1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sistem kesehatan di seluruh dunia saat ini sedang mengalami kondisi krisis, yaitu kekurangan tenaga kesehatan, distribusi serta perpaduan tenaga kesehatan yang belum merata sehingga menyebabkan pelayanan kesehatan terfragmentasi dan kebutuhan kesehatan masyarakat tidak terpenuhi. Tenaga kesehatan saat ini dan masa depan bertugas memberikan pelayanan terhadap masalah-masalah kesehatan yang semakin kompleks, sehingga kebutuhan untuk memperkuat sistem kesehatan berdasar prinsip utama perawatan kesehatan menjadi salah satu tantangan yang paling mendesak bagi para pembuat kebijakan, petugas kesehatan, pimpinan dan anggota masyarakat di seluruh dunia. Jika permasalahan-permasalahan tersebut tidak segera diatasi, dapat menjadi penghalang utama dalam mencapai Millennium Development Goals (MDGs) sehingga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat dunia, salah satunya adalah kesehatan ibu dan anak (WHO, 2010). Kesehatan ibu dan anak menjadi indikator penting dalam menentukan derajad kesehatan masyarakat di seluruh negara. Setiap hari sekitar 1.500 wanita di seluruh dunia meninggal karena komplikasi pada kehamilan atau melahirkan (WHO, 2010). Di Indonesia, masalah kematian dan kesakitan ibu juga masih merupakan masalah yang besar. Angka kematian ibu (AKI) berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 adalah 358 per 100.000
2
kelahiran hidup. Kondisi ini menunjukkan bahwa pelayanan bidang maternitas belum menyentuh masyarakat dengan cakupan bermutu dan menyeluruh (Depkes RI, 2010). Salah satu pelayanan bidang maternitas dalam upaya mencapai program MDGs dan tujuan pembangunan kesehatan adalah peningkatan pelayanan kesehatan ibu dengan memprioritaskan penurunan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dari 425/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992 (Depkes RI, 2010). Oleh karena itu, dalam upaya mempercepat penurunan AKI, saat ini pemerintah sedang mencari solusi yang inovatif yang pada gilirannya mampu memberikan pelayanan
kesehatan masyarakat
secara
menyeluruh. Salah satu solusi yang paling menjanjikan adalah dengan interprofessional collaborative practice atau praktik kolaborasi interprofesi (WHO, 2010). Menurut Canadian Interprofessional Health Collaborative (CIHC) (2009) kolaborasi terjadi ketika pemberi pelayanan kesehatan bekerja bersama dengan rekan seprofesi, rekan selain profesi, pasien dan dengan keluarganya. Pembagian tanggung jawab antar tenaga kesehatan atas penyelesaian masalah dalam kolaborasi perawatan pasien dapat meningkatkan kesadaran akan keilmuan dan keterampilan anggota tim sehingga peningkatan keterampilan pengambilan keputusan dapat berlanjut (Christensen, 1993 cit. O’Daniel &Rosenstein , 2007). Setelah hampir 50 tahun penelitian, terdapat bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa praktik kolaboratif yang efektif mampu mengoptimalkan pelayanan kesehatan, memperkuat sistem kesehatan dan meningkatkan hasil
3
kesehatan. Pasien melaporkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi, pelayanan yang lebih baik dan hasil kesehatan yang lebih baik. Praktek kolaborasi juga dapat menurunkan angka komplikasi, lama rawat di rumah sakit, konflik diantara tim kesehatan, dan tingkat kematian. Sedangkan di bidang kesehatan mental, praktek kolaboratif dapat meningkatkan kepuasan pasien dan tim kesehatan, mengurangi durasi pengobatan, mengurangi biaya perawatan, mengurangi insiden bunuh diri, dan mengurangi kunjungan rawat jalan (WHO, 2010). Hasil penelitian di atas menunjukkan betapa pentingnya penerapan kolaborasi antar tenaga kesehatan dalam tatanan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Tim kesehatan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas