BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Iklan pada dasarnya merupakan wadah yang kita manfaatkan untuk mendukung dan membangun realitas dari produk yang kita iklankan. Sehingga penonton ataupun pembaca yang melihat iklan tersebut akan menjadi yakin bahwa apa yang diiklankan mewakili hal yang sesungguhnya. Begitu pula dengan iklan rokok yang banyak memanipulasi pemaknaan iklannya bahwa rokok adalah produk yang inspiratif, bercita rasa, dan memiliki kesan ekslusif. Para pembuat iklan rokok meracuni pikiran masyarakat dengan pesan-pesan yang menyesatkan terutama bagi kaum muda. Iklan rokok adalah iklan yang membawa pesan subliminal yang merupakan turunan dari teori persepsi subliminal. Persepsi Subliminal adalah pemikiran bahwa seseorang dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang tidak mereka sadari (Severin & Tankard, 2005: 95). Pertama kali Persepsi Subliminal dikenal secara umum pada tahun 1957 ketika James M. Vicary dari Subliminal Projection Company mencoba menjual sebuah proyektor khusus. Alat itu bisa menampilkan pesan setiap lima detik saat film berlangsung. Pesan ditampilkan sangat singkat dalam durasi 1/3,000 detik. Pesan subliminal adalah pesan atau stimulus yang diserap oleh persepsi dan alam otak bawah sadar yang diterima melalui gambar yang diulangulang. Pesan atau stimulus cepat melintas sebelum individu dapat memprosesnya, sehingga mengganggu pengolahan pesan. Pesan-pesan subliminal ini perlahan-lahan akan mempengaruhi dan mengubah pikiran sadar dari otak seseorang (Shrum, 2010:vii). Bahrami, dari UCL Institute of Cognitive Neuroscience and the UCL Department of Psychology, mengatakan: “What's interesting here is that your brain does log things that you aren't even aware of and can't ever become aware of. We show that there is a brain response in the primary visual cortex to subliminal images that attract our attention -- without us having the impression of having seen anything”. Sebuah penelitian yang menggunakan FMRI (functional magnetic resonance imaging) menunjukkan bahwa, ketika sebuah pesan yang berupa gambar diberikan kepada komunikan tanpa dia sadari, namun pesan tersebut mencapai retina pesan tersebut sebenarnya membawa dampak pada aktivitas otak yang terletak di bagian korteks visual utama. Otak komunikan dapat merespon objek gambar tersebut, meskipun si
komunikan sendiri tidak sadar bahwa dia telah melihat gambar yang diberikan (www.sciencedaily.com) Sasaran iklan rokok dengan pesan-pesan subliminal yang menyanjung dan menyesatkan itu adalah para kaum muda padahal produk yang mereka tawarkan adalah benda yang sangat berbahaya. Bayangkan jika para kaum muda Indonesia terus-menerus diterpa oleh iklan rokok yang manipulatif ini tentu akan semakin banyak para pemuda dan juga kalangan dewasa yang terpengaruh oleh propaganda iklan-iklan rokok. Pesan dalam iklan rokok yang mempesona dan memainkan pikiran dengan menyembunyikan kenyataan bahwa rokok adalah produk dengan zat adiktif berbahaya harus dapat ditepis dari persepsi oleh siapa pun yang menonton ataupun melihatnya. Merokok merupakan kebiasaan yang sangat tidak dianjurkan oleh semua kalangan karena selain mengganggu kesehatan individu perokok paparan asap rokok juga berbahaya bagi orang-orang di sekitar perokok. Rokok sangat berbahaya bagi kesehatan karena menimbulkan berbagai penyakit. Bahaya penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok tentu sudah diketahui oleh sebagian besar orang mulai dari gangguan pernapasan, resiko penyakit jantung, impotensi dan gangguan pada kehamilan dan janin. Hal tersebut sudah tertera pada tagline peringatan yang berbunyi, “Rokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” yang terdapat di setiap bungkus produk rokok, iklan-iklan dibaliho pinggir jalan maupun iklan di televisi. Akan tetapi, tagline peringatan tersebut ditulis dengan porsi jauh lebih kecil dibandingkan gambar iklan yang dimuat pada bungkus rokok, baliho iklan, ataupun iklan di televisi. Sehingga orang hanya akan memperhatikan gambar iklan yang mencitrakan produk dibandingkan tagline peringatan yang terlampau panjang tersebut. Namun, saat ini telah muncul tagline peringatan baru yaitu: “Merokok Membunuhmu” disertai dengan angka 18+ yang dilingkari
