BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi di dunia kesehatan, telah terjadi pola pergeseran penyakit di dunia. Salah satunya adalah jumlah penyakit yang diakibatkan pola hidup semakin bertambah dibandingkan dengan jumlah penyakit infeksi atau penyakit lainnya. Salah satu penyakit yang diakibatkan karena pola hidup adalah Diabetes Melitus. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 di berbagai penjuru dunia (Perkeni, 2011). Menurut perkiraan WHO, jumlah orang yang terdiagnosa Diabetes Melitus di dunia akan menjadi 366 juta pada tahun 2030 (Wild, Roglic, Green et al, 2004). Di Indonesia, pada tahun 2030 diperkirakan mencapai 21,3 juta orang (Wild et al, 2004; Departemen Kesehatan RI, 2009). Selanjutnya Depkes RI (2010) melaporkan bahwa di Indonesia saat ini jumlah orang yang terdiagnosa Diabetes Melitus sebanyak 8,4 juta jiwa dan menempati urutan terbesar keempat di dunia setelah India, China dan Amerika. Diabetes Melitus juga merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia (Depkes RI, 2010). Penderita Diabetes Melitus menyebar di seluruh provinsi. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai jumlah penderita diabetes yang cukup tinggi. Pasien Diabetes Melitus yang
1
2
melakukan rawat jalan di beberapa rumah sakit di Jawa Barat pada tahun 2007 berjumlah 39.853 orang, sedangkan yang menjalani rawat inap sebanyak 6.668 orang (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2008). Sebagai ibukota dari Jawa Barat, Bandung merupakan salah satu kota di Jawa Barat dimana terdapat 10 persen penduduknya mengidap penyakit Diabetes Melitus (Tandra, 2008). Penyakit Diabetes Melitus juga menempati sepuluh terbesar pola penyakit di Kota Bandung (Profil Kesehatan Kota Bandung, 2010). Data laporan bulanan (LB1) per Puskesmas Kota Bandung dari Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun
2010, pasien yang menjalani rawat jalan dengan
diagnosa Diabetes Melitus dengan tipe tidak spesifik adalah sebanyak 10.575 orang (Dinas Kesehatan Kota Bandung, 2010). Data LB1 Dinas Kesehatan Kota Bandung menunjukan jumlah pasien Diabetes Melitus yang paling terbanyak terdapat di Puskesmas Pasir Kaliki, yang mana pada tahun 2011 terlapor sebanyak 590 kasus baru dengan diagnosa Diabetes Melitus tidak spesifik (Laporan Bulanan Puskesmas Pasir Kaliki, 2011). Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang ditandai oleh hipergikemia. Hiperglikemia terjadi akibat kekurangan insulin atau menurunnya kerja insulin (American Diabetes Association, 2012). Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh pankreas yang berfungsi untuk menyalurkan glukosa dalam darah masuk ke dalam sel. Oleh sebab itu, jika insulin tidak ada atau kurang jumlahnya maka akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Tingginya glukosa darah inilah yang berdampak buruk pada berbagai macam organ tubuh seperti
3
