mengandung senyawa flavonoid, terpenoid, saponin dan fenolik (Lim et al., 1997). Berdasarkan penelitian terdahulu melaporkan bahwa senyawa flavonoid dalam kayu secang (Caesalpinia sappan L.) seperti brazilin dan brazilein terbukti mempunyai efek antiinflamasi,
9
antioksidan, antimikroba, antivirus, antitumor, antiatherosclerosis, hipoglikemik, dan lain-lain (Wang et al., 2011; Bae et al., 2005), serta mampu menjaga sistem homeostasis tubuh dan mampu menginduksi kematian sel pada sel kanker leher (Badami et al., 2003). Brazilein merupakan bentuk oksidatif dari brazilin yang memiliki berbagai macam aktivitas biologi, seperti agregasi platelet (Chang et al., 2013), vasorelaksasi (Sasaki et al., 2010), dan anti alergi pada asma (Lee et al., 2012). Brazilin juga diketahui dapat menghambat proliferasi sel glioblastoma (Yen et al., 2010). Brazilein merupakan termasuk kedalam golongan homoisoflavonoid tetrasiklik (Yan et al., 2005). Brazilein terbukti memiliki aktivitas sitotoksik vyang signifikan terhadap sel kanker HepG2 dan Hep3B (liver), MDA-MB-231 dan MCF-7 (payudara), A549 (paru-paru), dan CA9-22 (gingiva) (Yen et al., 2010). Penelitian lain membuktikan bahwa brazilein juga memiliki aktivitas antikanker pada sel leukimia K562/AO2 yang mengalami ekspresi berlebih ABCB1 serta menginduksi apoptosis pada sel tersebut (Tao et al., 2011). Brazilein merupakan kelompok IAP (Inhibitor of Apoptosis) yang memiliki kemampuan untuk menghambat ekspresi reseptor survivin, yaitu reseptor yang memiliki peranan penting dalam regulasi kematian sel, perkembangan siklus sel, dan divisi sel. Brazilein juga memiliki aktivitas menghambat migrasi dan invasi sel kanker metastasis MDA-MB-23 melalui inaktivasi jalur PI3K/Akt dan p38 MAPK sehingga menghambat aktivasi NFκB (Hsieh et al., 2013) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh group Cancer Chemoprevention
Research
Center
(CCRC)
terhadap
tanaman
secang
10
(Caesalpinia sappan L.), dilaporkan bahwa fraksi etil asetat Caesalpinia sappan L. (FEC) memiliki efek sitotoksik melalui jalur apotosis pada sel kanker payudara T47D dengan nilai IC50 sebesar 55 µg/mL (Kristiani, 2013), serta kombinasi FEC dan agen kemoterapi doxorubicin memiliki sinergisitas yang sangat kuat dengan konsentrasi FEC dan doxorubicin senilai 1 10 IC50 – 1 10 IC50, 1 10 IC50 – 1 8 IC50, 1 8 IC50 – 1 10 IC50, dan 1 8 IC50 – 1 8 IC50 (Kristiani, 2013). Ekstrak etanolik kayu secang memiliki efek sitotoksik pada sel kanker kolon WiDr dengan nilai IC50 senilai 32 µg/mL, dan mampu meningkatkan sensitivitas agen kemoterapi 5-Fluorourasil pada sel kanker kolon WiDr dengan dosis kombinasi optimum ekstrak 16 µg/mL (1 2 IC50) dan 5-Fluorourasil 168,75 µM (Rivanti, 2013). Fraksi brazilein kayu secang mampu meningkatkan aktivitas sitotoksik pada sel kanker payudara T47D melalui induksi apoptosis dengan dosis kombinasi optimum esktrak 1 2 IC50 (34 µg/mL) dan doxorubicin 1 2 IC50 (201 µg/mL) (Utomo, 2014). Fraksi etil asetat secang (FES) memiliki aktivitas sitotoksik yang poten melalui induksi jalur apoptosis pada sel kanker kolon WiDr dengan nilai IC50 11 µg/mL, dan mampu meningkatkan sensitifitas agen kemoterapi 5-FU dengan dosis kombinasi optimum ekstrak 1 µg/mL dan 5-FU 50 µM. Induksi apoptosis pada sel kanker kolon WiDr oleh FES ditunjukkan pada peningkatan cleaved PARP (Novarina, 2014). Fraksi brazilein kayu secang memiliki efek sitotoksik melalui induksi apoptosis pada sel kanker payudara T47D dengan nilai IC50 sebesar 68 µg/mL, serta mampu meningkatkan sensitivitas agen kemoterapi Cisplatin dengan nilai combination index (CI) sebesar 0,66 (Tirtanirmala, 2014). Berdasarkan penelitian Laksmiani pada tahun 2013 melaporkan bahwa brazilein
11
mampu meningkatkan aktivitas sitotoksik doxorubicin pada sel kanker payudara MCF-7, serta brazilein memiliki potensi dalam menduduki sisi aktif reseptor Pgp, IKK dan HER-2 berdasarkan uji in silico. 2. Kanker Payudara dan Sel MCF-7/HER-2 Kanker merupakan penyakit seluler akibat proliferasi sel secara terus menerus dan tidak terkendali. Kanker menjadi istilah umum untuk penyakit yang mampu mempengaruhi seluruh bagian tubuh. Tumor ganas dan neoplasma merupakan beberapa istilah lain dari kanker (King, 2000). Beberapa faktor dalam perkembangan tumor atau ketidakberhasilan dari suatu terapi tumor karena adanya ketidakseimbangan antara kematian dan proliferasi sel kanker. Kanker terjadi akibat adanya mutasi gen-gen regulator yang berfungsi untuk mengatur homeostasis normal seluler. Regulator terbagi menjadi regulator positif (oncogene) dan negatif (tumor suppressor gene). Regulator positif yang dapat termutasi dan mengalami peningkatan ekspresi, sehingga dapat memicu proliferasi sel. Begitu pula pada gen regulator negatif yang dapat mengalami mutasi sehingga reseptor fungsionalnya menjadi inaktif, sehinga sel kehilangan kontrol untuk menghentikan aktivasi proliferasi sel yang abnormal, contohnya mutasi gen p53 (DeVita et al., 2011). Ciri-ciri sel kanker secara umum berdasarkan laporan Hanahan et al., pada tahun 2011 yaitu: a. Memiliki potensi dalam produksi sinyal pertumbuhan secara mandiri. Secara normal, sel akan membela jika terdapat sinyal dari luar sel. Namun, pada sel
12
kanker mampu menyediakan sinyal proliferasi secara mandiri sehingga mampu membelah dan tumbuh secara terus menerus. b. Memiliki kemampuan dalam menghindari sinyal penghambatan pertumbuhan. Sel kanker tidak merespon inhibisi kontak, sehingga walaupun telah bersinggungan dengan sel tetangganya sel kanker akan tetap tumbuh. Sel kanker juga mengalami kerusakan pada jalur antiprolliferasi sehingga menganggap tidak ada yang menghambat pertumbuhannya. c. Secara normal sel yang mengalami kerusakan gen akan memprogram dirinya untuk mati melalui mekanisme apoptosis. Namun, pada sel kanker dapat bertahan dari kematian akibat apoptosis karena terjadi kerusakan pada jalur apoptosis. d. Sel kanker mampu menginduksi angiogenesis. Proses ini dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sel akan nutrisi dan oksigen sehingga sel-sel kanker dapat tumbuh dan menyebar. e. Sel kanker mengekspresikan telomerase dalam jumlah tinggi sehingga telomer akan dipertahankan panjangnya. Oleh karena itu, sel kanker tidak akan mengalami kematian ataupun senescence. f. Pada sel kanker mampu melakukan proses invasi dan metastasis melalui proses regulasi secara mandiri karena pada sel kanker terjadi kehilangan Echaderin, yaitu suatu molekul yang berperan dalam adhesi sel dengan sel yang lain. Oleh karena itu, sel kanker mampu melepaskan diri dari koloninya, kemudian melakukan intravasasi (masuk ke pembuluh darah dan limfa), transit dalam sistem limfatik dan pembuluh darah, ekstravasasi (keluar dari
