BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah Salah satu pokok studi hubungan internasional yang menarik untuk dikaji adalah kebijakan keamanan negara. Kebijakan keamanan negara menjadi isu politik dan keamanan internasional yang semakin penting bersamaan dengan bergesernya pola hubungan internasional secara signifikan, dari dominasi negaranegara Barat ke arah bangkitnya negara-negara berkembang.1 Di kawasan Asia Timur, Korea Utara muncul sebagai negara yang memiliki kekuatan nuklir dan telah mampu meluncurkan roket Unha-3 ke luar angkasa, tanpa bisa dilacak oleh teknologi pertahanan yang tersedia. Cina tampil sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Selama tahun 2012, volume perdagangan Cina mencapai $260 miliar atau naik 12,8%, dengan kenaikan ekspor 7,9% dan impor 7,3%. Dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2011 dan tahun 2013, volume perdagangan Cina mencapai $4 trilyun.2 PDB (Produk Domestik Bruto) negara yang berpenduduk sekitar 1,4 milyar jiwa ini diproyeksikan mencapai 7,5% pada tahun 2014.3 Kemudian, Jepang mengemuka dengan kekuatan militer yang ditingkatkan. Dengan sekitar 225.000 personil, sepersepuluh dari Cina dan seperlima dari Korea Utara serta lebih besar dari Inggris, militer Jepang dilengkapi dengan peralatan tempur canggih dan mahal seperti kapal perusak dengan sistem pertahanan rudal balistik Aegis. Kekuatan militer Jepang juga dilengkapi dengan pengadaan terbaru
1
H.J. Morgenthau, Politik Antar Bangsa, edisi Bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh Cecep Sudrajat, Yayasan Obor, Jakarta, 1991, p. 38. 2 ‘China’s trade volume and surplus log new all-time records,’ DW (daring),
, diakses pada 16 Oktober 2014. 3 ‘Laporan Kebijakan Moneter - Moneter & Keuangan,’ Bank Indonesia (daring), , diakses pada 16 Oktober 2014.
1
pesawat jet tempur ‘siluman’ F-35 buatan Lockheed Martin, dengan biaya ¥10,2 miliar ($123 juta).4 Kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing negara Asia Timur, tidak jarang menimbulkan konflik diantara mereka. Misalnya konflik Cina dan Jepang terkait dengan persengketaan Kepulauan Diaoyu atau Senkaku di kawasan Laut Cina Timur. Masing-masing negara mengklaim menurut dasar yang berbeda. Jepang memegang prinsip “occupation of terra nullius” atau daratan tanpa pemilik, sementara Cina mengklaim berdasarkan sejarah, yang menyatakan bahwa kepulauan tersebut ditemukan, diberi nama, digunakan oleh dinasti Ming (1368-1644), dan dikelola sebagai bagian dari Taiwan oleh dinasti Qing (16441912).5 Pada bulan September 2012, perselisihan kedua negara memanas kembali setelah pemerintah Jepang membeli tiga pulau dari kepulauan Senkaku dari kepemilikan swasta. Setelah membeli pulau tersebut, Jepang melakukan aktivitas pengawasan udara melalui ADIZ (Air Defence Identification Zone) untuk menghalau pesawat asing yang akan masuk kekawasan sengketa. Sejak itu pula Cina meningkatkan militer dan operasi penegakan hukum di wilayah Laut Cina Timur dalam upaya meningkatkan klaim atas pulau-pulau tersebut. Namun, melalui doktrin pertahanan yang dikenal dengan “tindakan anti ancaman wilayah udara” dari Japan Self Defence Force (JSDF) dan dukungan ADIZ, Jepang mampu menghalau pesawat tempur Cina yang melintasi pulau sengketa Selanjuttnya, pasca terpilihnya Shinzo Abe sebagai Perdana Menteri Jepang pada bulan Desember 2012, yang mana merevisi Pasal 9 konstitusi 1947 adalah salah satu perioritas utamanya dalam memperluas peran militer Jepang dan memberikan dampak besar bagi keamanan nasional Jepang melalui peran SDF (self Defence Force), serta dengan merevisi pasal 9 peningkatan militer 4
K. Takenaka & L. Sieg, ‘Factbox: Japan’s military: well-armed but untested in battle,’ Reuters (daring), , diakses pada 20 November 2014. 5 ‘Dangerous Waters:China-Japan Relations on the Rocks,’ International Crisis Group (daring), , diakses pada 24 November 2014.