untuk
mengingatkan bahwa merokok merupakan aktivitas yang membahayakan dan hanya boleh dijual kepada mereka yang telah berusia 18 tahun ke atas. Perubahan ini menyusul berlakunya peraturan pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa rokok tembakau bagi kesehatan. Tetapi, jika disimak pada peraturan pemerintah nomor 109 tahun
2012,rumusan kalimat “Merokok Membunuhmu” sama sekali tidak ditemukan di sana. Hal ini berarti formulasi kalimat tersebut tidak berasal dari kebijakan pemerintah. Dalam peraturan ini, hanya ditentukan lamanya durasi pesan peringatan tersebut harus minimal sepuluh persen dari durasi total sebuah iklan produk rokok yang disiarkan ditelevisi. Sedangkan untuk iklan yang terdapat pada baliho dan bungkus rokok besar tulisan peringatan tersebut adalah lima belas persen dari total besar baliho ataupun bungkus rokok tersebut dan biasanya di tempatkan pada bagian paling bawah. Maka, jika durasi iklan tersebut tiga puluh detik berarti durasi munculnya tagline peringatan tersebut adalah tiga detik. Tagline peringatan tersebut biasanya diletakkan dibagian akhir iklan dengan durasi sangat singkat. Jika tagline peringatan di iklan rokok masih berisi informasi penyakit yang dapat disebabkan oleh rokok maka pemirsa bisa dipastikan tidak akan bisa menyelesaikan bacaan tersebut dalam waktu sesingkat itu. Walaupun begitu bila ditelaah lebih jauh, rumusan kalimat “Merokok Membunuhmu” juga belum tentu dapat menjadi rumusan yang paling tepat agar tagline peringatan tersebut dapat dibaca dalam durasi kurang dari lima detik karena disamping durasi yang terlampau singkat ukuran huruf atau tulisan dari tagline peringatan tersebut sangat kecil sehingga akan luput dari perhatian karena ditelan oleh pesan-pesan subliminal dari iklan rokok tersebut. Tagline peringatan yang awalnya berbentuk informatif berubah menjadi kalimat bersifat represif yang lebih to the point, tidak bertele-tele dan tidak terlalu panjang untuk memberikan pemaknaan pesan yang lebih jelas terhadap bahaya dari morokok. Makna dari tagline peringatan tersebut memberikan kesan bahwa rokok adalah pembunuh yang paling dekat dengan orang yang merokok. Pemerintah sebenarnya telah melakukan tindakan serius untuk mengurangi angka perokok yang ada di Indonesia dengan membuat berbagai peraturan tentang pemasaran rokok yang tercantum dalam beberapa peraturan pemerintah. Namun, sesuatu yang cukup ironis terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Ketika di negara-negara maju seperti di Eropa dan Amerika Serikat angka perokok telah jauh berkurang karena peraturan pemerintah yang ketat terhadap rokok dan mahalnya bea cukai yang di tetapkan bagi industri rokok membuat harga rokok di negara-negara maju menjadi sangat mahal. Tetapi justru di negara-
negara berkembang seperti di Indonesia angka perokok sangat membludak karena masyarakat dari berbagai kalangan, tua dan muda, pelajar, mahasiswa, karyawan, pegawai negeri sipil, tentara, polisi, artis, penyanyi, politisi dan pejabat memiliki kebiasaan merokok. Bahkan anak-anak dibawah umur pun telah ada yang merokok karena mudahnya akses untuk mendapatkan produk rokok dimana saja dan dengan harga yang murah. Hal ini tentu memberi efek resiprokal (timbalbalik) terhadap perkembangan industri rokok di Indonesia yang terus berkembang semakin pesat. Tercatat pada tahun 2003 bahwa bea cukai rokok merupakan penyumbang terbesar (95%) dari seluruh bea cukai pemerintah, dan penghasilan dari bea cukai rokok mencapai Rp 28 triliun pertahunnya (www.business-law.binus.ac.id). Secara total, bea cukai rokok menyumbang sembilan persen pendapat nasional pemerintah saat ini. Bahkan Industri rokok kretek (mesin dan linting) juga berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat karena dapat membuka lapangan kerja yang menyerap dua ratus ribu jiwa tenaga kerja langsung dan tidak kurang dari lima juta jiwa tenaga kerja tidak langsung. Bahkan, data terbaru yang tercatat dalam APBN 2014, terdapat kenaikan penerimaan bea cukai, dari Rp 104,7 triliun pada 2013 menjadi Rp 116,3 triliun. Ada kenaikan penerimaan sebesar Rp 11,6 triliun. "Kenaikan target tersebut cukup tinggi," dan bea cukai hasil tembakau berkontribusi
