BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009). Secara klinis, sirosis digambarkan sebagai kompensasi atau dekompensasi. Dekompensasi berarti sirosis dengan komplikasi satu atau lebih dari gejala berikut ini: jaundice, asites, ensefalopati hepatik atau perdarahan varises. Asites biasanya merupakan petanda pertama. Asites dihasilkan dari hipertensi sinusoidal dan retensi sodium. Sindrom hepatorenal, hiponatremia dan spontaneous bacterial peritonitis (SBP) juga dapat menggambarkan dekompensasi, tetapi pada pasien ini pertama kali selalu terjadi asites. Pasien sirosis kompensasi tidak didapatkan gejala-gajala tersebut (Garcia-Tsao et al., 2009; McCormick, 2011). Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh (CTP) telah menjadi acuan lebih dari 30 tahun untuk menilai prognosis sirosis hati. Skor CTP mempunyai keterbatasan karena berasal dari beberapa variabel pengalaman klinis yang mempengaruhi prognosis secara empiris. Diantara beberapa skor prognosis baru sirosis hati yang dilaporkan dalam literatur, skor Model of End Stage Liver Disease (MELD) merupakan alternatif paling baik dari skor CTP. Skor MELD disusun untuk mengatasi keterbatasan dan menggantikan skor CTP. Skor ini disusun berdasarkan kelompok variabel yang bermakna dan independen terhadap luaran melalui analisis multivariat (Durand & Valla, 2005). Skor MELD sangat berguna pada pasien sirosis hati dengan variasi luas
1
2
keparahan penyakit dan etiologi bahkan pada pasien yang sirosis tidak jelas penyebabnya (Chan et al., 2006). Sirosis hati menyebabkan gangguan pada sebagian besar fungsi hati, termasuk keseimbangan hormonal dan metabolisme steroid (Kruszynska dan Bouloux, 2007). Pada pria, sirosis hati menyebabkan terjadi hipogonadisme dan feminisasi (Karagiannis dan Harsoulis, 2005; Kruszynska dan Bouloux, 2007). Gangguan fungsi seksual pada penderita sirosis hati masih underestimate dan underdiagnosis. Karena bukan merupakan komplikasi yang mengancam jiwa, sehingga pasien tidak mencari pertolongan, namun gangguan tersebut berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien dan pasangan hidupnya (Shabsigh, 2006). Gangguan seksual yang sering dikeluhkan pria berupa impotensi atau disfungsi ereksi. Disfungsi ereksi (DE) didefiniskan ketidakmampuan persisten untuk mencapai dan / atau mempertahankan suatu ereksi yang cukup untuk aktivitas seksual yang memuaskan (Impotence, 1993). Disfungsi ereksi dapat dinilai dengan International Index of Erectile Function 5 / IIEF-5 (Rosen et al., 1997). Penilaian ini divalidasi oleh Ikatan Dokter Indonesia pada tahun 1999. Sebagian besar penelitian di Indonesia juga menggunakan instrumen ini untuk diagnosis disfungsi ereksi. B. Perumusan Masalah Prevalensi DE pada pasien sirosis sebesar 93% (usia 30-79 tahun) sebagian besar DE berat (43%) (Toda et al., 2005). Prevalensi DE tinggi pada pasien sirosis hati namun data penelitian masih terbatas, sedikit penelitian yang mengungkap hubungan antara derajat keparahan sirosis hati dengan derajat disfungsi ereksi. Penggunaan skor MELD dipilih diantara beberapa skor prognosis baru sirosis hati yang dilaporkan dalam
3
literatur, skor Model of End Stage Liver Disease (MELD) merupakan alternatif paling baik dari skor CTP. Hal ini sebagai dasar untuk meneliti hubungan tersebut. C. Pertanyaan Penelitian Apakah ada korelasi negatif antara derajat keparahan sirosis hati yang dinilai degan skor MELD dengan derajat disfungsi ereksi? D. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui korelasi negatif antara skor MELD yang menggambarkan derajat keparahan sirosis hati dengan skor IIEF-5 yang menunjukkan derajat disfungsi ereksi, pada pasien sirosis hati rawat jalan. E. Manfaat Penelitian a)
Bagi pasien : Dapat memahami penyakit yang diderita serta mengetahui jika terdapat gangguan disfungsi ereksi akibat komplikasi sirosis hati. Diharapkan dengan adanya pengetahuan ini pasien dan pasangannya dapat melakukan pencegahan dan pengobatan terhadap komplikasi sirosis hati, salah satunya tentang disfungsi ereksi.
