BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah Tuhan yang dititipkan kepada kedua orangtuanya. Mereka diberikan amanah dan tanggung jawab untuk merawat, mendidik, melindungi, hingga dewasa nanti oleh Tuhan YME. Orangtua diharuskan untuk menjaga keberadaan anak sebaik dan sepositif mungkin yang orangtua inginkan. Berbagai macam harapan dan tujuan baik selalu dilakukan oleh orangtua terhadap sang anak. Tidak saja dalam lingkup keluarga, tetapi juga dalam lingkup berkebangsaan. Anak akan menjadi penerus bangsa dan Negara di masa yang akan datang, sehingga jangan sampai masa-masa terindahnya dikotori oleh hal-hal yang sangat tidak diharapkan. Sangat memprihatinkan bahwasannya dewasa ini semakin banyak sekali hal-hal buruk yang dapat menimpa proses berkembangnya sang anak. Diketahui banyak sekali fenomena kejahatan serta kekerasan seksual yang menimpa anak, baik usia dini maupun remaja. Hal tersebut mampu berpengaruh negatif terhadap aspek psikologis, mental, karakter, dan kesehatan anak. Melihat data statistik, ada sekitar 1.533 kasus pelecehan dan kejahatan terhadap anak, bahkan pada tahun 2014 menjadi era yang sangat mengejutkan yaitu 3.893 kasus. Mengetahui data dari KPAI (Komnas Perlindungan Anak Indonesia) bahwasannya kekerasan dan kejahatan terhadap anak di tahun 2015 yaitu 91% berasal dari lingkungan dekat (keluarga), 87,6 % lingkungan sekolah, serta 17,9 % lingkugan masyarakat. Dengan adanya penelitian serta data survey diatas saat ini indonesia sedang mengalami suatu bencana. Indonesia merupakan negara yang memiliki peringkat ke-4 di dunia dengan kapasitas penduduk terpadat. Pada tahun 2015 penduduk di Indonesia mencapai 254,9 juta jiwa, yang mana dengan data tersebut di proyeksikan pada jangka kedepan tidak menutup kemungkinan angka penduduk bisa mencapai 300 juta jiwa. Hal tersebut menjadi sorotan mendalam, bahwasannya ancaman kekerasan dan kejahatan seksual akan semakin menjadi lebih mengancam dan
1
besar dimasa mendatang. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait mengatakan bahwa sudah sepantasnya Negara Indonesia ditetapkan sebagai Negara darurat kejahatan seksual terhadap anak. Hal ini menjadi tantangan bagi masyarakat dan keluarga yang sudah seharusnya bertindak dan dilakukannya edukasi sebagai upaya pencegahan kejahatan seksual. KPAI mencatat yaitu 62% dari seluruh kekerasan maupun kejahatan terhadap anak adalah kekerasan seksual (sexual abuse). Beliaupun menambahkan bahwa ada 4 penyebab utama terjadinya kekerasan seksual yaitu
adanya peluang
kurangnya pengawasan, adanya pelaku, adanya pencetus, dan adanya anak yang berpotensi menjadi korban. Tercatat ada 15 jenis kejahatan seksual terhadap anak, diantaranya dipilih 4 yang menjadi permasalahan umum yang paling sering ditemui yaitu pemerkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, dan intimidasi seksual. Pelaku memiliki berbagai macam cara agar mampu melancarkan aksi kejahatannya terhadap anak. Aspek yang mampu mendukung adanya kekerasan seksual didukung oleh adanya konten media yang bersifat negatif (pornografi). Hal tersebut mampu mempengaruhi lingkungan dan menjadi suatu ancaman dengan keadaan zaman saat ini yang memiliki teknologi dan informasi yang canggih dan serba instan. Asosiasi Psikologi Amerika mengatakan bahwa kejahatan seksual adalah aktivitas seksual yang tidak diinginkan, para pelaku menggunakan kekuatan, membuat ancaman atau mengambil keuntungan dari korban yang tidak memberikan persetujuan terhadap hal yang dialami. Secara umum, anak yang mengalami kejahatan seksual lebih memilih untuk diam dan tidak memberitahukan kepada orangtua maupun pihak terdekat (saudara atau teman) tentang apa yang dia alaminya karena berbagai macam hal. Dalam lingkup keluarga, orangtua dinilai tidak memahami dan merasakan bahwa mereka sedang berada dalam bencana. Karena bencana yang paling besar adalah bahwa kita tidak sadar ada bencana. Bencana yang saat ini terjadi ialah bencana kerusakan otak. Hal tersebut terjadi dan menyerang anak-anak di era teknologi dan informasi yang sangat instan ini. Dengan adanya bencana kerusakan otak yang menyerang pre frontal cortex yaitu pusat pengambil keputusan seorang