2
Jepang akan secara signifikan mempengaruhi perimbangan kekuatan di kawasan. Ia Juga mengusulkan anggaran pertahanan di tahun 2014 mencapai $49 miliar yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan pengawasan pulau-pulau, termasuk pulau yang diklaim oleh Cina.6 Upaya Pemerintah Abe dalam memperkuat militer melalui revisi pasal 9 justru dapat menimbulkan kekhawatiran negara kawasan Asia Timur, terutama Cina yang mana sejarah perang masih membayangi dan selalu memandang peningkatan kekuatan militer Jepang akan mengembalikan karakter agresif Jepang di masa lalu. Selanjutnya sikap tegas Jepang dalam persoalan sengketa Kepulauan Senkaku/Diaoyu dengan Cina, merupakan faktor lainnya yang dapat menyebabkan Cina sangat khawatir atas perkembangan Jepang. Sehingga pada akhirnya Jepang dapat dapat memicu perlombaan senjata di kawasan jika Jepang tidak terbuka dan tidak mampu meyakinkan negara-negara di kawasan mengenai tujuannya dalam mengembangkan kekuatan militer.7 . Tidak hanya keberhasilan ADIZ Jepang dalam menghalau pesawat Cina yang menjadi motivasi bagi Cina untuk mengambil langkah serupa dalam pengelolaan ruang udara terhadap Jepang.8 Tetapi faktor lain seperti kebangkitan militer Jepang di kawasan, juga mendorong Cina menetapkan kebijakan ADIZ yang diberlakukan pada 23 November 2013 secara luas ke Laut Cina Timur. Yang mana kebijakan ini justru meningkatkan ketegangan dengan Jepang. ADIZ Cina menuntut semua penerbangan komersial, militer atau lainnya harus memberitahu tujuan, asal negara, dan mempertahankan komunikasi radio dua arah.9 Jika ada penerbangan melintasi ADIZ Cina, harus melapor segera ke
6
R. Roza, Implikasi Amandemen Pasal 9 Konstitusi Jepang Terhadap Kawasan, Pusat Pengkajian, Pengelolaan Data dan Informasi (P3DI) Sekertariat Jenderal DPR RI, Serial no 20, Jakarta, 2013, pp. 6-7. 7 Roza, Implikasi Amandemen Pasal 9 Konstitusi Jepang Terhadap Kawasan, pp. 7-8. 8 K. Hsu, ‘Air Defence Identification Zone Intended to Provide Chine Greater Flexibility to Enforce East China Sea Claims,’ USCC.GOV (daring), , diakses pada 20 Juni 2014. 9 ‘Announcement of the Aircraft Identification Rules for the East China Sea Air Defense Identification Zone of the P.R.C.,’ Ministry of National Defence The People’s Republic of China
3
aparat Cina dan mematuhi aturan aeronoutika negara. Bila tidak, militer Cina akan mengambil langkah-langkah darurat untuk merespon pesawat yang tidak berniat untuk bekerja sama dalam hal identifikasi atau menolak dalam mengikuti instruksi. Cina menambahkan, ADIZ akan melakukan tindakan identifikasi, pemantauan, mengendalikan dan bereaksi terhadap ancaman yang berasal dari udara dan benda terbang tidak dikenal atau merespon ancaman apapun yang datang dari laut.10 Pemberlakuan ADIZ Cina mendapat respon negatif dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Australia, Korea Selatan dan Jepang yang menganggap penerapan ADIZ tersebut mengancam kedaulatan wilayah mereka. Ini serupa dengan penerapan AMIZ (Australia’s Maritime Identification Zone) yang mendapat respon negatif dari Indonesia, Malaysia, dan Selandia Baru, karena dianggap mengancam kedaulatan masing-masing negara.11 Jepang menuntut pencabutan ADIZ Cina, sementara Amerika Serikat mengabaikan dan memilih tidak mengakui peraturan yang ditetapkan Cina terkait dengan ADIZ. Australia memanggil Duta Besar Cina untuk menyatakan penolakan terhadap kebijakan Cina. Filipina mengkritik dengan mengatakan bahwa ancaman Cina bisa mengganggu keselamatan dan keamanan Laut Cina Selatan. Uni Eropa dan Jerman menyatakan hal serupa atas kekhawatiran munculnya konflik bersenjata. Tuntutan Jepang agar Cina segera mencabut ADIZ direspon oleh Cina. Juru Bicara Kementerian Pertahanan Yang Yujun menyatakan bahwa Jepang sendiri memiliki ADIZ sejak tahun 1969. Oleh karena itu, Cina meminta Jepang untuk mencabut terlebih dahulu ADIZ-nya, barulah kemudian Cina akan mempertimbangkan permintaan Jepang terkait permintaan pencabutan ADIZ
(daring), , diakses pada 16 Oktober 2014. 10 R. Gupta, ‘China and the Air Defence Identification Zone,’ (daring), , diakses pada 15 Januari 2015. 11 C. Rahman, ‘Concepts of Maritime Security,’ (daring), 2009, , diakses pada 30 Oktober 2014.
4
Cina.12 Dari pernyataan Yujun dapatlah dipahami bahwa kebijakan Cina dalam memberlakukan ADIZ merupakan respon terhadap Jepang yang telah terlebih dahulu memberlakukan ADIZ dikawasan Laut Cina Timur yang berbatasan dengan Cina, khususnya di Kepulauan Senkaku. Cina melihat ADIZ Jepang sebagai alat politik Jepang dalam memperkuat posisinya atas kepemilikan kepulauan Senkaku, yang mana penguatan klaim atas pulau termasuk kebijakan Abe dalam memperluas peran militer Jepang di kawasan. Dengan adanya penetapan ADIZ oleh kedua negara di Laut Cina Timur, terdapat tumpang tindih penerapan kebijakan ADIZ seperti tampak di gambar berikut. Gambar 1. Tumpang-tindih ADIZ Cina-Jepang13
12
M. FlorCruz, ‘China Responds Sarcastically to Japan’s Request to Revoke ‘ADIZ’ Air Defence Zone,’ International Business Times (daring), , diakses pada 15 Desember 2014. 13 ‘Viewpoint:China air zone tension,’ BBC (daring), , diakses pada 15 Januari 2015.