b)
Pengembangan ilmu pengetahuan : Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang disfungsi ereksi sebagai salah satu penyakit penyerta ataupun komplikasi sirosis hati, dan sebagai dasar penelitian – penelitian selanjutnya.
c)
Pengembangan medik : Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman klinisi terhadap status seksual pasien sebagai salah satu penyakit penyerta maupun komplikasi akibat sirosis. F. Keaslian Penelitian
4
Penelitian tentang pengaruh sirosis hati terhadap disfungsi ereksi banyak dilakukan, tetapi sebagian besar dilakukan pada pasien sirosis dengan etiologi alkohol (Wang et al., 1991). Penelitian hubungan antara chronic viral liver disease dengan disfungsi ereksi telah dilakukan oleh Toda et al., 2005 menunjukkan faktor yang berpengaruh adalah usia dan malnutrisi. Tabel 1. Penelitian yang berhubungan dengan disfungsi seksual pada pasien sirosis. No 1.
2.
3.
4.
Peneliti / Metode / Subyek / Penyebab sirosis Simsek dan kawan-kawan (2005) Metode : Cross sectional study Subyek: 10 (12 %) pasien sirosis (child A dan B), 28 (35%) hepatitis kronis dan 43 (53%) carrier. Penyebab: HBV 63 (77.8%), HCV 94 15 (18.5%). Toda dan kawan-kawan (2005) Metode : Cross sectional study Subyek: 64 hepatitis kronis dan 53 sirosis hati. Penyebab: HBV 21 (18%), HCV 94 (80%) , dan non-B non-C 2 (2%) pasien. Huyghe dan kawan-kawan ( 2009) Metode : Cross sectional study Subyek : 98 pasien sirosis hati Penyebab: alkoholik 36 (36,7%), HBV 10 (10,2%), HCV 31 (31,6%) dan lain-lain 21 (21,5%) Muhammad dan kawan-kawan (2012) Metode : Cross sectional study Subyek: 589 pasien sirosis hati. Penyebab: tidak dinyatakan.
Judul
Hasil
Assessment of sexual functions in patients with chronic liver disease
Prevalensi DE pada sirosis hati 50 %, hepatitis kronis 50%, dan carier 51,1%. Penyakit hati kronis yang stabil tidak mempengaruhi fungsi seksual.
Erectile dysfunction in patients with chronic viral liver disease: its relevance to protein malnutrition
Peningkatan derajat keparahan DE berkorelasi positif dengan peningkatan kelas child pugh. (P <0,05). Usia dan kadar serum albumin merupakan faktor independen terjadinya DE. Frekuensi aktivitas seksual berkurang dan prevalensi DE 74 % pada pasien sirosis.
Erectile dysfunction in end-stage liver disease men
Frequency and severity of erectile dysfunction in Child Turcot Pugh classes of liver cirrhosis
Pasien sirosis yang mengalami DE cenderung pada kelompok child C (p <0.000) dengan odd risk 8.49 (95% CI: 4,73-16,53).
Keterangan : DE: disfungsi ereksi; HBV : virus hepatitis B; HCV: virus hepatitis C
5
Perbedaan pada penelitian ini adalah korelasi negatif antara skor MELD yang menggambarkan derajat keparahan sirosis hati yang merupakan variabel bebas dengan skor IIEF-5 yang menunjukkan derajat disfungsi ereksi sebagai variabel tergantung.