BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Suma’mur (2014) menyatakan bahwa industri tekstil ditinjau dari segi higiene perusahaan dan kesehatan kerja, memiliki segi-segi khusus yang tidak ditemui dalam industri yang lain, dan kelelahan merupakan segi yang harus mendapat perhatian dalam industri tekstil. Kelelahan adalah keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja dengan sumber utama yaitu kelelahan visual, kelelahan fisik, kelelahan saraf, kelelahan akibat lingkungan monoton, serta kelelahan oleh lingkungan kronis sebagai faktor tetap. Kelelahan menjadi faktor yang dapat menyebabkan turunnya produktivitas kerja, hilangnya jam kerja, tingginya biaya pengobatan dan material, serta rendahnya kualitas kerja. Lerman (2012) menyebutkan penelitian pada Journal of Occupational and Environmental Medicine edisi Februari 2012, bahwa 40% dari 29.000 tenaga kerja di Amerika Serikat mengalami kelelahan, 38% mengalami kekurangan energi dan kurang tidur. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa 66% tenaga kerja yang lelah mengalami kehilangan produktivitas lebih besar dibanding dengan tenaga kerja yang tidak mengalami kelelahan, yaitu sebanyak 26%. Jumlah waktu kerja yang hilang pada tenaga kerja yang mengalami kelelahan adalah 6 jam setiap minggunya dan 3 jam pada tenaga kerja yang tidak mengalami kelelahan.
1
2
Salah satu pekerjaan yang memiliki risiko kelelahan kerja cukup tinggi adalah pada industri tekstil. Penelitian Silastuti (2006) pada sebuah industri tekstil, PT. Bengawan Solo Indonesia, menyebutkan bahwa kelelahan setelah kerja memiliki nilai rata-rata lebih besar jika dibandingkan dengan nilai rata-rata kelelahan sebelum bekerja. Berdasarkan 41 orang yang dijadikan sampel, disebutkan bahwa 4 orang tidak mengalami kelelahan kerja (9,7%), 33 orang mengalami kelelahan kerja ringan (80,5%), dan 4 orang lagi mengalami kelelahan kerja sedang (9,8%). Hal ini disebabkan karena jenis pekerjaan pada industri tekstil membutuhkan ketelitian, kerajinan, ketekunan, kesabaran, konsentrasi tinggi, serta keterampilan yang baik, selain itu pekerjaan ini juga termasuk jenis pekerjaan yang monoton. PT. Primatexco Indonesia merupakan salah satu perusahaan tekstil yang memproduksi kain sebagai bahan baku pembuatan batik. Sifat produksinya adalah padat karya dengan mayoritas pekerja yaitu wanita. Keterlibatan wanita sekaligus dalam sektor domestik (wanita sebagai istri, ibu, serta pengelola rumah tangga) dan sektor publik (wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat, serta manusia pembangunan) disebut sebagai peran ganda wanita (Sudarwati, 2003). Seorang tenaga kerja wanita yang menjalankan peran ganda akan lebih cenderung mengalami kelelahan kerja karena menanggung beban yang lebih besar. Hasil penelitian Setyawati (1995) menunjukkan bahwa stres kerja lebih banyak diderita oleh wanita dengan status menikah dibanding wanita dengan status tidak menikah. Studi yang dilakukan oleh Sumarni (1998) di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa 96,4% tenaga kerja wanita industri
3
