BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) adalah TBC, Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut Menkes (2008) pembangunan kesehatan yang telah dicapai sampai tahun 2007 adalah angka kematian bayi (AKB) telah dapat diturunkan dari 30,8 per 1.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2004 menjadi 29,4 pada tahun 2005, dan 28,1 pada tahun 2006 kemudian menjadi 26,6 pada tahun 2007. Agar target nasional dan global untuk mencapai eradikasi, eliminasi dan reduksi terhadap PD3I dapat dicapai, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata sampai mencapai tingkat Population Immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan merata dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) PD3I (Wening, 2010). Salah satu program yang telah terbukti efektif untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah adalah imunisasi. Salah satu bukti keberhasilan tersebut adalah dapat dibasminya penyakit cacar dari Indonesia pada tahun 1974. Oleh karena itu, pemerintah telah mempercayakan pelayanan imunisasi di Puskesmas dan swasta untuk meningkatkan cakupan dan
1
2
mutu pelayanan imunisasi. Tujuannya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak akibat penyakit infeksi (Windi, 2010). Puskesmas merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan memiliki peran sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Karena pengertian Puskesmas itu sendiri adalah suatu kesatuan organisasi fungsionil yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat. Termasuk pelayanan pemberian imunisasi merupakan salah satu komitmen global yang telah dimasukan ke dalam kebijaksanaan dan komitmen nasional (Indan Entjang, 2000). Reformasi layanan kesehatan selalu diupayakan, baik di negara maju ataupun di negara berkembang dengan membuat sistem layanan kesehatan yang semakin responsif terhadap kebutuhan pasien dan atau masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan reorientasi tujuan dari organisasi layanan kesehatan agar semakin terfokus pada kepentingan pasien. Dengan kata lain, layanan kesehatan itu harus selalu mengupayakan kebutuhan dan kepuasan pasien dan atau masyarakat, khususnya dalam pemberian imunisasi. Kepuasan pasien atau masyarakat akan layanan yang diberikan berdampak pada keinginan untuk selalu menggunakan puskesmas sebagai pilihan masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan termasuk imunisasi, sehingga akan menambah cakupan imunisasi. Dari uraian diatas tampak bahwa Puskesmas mengemban tugas yang berat, dan dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu yang dapat memuaskan konsumennya, termasuk Puskesmas Bojongsoang. Oleh karena itu Puskesmas
3
Bojongsoang harus menjalankan tugas sebagai sarana kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan misinya yaitu sebagai pusat pengembangan berwawasan kesehatan, membina kemitraan dengan masyarakat, pelayanan kesehatan bermutu prima. Pengembangan ini tidak jauh dari nilai-nilai yang dianut Puskesmas, yaitu : kebersamaan/komitmen, keterbukaan, kejujuran, berwawasan ke depan, tanggung jawab, profesional. Termasuk dalam pelayanan imunisasi dasar. Berikut cakupan imunisasi dasar yang diberikan tahun 2012 di Puskesmas Baiturrahman banda aceh. Untuk ketercapaian imunisasi BCG sebesar 57,4%, imunisasi Combo 1 sebesar 59,2%, Combo 2 sebesar 52,02%, Combo 3 sebesar 58,3%, Polio 1 sebesar 65,8%, Polio 2 sebesar 61,2%, Polio 3 sebesar 63,02%, Polio 4 sebesar 58,5%, dan untuk imunisasi campak 53,5%. Dari data tersebut tampak cakupan imunisasi dibawah 70%, maka masih diperlukan upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan, sehingga jumlah cakupan imunisasi dapat meningkat. Sehubungan dengan salah satu prioritas utama dari misi Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh yaitu memberikan pelayanan kesehatan bermutu prima, maka Puskesmas harus mampu memberikan pelayanan yang lebih optimal terhadap kepuasan pasien. Namun mutu pelayanan tersebut sangat dipengaruhi oleh persepsi masyarakat sebagai peristiwa layanan tersebut. Kerena dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan di bidang kesehatan
4
semakin hari juga semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk mengetahui sejauh mana persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan Puskesmas diperlukan suatu ukuran yang secara akurat menilai persepsi pelanggan (Supranto, 2006). Berdasarkan
data
awal
yang
penulis
kumpulkan
di
puskesmas
Baiturrahman pada hari selasa 12 Februari Jam 10.00 WIB, dengan wawancara yang dilakukan terhadap 30 pengunjung puskesmas Baiturrahman hanya 10 pengunjung yang mengakui kehandalan petugas imunisasi, dan 20 pengunjung mengatakan kurang handal dalam melaksanakan tugas, dan ketanggapan dalam melayani dari 30 pengunjung puskesmas ada 15 pengunjung mengatakan pelayanan petugas imunisasi tanggap terhadap pasien dan 15 pengunjung mengatakan tidak tanggap, demikian juga dengan empati, 16 dari 30 pengunjung berpersepsi bahwa kurangnya empati petugas terhadap mesyarakat yang berkunjung ke puskesmas, dan 14 pengunjung berpersepsi petugas cukup empati terhadap masyarakat yang berkunjung ke puskesmas. Masih banyak ibu mengakui saat ibu membawa anaknya untuk diimunisasi kadang pegawai tidak ada di ruangan dan juga ibu mengatakan kadang pegawai tidak terlalu akrab dengan pasien. Berdasarkan hasil diatas maka peneliti ingin melakukan sebuah penelitian tentang Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap Kinerja Petugas Imunisasi Di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh Tahun 2013.