perlu adanya persamaan persepsi tentang kolaborasi (Cellin&Bamford, 2007 cit Harini, 2008). Persepsi adalah pengalaman atau pandangan tentang obyek (praktik kolaborasi interprofesi) yang diidentifikasi menjadi salah satu faktor yang akan mempengaruhi pelaksanaan kolaborasi. Persepsi tersebut meliputi kegiatan penerimaan, pengorganisasian, dan interpretasi terhadap stimulus (praktik kolaborasi interprofesi). Persepsi ini kemudian akan berpengaruh terhadap perubahan perilaku dan pembentukan sikap (Morriner&Tomey, 1996). Penerimaan (acceptance) menurut Chirelstein (2001) mempunyai pengertian bagaimana seseorang bertindak atau menerima terhadap suatu tawaran. Interprofessional collaborative practice selama ini menjadi tawaran yang inovatif bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Persepsi dan penerimaan yang baik terhadap praktik kolaborasi interprofesi pada
4
tenaga kesehatan diharapkan akan mendukung praktik kolaborasi secara nyata di institusi rumah sakit dan akhirnya dapat meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan menyatakan bahwa tenaga kesehatan meliputi tenaga medis (dokter), tenaga keperawatan (perawat dan bidan), tenaga kefarmasian, tenaga gizi dan tenaga kesehatan lain. Di sektor pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan tidak melaksanakan pelayanan kesehatan secara sendiri-sendiri namun harus saling berinteraksi dan berkolaborasi dalam sebuah tim. Namun pada kenyataannya, di beberapa rumah sakit-rumah sakit besar di wilayah Indonesia belum terlihat adanya kolaborasi tim yang setara dan kemitraan masih sekedar wacana. RSUP Dr. Sardjito sebagai rumah sakit pendidikan terbesar di Yogyakarta merupakan rumah sakit yang tepat untuk dijadikan model pelaksanaan praktik kolaborasi interprofesi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap beberapa tenaga kesehatan multiprofesi RSUP Dr. Sardjito pada tanggal 4 Februari 2013, praktik kolaborasi interprofesi belum sepenuhnya
dilaksanakan
secara
baik.
Perbedaan
status
antar
profesi,
stereotyping, adanya perasaan superior dan inferior, serta banyaknya tindakan yang bersifat instruksi dari profesi lain masih mendominasi praktik kolaborasi, sehingga perlunya kesepakatan antar tenaga kesehatan terhadap praktik kolaborasi interprofesi yang baik sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang persepsi dan penerimaan terhadap interprofessional collaborative practice
5
bidang maternitas pada tenaga kesehatan, yang meliputi perawat, bidan, dokter spesialis obstetri ginekologi, ahli farmasi dan ahli gizi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang muncul adalah sebagai berikut: 1. Sistem kesehatan di seluruh dunia saat ini sedang mengalami kondisi krisis, yaitu kekurangan tenaga kesehatan, distribusi serta perpaduan tenaga kesehatan yang belum merata sehingga menyebabkan pelayanan kesehatan terfragmentasi dan kebutuhan kesehatan masyarakat tidak terpenuhi. Selain itu tenaga kesehatan bertugas memberikan pelayanan terhadap masalah kesehatan yang semakin kompleks, sehingga perlu penguatan sistem kesehatan berdasar prinsip utama perawatan kesehatan. 2. Setiap hari sekitar 1500 wanita meninggal di seluruh dunia karena komplikasi pada kehamilan dan kelahiran. Di Indonesia, berdasarkan SDKI tahun 2012 AKI masih tinggi yaitu sebesar 358/100.000 kelahiran hidup, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pelayanan bidang maternitas belum seluruhnya dilakukan secara optimal. Oleh karena itu, perlu dicari solusi yang inovatif untuk pelayanan kesehatan masyarakat secara menyeluruh. 3. Di beberapa rumah sakit-rumah sakit besar di wilayah Indonesia belum terlihat adanya kolaborasi tim yang setara dan kemitraan masih sekedar wacana. 4.