13
lumina) dan masuk ke dalam parenkim jaringan yang letaknya jauh, membentuk nodul kecil sel kanker (mikrometastasis), dan akhirnya tumbuh menjadi tumor yang makroskopis (kolonisasi). g. Sel kanker mampu menghindari pengenalan dari sistem imun. Sistem imun surveillance berespon untuk mengenali dan mengeliminasi tanda-tanda pembentukan sel kanker yang akan berkembang. Perkembangan sel tumor yang menginduksi terjadinya kanker ditandai dengan terjadinya defisiensi sistem imun seperti CD8+ cytotoxic T lymphocytes (CTLs), CD4+Th1 helper T cells dan natural killer (NK). h. Sel kanker mampu melakukan regulasi kembali terhadap energetik seluler. Sehingga melalui kemampuan ini menyebabkan proliferasi secara terus menerus dan tidak terkontrol, hal ini dapat terjadi karena adanya anomali metabolisme energi pada sel kanker yang terkait dengan proses glikolisis. Oleh karena itu, dalam penanganan kasus ini dilakukan pengembangan melalui inhibitor glikolisis aerobik untuk menurunkan energi metabolisme yang dibutuhkan oleh pertumbuhan dan pembelahan sel kanker. i. Sel kanker mengalami ketidakstabilan dan mutasi genom. Gen-gen penjaga DNA biasanya mengalami kerusakan seiring dengan perkembangan kanker. Ketidakstabilan genetik dapat menyebabkan kegagalan sel kanker untuk melakukan apoptosis. j. Sel kanker mampu memicu terjadinya proses inflamasi. Pada mekanisme kerja sel-sel imun yang mampu mengenali sel tumor sehingga menimbulkan peristiwa inflamasi minor pada jaringan non-neoplastik. Inflamasi dapat
14
menyediakan molekul bioaktif pada perkembangan tumor seperti faktor pertumbuhan sehingga tetap dapat berproliferasi, faktor survival sehingga sel bersifat immortal, faktor proangiogenik berperan dalam angiogenesis. Dari pemicuan faktor-faktor tersebut, maka sel-sel normal dapat meningkatkan kemampuan untuk berproliferasi dan menjadi neoplastik. Pada tahun 2012, kanker payudara menjadi salah satu penyebab kematian terbesar bagi kaum wanita diseluruh dunia (WHO, 2014). Berikut merupakan rangkuman statistik kanker payudara di Indonesia yang diambil dari Pfizer Facts – The Burden of Cancer in Asia pada tahun 2008: a.
Di negara Asia kecepatan in
b.
sidensi kanker payudara terjadi per 100.000 wanita: dengan nilai sebesar 26,1 Indonesia berada di posisi keenam setelah negara Taiwan, Singapura, Filipina, Jepang dan Malaysia.
c.
Di Indonesia jumlah kasus baru kanker payudara yang terjadi pada wanita berada pada posisi pertama di antara negara-negara Asia dengan nilai 25.208.
d.
Di Indonesia kecepatan mortalitas kanker payudara yang terjadi pada wanita berada pada posisi ketiga dengan nilai 11,3 dibanding negara Filipina dan Malaysia.
e.
Di Indonesia kecepatan prevalensi kanker payudara yang terjadi pada 100.000 per wanita selama lima tahun, dengan nilai 82,3 Indonesia berada di posisi kelima setelah negara Jepang, Singapura, Filipina dan Malaysia.
15
f.
Indonesia berada di posisi kedua dengan nilai 90.611 setelah negara China untuk jumlah wanita yang sedang menderita dan terdiagnosis kanker payudara selama lima tahun terakhir. Kanker payudara adalah jenis kanker dimana terjadi penyerangan pada
membran mukosa dan kelenjar payudara terutama pada ductus (saluran yang menyalurkan susu) dan lobus (kelenjar susu tempat produksi susu). Kanker payudara terjadi ketika sel-sel pada payudara tumbuh tidak terkendali dan mampu menginvasi jaringan tubuh yang lain. Penyakit ini termasuk penyakit yang sangat kompleks baik secara klinis, morfologi, maupun secara molekuler (Eroles et al., 2009). Secara molekular kanker payudara terjadi akibat mutasi pada onkogen cmyc, ERBB2 dan Ras, maupun mutasi pada gen BRCA1 (breast cancer type 1), BRCA2 (breast cancer type 2), dan gen p53, atau inaktivasi gen p53 yang mengakibatkan terjadinya kanker payudara karena hilangnya fungsi sebagai gen tumor supresor (Ruddon, 2007). Proses proliferasi kanker payudara diinisiasi oleh adanya ekspresi berlebih beberapa reseptor, misalnya estrogen reseptor (ER), progesteron reseptor (PR) dan c-erbB (HER-2) yang merupakan reseptor predisposisi kanker payudara (Eccles, 2001). Estrogen merupakan hormon yang paling berperan dalam karsinogenesis kanker payudara. Estrogen jika berikatan dengan reseptornya akan menimbulkan transduksi sinyal yang menyebabkan proliferasi sel dan penghambatan apoptosis. Metabolit quinon merupakan hasil metabolit estrogen yang bersifat genetoksik sehingga dapat menginisiasi terjadinya sel kanker. Polimorfisme gen yang mengkode sintesis dan metabolisme estrogen, seperti cytochrome P450 1B1 (CYP1B1) dan catechol-o-methyl
16
transferase (CMOT) menjadi salah satu faktor resiko lain terjadinya kanker payudara (Yager et al., 2006). Salah satu jenis sel kanker payudara yaitu sel kanker payudara MCF-7 yang merupakan jenis sel kanker payudara yang banyak digunakan dalam penelitian. Sel kanker MCF-7 memiliki karakteristik eskpresi berlebih Pgp (Davis et al., 2003), eskpresi berlebih Bcl-2 dan tidak mengekspresikan caspase-3 sehingga mampu melakukan proliferasi sel (Simstein et al., 2010). Sel MCF-7 diperoleh dari pleural effusion breast adenocarcinoma seorang pasien wanita Kaukasian berumur 69 tahun, golongan darah O, dengan Rh positif. Sel MCF-7 termasuk estrogen receptor (ER) positif sehingga sering digunakan dalam studi kanker payudara dan reseptor estrogen, serta ekspresi berlebih Bcl-2 dan tidak mengeskpresikan caspase-3. Sel ini bersifat adheren (melekat), dapat tumbuh dalam media pertumbuhan MEM dengan penambahan 10% FBS dan PenicilinStreptomycin 1% (ATCC, 2014). Sel kanker payudara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sel kanker payudara MCF-7 ekspresi berlebih HER2 (MCF-7/HER-2). Sel kultur MCF7/HER-2 dibuat dengan cara mentransfeksikan pcDNA5/TO-HER-2 yang telah terkonjugasi dengan gen resisten antibiotik hygromicin dan ditanam didalam media yang mengandung antibiotik hygromicin. Tujuan konjugasi gen resisten antibiotik hygromicin yaitu untuk memastikan bahwa sel yang hidup merupakan sel MCF-7 yang telah tertransfeksi gen HER-2.