5
A. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan pembahasan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap Kinerja Petugas Imunisasi Di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh Tahun 2013. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap Kinerja Petugas Imunisasi Di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh Tahun 2013 2. T ujuan Khusus a. Untuk mengetahui Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap Kinerja Petugas Imunisasi di tinjau dari Produktifitas Di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh Tahun 2013 b. Untuk mengetahui Persepsi Orang Tua Anak Usia 0-9 Bulan Terhadap Kinerja Petugas Imunisasi di tinjau dari Kualitas Pelayanan Di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh Tahun 2013
6
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai masukan untuk institusi pendidikan agar para pengajar lebih memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai persepsi masyarakat terhadap kinerja petugas imunisasi. 2. Bagi Petugas Kesehatan Untuk menambah wawasan bagi petugas kesehatan, khususnya bidan agar dapat terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. 3. Bagi Penulis Sebagai penerapan dalam mata kuliah metode penelitian dan menambah pengetahuan serta pengalaman dalam penelitian.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Imunisasi Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten (Depkes RI, 2005). Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat.A.A, 2009). Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang tubuh (Sudarmanto, 2000).
B.
Manfaat dan Tujuan Imunisasi Manfaat imunisasi dan tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan kekebalan tubuh pada bayi dari penyakit-penyakit tertentu. Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa
8
menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya (Depkes RI, 2005). Tahun 1997 Depkes telah mencanangkan program pengembangn imunisasi (PPI) Yang menunjukkkan agar semua anak mendapat imunisasi terhadap tujuh peyakit yaitu: hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, pertusis ,dan tbc.
C. Persepsi Menurut Thoha (2009) dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang komplek dan mengahasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan yang barang sekali sangat berbeda dari kenyataannya. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengalami objek yang sama. Robin (2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana seseotang mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Menurut
Walgito
(2001)
persepsi
adalah
proses
pengorganisasian,
menginterprestasikan terhadap ransangan yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan aktivitas yang intergated dalam individu. D. Persepsi Masyarakat
9
Pasien atau konsumen sendiri tidak dapat menilai mutu pelayanan yang diperoleh secara teknik medik, karenanya mereka akan menilai dari persepsi sosial mereka atas atribut-atribut pelayanan tersebut. Penilaian dari sudut pandang pasien yaitu realitas persepsi pasien tentang mutu pelayanan yang diterima dan tercapainya kepuasan pasien, sedang dari sudut manajemen adalah terciptanya pelayanan medik yang tepat atau wajar. Prsepsi pasien akan dipengaruhi oleh kepribadianya, budaya, pendidikan, kejadian sebelumnya yang mirip dengan keadaan ini, hal-hal positif dan negatif lainnya serta tingkatan umum yang sering dijumpai pada saat melakukan intervensi di lingkungan rumah sakit. Persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus kedalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh. Stimulus dapat berupa sesuatu yang ditangkap oleh alat indera, seperti produk, iklan, harga, pelayanan dan lain-lain (Wulandari, 2008). Dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan di bidang kesehatan semakin hari juga semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk mengetahui sejauhmana persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan Puskesmas diperlukan suatu ukuran yang secara akurat menilai persepsi pelanggan (Supranto, 2006). Menurut Widyatun (1999), persepsi atau tanggapan adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan melanjutkan bagaimana kita melihat, merasakan, memberi serta meraba (kerja indera) di sekitar kita. Sedangkan
10
William James mengatakan, persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk berupa data yang didapat melalui indera, hasil pengolahan otak dan ingatan. Dalam hal ini persepsi pelanggan tentang pelayanan imunisasi dasar yang diberikan oleh petugas kesehatan.