neuropati diabetik, ulkus kaki, retinopati diabetik, dan nefropati diabetik, dan gangguan pembuluh darah (Gavin, Petterson & Warren-Boulton, 2003). Salah satu komplikasi Diabetes Melitus yang mengganggu kondisi biologis, psikologis, dan sosial pada pasien adalah kaki diabetik. Gangguan biologis dari kaki diabetik adalah rasa nyeri dan tidak nyaman yang terjadi pada kaki. Gangguan psikologis dari terjadinya kaki diabetik adalah rasa sedih dan kecewa terhadap rasa sakit pada kaki diabetik sehingga menimbulkan gangguan lainnya yaitu gangguan sosial. Manifestasi dari gangguan sosial adalah malu untuk bersosialisasi dan bertemu dengan orang lain karena kondisi kaki yang sudah terinfeksi. Jika sudah terjadinya kaki diabetik, maka pasien akan beresiko tinggi untuk dilakukan amputasi pada kaki diabetik tersebut (Dorresteijn et al, 2010; Gitarja, 2008). Kaki diabetik adalah infeksi dan atau kerusakan pada jaringan yang berhubungan dengan gangguan saraf dan gangguan aliran darah pada tungkai kaki (Boulton, Armstrong & Albert, 2008). Gangguan pada sistem saraf dan gangguan alirah darah perifer inilah yang merupakan pintu awal terjadinya kaki diabetik (diabetic foot). Kaki diabetik telah terjadi pada 15% - 25% dari pasien diabetes melitus (Singh, Amstrong, & Lipsky, 2005). Diagnosa kaki diabetik di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung selalu dirujuk ke Poli Bedah Plastik. Data rekam medis pada bulan Desember 2011 sampai pertengahan Januari 2012, terdapat sekitar 21 pasien dengan diagnosa kaki diabetik yang menjalani rawat jalan di Poli Bedah Plastik Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (Rekam Medis RSHS, 2012). Salah satu ruangan rawat inap
4
di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung melaporkan dalam Bulan OktoberDesember 2011 terdapat 15 pasien dengan kaki diabetik yang menjalani perawatan (Rekam Medik RSHS, 2011). Faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya kaki diabetik adalah neuropati perifer, kelainan vaskuler, kontrol gula yang buruk, trauma berulang, dan kelainan struktur anatomi kaki (Adhiarta, 2011). Adanya neuropati perifer dan angiopati perifer, maka trauma ringan pun dapat menyebabkan ulkus pada pasien Diabetes Melitus. Ketidaktahuan klien dan keluarga menambah ulkus bertambah parah dan dapat menjadi gangren (Waspadji, 2007). Maka dari itu perlu pencegahan dan penanganan untuk ulkus diabetes melitus yaitu dengan perawatan kaki. Perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus perlu dilakukan dengan baik, karena jika kaki dibiarkan akan berisiko terjadinya ulkus. Ulkus akan berisiko untuk dilakukan amputasi. Risiko amputasi 15-40 kali lebih sering pada penderita Diabetes dibanding dengan non Diabetes (Singh et al, 2005). Di Indonesia, menurut data di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, sebanyak 25 % penderita kaki diabetik mengalami amputasi dan 16 % diantaranya meninggal dunia (Adhiarta, 2011). Salah satu upaya pencegahan terjadinya luka kaki diabetik diperlukan perilaku perawatan kaki (foot care behaviour) yang sangat baik pada pasien Diabetes Melitus. Perawatan kaki meliputi pemeriksaan kaki rutin, identifikasi risiko dari kaki diabetik dan pemberian edukasi serta penatalaksanaan dini (Vatankhah, Khamseh & Noudeh, 2009; Adhiarta, 2011).