5
Sengketa kepemilikan kepulauan yang kemudian menyebabkan tumpang tindih ADIZ di kawasan Laut Cina Timur antara Cina dan Jepang adalah isu yang menarik untuk dianalisis lebih dalam. Tesis ini ditujukan untuk memperkuat argumen bahwa keberadaan ADIZ oleh kedua negara justru akan menimbulkan ketegangan baru antara Cina dan Jepang. ADIZ yang dimiliki Cina mungkin akan menciptakan ketidakstabilan keamanan kawasan di Asia Timur.
1.2 Pertanyaan penelitian 1. Mengapa Cina menerapkan kebijakan ADIZ? Kepentingan-kepentingan strategis apa saja yang ingin dicapai oleh Cina dengan kebijakan ADIZ? 2. Apa implikasi dari ADIZ Cina terhadap masa depan hubungan dengan Jepang dan stabilitas kawasan?
1.3 Reviu literatur Cina dan Jepang merupakan dua negara yang memiliki kekuatan besar di kawasan Asia Timur. Kedua negara menjalin kerja sama di bidang ekonomi, yaitu perdagangan dan investasi, serta di bidang-bidang lainnya seperti energi, teknologi, pariwisata, dan pendidikan. Namun, kedua negara juga memiliki konflik yang belum terselesaikan terkait dengan batas wilayah, terutama sengketa kepulauan di Laut Cina Timur, dan sejarah kedua negara. Permasalahan yang belum terselesaikan ini justru telah meningkatkan persaingan dalam bidang militer atau perlombaan senjata. Menurut Judith Kornberg dan John Faust, dalam buku mereka China in World Politics, persaingan dalam keunggulan militer antara Cina dan Jepang akan dimenangkan oleh Cina, karena populasi penduduk Cina yang besar, daratan yang luas, dan kepemilikan senjata nuklir. Kekuatan militer Jepang hanya
sebagai
“pasukan
bela
diri.”
Namun,
saat
ini
Jepang
telah
mengembangkan teknologi militer dan telah mengalokasikan anggaran belanja militer yang memungkinkan ia untuk menghidupkan kembali kekuatan
6
militernya, yang dapat menimbulkan trauma atas invasi Jepang semasa Perang Dunia II dan menimbulkan ancaman bagi negara tetangganya. 14 Cina menganggap Jepang sebagai musuh di kawasan Asia, begitu juga sebaliknya. Jepang terancam atas modernisasi militer Cina melalui pembelian persenjataan dan pengembangan teknologi militer. Dalam mengantisipasi kemajuan militer Cina, Jepang memilih untuk beraliansi dengan Barat. Jepang melihat bahwa Cina menggunakan kekuatan ekonominya untuk membangun sebuah dominasi militer di Asia Timur. Sebaliknya, Cina pun merasa terancam atas perkembangan politik dalam negeri Jepang dan meningkatnya peran keamanan Jepang di Asia, yang antara lain ditandai dengan partisipasi Jepang dalam operasi pemeliharaan perdamaian di Kamboja, yang pertama kali sejak Perang Dunia II.15 Bagi Cina, partisipasi Jepang dalam operasi perdamaian PBB merupakan langkah awal Jepang dalam melegalkan dan membangun kekuatan militernya yang secara nyata dapat mengancam dominasi Cina di kawasan.16 Kemajuan Cina dalam di bidang militer merupakan ancaman besar bagi Jepang dan negara-negara di Asia. Militer Cina dapat digunakan untuk menekan negara-negara di kawasan Asia timur dan selatan. Ketakutan Jepang terkait kemajuan Cina bukan tanpa alasan. Cina dinilai ingin menjadi sebuah negara dengan kekuatan militer terbesar di Asia dan secara terus-menerus meningkatkan anggaran militernya. Upaya Cina dalam pembangunan kekuatan militer, terutama pengembangan angkatan laut dan udara, serta melakukan klaim atas wilayah tertentu dapat menyulitkan posisi Jepang.17 Upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan modernisasi kekuatan militer merupakan keinginan Cina untuk membatasi peran militer Jepang di tingkat regional maupun global. Menurut Gerald Segal, sebagaimana dikutip dalam buku Kornberg dan Faust, Cina sangat menginginkan
14
J.F. Kornberg & J.R. Faust, China in World Politics: Policies, Processes, Prospects, 2nd edn., Lynn Rienner, London, 2007, p. 189. 15 Kornberg & Faust, p. 191. 16 Kornberg & Faust, p. 201. 17 Kornberg & Faust, p. 199.
