BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Sektor keuangan, terutama industri perbankan, berperan sangat penting
bagi aktivitas perekonomian. Industri perbankan sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi, terutama dalam kaitannya dengan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan uang. (Permono & Darmawan, dalam Suswandi; 2007).
Peran bank adalah sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien kearah peningkatan taraf hidup rakyat. Berdasarkan prinsip yang dianutnya, bank di Indonesia terbagi menjadi dua jenis, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank konvensional adalah bank yang menggunakan bunga dalam kegiatan operasionalnya, sedangkan bank syariah adalah bank yang menggunakan bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya. Bank konvensional lebih dahulu berdiri dibandingkan bank syariah, sehingga pasar perbankan di Indonesia sebagian besar telah dikuasai oleh bank konvensional. Namun seiring dengan perkembangan dunia perbankan dan adanya kebutuhan masyarakat muslim untuk mendapatkan layanan jasa keuangan yang berdasarkan Syariat Islam, akhirnya pemerintah membuat Undang-undang No. 7 Tahun 1992, yaitu tentang bank yang berprinsip bagi hasil. Undang-undang tersebut merupakan landasan beroperasinya bank syariah, sehingga sejak saat itu sampai pada tahun 1998 terdapat 1 Bank Umum Syariah (Bank Muamalat Indonesia) dan 78 Bank Perkreditan Rakyat yang telah beroperasi. Kini perkembangan bank syariah mulai tumbuh sedikit demi sedikit dari tahun ke tahunnya. Hal ini ditunjukkan dengan perkembangan jumlah Bank Umum Syariah dari tahun 2008 sampai 2011 mengalami peningkatan. Jumlah Bank Umum Syariah yang semula hanya 5 bank pada tahun 2008, meningkat menjadi 11 bank pada tahun 2011, sedangkan Bank Umum Konvensional yang awalnya 119 bank, berubah menjadi 109 bank pada periode tersebut. Akan tetapi perkembangan jumlah kantor baik BUS maupun BUK mengalami peningkatan 1
dari tiap tahunnya seperti pada tabel 1.1. Hal ini terjadi karena ada sejumlah bank yang tidak mampu lagi beroperasi sehingga memutuskan untuk gulung tikar atau
merger dengan bank lain.
Tabel 1.1
Perkembangan Jumlah Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank
Umum Syariah (BUS) di Indonesia Tahun 2008-2010
2008
2009
2010
2011
Jenis Bank
jumlah jumlah
jumlah
jumlah
jumlah
jumlah
jumlah
jumlah
bank
kantor
bank
kantor
bank
kantor
bank
kantor
BUK
119
10.287
115
12.126
111
12.622
109
13.407
BUS
5
581
6
711
11
1.215
11
1.390
TOTAL
124
10.868
121
12.837
122
13.837
120
14.797
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Statistik Perbankan Syariah 2011 (diolah)
Disamping perkembangan jumlah BUS yang berdiri, perkembangan asetnya
juga
mengalami
peningkatan yang pesat
walaupun
persentase
peningkatannya terlihat berfluktuatif seperti yang terlihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Perkembangan Aset Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia Tahun 2008-2010 Jenis Bank BUK BUS TOTAL
2008 Aset (Miliar) 2310557 34036 2344593
2009 Aset Growth (Miliar) (%) 2534106 10% 48014 41% 2582120 51%
2010 Aset Growth (Miliar) (%) 3008853 19% 79186 65% 3088039 84%
2011 Aset Growth (Miliar) (%) 3652832 21% 115296 46% 3768128 67%
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Statistik Perbankan Syariah 2011 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa perkembangan aset baik BUS maupun BUK mengalami peningkatan, akan tetapi persentase pertumbuhan aset BUS selalu berada diatas BUK. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kinerja
2
yang baik dari BUS, sehingga BUS lebih efisien jika dibandingkan BUK. Akan tetapi, indikator pertumbuhan aset tersebut belum sepenuhnya membuktikan
bahwa BUS lebih efisien dari pada BUK.
Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja perbankan
syariah dan perbankan konvensional dari segi efisiensinya . Analisis mengenai efisiensi menjadi sangat penting karena penghimpunan dan penyaluran pembiayaan yang ekspansif tanpa memperhatikan faktor efisiensi akan
berpengaruh terhadap profitabilitas bank yang bersangkutan (Muharam dan Purvitasari, 2007 dalam Rifki Ali Akbar (2010).