5
Perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus penting dilakukan sendiri oleh pasien di rumah dengan waktu yang rutin. Langkah penting yang harus ditempuh sehingga pasien dapat melakukan perawatan kaki dengan baik yaitu dengan memberikan edukasi, melalui sebuah program edukasi perawatan kaki. Perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus meliputi periksa suhu air jika ingin mencuci kaki; pemeriksaan kaki dan bagian dalam sepatu setiap hari; periksa alas kaki dari benda asing; mencuci kaki dan mengeringkan kaki setelahnya, terutama sela-sela jari kaki; tidak boleh berjalan tanpa menggunakan alas; menggunakan sepatu yang cocok pada kaki; memotong kuku secara teratur; tidak menggunakan sendal yang terbuka; mengoleskan pelembab pada kulit kaki yang kering (Jordan & Jordan, 2011; Adhiarta, 2011). Perawatan kaki ini bisa dilakukan oleh klien sendiri, hanya saja pendampingan dari keluarga dapat mendapatkan hasil yang lebih baik. Studi pendahuluan yang dilakukan kepada 15 orang penderita Diabetes Melitus beserta keluarganya di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie dan Puskemas Pasir Kaliki, didapatkan data semuanya mengaku tidak pernah mendapat edukasi tentang perawatan kaki lengkap dan terstruktur, baik yang mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas maupun di Rumah Sakit. Selanjutnya, sebanyak 3 orang mengaku pernah mendapatkan pesan singkat tentang pemilihan alas kaki dari puskesmas dan Rumah Sakit, sebanyak 1 orang mengaku sering mengikuti seminar tentang Diabetes Melitus sehingga mengetahui sedikit tentang perawatan kaki, sisanya tidak ada yang mengaku pernah mendapat pesan singkat tentang perawatan kaki
6
dari petugas kesehatan. Selain itu, sebanyak 14 orang sering merasakan baal dan kesemutan di sekitar telapak kaki dan menjalar sampai ke atas kaki, dan hanya 3 orang yang biasa memakai sendal walaupun di dalam rumah. Sebanyak 1 orang yang sudah terkena ulkus kaki diabetik, 3 orang lainnya terdapat bekas luka berwarna hitam pada kaki. Seorang responden yang sudah terkena ulkus kaki mengakui tidak melakukan perawatan kaki dengan baik pada komponen pemeriksaan kaki rutin dan pencegahan cedera. Berdasarkan wawancara dari keempat responden tersebut, karena terdapat bekas luka sehingga mereka merasa malu dan menjaga jarak dari lingkungannya. Semua responden menjawab sangat jarang memakai alas kaki terututup pada saat bepergian, kecuali pada saat sedang berolahraga. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Makmurini, Kosasih & Rahayu (2010) yang menyatakan bahwa dari 92 pasien dengan diabetes melitus, sekitar 50% tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang perawatan kaki yang sesuai. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan juga kepada keluarga pasien Diabetes Melitus, semuanya menjawab tidak pernah mendapatkan edukasi tentang perawatan pada pasien Diabetes Melitus, apalagi tentang perawatan kaki. Hal ini dapat menyebabkan keluarga juga tidak dapat menjalankan pengawasan perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Hasil studi pendahuluan pada 15 keluarga, 7 keluarga merasa acuh tentang perawatan kaki pasien, karena anggota keluarga
7
menganggap perawatan kaki bukan merupakan hal penting yang harus dilakukan pasien Diabetes Melitus dibandingkan medikasi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada pasien Diabetes Melitus tersebut belum terbentuk pengetahuan tentang perawatan kaki sehingga perilaku perawatan kaki yang baik belum bisa diharapkan pada pasien. Selain itu, jika pasien belum pernah terpapar dengan pengetahuan tentang perawatan kaki maka kepercayaan diri (selfefficacy) dalam merawat kaki juga belum bisa diharapkan muncul. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Glanz, Rimer, dan Viswanath (2008), bahwa perilaku merupakan hasil dari pembelajaran yang diterima oleh individu, persepsi terhadap lingkungan, kemampuan intelektual dan tubuh. Penelitian tentang program perawatan kaki telah banyak dilakukan dengan banyak hasil pengukuran. Penelitian yang telah dilakukan Vatankhah et al (2009) dengan memberikan edukasi perawatan kaki pada 148 pasien Diabetes Melitus selama 20 menit secara tatap muka. Hasil dari penelitian adalah peningkatan yang sangat signifikan perilaku perawatan kaki. Selain itu, penelitian lain dengan metode edukasi perawatan kaki juga dilakukan Kurniawan, Sae-Sia & Maneewat (2011) di RSUD Sumedang dalam waktu 5 minggu terhadap 35 pasien Diabetes Melitus menggunakan program manajemen diri dalam perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus menghasilkan dampak yang signifikan. Edukasi tentang perawatan kaki diberikan pada saat pasien kontrol di Rumah Sakit, selanjutnya responden ditindaklanjuti melalui telpon sesuai rencana perawatan kaki yang disusun
8
yaitu kebersihan kaki, pemakaian alas kaki, perawatan kuku dan gabungan antara kebersihan kaki dan pemakaian alas kaki. Penelitian program edukasi perawatan kaki di rumah telah dilakukan oleh Corbett (2003). Corbett (2003) melakukan penelitian dengan metode dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi yang diamati selama 6 minggu. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa intervensi dari edukasi meningkatkan pengetahuan dari pasien, kepercayaan diri serta perilaku perawatan kaki yang baik. Intervensi pada penelitian ini dilakukan di rumah, tetapi tidak didampingi oleh keluarga. Penelitian lain dengan setting di rumah yang dilakukan Lincoln, Radford, Game et al (2008) tentang edukasi perawatan kaki yang menghasilkan dampak signifikan terhadap perilaku merawat kaki pasien dengan Diabetes Melitus.