7
Jepang menjadi negara yang mempunyai sedikit pengaruh di Asia Timur.18 Ketakutan akan ancaman dari kemajuan bidang militer masing-masing negaratelah membuat yang satu menganggap yang lain adalah musuh. Ini mendorong Jepang lebih dahulu menetapkan ADIZ di kawasan Laut Cina Timur. Langkah Jepang kemudian mendapatkan respon oleh Cina dengan menetapkan ADIZ versi-nya di kawasan yang sama. Selama kurun waktu 1969-2009, Jepang belum melakukan upaya perluasaan dan penegasan kedaulatan melalui ADIZ, sehingga ADIZ Jepang belum menjadi ancaman bagi keamanan wilayah Cina. Selama sekitar 40 tahun yang terjadi hanya kerberlanjutan klaim kedua negara terhadap sengketa kawasan pulau Senkaku/Diouyu. Seperti tahun 1969 CinaJepang saling memperebutkan kepulauan tersebut karena terdapat sumber daya alam yang cukup besar,19 tahun 1978 kedua negara menandatangani Japan-China Peace and Friendship Treaty yang menyatakan bahwa sengketa Kepulauan Senkaku akan dikesampingkan dan diselesaikan oleh generasi yang akan datang. Kemudian di tahun 1996 ketegangan kedua negara kembali memanas, karena Jepang melakukan delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Kepulauan Senkaku.20 Selanjutnya tahun 1997 terjadi konflik antara penjaga pantai Jepang dengan para demonstran dari Hong-Kong yang membawa 20 kapal ke Kepulauan Senkaku, demonstrasi ini terjadi juga pada tahun 2000 sampai 2013.21 Pada bulan Maret 2004 aktivis Cina menancapkan bendera Cina di kepulauan tersebut, sehingga ditahan oleh aparat Jepang dan tindakan provikasi ini berlangsung hingga 2006. Namun pada tahun 2010, Jepang melakukan perluasaan ADIZ kearah Barat sampai ke Pulau Yunaguni yang kemudian mendapat kecaman oleh Taiwan dan Cina.22 18
Kornberg & Faust, pp. 200-201. ‘Senkaku/Diaoyutai Island-Competing Claims,’ Global Security (daring), , diakses pada 14 April 2015. 20 Z. Pan, ‘Sino-Japanese Dispute over the Diaoyu/Senkaku Islands: The Pending Controversy from the Chinese Perspective,’ Journal of Chinese Political Science, vol. 12, no. 1, 2007, p. 75. 21 M. Furqan, ‘Strategi Jepang dalam Memiliki Kepulauan Senkaku 2012-2013,’ Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, vol. 1. No, 2, 2014, p. 2. 22 ‘Background: Air Defence Identification Zones,’ Global Times (daring), , diakses pada 8 Maret 2015. 19
8
Pada tahun 2012 pemerintah Jepang membeli tiga pulau secara sepihak, yang dianggap oleh Cina sebagai tindakan provokasi. Cina mengecam dengan dalih kepemilikan pulau-pulau tersebut masih dipersengketakan. Cina mengambil tindakan yang diperlukan, yaitu menetapkan ADIZ di wilayah Laut Cina Timur23 sebagai bagian dari rencana pembangunan militer Cina yang berfokus pada pengembangan Angkatan Laut dan Udara serta memperkuat klaim atas wilayah tertentu. Penetapan ADIZ Cina diarahkan untuk membatasi peran Jepang di Laut Cina Timur. Dalam buku China’s Foreign Relations, Denny Roy menjelaskan bahwa Jepang merupakan ancaman yang potensial bagi Cina dalam satu atau dua dekade di abad ke-21. Pemerintah Cina tampak meyakini bahwa Jepang berada dalam proses pembangunan kekuatan militernya secara bertahap. Walaupun menurut undang-undang pasca perang Jepang tidak akan membangun kekuatan militer, tidak akan melakukan ancaman melalui kekuatan militer dan menempatkan kekuatan militernya di darat, laut, udara, yang berpotensi menimbulkan perang, postur itu tidak akan dipertahankan lagi. Cina telah melihat bahwa Jepang telah melanggar garis pedomannya untuk tidak menghabiskan lebih dari 1% GNP (Gross National Product) untuk pertahanan, kecuali sebagai tanggung jawab internasional. Ini adalah buah desakan Amerika Serikat atas Jepang untuk mengawasi pertahanan laut dalam radius 1.000 mil dari Tokyo (mencakup sebagian besar Laut Cina Timur), yang diklaim oleh Angkatan Laut Cina secara hukum.24 Untuk mengembangkan kemampuan militernya, Jepang mengirimkan pasukan ke luar negeri sebagai bagian operasi perdamaian PBB, melakukan perundingan latihan militer bersama dengan beberapa negara-negara Asia-Pasifik (termasuk Cina), kemudian membangun Angkatan Laut yang kuat di Asia.
23
M.D. Swaine, ‘Chinese Views and Commentary on the East China Sea Air Defence Identification Zone (ECS ADIZ),’ (daring), , diakses pada 8 Maret 2015. 24 D. Roy, China’s Foreign Relations, Macmillan Press, London, 1998, p. 162.