E. Kualitas pelayanan Bagi segi pemakai jasa layanan, pengertian mutu terutama berhubungan erat dengan ketanggapan dan kemampuan tenaga rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan klien dan komunikasi klien dan petugas, termasuk di dalamnya sifat ramah, rendah hati dan kesungguhan. Bagi pihak rumah sakit, termasuk didalamnya para dokter dan petugas lain, derajat mutu layanan terkait pada pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Selain itu terkait juga pada otonomi profesi dokter dan perawat serta profesi kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit. Bagi segi pembiayaan maka derajat mutu layanan terkait pada segi-segi efisiensi pemakaian sumber dana serta kewajaran pembiayaan kesehatan (Azwar, 2001). Tingkat pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan pada masyarakat. Melalui tingkat pelayanan kesehatan akan dapat diketahui kebutuhan dasar manusia tentang kesehatan. Dalam memberikan pelayanan kesehatan harus memandang pada tingkat pelayanan kesehatan yang akan diberikan, diantara tingkat pelayanan kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Widodo, 2007) :
11
1. Health promotion (promosi kesehatan) Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan melalui peningkatan kesehatan. Pelayanan ini bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau sasarannya tidak terjadi gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini dapat meliputi,
kebersihan
perseorangan,
perbaikan
sanitasi
lingkungan,
pemeriksaan kesehatan berkala, peningkatan status gizi, kebiasaan hidup sehat, layanan prenatal, layanan lansia, dan semua kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan status kesehatan. 2. Specific protection (perlindungan khusus) Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari bahaya yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan atau bentuk perlindungan terhadap penyakit-penyakit tertentu, ancaman kesehatan, yang termasuk dalam tingkat pelayanan kesehatan ini adalah pemberian imunisasi yang digunakan untuk perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG, DPT, Hepatitis, campak dan lain-lain. Pelayanan perlindungan keselamatan kerja dimana pelayanan kesehatan yang diberikan pada seseorang yang bekerja di tempat resiko kecelakaan tinggi seperti kerja di bagian produksi bahan kimia, bentuk perlindungan khusus berupa pelayanan pemakaian alat pelindung diri dan lain sebagainya. 3. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan segera)
12
Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk ke dalam tingkat dimulainya atau timbulnya gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini dilaksanakan dalam mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta dampak dari timbulnya penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran. Bentuk tingkat pelayanan kesehatan ini dapat berupa kegiatan dalam rangka survei pencarian kasus baik secara individu maupun masyarakat, survei penyaringan kasus serta pencegahan terhadap meluasnya kasus. 4. Disability limitation (pembatasan cacat) Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibant penyakit yang ditimbulkan. Tingkat ini dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang memiliki potensi kecacatan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dapat berupa perawatan untuk menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih lanjut, pemberian segala fasilitas untuk mengatasi kecacatan dan mencegah kematian. 5. Rehabilitation (rehabilitasi) Tingkat pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosis sembuh. Sering pada tahap ini dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan sebagaimana program latihan-latihan yang diberikan pada pasien, kemudian memberikan fasilitas agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah hidup kembali ke masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang hati karena kesadaran yang dimilikinya.
13
D. Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan semakin kritisnya masyarakat saat ini terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya dan semakin ketatnya persaingan di era pasar bebas, menuntut banyak hal dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit yang harus dibenahi khususnya kualitas pelayanan (Puspita, 2009). Goesth dan davis (1994), menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi kualitas jasa atau kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan (Tjiptono, 2004). Kualitas pelayanan dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau pesepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk
14
memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka (Tjiptono, 2004). Kualitas jasa merupakan bagian penting yang perlu mendapat perhatian dari organisasi penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti RS dan Puskesmas. Penemasan kualitas jasa yang akan diproduksi harus menjadi salah satu strategi pemasaran RS atau Puskesmas yang akan menjual jasa pelayanan kepada pengguna jasanya (pasien dan keluarganya). Pihak manajemen RS/Puskesmas harus selalu berusaha agar produk jasa yang ditawarkan tetap dapat bertahan atau berkesinambungan sehingga dapat tetap merebut segmen pasar yang baru karena cerita dari mulut ke mulut oleh pelanggan yang puas. Keunggulan suatu produk jasa kesehatan akan sangat tergantung dari keunikan kualitas jasa yang diperlihatkan dan apakah sesuai dengan harapan atau keinginan pelanggan. Ada beberapa model yang dapat dipakai untuk menganalisis kualitas jasa yang terkait dengan kepuasan pelanggan, tergantung dari tujuan analisisnya, jenis lembaga yang menyediakan jasa, dan situasi pasar (Muninjaya, 2004). Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor: (Muninjaya, 2004). 1) Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personnel contact.
15
2) Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (complience). 3) Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli (ignorance) pasien dan keluarganya, ”yang penting sembuh” menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya biaya perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki oleh pihak pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi sumber keluhan pasien. Sistem asuransi kesehatan akan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan. 4) Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility). 5) Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor ini. 6) Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan. 7) Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).
16
Salah satu pendapat yang sering digunakan adalah dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yaitu: (Tjiptono, 2004). 1. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 2. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 3. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan. 4. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan. 5. Bukti fisik (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pasien walaupun merupakan nilai subyektif, tetapi tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi kepada pasien tentang penyakitnya serta memutuskan bersama pasien tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan
17
pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati kepekaan dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy pasien (Trimurthy, 2008).
F. Dimensi Mutu Pelayanan Citra merupakan seperangkat kepercayaan, daya ingat dan kesan-kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek. Sikap dan tindakan orang terhadap suatu objek sangat ditentukan oleh citra objek tersebut, dalam hal ini objek yang dimaksud adalah kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Citra pelayanan kesehatan di Indonesia semakin menurun, hal ini terindikasi dengan tingginya minat masyarakat berobat ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura. Kecenderungan masyarakat berobat ke luar negeri secara umum disebabkan faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan telah memenuhi harapan pasien. Dalam Suara Karya On Line 22 Desember 2004, setiap tahun sekitar 5.000 pasien berobat ke luar negeri dan devisa yang dikeluarkan mencapai 400 juta dolar atau 3,6 triliun. Rata-rata pasien yang berobat ke Malaysia dan Singapura berasal dari Jakarta, Medan Riau dan Aceh. Citra pelayanan kesehatan yang buruk di Provinsi tersebut sudah menjadi sebuah brand mark. Permasalahan secara umum adalah kualitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit belum memenuhi standar dan harapan masyarakat (Puspita, 2009).