tekstil mengalami stres psikososial dan 47,5% di antaranya mengalami gangguan depresi. Jika stres psikososial terus meningkat maka tenaga kerja akan mengalami berbagai gejala stres yang akan berpengaruh terhadap kinerja dan kesehatannya. Pada industri tekstil, tenaga kerja wanita lebih diunggulkan dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki, karena lebih teliti, tekun, loyal, dan tidak banyak menuntut. Sudarwati (2003) menyatakan bahwa tenaga kerja wanita seringkali diperlakukan sebagai manusia inferior, yang sangat rentan terhadap perlakuan diskriminatif dan berada di bawah dominasi dari majikan, pengawas, mandor lakilaki, maupun teman sekerja laki-laki. Sumarni dan Setyawati (1999) menyatakan bahwa tenaga kerja wanita sering mendapatkan perlakuan yang bersifat melecehkan dan merendahkan, baik di tempat kerja maupun ketika berada dalam perjalanan menuju dan sepulang dari tempat kerja. Permasalahan kesehatan kerja pada tenaga kerja wanita semakin kompleks, karena adanya tuntutan pencapaian target produksi yang beroperasi selama 24 jam, sehingga tenaga kerja wanita harus turut andil dalam pelaksanaan shift kerja. Unit weaving loom PT. Primatexco Indonesia merupakan satu-satunya unit yang menjalankan proses produksi penenunan secara terus-menerus selama 24 jam selama satu minggu penuh. Sistem kerja bergilir (shift kerja) yang diterapkan oleh PT. Primatexco Indonesia terbagi dalam empat shift yaitu: shift A (pagi) mulai pukul 06.00-14.00, shift B (sore) mulai pukul 14.00-22.00, shift C (malam) mulai pukul 22.00-06.00, dan shift D mendapat giliran libur. Sistem shift kerja ini berlaku untuk seluruh tenaga kerja, baik laki-laki maupun wanita. Pengaturan shift kerja tersebut berganti setiap tiga hari sekali
4
dengan jam kerja masing-masing shift adalah delapan jam per hari. Penerapan sistem shift tersebut dapat memicu terjadinya stres tenaga kerja hingga berujung pada kelelahan kerja. Trisnawati (2010) menyatakan bahwa kelelahan kerja dipengaruhi oleh shift kerja. Pekerja shift memiliki waktu tidur yang lebih sedikit dan memiliki gangguan tidur bila dibandingkan dengan tenaga kerja non shift. Hal tersebut mempengaruhi timbulnya gejala kelelahan karena gangguan siklus sirkardian. Faktor lain penyebab terjadinya kelelahan kerja adalah status gizi tenaga kerja. Perhatian terhadap gizi tenaga kerja menjadi sangat penting mengingat keadaan sehat dan stamina kerja yang prima berdampak pada pengeluaran biaya pengobatan perusahaan yang kecil. Beberapa perusahaan atau instansi telah memperhatikan gizi tenaga kerja dengan menyediakan waktu untuk istirahat makan dan menanggung biaya makan tenaga kerja. Hal tersebut merupakan bagian dari layanan kesehatan perusahaan, yaitu dengan memperhatikan frekuensi dan interval waktu makan dalam sehari serta jenis makanan yang disediakan. Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2010) pada 123 pekerja wanita status menikah di bagian tenun PT. Kusuma Sandang Mekarjaya Yogyakarta, bahwa mayoritas pekerja wanita tersebut mempunyai status gizi normal (50,4%), status gizi lebih (37,4%), serta status gizi kurang (12,2%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat tenaga kerja yang memiliki status gizi di luar batas normal dan dapat dikatakan bahwa akan ada risiko terjadinya kelelahan pada tenaga kerja yang akan berdampak pada produktivitas dan juga kejadian kecelakaan kerja.