17
3. Human Epidermal Receptor-2 (HER-2) Reseptor HER-2 atau HER-2/neu merupakan anggota dari erbB/epidermal growth factor receptor (EGFR)/reseptor tirosin kinase kelas I. Gen HER-2 menyandi 185 kDa reseptor sehingga HER-2 juga dikenal sebagai p185HER-2. HER-2 mempunyai karakteristik struktur yang terdiri dari ligan ekstraseluler (extracellular ligand-binding domain), suatu transmembran, tyrosine kinase domain, dan ujung karboksil terminal. Reseptor HER-2 adalah salah satu dari empat anggota keluarga HER dari reseptor tirosin kinase transmembran. Jalur transduksi sinyal HER-2 melalui dimerisasi dan autofosforilisasi dengan reseptor lain dari anggota HER (HER-1 atau EGFR, HER-3, HER-4). HER-2 berpengaruh pada proliferasi sel tumor, survival, metastasis, kemampuan menginvasi jaringan dan angiogenesis (Laskin et al., 2004). HER-2 memiliki potensi dalam peningkatan reseptor antiapoptosis Bcl-2 dan survivin melalui aktivasi jalur MAP kinase dan PI3K-Akt. Jalur MAP kinase memiliki kemampuan dalam memfosforilisasi IĸB sehingga terbentuk kompleks IĸB dengan NFĸB sehingga NFĸB lepas dan menjadi faktor transkripsi dan masuk kedalam nukleus sehingga terjadi proliferasi sel (Siddiqa et al., 2008).
18
Gambar 3. Jalur Sinyal MAP Kinase pada HER-2. Aktivasi HER-2 melalui dimerisasi (heterodimer atau homodimer) akan mengaktivasi protein downstream sehingga mempengaruhi proliferasi (Kruser and Wheeler, 2010)
Katalisis transfer fosfat dari ATP ke gugus –OH tirosis pada reseptor target merupakan mekanisme kerja dari anggota reseptor kinase, yaitu suatu reseptor transmembran. Aktivasi reseptor tirosin kinase (RTK) terjadi jika berada dalam
konformasi
dimer.
Dimerisasi
RTK
menyebabkan
terjadinya
autofosforilisasi pada residu asam amino. Proses automerisasi dapat memicu aktivasi jalur RAS/RAF/MAPK (Konkimalla et al., 2009). Jalur MAP kinase mampu memfosforilasi IĸB sehingga kompleks IĸB dengan NFĸB menjadi terlepas dan NFĸB sebagai faktor transkripsi menjadi aktif masuk ke dalam nukleus dan proliferasi sel terjadi. NFĸB juga mempengaruhi peningkatan ekspresi Bcl-2 dan survivin suatu reseptor antiapoptosis. Jalur PI3K/Akt mampu mengaktivasi IKK. IKK akan mendegradasi IĸB, sehingga faktor transkripsi NFĸB bebas dan terjadi proses seperti sebelumnya sehingga sel akan terus membelah dan dibutuhkan konsentrasi agen kemoterapi yang lebih tinggi untuk
19
dapat menghambat proliferasi sel (Siddiqa et al., 2008). Oleh karena itu, penghambatan aktivasi HER-2 pada ATP binding site menjadi target pengembangan dalam penemuan obat yang bertarget molekuler pada sel kanker payudara (Vora et al., 2009). Beberapa contoh obat yang memiliki aktivitas penghambatan tertarget pada reseptor HER-2 yaitu lapatinib. Lapatinib merupakan suatu small molecule, yang memiliki BM 581,06 dengan rumus molekul C29H26ClFN4O4S. Lapatinib bertindak sebagai inhibitor tyrosine kinase (TKI) pada HER1 (EGFR) dan HER-2. Lapatinib beraksi pada ATP binding site HER1 (EGFR) dan HER-2, sehingga menghambat terjadinya proses fosforilisasi dan jalur downstream yang mengatur proliferasi sel seperti ERK1-2 dan PI3K-AKT (Medina and Goodin, 2008). Namun yang menjadi kendala saat ini, pengobatan kanker payudara HER-2 positif menggunakan Lapatinib telah mengalami resitensi. Beberapa mekanisme yang menyebabkan terjadinya resistensi yaitu karena inaktivasi obat oleh enzim pemetabolisme, pengeluaran obat oleh Pgp, adanya mutasi target obat, serta adanya ekspresi berlebih reseptor HER-2 (Davis et al., 2003). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu alternatif dalam pengobatan kanker payudara HER-2 positif.
F. Landasan Teori Berdasarkan penelitian terdahulu dilaporkan bahwa ekstrak etanolik kayu secang memiliki kandungan senyawa flavanoid seperti brazilein. Brazilein dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker liver HepG2, dan Hep3B, sel kanker paru-paru A549, sel kanker gingival CA9-22 dan sel kanker leukemia
20
K562, serta pada sel kanker payudara MCF-7 dan MDA-MB-231. Oleh karena itu, berdasarkan data-data tersebut maka esktrak etanolik kayu secang memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2. Berdasarkan penelitian terdahulu penghambatan aktivasi reseptor HER-2 pada ATP binding site menjadi target molekuler pada pengembangan obat pada sel kanker payudara HER-2 positif. HER-2 memiliki potensi dalam peningkatan reseptor antiapoptosis Bcl-2 dan survivin melalui aktivasi jalur MAP kinase dan PI3K-Akt. Jalur MAP kinase memiliki kemampuan dalam memfosforilisasi IĸB sehingga terbentuk kompleks IĸB dengan NFĸB sehingga NFĸB lepas dan menjadi faktor transkripsi dan masuk kedalam nukleus sehingga terjadi proliferasi sel. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa brazilein memiliki potensi dalam inaktivasi jalur PI3K/Akt dan p38 MAPK sehingga menghambat aktivasi NFκB. Oleh karena itu, berdasarkan data-data ini ekstrak etanolik kayu secang mampu menghambat ekspresi reseptor HER-2 pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2.
G. Hipotesis 1. Ekstrak etanolik kayu secang bersifat sitotoksik terhadap sel kanker payudara MCF-7/HER-2. 2. Ekstrak etanolik kayu secang mampu menghambat ekspresi reseptor HER-2 pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2.
BAB II METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian 1. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian dilakukan menggunakan rancangan eksperimental murni post test only control group design dengan variabel-variabel sebagai berikut : a. Variabel bebas
: seri konsentrasi EEKS
b. Variabel tergantung
: viabilitas sel, ekspresi reseptor HER-2
c. Variabel terkendali
: kondisi penelitian seperti suhu dan tekanan inkubator, lama waktu inkubasi, serta jumlah sel MCF-7/HER-2 tiap sumuran.
2. Definisi Variabel Operasional a. Ekstrak etanolik kayu secang diperoleh melalui maserasi menggunakan etanol 70% kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator. b. Seri konsentrasi ekstrak etanolik kayu secang yang digunakan pada perlakuan tunggal selama 24 jam pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2 yaitu 1, 2, 5, 10, 20, 50 µg/mL. c. Konsentrasi ekstrak etanolik kayu secang yang digunakan pada perlakuan tunggal selama 24 jam untuk pengamatan eskpresi reseptor HER-2 yaitu ½ IC50 (12,5 µg/mL).