18
Suprantro (2006) telah menyimpulkan bahwa mutu jasa dapat diukur pada dasar 10 dimensi. Mencoba untuk mengukur 10 dimensi, ternyata pelanggan hanya dapat membedakan 5 dimensi. Sepuluh dimensi yang asli dapat dirangkum menjadi 5 dimensi pokok yaitu sebagai berikut :
1. Keandalan (reliability) Yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. 2. Ketanggapan (responsiveness) Yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat dan ketanggapan. 3. Keyakinan (assurance) Yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. 4. Empati (empathy) Yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan. 5. Kenyataan (tangiable) Yaitu penampilan fisik, peralatan, personel dan media komunikasi. Menurut Wijono (2001), Dimensi mutu pelayanan kesehatan, meliputi : 1. Kompetensi Teknis (Pelayanan klinis maupun non klinis)
19
Adalah keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manager dan staf pendukung. 2. Akses Pada Pelayanan Bahwa pelayanan keperawatan tidak terhalang oleh keadaan geografi, social, ekonomi, budaya organisasi atau hambatan bahasa, transfortasi dan jarak pelayanan mudah dijangkau.
3. Efektivitas Kualitas pelayanan keperawatan tergantung
dan efektivitas
yang
menyangkut norma pelayanan keperawatan dan petunjuk klinis sesuai dengan standar yang ada. 4. Hubungan Antar Manusia Dimensi antar hubungan manusia terkait dengan interaksi petugas keperawatan dan pasien, manager dan petugas keperawatan. 5. Efisiensi Merupakan dimensi yang penting dari mutu karena efisiensi akan mempegaruhi hasil pelayanan keperawatan, apalagi sumber daya pelayanan keperawatan pada umumnya terbatas. 6. Kelangsungan Pelayanan
20
Pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk rujukan) tanpa interupsi, berhenti atau menghalangi, prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu. 7. Keamanan Akan mengurangi resiko cidera, maka keamanan sangat berkaitan dengan pelayanan. 8. Kenyamanan Kenyamanan dalam pelayanan akan mempengaruhi kepuasan pasien, yang mana persepsi pasien tentang mutu akan menjadi jelek dan turun.
G. Kehandalan Keandalan (Reliability), adalah kemampuan staf rumah sakit untuk melaksanakan janji dengan terpercaya dan akurat meliputi hal-hal berikut (Nurcaya, 2007). 1. Kesesuaian
pelayanan
pada
rumah
sakit
dengan
pelayanan
yang
dijanjikan/diinformasikan adalah penilaian pasien terhadap kesesuaian atas pelayanan yang diberikan dengan yang diinformasikan. 2. Kepedulian rumah sakit dalam menangani pasien adalah penilaian pasien terhadap perhatian rumah sakit terhadap pasien. 3. Keandalan pelayanan yang diberikan rumah sakit adalah penilaian pasien terhadap kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan.
21
4. Kesesuaiam pelayanan rumah sakit dengan waktu yang diinformasikan adalah penilaian pasien terhadap ketepatan waktu dalam memberikan pelayananan. 5. Kemampuan rumah sakit dalam melakukan administrasi/pencatatan adalah penilaian
pasien
terhadap
ketepatan
staf
rumah
sakit
dalam
hal
administrasi/pencatatan. Proses awal dimulainya suatu pelayanan kesehatan adalah proses penerimaan. Kesan pertama yang diterima seorang pasien terhadap pelayanan kesehatan secara keseluruhan berawal disini, artinya pasien bisa menilai citra rumah sakit dari bagaimana proses penerimaan berlangsung dan dari sinilah penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan tersebut dimulai. Secara umum kebanyakan responden menganggap prosedur penerimaan pasien masih kurang baik, karena mereka masih harus antri dan menunggu lama pada saat proses pendaftaran. Tentunya situasi yang harus antri dan menunggu lama pada saat proses pendaftaran ini akan mempengaruhi persepsi dan keinginan mereka untuk tetap meneruskan pelayanan. Apabila proses yang tidak baik ini terus berlanjut pada pelayanan berikutnya, maka dapat dipastikan rumah sakit akan kehilangan pelanggan atau pasien nya (Puspita, 2009). H. Tanggab Responsiveness (Daya Tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan
22
karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan masyarakat/pasien (Trimurthy, 2008). 1) Daya Tanggap (Responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk menanggapi dan melakukan sesuatu yang diinginkan dan dibutuhkan pasien meliputi hal-hal berikut ini (Nurcaya, 2007). 2) Kepastian tempat pelayanan dalam memberikan informasi waktu pelayanan adalah penilaian masyarakat terhadap kemampuan tempat pelayanan dalam memberikan informasi waktu pelayanan secara pasti. 3) Kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang tepat dan cepat bagi masyarkat yang membutuhkan pelayanan adalah penilaian masyarakat terhadap kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang tepat dan cepat. 4) Kesiapan petugas untuk membantu pasien yang membutuhkan bantuannya adalah penilaian pasien terhadap kesiapan staf rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien. 5) Kesediaan petugas dalam menanggapi permintaan konsumen adalah penilaian pasien terhadap kesediaan dari staf rumah sakit dalam menanggapi permintaan dari pasien. 6) Salah satu dimensi mutu pelayanan adalah memberikan pelayanan dengan waktu yang tepat sesuai waktu yang dibutuhkan, sebagaimana tertera dalam standar pelayanan. Dalam memberikan pelayanan, petugas sebaiknya menggunakan waktu sebaik-baiknya yaitu tidak terlalu lama dan
23
tidak terlalu cepat. Pemeriksaan atau pelayanan yang terlalu lama cenderung
mengakibatkan
pasien
atau
pelanggan
yang
dilayani
bosan/jenuh dan menganggap bahwa petugas tidak profesional (terkesan lambat) serta akan mengakibatkan antrean yang panjang di loket pendaftaran atau loket pembayaran. Sementara petugas yang memberikan pelayanan terlalu cepat akan memberi kesan tidak teliti, asal-asalan, terburu-buru dan tidak profesional (Trimurthy, 2008).