Metode yang
dilakukan oleh Lincoln et al (2008) adalah edukasi dengan waktu 1 jam tentang perawatan kaki selama 4 minggu. Semua penelitian dilakukan pada pasien secara individual dengan setting di rumah sakit (Vatankhah et al, 2009 dan Kurniawan et al, 2011) dan di rumah (Corbett, 2003 dan Lincoln et al, 2008). Keempat penelitian tersebut tidak ada yang melibatkan keluarga dalam melakukan edukasi perawatan kaki. Padahal, menurut Friedman (2010), keluarga dapat dilibatkan sebagai sasaran edukasi perawatan kaki karena keluarga dapat menjadi pendorong anggota keluarga yang lain untuk melakukan suatu perilaku.
9
Keterlibatan keluarga dalam edukasi perawatan kaki diharapkan akan muncul kesinambungan dari perilaku pasien dalam melakukan perawatan kaki, karena anggota keluarga dapat menjadi pengingat dan pendukung. Edukasi perawatan kaki melibatkan keluarga juga sangat penting bagi anggota keluarga yang lainnya, mengingat Diabetes Melitus merupakan penyakit herediter yang beresiko bagi anggota keluarga yang lainnya. Selain itu, Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang menurunkan kemampuan dari pasien, sehingga jika keluarga dilibatkan dalam program edukasi ini, keluarga dapat membantu melakukan perawatan kaki pada pasien saat kondisi pasien mulai memburuk. Edukasi dan praktik perawatan kaki berbasis keluarga, merupakan bentuk aplikasi praktek keperawatan keluarga dengan pendekatan perkesmas, dimana keluarga ikut terlibat dan berperan sangat besar pada pelaksanaan edukasi dan praktik perawatan kaki pada pasien Diabetes. Hal ini sesuai pula dengan teori Friedman (2010), yang mana dikatakan keluarga merupakan konteks bagi klien. Keluarga membantu anggota keluarga yang sakit menuju mandiri (Setiawati & Dermawan, 2008). Hal ini juga merupakan upaya untuk mendorong kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga untuk mencegah terjadinya kaki diabetik dengan edukasi dan praktik perawatan kaki. Selain itu, pelaksanaan program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga oleh perawat komunitas merupakan salah satu bentuk pelayanan keperawatan keluarga. Hal ini didukung berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 908/Menkes/SK/VII/2010 tanggal 13
10
Juli 2010, bahwa untuk mendukung terciptanya kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi diperlukan kontribusi dari keperawatan keluarga. Program edukasi perawatan kaki diharapkan juga mampu membentuk perilaku perawatan kaki yang baik pada pasiennya. Menurut Bandura dalam Teori Sosial Kognitif
(Perrin, Swerisson & Payne, 2009), perilaku
merupakan konseptualisasi dari fungsi lingkungan, personal dan faktor biologis. Dasar teori ini adalah bahwa individu secara proaktif terlibat dalam perkembangan, adaptasi dan perubahan yang ada dalam hidupnya. Cara untuk melalui semuanya itu diperlukan adanya kepercayaan diri (self-efficacy). Kepercayaan diri (self-efficacy) adalah keyakinan individu terhadap kemampuannya yang diwujudkan dalam perilakunya (Bandura dalam Passer & Smith, 2004). Menurut penelitian Perrin et al (2009), ada hubungan antara kepercayaan diri dalam merawat kaki dan perilaku pencegahan perawatan kaki. Maka, kepercayaan diri (self-efficacy) sangat berguna dalam mengkaji perilaku dari perawatan kaki pada pasien diabetes (Perrin et al, 2009). Kepercayaan diri ini dapat juga muncul karena motivasi yang diberikan anggota keluarga yang merawat pasien dengan Diabetes Melitus. Selama ini, pelaksanaan edukasi perawatan kaki pada Klinik Rawat Jalan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sangat jarang diberikan pada pasien yang kontrol rutin. Pendidikan perawatan kaki ini biasanya diberikan secara individual oleh perawat edukator pada saat pasien diabetes melitus mengeluhkan kondisi kakinya, sehingga tidak ada materi yang terstruktur