9
Walaupun terbatas dalam jumlah tentara dan sistem persenjataan, Jepang tetap melanjutkan perbaikan basis teknologi dan ekonomi, yang bisa membangkitkan mesin kekuatan militer yang hebat dalam waktu singkat. Upaya lain dari Jepang adalah melanjutkan rencana pembangunan pelabuhan untuk mengembangkan pengaruhnya di Asia Timur. Merujuk kepada pengalaman kekalahan di era Perang Dunia II, Jepang harus melakukan kerja sama aliansi dengan Amerika Serikat. Amerika Serikat dan Jepang bekerja sama untuk mendominasi kawasan Asia Pasifik dan mengawasi Cina. Sebagian besar analisis kebijakan Cina menduga bahwa Jepang akan memperkuat kekuatan politik dan pada gilirannya memperkuat kemampuan militer. Upaya Jepang kemudian mendapat respon dari Cina dengan memperingatkan Jepang berulang kali atas pembangunan kekuatan militernya, karena itu bisa mendorong terjadinya Perang Dunia III. Para ahli strategi Cina pun setuju bahwa Jepang merupakan ancaman musuh jangka panjang yang potensional.25 Perang Dunia II memberikan alasan yang jelas bagi Cina yang telah kehilangan 20 juta warga.26 Di sisi lain, Jepang dan Amerika Serikat menolak apa yang mereka anggap sebagai upaya Amerika Serikat dalam mendorong Jepang mencapai militer yang kuat dan peran politik di kawasan. Upaya-upaya Jepang menghidupkan kembali kekuatan militernya, faktor sejarah invasi Jepang pada masa Perang Dunia II, dan aliansi Jepang dengan Amerika Serikat telah membuat Cina merasa berhak untuk meningkatkan pertahanan dan keamanan negara melalui penetapan ADIZ. Dalam hal ini, terdapat sebuah literatur menarik berjudul China’s National Defense, yang ditulis oleh Peng Guangqian. Menurut Peng, pembangunan pertahanan suatu negara digunakan untuk melindungi warga negara. Upaya meningkatkan pertahanan Cina, sesuai dengan tujuan pertahanan Cina sejak lama, merupakan fungsi utama negara untuk melindungi warga negara dan menjaga kehidupan yang damai dengan kekuatan militer. Meskipun telah memasuki abad ke-21, dunia tidak 25 26
Roy, pp. 162-163. Roy, p. 164.
10
berarti aman dan tenang selama kekuatan politik masih ada sebagai sumber utama dari perang. Strategi perluasan, konflik etnik, konflik agama, perebutan wilayah dan sumber daya adalah pemicu perang dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, sebagai negara yang berdaulat, Cina berhak memperkuat pertahanan nasionalnya sebagai tugas wajib suatu negara dan hak dasar negara. Pembangunan pertahanan nasional Cina berada dalam kondisi keamanan lingkungan yang rumit, tetapi hal tersebut harus dilakukan sebagai agenda kepentingan nasional dalam penguatan pertahanan nasional. Pada kenyataannya, terdapat masalah dalam pembangunan pertahanan Cina. Cina merupakan negara terbesar di kawasan Asia Timur, dengan luas wilayah 9,6 juta km2, hampir sebesar Eropa dan berbatasan dengan Samudera Pasifik, serta garis batas daratan memanjang 220.000 kilometer dan garis pantai sepanjang 180.000 kilometer.27 Menurut ketentuan United Nation’s Laws of the Sea, Cina memiliki luas wilayah laut 3 juta km2, terdiri dari Laut Cina Timur, Laut Cina Selatan, dan Laut Kuning, dengan pengecualian laut Bohai.28 Luasnya wilayah Cina justru menjadi hambatan terhadap pembangunan pertahanan nasional di laut dan daratan. Hambatan lainnya adalah faktor geostrategis dan perebutan sumber daya yang merupakan masalah serius bagi wilayah laut Cina, seperti sumber daya alam diambil dan pulau-pulaunya ditempati oleh negara lain. Hal yang paling menonjol adalah sengketa dengan Jepang atas Kepulauan Diaoyu dan Pulau Nansha.29 Cina selalu menganut prinsip pembangunan dan penguatan pertahanan nasional secara mandiri dan melalui kepercayaan diri, tidak didorong atau dipengaruhi oleh negara manapun, tidak mencari aliansi atau berpihak terhadap negara lain. Prinsip-prinsip yang Cina ambil tidak terlepas dari banyaknya pengalaman sejarah dan menyadari bahwa negara yang beraliansi dengan blok militer yang bermusuhan akan melibatkan dirinya sendiri kedalam perang 27
PengGuangqian, China’s National Defence, edisi Bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Chen Ru, China Intercontinental Press, Beijing, 2004, p. 11. 28 Guangqian, p. 23. 29 Guangqian, p. 24.