I. Empati Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi: (Trimurthy, 2008). 1) Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan. 2) Komunikasi
(Communication),
merupakan
kemampuan
melakukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan. 3) Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
24
4) Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa komunikasi
(Communication),
merupakan
yang ditawarkan,
kemampuan
melakukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan serta pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), mengetahui
dan
(Trimurthy, 2008).
meliputi usaha perusahaan untuk
memahami kebutuhan dan
keinginan pelanggan
25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
J. Definisi Imunisasi Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten (Depkes RI, 2005). Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat.A.A, 2009). Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang tubuh (Sudarmanto, 2000).
K.
Manfaat dan Tujuan Imunisasi Manfaat imunisasi dan tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan kekebalan tubuh pada bayi dari penyakit-penyakit tertentu. Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa
26
menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya (Depkes RI, 2005). Tahun 1997 Depkes telah mencanangkan program pengembangn imunisasi (PPI) Yang menunjukkkan agar semua anak mendapat imunisasi terhadap tujuh peyakit yaitu: hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, pertusis ,dan tbc.
L. Persepsi Menurut Thoha (2009) dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang komplek dan mengahasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan yang barang sekali sangat berbeda dari kenyataannya. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengalami objek yang sama. Robin (2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana seseotang mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Menurut
Walgito
(2001)
persepsi
adalah
proses
pengorganisasian,
menginterprestasikan terhadap ransangan yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan aktivitas yang intergated dalam individu. M.
Persepsi Masyarakat
27
Pasien atau konsumen sendiri tidak dapat menilai mutu pelayanan yang diperoleh secara teknik medik, karenanya mereka akan menilai dari persepsi sosial mereka atas atribut-atribut pelayanan tersebut. Penilaian dari sudut pandang pasien yaitu realitas persepsi pasien tentang mutu pelayanan yang diterima dan tercapainya kepuasan pasien, sedang dari sudut manajemen adalah terciptanya pelayanan medik yang tepat atau wajar. Prsepsi pasien akan dipengaruhi oleh kepribadianya, budaya, pendidikan, kejadian sebelumnya yang mirip dengan keadaan ini, hal-hal positif dan negatif lainnya serta tingkatan umum yang sering dijumpai pada saat melakukan intervensi di lingkungan rumah sakit. Persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus kedalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh. Stimulus dapat berupa sesuatu yang ditangkap oleh alat indera, seperti produk, iklan, harga, pelayanan dan lain-lain (Wulandari, 2008). Dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan di bidang kesehatan semakin hari juga semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk mengetahui sejauhmana persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan Puskesmas diperlukan suatu ukuran yang secara akurat menilai persepsi pelanggan (Supranto, 2006). Menurut Widyatun (1999), persepsi atau tanggapan adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan melanjutkan bagaimana kita melihat, merasakan, memberi serta meraba (kerja indera) di sekitar kita. Sedangkan
28
William James mengatakan, persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk berupa data yang didapat melalui indera, hasil pengolahan otak dan ingatan. Dalam hal ini persepsi pelanggan tentang pelayanan imunisasi dasar yang diberikan oleh petugas kesehatan.