sebesar
95
persen
terhadap
penerimaan
bea
cukai
(www.tempo.com). Oleh karena itu, bagi pemerintah pilihan untuk melarang secara tegas rokok di Indonesia akan menjadi sebuah dilema. Karena, pada satu sisi rokok adalah musuh utama yang paling mengancam kesehatan masyarakat luas tetapi di sisi lain industri rokok adalah salah satu pondasi yang menyangga perekonomian Indonesia. Dengan begitu pemerintah hanya dapat membuat peraturan-peraturan sederhana yang hanya sedikit membatasi gerak dari geliat para produsen rokok untuk memasarkan produknya kepada masyarakat dan yang menjadi sasaran utama dari para produsen rokok adalah para kaum muda terutama pelajar dan mahasiswa yang sangat mudah dipengaruhi. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk memfokuskan penelitian pada pengaruh perubahan tagline peringatan di iklan
rokok
dari
“Merokok
dapat
menyebabkan
Kanker,
Serangan
Jantung,Impotensi, dan Gangguan Kehamilan dan Janin” menjadi “Merokok Membunuhmu” terhadap minat merokok mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Peneliti memilih lokasi penelitian di FISIP USU karena dilokasi kampus FISIP USU tidak terdapat larangan merokok oleh pihak kampus sehingga, banyak ditemukan mahasiswa yang merokok di sekitar lingkungan kampus FISIP USU. Penelitian ini juga merupakan salah satu kepedulian dan keprihatinan saya sebagai mahasiswa di FISIP USU karena melihat banyaknya mahasiswa FISIP USU yang merokok di areal sekitar kampus tanpa adanya larangan dari pihak kampus terhadap perilaku merokok di tempat umum terutama di sekitar lingkungan kampus. Kebiasan para mahasiswa yang merokok di sekitar areal kampus tentu dapat mengganggu mahasiswa lain yang tidak merokok. Karena kampus seharusnya merupakan tempat berlangsungnya berbagai kegiatan akademik, bukan sebagai tempat tongkrongan untuk merokok sembarangan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut, “Sejauh mana korelasi perubahan tagline iklan rokok dari “Rokok Dapat Menyebabkan, Kanker, Serangan Jantung dan Gangguan Kehamilan dan Janin” menjadi “Merokok Membunuhmu” dan perilaku merokok mahasiswa di FISIP USU.” 1.3 Pembatasan Masalah Untuk membatasi ruang lingkup pembahasan penelitian agar tidak terlalu luas maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut: 1. Penelitian berfokus pada pengaruh perubahan tagline peringatan di iklan rokok di televisi. 2. Penelitian hanya berupaya mencari korelasi perubahan tagline peringatan di iklan di televisi rokok dengan perilaku merokok mahasiswa di FISIP USU. 3. Objek yang diteliti adalah mahasiswa FISIP angkatan 2011-2012 yang masih aktif dalam perkuliahan. Pemilihan populasi tersebut berdasarkan pertimbangan peneliti dimana angkatan 2011-2012 masih lengkap dan
belum ada yang wisuda dan juga dengan pertimbangan untuk mempersempit ruang lingkup penelitian agar tidak memakan waktu yang terlalu lama. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara perubahan tagline di iklan rokok terhadap perilaku merokok mahasiswa di FISIP USU. 2. Untuk mengetahui bagaimana perilaku merokok mahasiswa setelah tagline peringatan di iklan rokok berubah. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi positif terhadap pengetahuan dalam bidang komunikasi sebagai bahan referensi, bahan penelitian, dan sumber bacaan bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. 2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti tentang perubahan tagline peringatan iklan rokok terhadap perilaku merokok dan memperdalam pengetahuan peneliti mengenai teori-teori komunikasi khususnya mengenai iklan. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada mahasiswa yang ingin meneliti lebih mendalam tentang pengaruh perubahan tagline iklan rokok terhadap perilaku merokok dan juga bagi lembaga-lembaga yang kompeten yang memiliki tugas dan wewenang dalam membuat peraturan tentang pelarangan merokok.