Suatu bank dapat dikatakan efisien ketika bank mampu menggunakan jumlah input yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah input yang digunakan oleh bank lain untuk menghasilkan output yang sama, atau menggunakan input yang sama dengan menghasilkan jumlah output yang lebih besar (Permono & Darmawan, dalam Suswandi; 2007). Para pelaku industri perbankan berharap dapat mencapai suatu kondisi yang ideal, yaitu suatu kondisi dimana efisiensi sama dengan 100%. Yang berarti jumlah output yang dihasilkan, sama dengan jumlah input yang digunakan. Namun pada kenyataannya kondisi ideal tersebut sangat sulit untuk dicapai, karena berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu contohnya adalah kegagalan usaha yang dijalankan nasabah, sehingga tidak mampu memenuhi kewajibannya terhadap bank, yang mengakibatkan menurunnya jumlah pendapatan dan keterlambatan jadwal penerimaan dana. Atau penarikan dana besar-besaran yang dilakukan nasabah yang menyebabkan bank kesulitan dalam memenuhi likuiditasnya. Hal-hal tersebut sangat merugikan bagi bank. Dikarenakan kondisi efisiensi 100% sangat sulit untuk dicapai, maka dilakukan pengukuran efisiensi yang bersifat relatif, yang berarti nilai efisiensi suatu objek tidak dibandingkan dengan kondisi ideal (100%), tetapi dibandingkan dengan nilai efisiensi objek lain. Salah satu metode pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi relatif tersebut adalah Data Envelopment Analisis (DEA). DEA merupakan sebuah metode optimasi program matematika yang mengukur efisiensi teknik suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) dan membandingkan
3
secara relatif terhadap UKE yang lain (Charnes et, al. 1978; Banker et, al. 1984).
Metode DEA sering digunakan oleh berbagai kalangan, baik kalangan institusi
pendidikan maupun kalangan non institusi pendidikan.
Salah satu penelitian terhadap efisiensi relatif yang menggunakan metode
DEA bertajuk Banking Efficiency Award 2011 (BEA 2011) yang diselenggarakan oleh Bisnis Indonesia Intelligence Unit (BIIU) di Ballroom Hotel Nikko, Jakarta pada hari Rabu, 22 Juni 2011 (www.lihatberita.com) ditemukan bahwa sebanyak
13 bank di Indonesia dinilai layak menjadi bank paling efisien dibandingkan bank-bank lain di kategorinya masing-masing. Dari hasil penelitian tersebut, Bank
Umum Syariah yang dinilai efisien pada kategori Bank Syariah adalah PT. Bank Jabar Banten Syariah, sedangkan Bank Umum Konvensional yang dinilai efisien pada kategori Bank BUMN dan BUSN adalah PT. Bank Mandiri, PT. Bank Rakyat Indonesia, PT. Bank Bukopin, PT Bank PAN Indonesia, PT. Bank CIMB Niaga, PT. Bank Central Asia dan PT. OCBC Indonesia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa BUS masih kalah efisien di banding BUK dan masih banyak BUS maupun BUK lainnya yang tidak termasuk kedalam kategori bank yang paling efisien. Oleh karena itu penelitian terhadap efisiensi Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional perlu dilakukan kembali pada tahun-tahun sebelumnya, untuk mengetahui kondisi efisiensinya dan mengidentifikasi penyebab ketidak-efisienannya. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin mengajukan proposal Tugas Akhir dengan judul “Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah (BUS) Dengan Bank Umum Konvensional (BUK) di Indonesia Menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) pada periode 2010-2011.“
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat diidentifikasikan
hal- hal sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi efisiensi BUS dan BUK pada periode 2010-2011.
4
2. Variabel apa yang menyebabkan ketidak-efisienan pada masing-masing
BUS dan BUK pada periode 2010-2011
3. Manakah yang lebih efisien, BUS atau BUK?
1.3
Batasan Masalah Penggunaan metode Data Envelopment Analysis (DEA) sangatlah luas. Oleh
karena itu dalam tugas akhir ini dibatasi oleh batasan sbb:
1. Pengukuran kinerja dilihat dari fungsi bank sebagai entitas bisnis yang harus
menghasilkan profit.
2. Bank-bank yang diukur kinerjanya adalah bank-bank yang masuk dalam
kategori bank persero, bank umum swasta nasional devisa dan bank asing. Tidak termasuk Unit usaha syariah maupun Bank Pembangunan Daerah. 3. Periode pengamatan adalah pada tahun 2010 sampai 2011 4. Metode yang dipakai untuk mengukur kinerja bank-bank tersebut adalah Data Envelopment Analysis (DEA) dengan model BCC Output Oriented (BCC-O) yaitu pemodelan DEA yang yang memakai asumsi variable return-to-scale dengan objektif memaksimumkan output dengan input yang ada.
1.2.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui nilai efisiensi BUS dan BUS pada periode 2010-2011. 2. Mengetahui variabel-variabel yang menyebabkan ketidak-efisienan pada masing-masing BUS dan BUK pada periode 2010-2011 3. Mengetahui kelompok bank umum mana yang lebih efisien antara BUS dan BUK 1.5
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Dapat menambah wawasan yang bermanfaat bagi penulis sehingga dapat diterapkan di dunia kerja pada akhirnya.
5
2. Bagi Pihak Perbankan
Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para pemimpin bank yang bersangkutan untuk meningkatkan kinerja banknya.
3. Bagi Investor Dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk
mengambil keputusan investasi.
4. Bagi Peneliti Lain
Dapat dijadikan referensi bagi akademisi untuk keperluan studi dan penelitian selanjutnya.
6