N. Kualitas pelayanan Bagi segi pemakai jasa layanan, pengertian mutu terutama berhubungan erat dengan ketanggapan dan kemampuan tenaga rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan klien dan komunikasi klien dan petugas, termasuk di dalamnya sifat ramah, rendah hati dan kesungguhan. Bagi pihak rumah sakit, termasuk didalamnya para dokter dan petugas lain, derajat mutu layanan terkait pada pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Selain itu terkait juga pada otonomi profesi dokter dan perawat serta profesi kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit. Bagi segi pembiayaan maka derajat mutu layanan terkait pada segi-segi efisiensi pemakaian sumber dana serta kewajaran pembiayaan kesehatan (Azwar, 2001). Tingkat pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan pada masyarakat. Melalui tingkat pelayanan kesehatan akan dapat diketahui kebutuhan dasar manusia tentang kesehatan. Dalam memberikan pelayanan kesehatan harus memandang pada tingkat pelayanan kesehatan yang akan diberikan, diantara tingkat pelayanan kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Widodo, 2007) :
29
6. Health promotion (promosi kesehatan) Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan melalui peningkatan kesehatan. Pelayanan ini bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau sasarannya tidak terjadi gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini dapat meliputi,
kebersihan
perseorangan,
perbaikan
sanitasi
lingkungan,
pemeriksaan kesehatan berkala, peningkatan status gizi, kebiasaan hidup sehat, layanan prenatal, layanan lansia, dan semua kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan status kesehatan. 7. Specific protection (perlindungan khusus) Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari bahaya yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan atau bentuk perlindungan terhadap penyakit-penyakit tertentu, ancaman kesehatan, yang termasuk dalam tingkat pelayanan kesehatan ini adalah pemberian imunisasi yang digunakan untuk perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG, DPT, Hepatitis, campak dan lain-lain. Pelayanan perlindungan keselamatan kerja dimana pelayanan kesehatan yang diberikan pada seseorang yang bekerja di tempat resiko kecelakaan tinggi seperti kerja di bagian produksi bahan kimia, bentuk perlindungan khusus berupa pelayanan pemakaian alat pelindung diri dan lain sebagainya. 8. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan segera)
30
Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk ke dalam tingkat dimulainya atau timbulnya gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini dilaksanakan dalam mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta dampak dari timbulnya penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran. Bentuk tingkat pelayanan kesehatan ini dapat berupa kegiatan dalam rangka survei pencarian kasus baik secara individu maupun masyarakat, survei penyaringan kasus serta pencegahan terhadap meluasnya kasus. 9. Disability limitation (pembatasan cacat) Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibant penyakit yang ditimbulkan. Tingkat ini dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang memiliki potensi kecacatan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dapat berupa perawatan untuk menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih lanjut, pemberian segala fasilitas untuk mengatasi kecacatan dan mencegah kematian. 10.
Rehabilitation (rehabilitasi)
Tingkat pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosis sembuh. Sering pada tahap ini dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan sebagaimana program latihan-latihan yang diberikan pada pasien, kemudian memberikan fasilitas agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah hidup kembali ke masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang hati karena kesadaran yang dimilikinya.
31
E. Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan semakin kritisnya masyarakat saat ini terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya dan semakin ketatnya persaingan di era pasar bebas, menuntut banyak hal dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit yang harus dibenahi khususnya kualitas pelayanan (Puspita, 2009). Goesth dan davis (1994), menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi kualitas jasa atau kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan (Tjiptono, 2004). Kualitas pelayanan dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau pesepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk
32
memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka (Tjiptono, 2004). Kualitas jasa merupakan bagian penting yang perlu mendapat perhatian dari organisasi penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti RS dan Puskesmas. Penemasan kualitas jasa yang akan diproduksi harus menjadi salah satu strategi pemasaran RS atau Puskesmas yang akan menjual jasa pelayanan kepada pengguna jasanya (pasien dan keluarganya). Pihak manajemen RS/Puskesmas harus selalu berusaha agar produk jasa yang ditawarkan tetap dapat bertahan atau berkesinambungan sehingga dapat tetap merebut segmen pasar yang baru karena cerita dari mulut ke mulut oleh pelanggan yang puas. Keunggulan suatu produk jasa kesehatan akan sangat tergantung dari keunikan kualitas jasa yang diperlihatkan dan apakah sesuai dengan harapan atau keinginan pelanggan. Ada beberapa model yang dapat dipakai untuk menganalisis kualitas jasa yang terkait dengan kepuasan pelanggan, tergantung dari tujuan analisisnya, jenis lembaga yang menyediakan jasa, dan situasi pasar (Muninjaya, 2004). Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor: (Muninjaya, 2004). 8) Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personnel contact.
33
9) Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (complience). 10) Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli (ignorance) pasien dan keluarganya, ”yang penting sembuh” menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya biaya perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki oleh pihak pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi sumber keluhan pasien. Sistem asuransi kesehatan akan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan. 11) Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility). 12) Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor ini. 13) Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan. 14) Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).
34
Salah satu pendapat yang sering digunakan adalah dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yaitu: (Tjiptono, 2004). 6. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 7. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 8. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan. 9. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan. 10. Bukti fisik (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pasien walaupun merupakan nilai subyektif, tetapi tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi kepada pasien tentang penyakitnya serta memutuskan bersama pasien tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan
35
pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati kepekaan dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy pasien (Trimurthy, 2008).