2
manusia yang juga membedakan sifat manusia dan kebinatangan didalamnya, tidak heran apabila saat ini Indonesia memiliki berbagai macam laporan terkait perilaku menyimpang yang mengarah kepada kejahatan seksual. Hal tersebut disampaikan oleh Bunda Elly Risman. Psi, psikolog anak dan keluarga yang terus berjuang mengedukasi orangtua dan calon orangtua terkait permasalahan diatas. Orangtua diharuskan memahami perkembangan anak secara mendetail, hal-hal apa saja yang seharusnya dijadikan bekal anak saat menunjang usia pubertas dan kelak dewasa nanti. Orangtua saat ini memiliki jarak yang mana terjadinya hilang komunikasi dan kesiapan menjadi orangtua. Peran orangtua sangat diharuskan agar mampi menjadi pendamping dan pendidik anak secara cerdas serta open mind. Baik mencegah terjadinya kejahatan seksual terhadap anak maupun sebaliknya yaitu menjadi anak menjadi pemicu kejahatan seksual itu sendiri. Menurut penjelasan yang diberikan oleh Psikolog Irna Minauli, trauma akibat kekerasan maupun kejahatan seksual pada anak ini akan sulit dihilangkan. Hal tersebut akan tertanam dimemori sang korban dilihat dari seberapa parahkah perlakuan yang pernah ia alamai. Tapi hal ini bukanlah membandingkan parah tidaknya perlakuan pelaku yang dilancarkan kepada korban, tetapi bagaimana proteksi dan bekal harus diberikan kepada anak. Peran orangtua dan pihak terdekat harus selalu menjaga sang buah hati. Dengan memberikan bekal ilmu edukasi pendidikan seksualitas, proteksi diri, iman dan ibadah, maka anak mampu membentengi diri dengan ilmu yang diberikan dari orangtua dan pihak-pihak terdekat. Edukasi pendidikan seksualitas diharapkan mampu diberikan kepada anak sejak usia dini. Akan tetapi banyak sekali orangtua yang masih sangat kebingungan untuk menyampaikan edukasi tersebut karena masih dianggap tabu dan tidak penting. Sebelum mengetahui bagaimana pendidikan seksualitas, orangtua maupun calon orangtua harus memahami bagaimana pola asuh didalam keluarga terlabih dahulu. Anak akan melihat dan mereka akan mencontoh hal-hal apapun yang mereka lihat. Sangat diusahakan hal-hal yang dia lihat yaitu hal yang positif dan patut dicontoh dan diterapkan pada kehidupannya. Kesadaran orangtua akan adanya ancaman masih dirasa angin lalu dan pendidikan seksualitas masih sangat dianggap tabu. Baik orangtua maupun calon orangtua harus memiliki bekal
3
pola asuh didalam keluarga terhadap anak. Secara umum mereka tidak dibekali tersebut, dan mereka lebih memilih dengan kalimat “nanti juga pas sudah punya anak bisa ko”. Hal ini yang sering luput bahwasannya apabila pemikiran tentang pengasuhan tetap seperti diatas, maka tidak diragukan lagi akan banyaknya salah komunikasi dan tindakan saat menjalani kehidupan berkeluarga. Dengan memahami pola asuh yang baik hal tersebut menjadi akses utama dalam kaitannya orangtua berkomunikasi dengan anak dalam edukasi pendidikan seksualitas sebagai upaya mencegah dan menjauhkan anak dari kejahatan seksual. Dengan adanya penyampaian dan pendekatan yang tepat, desain komunikasi visual hadir sebagai jembatan antara orangtua dan anak dalam melakukan aktivitas edukasi pendidikan seksualitas. Dengan mengemas konten yang mudah dicerna oleh pihak orangtua dan calon orangtua guna memahami, mengerti, dan sadar akan adanya ancaman terkait seksualitas dan bahayanya konten negatif dari media kepada anaknya, serta bagaimana metode penyampaian edukasi pendidikan seksualitas terhadap anak itu sendiri. Saat orangtua menyadari adanya ancaman dan tindakan apa yang seharusnya dilakukan untuk mampu menjaga sang buah hati mereka dari berbagai macam hal-hal negatif didepannya. Anak akan mengerti apa yang orangtua mereka sampaikan terkait edukasi pendidikan seksualitas seksual yang mampu berperan sebagai proteksi diri dan pengembangan karakter sang anak. Hal tersebut mampu menjaga dan menjadikan anak memiliki peluang masa depan yang cerah dan terarah positif.