21
22
d. Viabilitas sel adalah parameter uji sitotoksik yang menunjukkan kemampuan suatu sel untuk bertahan hidup dan mengeskpresikan potensi diri. e. Intensitas pendaran fluoresence pada membran sel kanker payudara MCF7/HER-2 adalah parameter terhadap ekspresi reseptor HER-2. f. Kondisi penelitian adalah kondisi optimal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan uji in vitro diantaranya suhu dan aliran CO2 inkubator adalah 370C dan 5%, inkubasi dilakukan selama 24 jam. 3. Tahapan Penelitian yang Dilakukan a. Ekstraksi serbuk kayu secang menggunakan metode maserasi. b. Uji kandungan senyawa brazilein dalam EEKS dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). c. Uji sitotoksik tunggal menggunakan MTT assay. d. Pengamatan ekspresi reseptor HER-2 menggunakan Immunofluoresence assay. e. Analisis data. B. Bahan Penelitian 1. Bahan Uji EEKS didapatkan dari ekstraksi serbuk kayu secang (Caesalpinia sappan L.) yang diperoleh dari B2P2TOOT Tawangmangu, Jawa Tengah. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dengan etanol 70%. Perbandingan serbuk kayu secang dan etanol 70% yang digunakan dalam maserasi sebesar 1:10, serta dilakukan maserasi selama 5 hari dan dilanjutkan
23
remaserasi selama 3 hari. Filtrat disaring dan diuapkan dengan vacuum rotary evaporator dan penguapan lebih lanjut menggunakan waterbath hingga diperoleh ekstrak kental. 2. Bahan untuk Uji Kandungan Senyawa Kimia Brazilein dalam EEKS dengan Kromatografi Lapis Tipis Sistem kromatografi meliputi fase diam silika gel 60 F254 dengan sistem fase gerak menggunakan etil asetat, toluen, dan asam asetat glasial. Pembanding brazilein yang digunakan diperoleh dari hasil isolasi Lakmiani (2013) yang telah diuji kemurniannya menggunakan beberapa metode, seperti KLT, diperoleh 1 spot dengan nilai hRf 87,5 dan metode densitomtri diperoleh nilai yang sama antara panjang gelombang puncak dominan pada kromatogram dengan panjang gelombang maksimal isolat yakni 329 nm. 3. Bahan untuk Uji Penghambatan Pertumbuhan Sel dengan MTT assay dan
Penghambatan
Ekspresi
Reseptor
HER-2
Menggunakan
Immunofluoresence assay a. Sel kanker. Sel kanker payudara yang digunakan merupakan cell line kanker payudara MCF-7 HER-2 positif (MCF-7/HER-2) yang merupakan koleksi CCRC, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada dari Prof. Inouye melalui Prof. Kawaichi, Nara Institute of Science and Technology (NAIST) Jepang. b. Medium. Sel MCF-7/HER-2 ditumbuhkan pada media penumbuh lengkap yang mengandung Dulbeco Modified Eagle Media (DMEM) (Gibco), Fetal Bovine Serum (FBS) 10% (v/v) (FBS Qualified, Gibco, Invitrogen
24
USA), penisilin-streptomisin 1.5% (v/v) (Gibco Invitrogen, USA), fungizone (Gibco Invitrogen, USA), (tripsin-EDTA 0,25% (Gibco, Invitrogen, Canada), Hygromicin 100 µg/mL. c. DMSO (Merck) digunakan untuk melarutkan stok ekstrak uji. d. Tripsin-EDTA 0,25% untuk membantu melepas sel yang melekat pada flask maupun dish. e. Phosphate Buffer Saline (PBS) sebagai larutan pencuci. f. Reagen MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida] (Sigma) 5mg/mL dalam medium DMEM. g. Reagen stopper sodium dodecyl sulphate (SDS)-HCl 0.05%. h. Pengecatan DAPI. i. Antibodi primer anti-HER-2. j. Antibodi sekunder Alexa 488 anti-mouse. k. Fluoromount.
C. Alat Penelitian Pada uji in vitro, digunakan oven, autoclave (Hirayama), Laminar Air Flow Hood (Labconco), inkubator CO2 (Heraeus), inverted microscope (Zeiss MC 80), Elisa reader (SLT 240 ATC), hemocytometer (Neubauer), cell counter, penangas air, neraca analitik (Sartorius), mikropipet (Gilson), sentrifuge (Sorvall), yellow dan blue tip, tissue culture dish (nunclon), tabung conical (Nunclon), 96-well plate (Iwaki), 6-well plate (Iwaki), shaker (MRKRETAC), vortex, eppendorf steril (plasti brand), kamera digital (Canon, Japan),
25
dan PC. Pada pembuatan ekstrak kental menggunakan vacuum rotary evaporator dan waterbath.
D. Prosedur Penelitian 1. Ekstraksi Kayu Secang Serbuk serutan kayu secang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman
Obat
Obat
Tradisional
(B2P2TOOT)
Tawangmangu, Jawa Tengah kemudian dideterminasi di Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Serbuk dimaserasi menggunakan etanol 70% dengan perbandingan 1:10 selama 3 hari dan dilanjutkan remaserasi selama 2 hari. Filtrat disaring dan diuapkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak etanolik kental kayu secang (EEKS) (Anonim, 2010). 2. Uji Kandungan Senyawa Kimia Brazilein dalam EEKS dengan Kromatografi Lapis Tipis Pengujian kandungan senyawa kimia EEKS dilakukan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Sistem fase diam digunakan plat silika gel 60 GF254 dan fase gerak etil asetat : toluen : dan asam asetat glasial dengan perbandingan 7:3:1. Penentuan jenis kandungan senyawa kimia yang dimiliki ditentukan berdasarkan nilai hRf dan warna spot yang terlihat pada profil kromatogram sampel dan senyawa pembanding (Chang et al., 2013).