11
tentang edukasi perawatan kaki ini. Hasil wawancara dengan salah satu staf PERSADIA RSHS Bandung, menyatakan hal yang sama, bahwa edukasi perawatan kaki jarang sekali. Edukasi rutin hanya meliputi medikasi, olahraga, diet dan pengontrolan gula darah. Hal ini dipertegas lagi pada saat studi pendahuluan di salah satu Puskesmas di Kota Bandung, bahwa pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki diberikan jika pasien diabetes melitus mengeluhkan tentang kondisi kakinya. Kunjungan rumah dari perawat Puskesmas juga jarang dilakukan pada pasien diabetes melitus dalam hal perawatan kaki. Selain itu, edukasi yang tidak terstruktur tersebut tidak didampingi oleh keluarga sehingga peluang untuk lupa dan tidak menyampaikan kembali pada keluarga yang merawat pasien sangat besar. Upaya untuk mencegah terjadinya ulkus kaki pada pasien Diabetes Melitus membutuhkan metode pendekatan lain dalam pemberian edukasi tentang perawatan kaki yaitu melalui program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga, yang dapat dicoba diterapkan pada penderita diabetes di masyarakat. Disinilah peran perawat komunitas di keluarga muncul sebagai pendorong kemandirian dari pasien Diabetes Melitus dan keluarganya. Dengan begitu diharapkan pasien dan keluarga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta kepercayaan diri dalam merawat kaki sehingga ulkus kaki tidak terjadi. Berdasarkan fenomena tersebut, perlu diteliti lebih lanjut bagaimana pengaruh program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga terhadap perilaku perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus di Kota Bandung khususnya di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki.
12
1.2 Identifikasi Masalah Perumusan masalah yang muncul dan harus dijawab adalah bagaimana pengaruh program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga terhadap perilaku perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh dari
program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga terhadap perilaku perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengidentifikasi perbedaan rata – rata nilai pengetahuan tentang perawatan kaki pasien Diabetes Melitus sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok kontrol. 1.3.2.2 Untuk mengidentifikasi perbedaan rata – rata nilai self-efficacy tentang perawatan kaki pasien Diabetes Melitus sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok kontrol. 1.3.2.3 Untuk mengidentifikasi perbedaan rata – rata perilaku perawatan kaki pasien Diabetes Melitus sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok kontrol.
13
1.3.2.4 Untuk mengidentifikasi perbedaan rata – rata nilai pengetahuan tentang perawatan kaki pasien Diabetes Melitus sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok intervensi. 1.3.2.5 Untuk mengidentifikasi perbedaan rata – rata nilai kepercayaan diri (selfefficacy) tentang perawatan kaki pasien Diabetes Melitus sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok intervensi 1.3.2.6 Untuk mengidentifikasi perbedaan rata – rata nilai perilaku perawatan kaki pasien Diabetes Melitus sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok intervensi 1.3.2.7 Untuk mengidentifikasi perbedaan rata – rata nilai pengetahuan tentang perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki pada kelompok intervensi dan kontrol. 1.3.2.8 Untuk mengidentifikasi perbedaan rata – rata nilai kepercayaan diri (selfefficacy) tentang perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki pada kelompok intervensi dan kontrol 1.3.2.9 Untuk mengidentifikasi perbedaan rata – rata nilai perilaku perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki pada kelompok intervensi dan kontrol
14
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1
Kegunaan Praktis 1.