1.2 Permasalahan 1.2.1 Identifikasi Masalah Dari penjabaran latar belakang diatas, dapat di identifikasikan sebuah masalah yang akan di fokuskan untuk diselesaikan yaitu sebagai berikut : 1) Kejahatan seksual terjadi berasal dari pihak terdekat (keluarga & saudara) atau lingkungan dekat sang korban (teman) yang mampu dengan mudah menjalankan aksi kekerasan dan kejahatan seksual tersebut. 4
2) Orangtua merasa kebingungan dan sulit untuk menyampaikan edukasi pendidikan seksualitas terhadap anak karena hal tersebut di anggap tabu dan mereka tidak merasakan adanya ancaman kejahatan seksual terhadap sang buah hati. 3) Orangtua tidak terlalu memahami bagaimana pengasuh terhadap anak yang baik dan benar, guna menjaga sang buah hati dari halhal negatif yang tidak diinginkan dan cara berkomunikasi antara orangtua dan anak yang sesuai. 4) Ketidaktahuan anak bagaimana dan seperti apa bentuk kekerasan seksual dan apa yang harus dilakukan sebagai wujud pencegahan terhadap dirinya yang mampu berakibat fatal, baik segi kesehatan yang menyangkut anatomi seksualitasnya maupun mental diri. 5) Maraknya pornografi yang mampu menjadi pemicu maupun pendukung aksi kekerasan seksual dan menjadikan sebuah konten berbahaya yang bersifat ancaman bagi yang melihatnya. 6) Kejahatan seksual diakibatkan oleh adanya bencana kerusakan otak. 1.2.2 Rumusan Masalah Dari identifikasi masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan berupa beberapa pertanyaan yang mengarah terhadap masalah yang dituju yaitu sebagai berikut : 1) Bagaimana cara penyampaian edukasi pendidikan seksualitas yang tepat terhadap anak dari pihak orangtua agar anak mampu teredukasi secara baik dan mereka memahaminya? 2) Bagaimana cara merancang media yang tepat guna untuk orangtua agar mampu dengan mudah memahami dan mengerti terkait pentingnya pendidikan seksualitas terhadap anak ?
5
1.3 Ruang Lingkup Dalam pengerjaan tugas akhir berikut, ruang lingkup dari penelitan dan perancangan buku edukasi ini adalah :
1. Apa Perancangan buku panduan pemahaman pendidikan seksualitas serta penerapan 7 pilar pengasuhan anak yang ditujukan untuk orangtua dan calon orangtua yang akan diterapkan kepada anak-anaknya.
2. Bagian Mana Perancangan buku edukasi pendidikan seksualitas yang mengarah kepada buku yang edukatif terhadap target audience serta memiliki media pendukung yaitu social media activation yang berkaitan tentang edukasi pendidikan seksualitas , poster, sticker, dan gimmick – gimmick lainnya.
3. Siapa Segmentasi dari perancangan buku edukasi ini tertuju kepada pihak calon orangtua
dan orangtua. Konsentrasi lebih mengarah kepada
orangtua (primary prospect) karena mereka yang akan menjadi pembimbing, perantara, dan pendidik dalam penyampaian edukasi tersebut kepada anak. Yaitu orangtua dengan umur 29 – 34 Tahun yang memiliki anak di usia yang ditargetkan yaitu anak di usia dini hingga pra-remaja (umur sebelum pubertas) dengan usia
(2 – 13
Tahun). Target berfokus pada masyarakat perkotaan dan kalangan menengah sampai keatas.
4. Dimana Perancangan ini akan dilaksanakan di Bandung dan dengan dukungan dari berbagai yayasan parenting seperti Yayasan Kita Dan Buah Hati maupun dan gerakan – gerakan parenting seperti SEMAI 2045 yang
6
sudah penulis tuju sebagai supporting project edukasi pendidikan seksual berikut. Secara geografis dipilih wiliayah bandung pusat sebagai wujud promosi dan edukasi terhadap buku edukasi seksual yang sudah dikerjakan sebagai jembatan antara pihak calon orangtua dan orangtua kepada anak.