26
3. Sterilisasi Alat Seluruh alat yang akan digunakan terlebih dahulu dicuci dengan sabun, dikeringkan, disterilisasi dengan autoklaf selama 20 menit pada suhu 121oC, dan dikeringkan dalam oven. Pengerjaan uji in vitro dilakukan secara aseptis dalam LAF yang telah disterilisasi dengan sinar UV selama 30 menit dan disemprot etanol 70% (Rutala et al., 2008). 4. Pembuatan Medium Kultur DMEM High Glucose Pembuatan media stok dilakukan dengan cara melarutkan DMEM dalam aquades. Larutan distirer kemudian dibuffer dengan HCL encer 1 N hingga pH 7,2-7,4. Selanjutnya larutan disaring dengan filter polietilensulfon steril 0,2 µm secara aseptis di dalam LAF. Media komplit dibuat dengan mencampurkan 10 mL FBS 10% (Gibco), 1,5 mL penisilin-streptomisin 1,5% (Gibco), 0,5 mL fungizone 0,5% (Gibco), Hygromicin 100 µg/mL dan DMEM Hi Glucose 1640 (Gibco) (De Angelis, 2006). 5. Propagasi, Kultur, dan Pemanenan Sel MCF-7/HER-2 Medium kultur DMEM (Dulbecco’s modified eagle medium) Hi disiapkan dan dibuat alikuot 3 mL dalam conical tube steril. Sel diambil dari tangki nitrogen cair, dicairkan pada suhu kamar hingga tepat mencair. Suspensi sel segera diambil dengan mikropipet 1 mL dan dimasukkan ke dalam medium kultur yang telah disiapkan tetes demi tetes. Conical tube ditutup rapat lalu disentrifugasi pada 1000 rpm selama 1 menit. Supernatan dibuang, pelet ditambah 5 mL medium, disuspensikan perlahan hingga homogen, kemudian sel dihitung menggunakan hemocytometer. Sel ditransfer
27
ke dalam 2 buah tissue culture dish masing-masing sebanyak 1x106 dan ditambah medium kultur hingga volume 8 mL. Kondisi sel diamati di bawah mikroskop lalu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC dengan aliran 5% CO2. Setelah kondisi sel diperkirakan akan melekat pada bagian dasar tissue culture dish yang ditunjukkan dengan adanya perbesaran sitoplasma sel maka antibiotik hygromicin segerah ditambahkan kedalam media dengan konsentrasi akhir 100 µg/mL dalam tissue culture dish. Dilakukan penggantian medium kultur, dilanjutkan dengan subkultur sel sebanyak 2-3 kali hingga kemudian dapat digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya. Panen sel dilakukan setelah 80% sel konfluen. Sel diambil dari inkubator CO2 dan diamati di bawah mikroskop. Medium dibuang dan sel dicuci 2 kali menggunakan PBS. Sel dilepaskan dari dinding dish dengan menambahkan tripsin-EDTA 0,25% sebanyak 500 µL kemudian dinkubasi pada suhu ruang selama 30 detik. Diakhir inkubasi, sel ditambah medium kultur untuk menginaktifkan tripsin-EDTA dan diresuspensi. Setelah itu, dilakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk memastikan sel telah terlepas dan tidak menggerombol (terlepas satu-satu). Sel yang telah terlepas satu-satu di pindah ke tabung conical steril baru dan ditambah 2-3 mL medium kultur dan diresuspensi kembali. Sebanyak 10 µL sel diambil dan ditransfel ke dalam hemacytometer dan sel dihitung di bawah mikroskop. Sejumlah sel yang diperlukan ditransfer ke dalam conical steril yang lain dan ditambah medium kultur sesuai dengan kepadatan yang dikehendaki. Uji sitotoksisitas dengan MTT assay digunakan konsentrasi 1x104 sel/sumuran
28
dan untuk uji siklus sel dengan flowcytometry digunakan konsentrasi 2x105 sel/sumuran (Mosmann, 1983). 6. Pembuatan Larutan Uji Ekstrak etanolik kayu secang yang telah dilarutkan dalam DMSO dibuat stok dengan kadar 50 mg/mL dan stok selalu dibuat baru. Stok larutan uji yang digunakan kemudian diberikan ke sel dalam seri konsentrasi 1-200 µg/mL. Semua larutan dibuat dalam media kultur. Preparasi larutan uji dilakukan secara aseptis di dalam LAF. 7. Uji Sitotoksik Tunggal Uji sitotoksik dilakukan dengan menggunakan MTT assay seperti yang dikemukakan oleh Mosmann pada tahun 1983 yang didasarkan pada kemampuan enzim dehidrogenase mitokondria pada sel yang hidup untuk memecah cincin tetrazolium dari MTT yang berwarna kuning pucat menjadi kristal formazan yang berwarna ungu. Jumlah sel dihitung dan dibuat pengenceran dengan media kultur (MK) sesuai dengan kebutuhan. Sel kemudian ditransfer ke dalam sumuran, masing-masing 100 µL lalu diinkubasi semalam. Media dibuang dan sel dicuci dengan PBS lalu ditambahkan 100 µL media baru ke dalam sumuran yang berisi seri kadar larutan uji dan diinkubasi 24 jam. Setelah diinkubasi, media dibuang dan sel dicuci dengan PBS lalu ditambahkan reagen MTT dalam MK (5 mg/10 mL) sebanyak 100 µL/sumuran dan diinkubasi 3 jam. Setelah itu, ditambahkan stopper SDS 10% dalam 0,01 N HCl kemudian dibaca dengan ELISA reader λ 595 nm dan diperoleh serapan yang
29
menyatakan absorbansi sel MCF-7/HER-2 yang hidup. Persentase sel hidup dihitung dengan membuat kurva antara persentase sel hidup vs log kadar sehingga diperoleh harga IC50 senyawa uji terhadap sel MCF-7/HER-2 (Mosmann, 1983). 8.
Pengamatan Ekspresi Reseptor HER-2 dengan Immunofluoresence assay Pengamatan ekspresi reseptor HER-2 dengan immunofluoresence assay. Sel MCF-7/HER-2 yang telah konfluen dipanen dengan tripsin dan didistribusikan dengan konsentrasi 5 x 104 sel/sumuran ke dalam 24 well plate dan diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37°C dan konsentrasi CO2 5% untuk beradaptasi dan menempel di sumuran. Sel MCF-7/HER-2 diberi perlakuan larutan uji dan diinkubasi kembali selama 15 jam pada suhu 37°C 5 % CO2. Inkubasi dengan 50 µL blocking serum (1% BSA in PBS) selama 30 menit pada suhu kamar. Cuci PBS 3 kali masing-masing selama 5 menit. Inkubasi dengan 50 µL antibodi monoklonal primer untuk antigen yang ingin diamati (HER-2) overnight di tempat gelap pada suhu 40C. Dicuci PBS 3 kali masing-masing 5 menit. Inkubasi 50 µL dengan antibodi sekunder Alexa 488 anti-mouse selama 1 jam pada suhu kamar di tembat gelap. Cuci PBS 3 kali masing-masing selama 15 menit. Inkubasi di tempat gelap dengan 50 µL DAPI selama 10 menit. Cuci ditempat gelap dengan PBS sebanyak 3 kali. Ditetesi 10 µL mounting solution (fluoromount) pada slide glass dan dilekatkan cover glass di atasnya secara terbalik. Disimpan di tempat gelap pada suhu 40C. Dibaca menggunakan mikroskop fluorecens untuk
30
(λeks=494nm,
FITC/Alexa
λem=518nm)
dan
DAPI
(λeks=341nm,
λem=452nm).
E. Analisis Data 1. Karakterisasi Profil Kromatogram Analisis bercak hasil elusi EEKS dengan pembanding senyawa brazilein murni. Nilai homologous Retention factor (hRf) ditentukan dengan rumus: hRf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘𝑏𝑒𝑟𝑐𝑎𝑘 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑒𝑙𝑢𝑠𝑖 (𝑐𝑚 ) 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘𝑒𝑙𝑢𝑠𝑖 (𝑐𝑚 )
𝑥 100
2. Uji Sitotoksik Tunggal Data yang diperoleh berupa absorbansi masing-masing sumuran dikonversi ke dalam persen sel hidup dan dianalisis dengan statistik menggunakan metode uji korelasi yang diikuti dengan uji signifikansi persen sel hidup dihitung menggunakan rumus: % sel hidup =
𝑎𝑏𝑠 .𝑠𝑒𝑙𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛
−𝑎𝑏𝑠 .𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎
𝑎𝑏𝑠 .𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑠𝑒𝑙 −𝑎𝑏𝑠 .𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎
𝑥 100%
Kemudian dihitung konsentrasi IC50 dengan menggunakan metode log probit untuk mendapatkan linearitas antara log konsentrasi dengan persen sel hidup. IC50 adalah konsentrasi yang menyebabkan kematian 50% populasi sel sehingga dapat diketahui potensi sitotoksisitasnya. 3. Pengamatan Ekspresi Reseptor HER-2 Ekspresi
reseptor
HER-2
diamati
menggunakan
mikroskop
fluorescence. Sel yang mengekspresikan reseptor HER-2 pada transmembran sel akan memberikan pendaran warna hijau jika diamati pada λ FITC/Alexa
31
(λeks=494nm, λem=518nm) dan intisel akan terwarnai pendaran biru jika diamati pada λ DAPI (λeks=341nm, λem=452nm).