5
Masa kerja seseorang juga berkontribusi dalam menentukan tingkat kelelahan kerja. Hasil penelitian Suleiman (2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara masa kerja dengan kelelahan kerja yang dialami oleh perawat Rumah Sakit Swasta X di kota Yogyakarta. Masa kerja dikatakan berpengaruh positif terhadap seseorang apabila ditinjau dari pengalaman yang diperolehnya. Semakin lama masa kerja maka akan semakin lebih berpengalaman dalam melakukan tugas-tugas pekerjaannya. Tenaga kerja yang bekerja cukup lama dapat menentukan cara yang efisien dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan demikian, tenaga kerja dapat lebih banyak dan cepat menyelesaikan pekerjaannya dan menjadikan tingkat kelelahan yang terjadi akan minimal. Stressor yang dialami oleh seorang tenaga kerja wanita akan menyebabkan ketegangan yang membuat tenaga kerja cepat merasa lelah, baik secara fisik maupun psikis. Beban kerja yang harus ditanggung oleh operator wanita mesin weaving tidaklah ringan. Seorang operator wanita mesin weaving harus menangani 6-8 mesin weaving. Jika salah seorang anggota regu tidak masuk kerja, maka banyaknya mesin weaving yang harus ditangani dapat meningkat sampai 10 mesin. Hal tersebut menyebabkan tenaga kerja harus berjalan mondar-mandir terus menerus bahkan sampai berlari untuk melakukan pengawasan dari satu mesin ke mesin yang lain yang menjadi tanggung jawabnya dan hanya tersisa sedikit waktu untuk berhenti sejenak beristirahat. Lingkungan kerja di unit weaving loom PT. Primatexco Indonesia yang kurang kondusif bagi tenaga kerja wanita, terutama yang disebabkan oleh suhu
6
ruang kerja yang cukup tinggi, kebisingan mesin weaving yang cukup mengganggu, getaran dari mesin weaving, radiasi, posisi kerja yang terus-menerus berdiri dengan penuh konsentrasi (tidak ergonomis), serta ventilasi dan penerangan yang kurang memadai juga dapat menyebabkan pekerja cepat mengalami kelelahan. Kelelahan fisik yang dialami oleh tenaga kerja di unit weaving loom disebabkan karena sikap kerja yang berdiri terus-menerus selama satu shift, serta pengaruh dari lingkungan kerja. Kelelahan mental disebabkan oleh pekerjaan yang monoton, tanggung jawab pekerjaan dalam mengontrol proses penenunan dan perasaan khawatir apabila melakukan kesalahan. Setiap tenaga kerja bertanggung jawab dalam proses penenunan dengan hasil tenun yang baik sesuai dengan spesifikasi serta memastikan proses pembuatan kain tersebut berjalan normal. Beban pekerjaan yang dirasakan oleh tenaga kerja di unit weaving loom tersebut, baik fisik maupun mental serta pengaruh lingkungan kerja akan menyebabkan pekerja cepat mengalami kelelahan. Timbulnya kelelahan pada tenaga kerja wanita tersebut juga dapat membuka peluang timbulnya kecelakaan kerja. Penyebab kecelakaan kerja juga dapat disebabkan oleh bagian dari mesin weaving yang terus bergerak yang disebut teropong, yang sewaktu-waktu dapat meloncat dengan kecepatan tinggi dan dapat mengenai bagian tubuh tertentu tenaga wanita tersebut sehingga menimbulkan luka. Hasil studi pendahuluan pada tanggal 10 Desember 2014 yang dilakukan terhadap sepuluh tenaga kerja wanita bagian operator mesin weaving PT.
7
Primatexco Indonesia dan diambil secara acak, didapatkan bahwa seluruh tenaga kerja wanita tersebut mengeluhkan lelah pada saat bekerja dan setelah bekerja dengan gejala seperti sakit di kepala, lelah pada mata, nyeri di punggung, kekakuan di bahu, tangan, dan kaki, menurunnya konsentrasi, menurunnya kecepatan bergerak, serta sering menguap. Hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas poliklinik PT. Primatexco Indonesia menunjukkan bahwa tenaga kerja wanita pada unit weaving loom yang mengeluhkan lelah sebanyak 35% (Laporan Kesehatan Berkala Poliklinik PT. Primatexco Indonesia bulan Desember 2014). Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk memfokuskan penelitian pada tenaga kerja wanita bagian produksi unit weaving loom PT. Primatexco Indonesia, dengan tujuan untuk mengetahui faktor risiko terjadinya kelelahan kerja berdasarkan kajian status gizi, shift kerja, stres kerja, dan masa kerja. Keempat variabel tersebut diteliti dan outputnya digunakan sebagai bentuk dukungan keluarga, perusahaan, maupun pekerja sendiri dalam upaya mengatasi masalah kelelahan agar tidak menjadi kelelahan yang sifatnya kronis, sehingga tenaga kerja wanita tersebut memiliki kapasitas kerja yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya.
B. Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam penulisan tesis ini adalah: Apakah status gizi, shift kerja, stres kerja, dan masa kerja merupakan faktor risiko
8
penyebab terjadinya kelelahan subyektif pada tenaga kerja wanita bagian produksi unit weaving loom PT. Primatexco Indonesia di Kabupaten Batang?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengatasi masalah kelelahan kerja berdasarkan aspek status gizi, shift kerja, stres kerja, dan masa kerja pada tenaga kerja wanita bagian produksi unit weaving loom PT. Primatexco Indonesia di Kabupaten Batang. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui status gizi sebagai faktor risiko terjadinya kelelahan subyektif pada tenaga kerja wanita bagian produksi unit weaving loom PT. Primatexco Indonesia di Kabupaten Batang. 2. Untuk mengetahui shift kerja sebagai faktor risiko terjadinya kelelahan subyektif pada tenaga kerja wanita bagian produksi unit weaving loom PT. Primatexco Indonesia di Kabupaten Batang. 3. Untuk mengetahui stres kerja sebagai faktor risiko terjadinya kelelahan subyektif pada tenaga kerja wanita bagian produksi unit weaving loom PT. Primatexco Indonesia di Kabupaten Batang.
9
4. Untuk mengetahui masa kerja sebagai faktor risiko terjadinya kelelahan subyektif pada tenaga kerja wanita bagian produksi unit weaving loom PT. Primatexco Indonesia di Kabupaten Batang. 5. Untuk mengetahui faktor risiko yang paling berperan dalam menentukan terjadinya kelelahan subyektif pada tenaga kerja wanita bagian produksi unit weaving loom PT. Primatexco Indonesia di Kabupaten Batang.
D. Manfaat Penelitian 1. Tenaga kerja wanita Sebagai sumber informasi mengenai faktor-faktor yang dapat berperan dalam mengatasi terjadinya kelelahan kerja, yaitu dengan memperhatikan faktor status gizi, shift kerja, stres kerja, serta masa kerja. 2. PT. Primatexco Indonesia Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan bahan masukan untuk merancang program manajemen kelelahan dalam bekerja sebagai intervensi untuk mengatasi masalah kelelahan kerja, khususnya tenaga kerja wanita bagian produksi unit weaving loom PT. Primatexco Indonesia. 3. Peneliti Penelitian ini berguna bagi peneliti untuk menambah pengetahuan tentang kelelahan subyektif dan identifikasi faktor-faktor risiko yang menyebabkan terjadinya kelelahan dalam bekerja.
10
4. Universitas Gadjah Mada Penelitian ini dapat dijadikan data dan informasi ilmiah sebagai pembanding dalam peneilitan serupa atau sebagai bahan acuan penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang kelelahan kerja memang telah banyak dilakukan, tetapi pada penelitian ini, peneliti menitikberatkan pada faktor status gizi, shift kerja, stres kerja, dan masa kerja yang menjadi faktor risiko terjadinya kelelahan kerja, subyek penelitian yang digunakan lebih terfokus pada tenaga kerja wanita, serta menggunakan cross sectional sebagai desain penelitian untuk melihat faktor risiko dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Penelitian tentang kelelahan kerja yang sudah pernah dilakukan, antara lain: 1. Silaban (1996). Shift Kerja dan Kelelahan Kerja Tenaga Kerja Wanita PT. Sibalec. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan desain pre-post test. Subyek penelitiannya adalah semua tenaga kerja wanita di bagian produksi lampu pijar dan TL PT. Sibalec Yogyakarta. Hasil penelitian Silaban menjelaskan bahwa: a) Shift kerja pagi dan siang 2 minggu lebih disukai, sedangkan shift kerja malam sebaliknya; b) Shift kerja nyata berpengaruh terhadap waktu reaksi dan perasaan kelelahan; c) Shift kerja siang dan malam lebih lelah daripada shift kerja pagi. Persamaan dengan penelitian yang kami lakukan yaitu pada pemilihan kelelahan kerja
11