Hasil studi pendahuluan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menunjukkan bahwa praktik kolaborasi interprofesi belum sepenuhnya dilakukan secara baik.
6
Adanya perbedaan status antar profesi, stereotyping, perasaan superior-inferior dan tindakan yang bersifat instruksi masih mendominasi praktik kolaborasi sehingga menyebabkan outcome pelayanan kesehatan yang diberikan belum optimal. Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana persepsi dan penerimaan terhadap interprofessional collaborative practice bidang maternitas pada tenaga kesehatan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengekplorasi persepsi dan penerimaan terhadap interprofessional collaborative practice bidang maternitas pada tenaga kesehatan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengekplorasi persepsi tentang interprofessional collaborative practice bidang maternitas pada tenaga kesehatan b. Untuk mengekplorasi penerimaan terhadap interprofessional collaborative practice bidang maternitas pada tenaga kesehatan
D. Manfaat Penelitian Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai persepsi dan penerimaan terhadap interprofessional
7
collaborative practice bidang maternitas pada tenaga kesehatan sehingga didapatkan data-data yang berguna bagi peningkatan dan pengembangan hubungan antara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat: 1. Bagi tenaga kesehatan Memberikan masukan kepada tenaga kesehatan khususnya di instalasi pelayanan obstetri ginekologi RSUP Dr. Sardjito tentang interprofessional collaborative practice sebagai bagian dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terintegrasi. Dengan adanya praktik kolaborasi tersebut diharapkan masing-masing tenaga kesehatan semakin berpacu untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu serta keterampilan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. 2. Bagi institusi rumah sakit Memberikan masukan kepada institusi rumah sakit terutama para pemegang kebijakan agar menerapkan kebijakan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan melalui penerapan interprofessional collaborative practice bidang maternitas dalam sistem pelayanan kesehatan.
8 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengetahuan dan literatur yang telah penulis telaah, penelitian dengan judul persepsi dan penerimaan terhadap interprofessional collaborative practice bidang maternitas pada tenaga kesehatan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah dilakukan. Penelitian yang hampir sama pernah dilakukan, baik di dalam maupun luar negeri, seperti yang terlihat pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Data Keaslian Penelitian No 1.
2.
Pengarang/ Tahun A’la, M.Z. 2010
Achmad, B.F. 2011
Judul
Metode
Gambaran persepsi dan kesiapan mahasiswa tahap akademik terhadap Interprofessional Education di FK UGM
Deskriptif eksploratif dengan rancangan cross sectional dan pendekatan kualitatif dan kuantitatif
Hubungan persepsi mengenai dengan
Analitik korelatif IPE dengan sikap rancangan
Hasil
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan
Persepsi mahasiswa - Variabel: persepsi dan kesiapan terhadap IPE terhadap IPE sedangkan variabel peneliti berupa persepsi dan mayoritas baik yaitu penerimaan terhadap interprofessional 86,8% dan kesiapan collaborative practice (IPCP) mahasiswa terhadap - Subyek: mahasiswa tahap akademik sedangkan IPE mayoritas baik subyek peneliti adalah tenaga kesehatan sebanyak 92,8%. - Lokasi: berupa setting akademis di FK UGM sedangkan lokasi peneliti berupa setting klinis di RSUP Dr Sardjito 91,39% responden - Variabel: persepsi terhadap IPE dan sikap untuk mempunyai persepsi bekerja sama sedangkan variabel peneliti berupa yang baik terhadap persepsi dan penerimaan terhadap IPCP IPE dan sebanyak - Subyek: mahasiswa tahap profesi sedangkan
9 untuk bekerjasama mahasiswa tahap profesi FK UGM Persepsi dokter dan perawat tentang praktik kolaborasi dokter perawat di bangsal anak RSUP Dr Sardjito Yogyakarta
3.
Purwanti, R.Y. 2006
4.
Dimitriado u, A., et. al 2008
5.