Dinas Kesehatan Kota Bandung Hasil penelitian ini dapat diajukan sebagai usulan kepada dinas kesehatan kota Bandung untuk dijadikan pengembangan kebijakan dan bahan pertimbangan dalam pencegahan dan pengelolaan kaki diabetik pada pasien Diabetes Melitus di Kota Bandung.
2.
Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai anjuran kepada perawat komunitas untuk memberikan edukasi berbasis keluarga pada pasien Diabetes Melitus agar para pasien dapat melakukan perawatan kaki di rumah didampingi dengan keluarga.
3.
Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai inspirasi para staf akademik dan peserta didik dalam memajukan ilmu keperawatan khususnya pengembangan program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada pasien Diabetes Melitus dan dapat ditambahkan ke dalam kurikulum pembelajaran.
4.
Responden Hasil penelitian ini dapat dijadikan panduan untuk melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga sehingga pasien diabetes dan keluarga tahu, mau dan mampu dalam melaksanakan perawatan kaki mandiri, yang pada akhirnya membantu dalam mencegah ulkus kaki.
15
1.4.1
Kegunaan Keilmuan 1.
Hasil
penelitian
ini
dapat
memberikan
kontribusi
dalam
pengembangan ilmu keperawatan khususnya ilmu keperawatan keluarga dan keperawatan komunitas, terutama dalam pengembangan perkesmas sebagai suatu intervensi mandiri keperawatan di rumah. Khususnya dalam penyusunan program intervensi, maka intervensi program edukasi perawatan kaki akan berkontribusi terhadap standar intervensi dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai landasan penelitian. 2.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya dalam pengembangan model edukasi perawatan kaki berbasis keluarga.
1.5 Pengertian Istilah/Konsep/Variabel Program edukasi perawatan kaki adalah program edukasi yang dikembangkan melalui penelitian berdasarkan hasil penelitian Kurniawan et al (2011), Vatankhah et al (2011), Lincoln et al (2008), dan Corbett (2003) yaitu edukasi perawatan kaki yang meliputi pemeriksaan kaki, menjaga kebersihan kaki sekaligus massage pada kaki, perawatan kuku yang baik, pemilihan alas kaki yang baik, pencegahan cedera termasuk senam kaki dan pengelolaan awal mulanya cedera kaki. Standar perawatan kaki diambil berdasarkan Indian Health Diabetes Best Practice Foot Care (2009) dan National Development Education Program (NDEP) (2008). Edukasi
16
perawatan kaki ini dilakukan kepada pasien Diabetes Melitus dengan melibatkan peran serta aktif dari keluarga. Perilaku perawatan kaki adalah frekuensi kegiatan pasien Diabetes Melitus dalam memeriksa kondisi kaki; memelihara kebersihan kaki; mengecek, memilih dan menggunakan alas kaki yang sesuai; memelihara kelembaban kulit kaki; memotong kuku dengan benar; menghindari semua kegiatan yang dapat membahayakan; memeriksakan kondisi kaki secara regular dan identifikasi serta tindakan yang sesuai untuk merawat cedera kaki, luka dan ulkus yang telah terjadi. Pengetahuan tentang perawatan kaki adalah informasi yang dimiliki oleh pasien tentang bagaimana merawat kaki yang baik dan benar. Kepercayaan diri (self-efficacy) adalah kepercayaan diri pasien dalam merawat kaki untuk mencegah terjadinya kaki diabetes. Keluarga adalah anggota keluarga yang terdekat, tinggal serumah dengan pasien Diabetes Melitus serta memberikan perawatan kepada pasien Diabetes Melitus.