11
anggota lainnya, menyebabkan konfrontasi, dan mulainya “circle of phantom” dari aliansi-konfrontasi-aliansi, kembali keeskalasi konfrontasi dan akhirnya mengganggu kepentingan nasional serta menghancurkan tatanan ketertiban wilayah. Prinsip-prinsip keamanan lainnya adalah bahwa Cina menentang hegemoni dan kekuatan politik, menentang segala bentuk kebijakan perang, menentang kebijakan dengan niat melakukan penyerangan dan menentang kebijakan perluasaan. Semua hal tersebut dinilai dapat merusak keamanan kawasan Asia Timur. Demi terciptanya keamanan kawasan, Cina tidak akan terlibat dalam ekspansi militer, membangun pangkalan militer atau membangun kekuatan militer untuk mempengaruhi negara lain, dan tidak pernah mencari hegemoni, bahkan ketika menjadi negara maju dan kuat di masa depan. Oleh karena itu, Cina berupaya memperbarui sistem pertahanannya hanya untuk pertahanan diri atau untuk menjaga lingkungan yang aman dan kondusif serta diarahkan untuk pembangunan nasional. Terkait dengan perselisihan antarnegara, baik pada tingkat regional maupun internasional, Cina lebih memilih untuk tidak menghindari atau membatasi diri, dan mencari penyelesaian terkait perselisihan internasional melalui cara-cara damai. Tetapi, pada lingkungan internasional sekarang ini, ketika hegemoni dan kekuatan politik masih sangat penting dan berkembang lebih jauh, terutama ketika perdamaian secara serius terancam, Cina tidak bisa menghentikan upaya untuk memperkuat kapabilitas pertahanan untuk menjaga kedaulatan dan keamanan nasionalnya. Ini semua sesuai dengan The Constitution of the People’s Republic China (PRC) and The National Defense Law of the PRC, yang menetapkan bahwa misi angkatan bersenjata Cina adalah untuk memperkuat pertahanan nasional, melawan serangan, mempertahankan tanah air, dan menjaga warga negara.30
30
Guangqian, p. 31.
12
Sejalan dengan kebijakan pertahanan nasional yang bersifat defensif, Cina menjalankan strategi militer pertahanan aktif.31 Dasar pelaksanaan pertahanan aktif Cina adalah sebagai berikut: 1. Secara strategi, sifat bertahan dan mengikuti prinsip mendapatkan keuntungan dengan melakukan serangan hanya setelah pihak musuh melakukan serangan terlebih dahulu. Cina tidak akan pernah melakukan inisiatif serangan pertama. Cina tidak akan pernah menjadi pihak pertama yang menciptakan perang terbuka atau melancarkan serangan, kecuali ada provokasi militer dari pihak asing yang secara potensial mengancam kepentingan nasionalnya. Penguatan militer Cina diarahkan untuk tidak menimbulkan ancaman terhadap setiap negara. Dalam artian ini, strategi militer Cina pasif dan reaktif. 2. Sebelum terjadinya perang, berbagai pendekatan militer akan digunakan dalam sebuah cara yang fleksibel, atas koordinasi politik, ekonomi, dan diplomasi dalam upaya mencegah hal-hal yang mendorong terjadinya perang. Dengan demikian, pembangunan negara tidak akan terganggu dari dampak terjadinya perang. Sekali perang terjadi, semua tindakan harus diambil dalam rangka mencegah ekskalasi atau perluasan perang, membatasi ruang lingkup perang, serta intensitas dan perkembangan perang, sehingga dampak kerusakan perang dapat direduksi. Kebijakan pertahanan Cina melalui penetapan ADIZ dibangun atas dasar hak pembelaan negara dan tidak diarahkan untuk menyerang negara lain. ADIZ merupakan sistem pertahahan aktif, dalam artian bahwa Cina akan melakukan serangan setelah pihak musuh melakukan serangan terlebih dahulu, melakukan berbagai upaya militer melalui koordinasi politik, ekonomi dan diplomasi dalam upaya pencegahan perang. Dalam mendukung penetapan ADIZ yang bersifat pertahanan aktif dibutuhkan pula kemampuan mempersiapkan serangan, walaupun dalam situasi bertahan, guna melindungi kepentingan negara, pertahanan diri dan menjaga perdamaian dunia. ADIZ Cina diarahkan sebagai
31
Guangqian, p. 44.
13
respon atas ketidakamanan wilayah Laut Cina Timur yang disebabkan oleh tindakan Jepang. Hubungan Cina-Jepang sesungguhnya tidak hanya diwarnai dengan persaingan, tetapi juga saling ketergantungan. Dalam Sino-Japanese Relations: Interdependence, Rivalry, dan Regional Security tulisan Leszek Busynski, terdapat kutipan dari Chalmers Johnson yang menyatakan bahwa keamanan regional dapat didasarkan pada saling ketegantungan aktor-aktor utama Asia Timur, yaitu Cina dan Jepang. Saling ketergantungan menjadi sarana untuk membawa perdamaian dan keamanan di wilayah-wilayah konflik berdasarkan peningkatan perdagangan dan hubungan ekonomi yang akan menciptakan disinsentif konflik. Namun, saling ketergantungan memiliki sifat ambigu yang menyembunyikan banyak masalah dan kesulitan-kesulitan. Kerentanan dari postur saling ketergantungan akan mengganggu keuntungan dan manfaat dari sikap ketergantungan hubungan antara kedua negara.32 Persaingan militer antara Cina dan Jepang akan menjadi faktor yang dapat mengganggu dan menggagalkan integrasi di Asia Timur yang diciptakan melalui saling ketergantungan. Upaya Cina untuk terus memodernisasi kekuatan militernya dapat mengganggu hubungan regional dan multilateral, khususnya dengan negara-negara yang khawatir atas tindakan ekspansi Cina. Apabila Cina mampu menekan Jepang melalui saling ketergantungan dan menjadi aktor dominan di Asia, maka perubahan perimbangan
dalam hubungan Cina dan
Amerika Serikat akan berdampak negatif bagi hubungan persaingan Cina-Jepang di masa depan. Kemampuan nuklir dan militer yang dimiliki Cina akan memperlemah aliansi Jepang-Amerika Serikat, di mana yang terakhir ini akan menyesuaikan kebijakan luar negerinya terhadap Cina. Ketergantungan Amerika Serikat terhadap Cina dalam mengatasi krisis keuangan akan membuat pilihan untuk berhubungan dengan Jepang bukan lagi menjadi prioritas. Beberapa analis politik luar negeri Amerika Serikat mencatat kemungkinan adanya konvergensi 32
L. Buszynski, ‘Sino-Japanese Relations: Interdependence, Rivalry and Regional Security,’ Contemporary Southeast Asia, vol. 31, no. 1, April 2009, p. 144.