sebagai variabel terikat, shift kerja sebagai variabel bebas, serta tenaga kerja wanita sebagai subyek penelitian. Perbedaan utama dengan penelitian kami yaitu industri yang diteliti Silaban adalah industri pembuatan lampu pijar dan TL sedangkan penelitian kami pada industri tekstil, yang mana kedua industri tersebut mempunyai beban kerja serta stressor yang sangat berbeda. 2. Sumarni (1998). Rekreasi, Pengaruhnya terhadap Stres Psikososial dan Kelelahan Kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas rekreasi terhadap penurunan stres psikososial dan kelelahan kerja tenaga kerja wanita industri tekstil Kusumatex di Kotamadya Yogyakarta. Rancangan penelitian ini adalah eksperimen menggunakan pretest-posttest control design dengan subyek penelitian adalah seluruh tenaga kerja wanita industri tekstil Kusumatex sebanyak 96 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a) Rekreasi dengan permainan olah raga lebih efektif menurunkan stres akut dan stres kronis dibandingkan dengan rekreasi tanpa permainan olah raga atau tanpa perlakuan; b) Rekreasi dengan permainan olah raga lebih efektif menurunkan skor kelelahan kerja dibandingkan dengan rekreasi tanpa permainan olah raga atau tanpa perlakuan; serta c) Rekreasi dengan permainan olah raga adalah metode yang efektif untuk menurunkan stres psikososial dan kelelahan kerja pada tenaga kerja wanita industri tekstil. Persamaan dengan penelitian yang kami lakukan yaitu pada pemilihan kelelahan kerja sebagai variabel terikat, serta pada pemilihan tenaga kerja wanita sebagai subyek penelitian. Perbedaan utama dengan penelitian kami yaitu pada penelitian Sumarni dilakukan di seluruh unit industri tekstil Kusumatex di Kotamadya
12
Yogyakarta, sedangkan pada penelitian kami hanya fokus pada unit weaving loom PT. Primatexco Indonesia di Kabupaten Batang. 3. Restiaty (2005). Beban Kerja dan Perasaan Kelelahan Kerja pada Pekerja Wanita dengan Peran Ganda di PT. Asia Megah Foods Manufacture Padang. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan subyek penelitiannya adalah pekerja wanita dengan status menikah di PT. Asia Megah Foods Manufacture yang memenuhi kriteria inklusi, dengan teknik pengambilan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a) Terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja di tempat kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja wanita dengan peran ganda; b) Terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja di rumah tangga dengan kelelahan kerja pada pekerja wanita dengan peran ganda. Persamaan dengan penelitian yang kami lakukan yaitu pada pemilihan kelelahan kerja sebagai variabel terikat, serta pada pemilihan tenaga kerja wanita sebagai subyek penelitian. Perbedaan utama dengan penelitian kami yaitu industri yang diteliti Restiaty adalah industri foods manufacture yang berada di kota Padang, sedangkan penelitian kami pada industri tekstil yang terletak di kabupaten Batang-Jawa Tengah, yang mana kedua industri tersebut mempunyai beban kerja serta stressor yang sangat berbeda. Aspek local wisdom juga berbeda yang dapat berpengaruh terhadap output kelelahan yang dialami oleh responden. 4. Trisnawati (2010). Kualitas Tidur, Status Gizi, dan Kelelahan Kerja pada Pekerja Wanita Industri Tekstil: Kajian Shift Kerja pada Pekerja Wanita Status
13
Menikah di Bagian Tenun PT. Kusuma Sandang Mekarjaya Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan antara kualitas tidur dan status gizi dengan kelelahan kerja pada pekerja wanita status menikah. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan subyek penelitian sebanyak 123 pekerja wanita status menikah, diambil dengan cara proporsional random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a) Terdapat hubungan yang sangat bermakna antara kualitas tidur dengan kelelahan kerja; b) Terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kelelahan kerja; c) Terdapat perbedaan tingkat kelelahan kerja di antara ketiga shift kerja dengan pengukuran waktu reaksi; serta d) Dalam analisis multivariat, diperoleh hasil bahwa kualitas tidur merupakan faktor yang paling berperan dalam menentukan kelelahan kerja pekerja wanita status menikah dibandingkan faktor status gizi. Persamaan dengan penelitian yang kami lakukan yaitu pada pemilihan status gizi dan shift kerja sebagai variabel independen, pemilihan kelelahan kerja sebagai variabel dependen, serta pada pemilihan tenaga kerja wanita sebagai subyek penelitian. Perbedaan utama dengan penelitian kami adalah pada penelitian Trisnawati menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) dan waktu reaksi sebagai instrumen penelitian, sedangkan penelitian menggunakan kami kuesioner Subjective Self Rating Test.