F. Skema Penelitian
Gambar 4. Skema penelitian
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Tujuan dari penelitian ini untuk mengeskplorasi dan menelusuri potensi EEKS sebagai agen sitotoksik terhadap sel kanker payudara HER-2 positif (MCF7/HER-2). Penelitian ini meliputi evaluasi aktivitas sitotoksik EEKS pada sel MCF-7/HER-2 secara kuantitatif berdasarkan nilai IC50 yang diperoleh, serta dilakukan pengamatan ekspresi reseptor HER-2 sebagai evaluasi dalam pengamatan lebih lanjut terhadap aktivitas sitotoksik EEKS pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2. Untuk mencapai tujuan penelitian yang diharapkan, dilakukan identifikasi kandungan senyawa EEKS terlebih dahulu menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT), yang kemudian diikuti dengan uji sitotoksisitas tunggal EEKS pada sel MCF-7/HER-2 menggunakan MTT assay, dan kemudian dilanjutkan dengan deteksi ekspresi reseptor HER-2 dengan Immunofluoresence assay. 1.
Determinasi, Ekstraksi, dan Uji Kandungan Senyawa Kimia Serbuk Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan identitas simplisia uji
dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengambilan simplisia yang akan digunakan untuk penelitian. Determinasi serbuk batang kayu secang dilakukan di laboratorium Farmakognosi, Bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta.
32
33
Hasil determinasi diketahui bahwa sampel serbuk batang kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar merupakan serbuk Caesalpinia sappan L. atau secang. Surat keterangan hasil determinasi serbuk secang secara mikroskopik dapat dilihat pada lampiran 1. Pembuatan ekstrak etanolik kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 70%. Maserasi adalah proses penyarian yang dilakukan dengan merendam simplisia dalam labu alas bulat menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ini tidak melibatkan pemanasan sehingga tidak berisiko merusak kandungan senyawa aktif yang termolabil dalam serbuk. Etanol memiliki titik didih 78,4 °C sehingga relatif mudah dalam pemekatan ekstrak melalui evaporasi. Etanol merupakan pelarut universal yang memiliki struktur molekul kecil mampu menembus semua jaringan tanaman untuk menarik senyawa aktif keluar sehingga senyawa aktif dalam kayu secang khususnya brazilein dapat tersari. Maserasi dilakukan dengan cara merendam 500 gram serbuk batang kayu secang kedalam pelarut etanol 70% sebanyak 5 liter. Perendaman dilakukan selama 5 hari dan disertai degan penggojogan 2 kali sehari selama 15 menit. Setelah itu dilakukan remaserasi selama 3 hari dengan kondisi perlakuan yang sama. Hal ini dimaksudkan agar senyawa yang terkandung dalam sampel dapat tersari secara maksimal. Filtrat yang diperoleh selanjutnya dipekatkan melalui penguapan menggunakan vacuum rotary evaporator. Dari 500 gram serbuk simplisia yang diekstraksi didapatkan 115 gram dengan rendemen 23 % b/b ekstrak etanol kental berwarna cokelat pekat. Hasil perhitungan ekstraksi kayu secang dapat dilihat pada lampiran 2.
34
Uji
kandungan
senyawa
kimia
EEKS
dianalisis
menggunakan
kromatografi lapis tipis (KLT) dengan standar pembanding senyawa brazilein. EEKS dan brazilein diuji secara kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fase diam silika gel 60 GF254 dengan fase geraketil asetat : toluen : dan asam asetat glasial = 7:3:1 v/v. Hasil uji KLT, pengamatan di sinar tampak, UV 254, dan UV 366 terlihat seperti pada Gambar 5:
hRF
(A)
(B)
(C)
Gambar 5. Profil kromatografi Lapis Tipis EEKS. Hasil Elusi diamati pada (A) sinar tampak, (B) sinar UV 254 nm, dan (C) sinar UV 366 nm. EEKS dan brazilein dilarutkan dalam etanol 70% dan dielusi dalam system fase diam silika gel 60 GF254 dan fase gerak etil asetat : toluen : dan asam asetat glasial = 7:3:1 v/v, dengan jarak elusi 8 cm. Keterangan S adalah Sampel (EEKS) dan P adalah Pembanding (Brazilein).
35
Tabel I. Keterangan hRf Spot pada Plat KLT
Nomor Spot 1. 2. 3.
Sampel (EEKS) Nilai hRf Warna 60 Cokelat 75 Cokelat 85 Cokelat
Pembanding (Brazilein) Nilai hRf Keterangan 75 Cokelat 85 Cokelat
Spot pertama pada EEKS terdapat pada hRf 60 yang berwarna cokelat dengan intensitas yang rendah. Dilihat dari nilai hRf yang kecil, diduga senyawa tersebut memiliki polaritas yang sangat tinggi, karena lebih terjerap pada fase diam silika gel yang cenderung lebih bersifat polar karena adanya kandungan SiOH, dibanding sifat kepolaran fase gerak yang lebih cenderung bersifat semipolar. Spot selanjutnya terdapat pada nilai hRf 75 dan memiliki spot berwarna cokelat dengan intesitas yang sedikit lebih tinggi dibanding spot pada hRf 60. Spot dengan hRf yang lebih tinggi merupakan senyawa dengan kepolaran yang lebih rendah. Spot pada hRf 75 diduga memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibanding spot hRf 60, tetapi memiliki tingkat kepolaran yang lebih tinggi dibanding spot ke tiga pada EEKS. Pada spot ke tiga memiliki corak warna yang sama dengan pembanding yaitu warna cokelat dengan nilai hRf yang sama dengan pembanding yakni 85. Hal ini menunjukkan bahwa dalam EEKS terdapat senyawa yang sama dengan pembanding yakni senyawa brazilein. Hal ini dikarenakan terdapat seyawa yang sama antar kandungan senyawa EEKS dan brazilein, serta kedua senyawa ini memiliki sifat kepolaran yang sama dengan fase gerak yakni cenderung bersifat semi-polar sehingga keduanya akan lebih cenderung ikut terelusi bersama fase gerak.
36
2.
Uji Sitotoksik Tunggal Ekstrak Etanolik Kayu Secang terhadap Sel MCF-7/HER-2 Uji sitotoksisitas ekstrak etanolik kayu secang (EEKS) terhadap sel
MCF-7/HER-2 dilakukan untuk mengetahui potensi aktivitas sitotoksik EEKS terhadap sel kanker payudara ekspresi berlebih HER-2 menggunakan MTT assay. Prinsip dasar MTT assay yaitu adanya kemampuan enzim suksinat dehidrogenase pada sel normal, dalam mereduksi garam tetrazolium MTT (berwarna kuning) menjadi garam formazan (berwarna ungu). Banyaknya garam formazan yang terbentuk menggambarkan banyaknya sel hidup. Namun, pada sel kanker yang telah diberi perlakuan terjadi penurunan aktivitas enzim suksinat dehidrogenase sehingga dapat menurunkan viabilitas sel. Berdasarkan prinsip ini, kemudian dapat diperoleh potensi sitotoksik senyawa uji dengan parameter nilai IC50, yaitu konsentrasi yang menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel sebesar 50% populasi.