14
strategi jangka panjang dengan Cina, di mana kedua negara kelak akan memutuskan untuk berbagi tanggung jawab keamanan regional jangka panjang.33 Cina dalam hal ini memanfaatkan ketergantungan Jepang atas ia untuk memelihara keamanan wilayah melalui penerapan ADIZ di kawasan Laut Cina Timur. Penerapan ADIZ Cina ditujukan untuk merespon ADIZ Jepang yang berhasil menghalau pesawat tempur Cina untuk tidak memasuki wilayah Laut Cina Timur. Penerapan ADIZ ini memungkinkan Cina mencegah Jepang untuk tidak merespon kebijakan Cina lebih jauh, mengingat dampak ekonomi yang akan diterima oleh Jepang apabila ia menanggapi ADIZ Cina secara agresif dan melibatkan sekutu-sekutunya untuk ikut mengecam kebijakan ADIZ Cina. Terkait dengan beberapa pembahasan mengenai penetapan ADIZ Cina melalui beberapa tulisan di atas, penelitian ini juga akan menyajikan analisis yang berkaitan dengan penetapan tersebut. Namun, fokus penelitian ini adalah untuk menunjukan adanya implikasi terhadap keamanan wilayah negara lain atas penetapan ADIZ yang dilakukan oleh Cina, yang mana dalam hal ini adalah Jepang. Selain itu, penulis juga berupaya menyajikan sebuah argumen bahwa penetapan ADIZ Cina juga berpotensi mempengaruhi masa depan keamanan di kawasan Asia Timur.
1.4 Kerangka teori Untuk menjawab pertanyaan penelitian, penulis menggunakan teori rasionalitas dari Charles Glaser. Teori ini berfokus pada perspektif negara dalam menghadapi lingkungan internasional yang menghadirkan kendala dan peluang pengejaran kepentingan nasional. Ia berangkat dari empat asumsi. Pertama, lingkungan internasional diasumsikan anarkis: tidak ada otoritas internasional yang dapat menegakkan kesepakatan dan penggunaan kekuatan. Negara harus bersikap rasional dalam mengambil kebijakan guna mengatasi kendala dan peluang dalam lingkungan internasional. Kedua, bahwa negara bertindak rasional. Negara adalah aktor yang sengaja melakukan upaya yang sesuai dalam 33
Buszynski, p. 163.
15
memilih strategi untuk mencapai kepentingannya. Lebih jauh, negara dapat mengidentifikasi dan membandingkan pilihan serta mengevaluasi keuntungan yang akan dicapai. Ketiga, negara merupakan unitary actor. Negara mengambil kebijakan, melindungi dan mempertahankan kepentingan sesuai dengan keterbatasan dan kelebihannya dalam lingkungan internasional. Keempat, negara dianggap sebagai “black box”. Di sini, pilihan kebijakan dipengaruhi oleh tindakan negara musuh, tetapi tidak dipengaruhi oleh musuh domestik atau karakter pemimpin.34 Glaser mengidentifikasi negara dan situasi internasional yang dihadapinya ke dalam tiga variabel evaluasi pilihan kebijakan keamanan, dimana setiap variabel akan mempengaruhi strategi negara. Ketiga variabel itu adalah sebagai berikut. 1. Sebab (motif): mewujudkan keuntungan negara dalam menjaga wilayah yang sudah dimiliki dan memperoleh keuntungan lebih banyak. Negara yang bermotifkan pengejaran keamanan akan mencari kerja sama, namun di bawah kondisi tertentu, negara yang mencari keamanan akan mengubah nilai status quo-nya, apabila digunakan dalam meningkatkan kemampuan dalam melindungi wilayah dan adanya peluang perang, jika peningkatan kemampuan dapat mengurangi kemampuan musuh dalam menyerang di masa depan. Sebaliknya, negara yang bermotifkan ambisi, tidak akan pernah puas dengan status quo-nya, menginginkan wilayah tambahan, bukan pengejaran keamanan yang mengakibatkan konflik kepentingan negara-negara serakah dan kemudian menjadikan kompetisi sebagai alat dalam mencapai tujuan. Motif dalam variabel ini mencerminkan kepentingan dasar dan tujuan suatu negara, yaitu apakah pembangunan militer disebabkan oleh sikap defense atau offense. 2. Materi: variabel ini menentukan kemampuan negara dalam memperoleh kapabilitas militer, yang pada gilirannya mempengaruhi hasil dan upaya 34
C.L. Glaser, Rational Theory of International Politics: The logic of competition and cooperation, Princeton University Press, New Jersey, 2010, pp. 29-32.