Kruske, et. al 2011
Interprofessional collaboration and collaboration among nursing staff members in Northern Greece
S. Results of the survey on collaboration in Queensland maternity care
cross sectional dan pendekatan kuantitatif Penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif
75,50% responden subyek peneliti adalah tenaga kesehatan mempunyai sikap yang baik untuk bekerja sama. Tidak ada perbedaan - Variabel: persepsi terhadap kolaborasi persepsi antara sedangkan variabel peneliti berupa persepsi dan dokter dan perawat penerimaan terhadap IPCP tentang praktik - Subyek: dokter dan perawat sedangkan subyek kolaborasi dokter- peneliti adalah dokter obsgyn, perawat, bidan, perawat ahli gizi, dan ahli farmasi. - Lokasi: bangsal anak RSUP Dr Sardjito sedangkan lokasi peneliti di instalasi obsgyn RSUP Dr Sardjito Penelitian 87,8% responden - Variabel : Interprofessional collaboration deskriptif setuju bahwa tenaga sedangkan variabel peneliti berupa persepsi dan dengan kesehatan di RS penerimaan terhadap IPCP pendekatan Northen Greece - Subyek: staf perawat sedangkan subyek peneliti kuantitatif saling bekerjasama. adalah dokter obsgyn, perawat, bidan, ahli gizi, dan ahli farmasi. - Lokasi : di RS Northern Greece sedangkan lokasi peneliti di RS Indonesia web-based 91% tenaga - Metode: mixed method dengan web-based survey dengan kesehatan setuju survey sedangkan metode peneliti berupa pendekatan pentingnya sikap kualitatif dengan FGD kuantitatif dan yang baik dalam - Lokasi: RS di Queensland sedangkan lokasi kualitatif membentuk praktik peneliti adalah RS di Indonesia kolaborasi dalam pelayanan maternitas
10 6.
Interprofessional MullerJuge, V. et. Collaboration on an Internal al Medicine Ward: 2013 Role Perceptions and Expectations among Nurses and Residents
Penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif
Tindakan perawat - Variabel : persepsi dan harapan terhadap yang dilakukan kolaborasi sedangkan variabel peneliti berupa berbeda dari harapan persepsi dan penerimaan terhadap IPCP residen terutama - Subyek : dokter dan perawat sedangkan subyek tentang otonomi peneliti adalah dokter obsgyn, perawat, bidan, perawat dalam ahli gizi, dan ahli farmasi. manajemen pasien. - Lokasi : bangsal penyakit dalam sedangkan lokasi peneliti di bangsal obsgyn.
Perbedaan penelitian ini dibanding penelitian serupa yang sudah pernah dilakukan adalah terletak pada subyek penelitian, dimana penelitian ini melibatkan lebih banyak profesi kesehatan, yaitu perawat, bidan, dokter spesialis obsgyn, ahli gizi, dan ahli farmasi. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh mengenai kolaborasi lebih bervariasi dan mendalam dari sudut pandang profesi kesehatan yang berbeda-beda. Perbedaan lain terletak pada metode penelitian dimana pengumpulan data dilakukan secara Focus Group Discussion (FGD) terhadap tenaga kesehatan multiprofesi tersebut. Hal ini bertujuan untuk menggali informasi sedalamdalamnya mengenai pengalaman, tanggapan, ide dan harapan tenaga kesehatan terhadap praktik kolaborasi, serta komunikasi yang terjadi bersifat langsung sehingga terjadi pertukaran informasi antar tenaga kesehatan. Perbedaan lain terlsetak pada variabel, dimana penelitian ini menggunakan variabel penerimaan (acceptance) dimana sepengetahuan peneliti, variabel ini belum pernah digunakan dalam meneliti konsep interprofessional collaborative practice (IPCP). Hal ini diteliti karena penerimaan terhadap kolaborasi interprofesi akan mempengaruhi praktik kolaborasi tenaga kesehatan secara nyata.