37
Hasil uji sitotoksisitas EEKS pada sel MCF-7/HER-2 dapat dilihat pada
viabilitas sel (%)
Gambar 6.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
10
20
30
40
50
60
Konsentrasi (µg/mL) (D) Gambar 6. Aktivitas Sitotoksik EEKS pada Sel MCF-7/HER-2. Gambar morfologisel tanpa dan dengan perlakuan tunggal EEKS yang diinkubasi selama 24 jam. Sel diamati dengan inverted microscope perbesaran 400x. (A) kontrol sel, (B) EEKS 10 µg/mL, dan (C) EEKS 50 µg/mL. Grafik hubungan viabilitas sel dan konsentrasi menunjukkan fenomena dose dependent (D). Sel hidup ditunjukkan dengan tanda panah ( ) sedangkan sel yang mengalami perubahan morfologi dibandingkan sel yang sehat dimungkinkan sel tersebut mengalami kematian, ditunjukkan dengan tanda panah putus-putus ( ).
38
Pada penelitian ini, uji sitotoksik tunggal EEKS dilakukan dengan masa inkubasi selama 24 jam dan menunjukkan fenomena dose dependent, yaitu terjadi peningkatan efek sitotoksik seiring dengan peningkatan konsentrasi EEKS yang digunakan. Perlakuan EEKS tunggal selama 24 jam dengan seri konsentrasi 1, 2, 5, 10, 20, dan 50 μg/mL menunjukkan banyak sel yang yang mengalami perubahan morfologi. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 6A-C. Fenomena tersebut diperkuat dengan pengamatan morfologi sel. Terjadi perubahan morfologi sel MCF-7/HER-2 seiring dengan peningkatan dosis perlakuan EEKS. Sel mengalami perubahan ukuran volume sel, kondisi yang tidak attach, berbentuk bulat tidak beraturan dan terjadi penipisan sitoplasma dibandingkan dengan ukuran sel normal yang memiliki bentuk sitoplasma yang cenderung lebih besar. Nilai IC50 dari perlakuan tunggal EEKS yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 25 μg/mL (Gambar 6D). Perhitungan nilai IC50 dapat dilihat pada lampiran 3. Nilai IC50 diperoleh dari hasil regresi linier antara konsentrasi perlakuan dengan persen viabilitas sel dan terdapat nilai koefisien korelasi r. Nilai koefisien korelasi r menunjukkan adanya korelasi antara konsentrasi senyawa dengan aktivitas sitotoksik yang ditimbulkannya. Hasil analisis regresi linier viabilitas sel dengan konsentrasi perlakuan diperoleh persamaan y=-1,538x+89,08 dengan nilai r2 sebesar 0,938. Terdapat hubungan yang linier antara viabilitas sel kanker MCF-7/HER-2 dengan berbagai konsentrasi perlakuan EEKS. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa EEKS memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker payudara ekspresi berlebih reseptor HER-2 (MCF-7/HER-2). Pengamatan lebih
39
lanjut mengenai aktivitas sitotoksik EEKS terhadap sel kanker payudara MCF7/HER-2 yang bertarget molekuler pada reseptor HER-2 dapat dilakukan melalui pengamatan ekspresi reseptor HER-2 akibat perlakuan EEKS. 3. Pengamatan Ekspresi Reseptor HER-2 Pengamatan ekspresi reseptor HER-2 dilakukan untuk menganalisis lebih lanjut mengenai aktivitas sitotoksik EEKS pada MCF-7/HER-2 yang bertarget molekuler pada reseptor HER-2. Pengamatan ekspresi reseptor HER-2 dilakukan menggunakan Immunofluoresence assay. Parameter pengamatan dilakukan secara kualitatif terhadap perubahan intensitas ekspresi reseptor HER-2 yang terletak pada transmembran sel. Prinsip metode ini yaitu memanfaatkan interaksi antigen dan antibodi. Pada pengamatan ekspresi reseptor HER-2 menggunakan pengecatan DAPI dan Alexa 488 anti-mouse. DAPI berfungsi untuk menunjukkan letak dan jumlah sel. Mekanisme penandaan sel oleh DAPI yaitu melalui interkalasi DNA pada inti sel. Pengecatan menggunakan antibodi sekunder Alexa 488 anti-mouse ditujukan untuk pengecatan reseptor HER-2 yang terletak pada transmembran sel melalui prinsip interaksi antigen-antibodi. HER-2 berperan sebagai antigen yang akan ditandai oleh antibodi primer anti-HER-2 dan selanjutnya akan ditandai oleh antibodi sekunder Alexa 488 anti-mouse. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ekspresi reseptor HER-2 pada sel MCF-7/HER-2 yang diberi perlakuan EEKS ½ IC50 (12,5 µg/mL) mengalami penurunan ekspresi reseptor HER-2 dibanding kontrol sel yang tidak diberi perlakuan. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 7:
40
(A)
(C)
(B)
(D)
Gambar 7. Hasil Pengamatan Ekspresi Reseptor HER-2 pada Sel MCF-7/HER-2 Setelah Perlakuan EEKS. Sel sebanyak 5x104/sumuran ditanam dan diinkubasi di atas coverslip dalam 6 well. Perlakuan diberikan setelah 24 jam setelah proses penanaman sel. Konsentrasi EEKS yang digunakan adalah 12,5 µg/mL. Pengamatan sel menggunakan mikroskop fluorescence dengan perbesaran 400x. Gambar sel yang ditampilkan merupakan gambar sel pada salah satu sudut bidang pandang mikroskop fluorescence. Gambar tersebut merupakan hasil screening mengenai intensitas penghambatan ekspresi HER-2 terhadap beberapa gambar yang diperoleh. Pada gambar (A) kontrol sel pengecatan DAPI, gambar (B) kontrol sel dengan pengecatan Alexa 488 antimouse, gambar (C) perlakuan EEKS 12,5 µg/mL dengan pengecatan DAPI, dan gambar (D) perlakuan EEKS 12,5 µg/mL dengan pengecatan Alexa 488 anti-mouse. Perubahan ekspresi reseptor ditunjukkan dengan panah ( ).
Terjadinya penurunan ekspresi reseptor HER-2 dengan adanya perlakuan EEKS ditunjukkan dengan adanya penurunan intesistas warna hijau pada transmembran sel. Oleh karena itu, berdasarkan data ini, bahwa EEKS mampu menurunkan ekspresi reseptor HER-2 pada sel MCF-7/HER-2.