5. Kapan Pengumpulan data yaitu dimulai sejak Januari - April 2016 sedangkan untuk proses perancangan dimulai sejak Mei - Juni 2016. Dalam hal ini, sesaat proyek pembuatan edukasi buku seksual sudah selesai pada tahapan siap publikasi akan dilakukan pengenalan dan pendekatan kepada pihak orangtua dan masyarakat pada bulan September – November 2016. Kegiatan pengenalan ini dibantu oleh pihak-pihak yayasan dan forum parenting maupun forum peduli anak agar mampu lebih sporadis dalam penyampaian keberadaan buku edukasi yang mampu membantu pihak calon orangtua dan orangtua dalam mengedukasi anak mereka. edukasi seksual dalam pencegahan seksual dimasa modern ini.
1.4 Tujuan Perancangan -
Orangtua mampu menyampaikan konten-konten edukasi pendidikan seksualitas terhadap anak sebagai upaya pencegahan kejahatan seksual serta anak memahami terkait pendidikan seksualitas tersebut.
-
Media tersebut dapat membantu orangtua dalam proses edukasi pendidikan seksualitas terhadap anak.
1.5 Metode Pengumpulan data 1. Sumber Data Primer -
Observasi atau pengamatan langsung dan pencatatan sistematis terhadap objek tujuan yang diteliti. Melihat dari segi situasi yang dibuat oleh penulis maupun situasi lapangan yang sebenarnya 7
-
Wawancara yaitu proses pencarian informasi tatap muka maupun wawancara jarak jauh yang mengharuskan melalui suatu perantara baik koneksi internet maupun hal lainnya. Wawancara dilakukan kepada narasumber tujuan yang ahli dibidangnya yaitu Yayasan Kita dan Buah Hati, SEMAI 2045, calon orangtua dan orangtua, maupun instansi lembaga perlindungan anak dan keluarga berencana.
Wawancara terstruktur yaitu wawancara dengan berbagai macam pertanyaan yang sudah disiapkan oleh pewawancara kepada pihak responden, sehingga responden hanya akan memilih jawaban yang sudah ada.
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara dengan pertanyaan kepada responden, dimana jawaban tersebut tidak perlu dipersiapkan dan responden tujuan akan mampu menjawabnya sebebas mungkin dengan pendapat pribadinya.
2. Sumber Data Sekunder Sumber data maupun informasi lainnya yang mampu didapatkan dengan melihat studi pustaka dan berbagai referensi yang terkait seperti artikel, jurnal, internet, buku. Hal tersebut bertujuan mencari informasi yang berkaitan terhadap permasalahan yang penulis angkat.
8
1.6 Kerangka Perancangan
Gambar 1.1 Kerangka Perancangan (Sumber: Shani Nur Muhammad,2016)
9
1.7 Pembabakan 1. Bab I Pendahuluan Berisi tentang latar belakang masalah yang menjelaskan dan menjabarkan gambaran secara umum terkait masalah yang diangkat melihat dari fenomena dan permasalahan yang terjadi, dan juga menjelaskan fokus permasalahan dengan rumusan masalah dan batasan masalah serta tujuan perancangan pada akhir proyek berikut. Pada bab ini dijelaskan pula metode pengumpulan data yang akan dilakukan dan bagaimana kerangka perancangan yang digunakan sebagai acuan untuk proses penelitian, serta gambar singkat setiap bab-bab yang ada selanjutnya.
2. Bab II Dasar Pemikiran Memaparkan dan menjelaskan teori yang relevan yang dapat digunakan sebagai acuan dan panduan dalam perancangan yang mengacu dari fenomena dan permasalahan yang diambil.
3. Bab III Data dan Analisis Masalah Menguraikan data-data yang telah didapatkan dari hasil observasi, wawancara, dan kuesioner yang dilakukan. Menjelaskan hasil analisis dari data yang sudah didapatkan dan dengan menggunakan teori yang sudah di paparkan secara jelas pada Bab II terhadap strategi perancangan.
4. Bab IV Konsep dan Hasil Perancangan Menjelaskan konsep perancangan yang terdiri dari konsep komunikasi, konsep kreatif, konsep media, konsep konten, dan konsep visual. Serta menampilkan hasil perancangan mulai dari sketsa hingga penerapan visual yang sudah teraplikasi pada media tujuan.
5. Bab V Penutup Menjelaskan saran dan masukan pada waktu sidang.
10