O. Dimensi Mutu Pelayanan Citra merupakan seperangkat kepercayaan, daya ingat dan kesan-kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek. Sikap dan tindakan orang terhadap suatu objek sangat ditentukan oleh citra objek tersebut, dalam hal ini objek yang dimaksud adalah kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Citra pelayanan kesehatan di Indonesia semakin menurun, hal ini terindikasi dengan tingginya minat masyarakat berobat ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura. Kecenderungan masyarakat berobat ke luar negeri secara umum disebabkan faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan telah memenuhi harapan pasien. Dalam Suara Karya On Line 22 Desember 2004, setiap tahun sekitar 5.000 pasien berobat ke luar negeri dan devisa yang dikeluarkan mencapai 400 juta dolar atau 3,6 triliun. Rata-rata pasien yang berobat ke Malaysia dan Singapura berasal dari Jakarta, Medan Riau dan Aceh. Citra pelayanan kesehatan yang buruk di Provinsi tersebut sudah menjadi sebuah brand mark. Permasalahan secara umum adalah kualitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit belum memenuhi standar dan harapan masyarakat (Puspita, 2009).
36
Suprantro (2006) telah menyimpulkan bahwa mutu jasa dapat diukur pada dasar 10 dimensi. Mencoba untuk mengukur 10 dimensi, ternyata pelanggan hanya dapat membedakan 5 dimensi. Sepuluh dimensi yang asli dapat dirangkum menjadi 5 dimensi pokok yaitu sebagai berikut :
6. Keandalan (reliability) Yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. 7. Ketanggapan (responsiveness) Yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat dan ketanggapan. 8. Keyakinan (assurance) Yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. 9. Empati (empathy) Yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan. 10. Kenyataan (tangiable) Yaitu penampilan fisik, peralatan, personel dan media komunikasi. Menurut Wijono (2001), Dimensi mutu pelayanan kesehatan, meliputi : 9. Kompetensi Teknis (Pelayanan klinis maupun non klinis)
37
Adalah keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manager dan staf pendukung. 10. Akses Pada Pelayanan Bahwa pelayanan keperawatan tidak terhalang oleh keadaan geografi, social, ekonomi, budaya organisasi atau hambatan bahasa, transfortasi dan jarak pelayanan mudah dijangkau.
11. Efektivitas Kualitas pelayanan keperawatan tergantung
dan efektivitas
yang
menyangkut norma pelayanan keperawatan dan petunjuk klinis sesuai dengan standar yang ada. 12. Hubungan Antar Manusia Dimensi antar hubungan manusia terkait dengan interaksi petugas keperawatan dan pasien, manager dan petugas keperawatan. 13. Efisiensi Merupakan dimensi yang penting dari mutu karena efisiensi akan mempegaruhi hasil pelayanan keperawatan, apalagi sumber daya pelayanan keperawatan pada umumnya terbatas. 14. Kelangsungan Pelayanan
38
Pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk rujukan) tanpa interupsi, berhenti atau menghalangi, prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu. 15. Keamanan Akan mengurangi resiko cidera, maka keamanan sangat berkaitan dengan pelayanan. 16. Kenyamanan Kenyamanan dalam pelayanan akan mempengaruhi kepuasan pasien, yang mana persepsi pasien tentang mutu akan menjadi jelek dan turun.
P. Kehandalan Keandalan (Reliability), adalah kemampuan staf rumah sakit untuk melaksanakan janji dengan terpercaya dan akurat meliputi hal-hal berikut (Nurcaya, 2007). 6. Kesesuaian
pelayanan
pada
rumah
sakit
dengan
pelayanan
yang
dijanjikan/diinformasikan adalah penilaian pasien terhadap kesesuaian atas pelayanan yang diberikan dengan yang diinformasikan. 7. Kepedulian rumah sakit dalam menangani pasien adalah penilaian pasien terhadap perhatian rumah sakit terhadap pasien. 8. Keandalan pelayanan yang diberikan rumah sakit adalah penilaian pasien terhadap kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan.
39
9. Kesesuaiam pelayanan rumah sakit dengan waktu yang diinformasikan adalah penilaian pasien terhadap ketepatan waktu dalam memberikan pelayananan. 10. Kemampuan rumah sakit dalam melakukan administrasi/pencatatan adalah penilaian
pasien
terhadap
ketepatan
staf
rumah
sakit
dalam
hal
administrasi/pencatatan. Proses awal dimulainya suatu pelayanan kesehatan adalah proses penerimaan. Kesan pertama yang diterima seorang pasien terhadap pelayanan kesehatan secara keseluruhan berawal disini, artinya pasien bisa menilai citra rumah sakit dari bagaimana proses penerimaan berlangsung dan dari sinilah penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan tersebut dimulai. Secara umum kebanyakan responden menganggap prosedur penerimaan pasien masih kurang baik, karena mereka masih harus antri dan menunggu lama pada saat proses pendaftaran. Tentunya situasi yang harus antri dan menunggu lama pada saat proses pendaftaran ini akan mempengaruhi persepsi dan keinginan mereka untuk tetap meneruskan pelayanan. Apabila proses yang tidak baik ini terus berlanjut pada pelayanan berikutnya, maka dapat dipastikan rumah sakit akan kehilangan pelanggan atau pasien nya (Puspita, 2009). Q. Tanggab Responsiveness (Daya Tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan
40
karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan masyarakat/pasien (Trimurthy, 2008). 7) Daya Tanggap (Responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk menanggapi dan melakukan sesuatu yang diinginkan dan dibutuhkan pasien meliputi hal-hal berikut ini (Nurcaya, 2007). 8) Kepastian tempat pelayanan dalam memberikan informasi waktu pelayanan adalah penilaian masyarakat terhadap kemampuan tempat pelayanan dalam memberikan informasi waktu pelayanan secara pasti. 9) Kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang tepat dan cepat bagi masyarkat yang membutuhkan pelayanan adalah penilaian masyarakat terhadap kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang tepat dan cepat. 10) Kesiapan petugas untuk membantu pasien yang membutuhkan bantuannya adalah penilaian pasien terhadap kesiapan staf rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien. 11) Kesediaan petugas dalam menanggapi permintaan konsumen adalah penilaian pasien terhadap kesediaan dari staf rumah sakit dalam menanggapi permintaan dari pasien. 12) Salah satu dimensi mutu pelayanan adalah memberikan pelayanan dengan waktu yang tepat sesuai waktu yang dibutuhkan, sebagaimana tertera dalam standar pelayanan. Dalam memberikan pelayanan, petugas sebaiknya menggunakan waktu sebaik-baiknya yaitu tidak terlalu lama dan
41
tidak terlalu cepat. Pemeriksaan atau pelayanan yang terlalu lama cenderung
mengakibatkan
pasien
atau
pelanggan
yang
dilayani
bosan/jenuh dan menganggap bahwa petugas tidak profesional (terkesan lambat) serta akan mengakibatkan antrean yang panjang di loket pendaftaran atau loket pembayaran. Sementara petugas yang memberikan pelayanan terlalu cepat akan memberi kesan tidak teliti, asal-asalan, terburu-buru dan tidak profesional (Trimurthy, 2008).
R. Empati Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi: (Trimurthy, 2008). 5) Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan. 6) Komunikasi
(Communication),
merupakan
kemampuan
melakukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan. 7) Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
42
8) Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa komunikasi
(Communication),
merupakan
yang ditawarkan,
kemampuan
melakukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan serta pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), mengetahui
dan
(Trimurthy, 2008).
meliputi usaha perusahaan untuk
memahami kebutuhan dan
keinginan pelanggan
43
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Deskriptif dengan pendekatan cross sectional, yaitu observasi atau pengumpulan data di lakukan sekaligus pada suatu waktu (point time approach) (Notoatmodjo, 2005). B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Arikunto (2006) menyatakan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Jika seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitian merupakan penelitian populasi atau sensus. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua anak usia 0-9 bulan yang berkunjung ke unit imunisasi puskesmas Baiturrahman Banda Aceh. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah semua jumlah populasi yang terdapat di tempat penelitian. Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel ini yaitu menggunakan metode tehnik accidental sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang di anggap mempunyai sangkut-paut dengan karakteristik populasi yang sudah di
44
ketahui sebelumnya yang dianggap dapat mewakili berdasarkan penyelidikan ataupun kenyataan sebelumnya (Mustafa, 2008). Kriteria sampel yang diharapkan yaitu : ibu yang memiliki anak usia 0-9 bulan bersedia menjadi responden, bisa membaca dan menulis sebanyak 68 orang, jumlah sampel tersebut akan ditentukan dengan menggunakan teori lameshow di bawah ini (1997) untuk besar populasi (N) tidak diketahui, yaitu :
Keterangan : n = Besar Sampel Z = Derajat Kepercayaan 90% (1,65) P = Proporsi yaitu 50% (0,50) d = presisi yaitu 10% (0,10)
45
Setelah dilakukan perhitungan seperti diatas, maka didapatlah hasil sampel minimal sebanyak 68 orang. C. Tempat Dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh b. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 29 Agustus s/d 06 September 2013. D. Instrumen Penelitian Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang berisi 10 pertanyaan terdiri 4 pertanyaan tentang empati, 3 pertanyaan tentang reability, 3 pertanyaan tentang responsivinees. S=4, SS=3, R=2, TS=1, STS=0 E. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer Jenis data yang digunakan ini adalah data primer. Data primer yaitu data yang langsung diperoleh atau dikumpulkan langsung dilapangan oleh peneliti dengan cara membagikan kuesioner responden di puskesmas baiturrahman Banda Aceh 2. Data sekunder
46
Data penunjang yang di dapat dari laporan di puskesmas baiturrahman Banda Aceh
F. Teknik Pengolahan Data 1. Pengolahan data Menurut Purwanto dalam Notoadmodjo (2005) pengolahan data dilakukan sebagai berikut : a. Editing, yaitu mengoreksi segala kesalahan dalam pengambilan data dan pengisian data. b. Coding, yaitu pengolahan data dengan cara memberi kode pada setiap jawaban dari responden. c. Transferring, yaitu memindahkan data dalam bentuk tabel. d. Tabulating, yaitu memindahkan data yang diperoleh kedalam tabel frekuensi dan tabel silang. 2. Analisa Data a. Analisa Univariat Analisa univariat dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005).
47
Menurut Budiarto (2002) data yang telah dimasukan ke dalam tabel distribusi frekuensi ditentukan persentase perolehan untuk masing-masing variabel, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
p
×100%
Keterangan: p
= Persentase
f
= Frekuensi Teramati
n
= Jumlah Sampel
100%
= Bilangan Tetap
48