41
B. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi potensi bahan alam kayu secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai agen sitotoksik sel kanker payudara yang bertarget secara molekuler pada reseptor HER-2 melalui pemodelan sel MCF-7 ekspresi berlebih reseptor HER-2 (MCF-7/HER-2). Ekspresi berlebih reseptor HER-2 merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proliferasi sel kanker payudara dan mampu menginduksi terjadinya proses migrasi dan metastasis sel kanker (Lasen et al., 2004; Johnson et al., 2010). HER-2 merupakan salah satu upstream dari berbagai downstream sistem regulasi pada sel. Berdasarkan penelitian terdahulu, dilaporkan bahwa kayu secang baik dalam bentuk ekstrak maupun kandungan aktifnya yakni brazilin dan brazilein terbukti memiliki aktivitas sitotoksik pada beberapa sel kanker secara in vitro melalui beberapa jalur (Hsieh et al., 2013). Target brazilein pada berbagai jalur dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Target Brazilein pada Berbagai Jalur
Pada jalur MAPK, brazilein mampu menghambat fosforilasi dari p38 mitogenactivated reseptor kinase, sehingga mampu menghambat faktor transkripsi yang
42
terlibat dalam proses prolifersi sel. Pada jalur PI3K/Akt, brazilein dilaporkan mampu menekan fosforilasi phosphatidylinositide-3-kinase sehingga IKK menjadi inaktif, dan tidak terjadi degradasi IĸB, maka faktor trankripsi NFĸB menjadi inaktif sehingga ekspresi protein pada sistem proliferasi sel dapat terhambat (Konkimalla et al., 2009). Berbagai target penelitian tersebut merupakan downstream HER-2, sehingga HER-2 menjadi sangat penting untuk diamati. Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian yang akan mendukung pemanfaatan kayu secang sebagai substituen ataupun komplemen, pada pengobatan kanker payudara yang bertarget secara spesifik pada reseptor HER-2. Pada penelitian ini, dilakukan pengujian aktivitas sitotoksik ekstrak etanolik kayu secang (EEKS) pada sel kanker payudara ekspresi berlebih reseptor HER-2 (MCF-7/HER-2) secara in vitro. Selain itu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai salah satu target sitotoksik EEKS terhadap sel MCF-7/HER-2 yakni melalui penghambatan ekspresi reseptor HER-2. Pada penelitian ini, brazilein yang merupakan salah satu senyawa aktif dari kayu secang disari dengan etanol 70% menggunakan metode maserasi. Penyarian menggunakan etanol yang bersifat polar ditujukan untuk menyari komponen kayu secang, dikarenakan komponen kayu secang yang mayoritas merupakan senyawa fenolik dan flavanoid bersifat polar hingga semi-polar. Selanjutnya dilakukan analisis kandungan kimia dalam ekstrak kayu secang dengan kromatografi lapis tipis. Kandungan senyawa kimia yang akan diidentifikasi dalam ekstrak etanolik kayu secang adalah brazilein, sehingga brazilein digunakan sebagai pembanding. Hasil KLT mengindikasikan adanya senyawa dengan polaritas yang sama antara pembanding
43
brazilein dengan EEKS (Gambar 5). Pada penelitian ini belum dilakukan standarisasi ekstrak. Akan lebih baik apabila pada penelitian selanjutnya dilakukan standardisasi ekstrak sehingga reprodusibilitasnya dapat terjaga. Ekstrak yang sudah didapat kemudian diuji aktivitas sitotoksiknya. Uji sitotoksik dilakukan selama 24 jam. Hal ini bertujuan mengetahui apakah EEKS dapat memberikan aktivitas sitotoksik dalam jangka waktu 24 jam terhadap sel kanker payudara MCF-7/HER-2. Dari hasil regresi linier antara konsentrasi perlakuan EEKS dengan viabilitas sel diperoleh nilai IC50 sebesar 25 μg/mL (Gambar 6D). Nilai IC50 yang diperoleh berada di bawah 100 μg/mL, maka dapat dikatakan bahwa EEKS berpotensi sebagai agen sitotoksik (Teng., 2005). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa secang memiliki aktvitas sitotoksik pada berbagai sel kanker. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh CCRC, brazilein memiliki aktivitas sitotoksik pada berbagai sel kanker seperti T47D, MCF-7, dan WiDr dengan nilai IC50 sebesar 55 μg/mL, 37 μg/mL, dan 32 μg/mL (Kristiani, 2013; Khamsita, 2012; Rivanti, 2013). Nilai IC50 yang diperoleh pada penelitian sebelumnya jauh lebih besar dibanding nilai IC50 EEKS pada sel kanker MCF-7/HER-2, maka dapat dikatakan EEKS memiliki aktivitas sitotoksik yang baik pada sel kanker payudara ekspresi berlebih reseptor HER-2. Serta berdasarkan penelitian Khamsita (2012) bahwa EEKS memiliki aktivitas sitotoksik yang lebih baik pada kombinasi dengan agen kemoterapi. Pengamatan ekspresi reseptor HER-2 dilakukan untuk menelusuri aktivitas sitotoksik EEKS pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2 yang bertarget
44
pada reseptor HER-2. Tahapan ini menjadi sangat penting, karena melihat pengaruh yang sangat besar akibat ekspresi berlebih reseptor HER-2 terhadap proliferasi sel kanker payudara hingga mampu menginduksi terjadinya proses migrasi hingga metastasis. Hal ini menjadi salah satu bagian dari penelitian besar yang sedang dilaksanakan oleh group CCRC mengenai eksplorasi potensi brazilein dari kayu secang terhadap penghambatan metastasis sel kanker payudara MCF-7/HER-2. Serta melihat penggunaan lapatinip yang kini dilaporkan telah mengalami resistensi dalam penanganan kasus kanker payudara MCF-7 HER-2 positif, maka pengamatan pada ekspresi reseptor HER-2 menjadi sangat penting. Pada penelitian ini, pengamatan ekspresi reseptor HER-2 dilakukan menggunakan immunofluoresence assay. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dengan adanya perlakukan EEKS 12,5 µg/mL mampu menurunkan intensitas ekspresi reseptor HER-2 pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2 dibanding kontrol yang tidak diberi perlakuan EEKS. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, yang menyatakan bahwa brazilein mampu berinteraksi pada reseptor HER-2 menggunakan studi in silico (docking molecular). Hasil analisis docking yang dilakukan oleh (Laksmiani et al., 2013) antara brazilein dan ATP pada HER-2 (PDB ID 3PP0), dimana brazilein mampu berinteraksi dengan reseptor HER-2 pada ATP binding site. Interaksi yang terjadi melalui ikatan hidrofobik, dan menggunakan residu asam amino Tyr 91. Sedangkan, ligan native HER-2 berikatan pada reseptor HER-2 melalui ikatan hidrogen dengan residu asam amino Glu 43, Tyr 91, Thr 94, Ser 44 dan Asn 135. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa brazilein dari EEKS mampu berinteraksi pada reseptor HER-2 karena
45
adanya situs ikat yang sama yakni residu asam amino Tyr 91. Kemampuan brazilein dalam berinteraksi pada reseptor HER-2 menjadi salah satu alasan dalam mekanisme penghambatan aktivasi downstream HER-2, hal ini diperkirakan karena adanya penghambatan dimerisasi reseptor HER-2 sehingga tidak terjadi fosforilasi pada reseptor HER-2, akibatnya terjadi penghambatan proliferasi sel dan penurunan ekspresi reseptor HER-2. Penurunan ekspresi reseptor HER-2 diperkuat dengan adanya penelitian terdahulu yang menyatakan kemampuan brazilein dalam menginaktivasi NFĸB, sehingga faktor transkripsi NFĸB dalam inti sel menjadi inaktif kemudian mengakibatkan ekspresi protein yang berperan dalam proliferasi sel dan eskpresi reseptor HER-2 menjadi terhambat (Konkimalla et al., 2009; Hsieh et al., 2013). Secara keseluruhan dari data-data tersebut, diketahui bahwa EEKS memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2, serta mampu
menurunkan
ekspresi
reseptor
HER-2
sehingga
EEKS
dapat
dikembangkan sebagai agen sitotoksik pada terapi kanker payudara yang bertarget pada reseptor HER-2. Pengkajian kombinasi EEKS juga perlu dilakukan karena melihat penelitian sebelumnya yang menujukkan aktivitas sitotoksik EEKS yang lebih baik melalui kombinasi dengan agen kemoterapi. Serta penelusuran mekanisme molekuler lebih lanjut pada pada pathway HER-2 sehingga kasus kanker payudara HER-2 positif dapat diatasi.