16
dalam mencegah, memaksa, mempertahankan atau melakukan penyerangan. Negara tidak hanya mempertimbangkan pembangunan militer semata, tetapi juga mempertimbangkan kekuatan lawan yang dapat membangun kapabilitas militernya dalam merespon negara lain. Negara bisa dikatakan lebih kuat dari musuhnya apabila memiliki sumber daya melimpah dan cenderung mampu memenangkan perang. Akibatnya, negara yang kuat akan mengambil kebijakan persaingan; kekuatan akan mempengaruhi penilaian suatu negara terhadap potensi bahaya yang ditimbulkan oleh musuhnya. Dalam memperoleh kemampuan militer, negara juga tergantung pada efektivitas dari pasukan yang dikerahkan untuk mempertahankan negara dibandingkan dengan pasukan yang dikerahkan untuk merebut wilayah. Apabila sikap bertahan memiliki keuntungan yang lebih besar, maka negara yang lemah pun dapat secara efektif mempertahankan diri dan wilayahnya serta dapat menjalankan strategi yang lebih baik. 3. Informasi: mencerminkan pemahaman negara atas motif musuh yang dapat mempengaruhi
risiko
kerjasama
dan
strategi
persaingan.
Informasi
mempengaruhi harapan-harapan tentang sikap musuh, termasuk reaksi terhadap kebijakan musuh. Tujuan dasar dari kebijakan militer suatu negara harus bergantung pada motif musuh. Salah satu cara untuk menilai peran sentral informasi yang tidak lengkap (ketidakpastian) adalah dengan mengakui bahwa ketidakpastian tentang motif musuh akan menciptakan persaingan antarpencari keamanan. Tanpa ketidakpastian informasi, pencari keamanan akan menghadapi pencari keamanan lain, sehingga tidak akan perlu menginvestasikan kekuatan militer untuk mencapai keamanan, karena pihak pencari keamanan tahu bahwa negara musuh tidak mempunyai keinginan menyerang. Jika setiap negara mencari keamanan, maka kekuatan yang dikerahkan tidak akan menghasilkan ketidakamanan, dilema keamanan akan menurun, kerja sama dan perdamaian akan mudah didapat. Ketidakpastian memainkan peran penting dalam persaingan antarpencari keamanan.
17
Informasi negara tentang keyakinan musuh dan motif ia sendiri akan mempengaruhi pilihan strategi. Keputusan musuh apakah akan melakukan kerja sama tergantung pada keyakinannya. Contoh, ketika musuh percaya bahwa suatu negara mungkin menjadi serakah, musuh kemungkinan mengurangi atau menghentikan kerja sama. Sebaliknya, jika negara percaya musuhnya menjadi pencari keamanan, pemahaman negara atas informasi akan membuatnya cenderung ke persaingan keamanan.35 Untuk menganalisis dampak dari lingkungan internasional atas perilaku kebijakan negara, Glaser berfokus pada kebijakan dalam menghadapi pencari keamanan. Jika negara memilih kebijakan kompetisi, lingkungan internasional menjadi tempat persaingan dan dapat menimbulkan perlombaan senjata, aliansi, krisis, serta perang. Meskipun persaingan antarpencari keamanan merupakan pilihan terbaik dalam beberapa kondisi, namun kerja sama lebih baik atas kondisi lainnya. Sistem internasional tidak secara konsisten mendorong kebijakan persaingan. Keuntungan sikap bertahan dapat mengurangi tekanan persaingan dengan membuat penangkalan secara efektif dan memungkinkan negara memiliki
kemampuan
untuk
mencapai
keamanan.
Informasi
tentang
kemungkinan musuh mencari keamanan dapat menciptakan kerja sama yang bernilai karena dapat mendorong musuh untuk meningkatkan keamanannya. Strategi kebijakan negara bergantung pada gabungan variabel material dan informasi. Keadaan material mendorong persaingan, tetapi kemungkinan besar negara musuh menjadikan pencari keamanan sebagai pilihan terbaik. Inti dari persaingan antarpencari keamanan adalah ketidakamanan itu sendiri, yang dapat menciptakan dorongan pembangunan militer untuk mendapatkan keuntungan dan menghancurkan musuh yang potensial, juga untuk memperlemah musuh dengan mengambil wilayah serta merusak kemampuan militernya. Namun, keadaan ini menimbulkan dilema keamanan. Selalu digambarkan bahwa negara yang meningkatkan keamanannya justru mengurangi keamanan musuh atau meningkatkan kerentanan keamanan musuh. Kerentanan 35
Glaser, p. 47.
18
keamanan dan kurangnya pemahaman menyebabkan negara melakukan pengejaran keamanan melalui strategi kompetisi daripada kerja sama. Dilema keamanan berada diantara para pencari keamanan; ketika dilema keamanan mereda, maka persaingan akan mudah diredakan. Variabel informasi juga mempengaruhi dilema keamanan. Jika negara yakin dan tahu bahwa musuhnya pencari keamanan, maka dilema keamanan dapat dihilangkan. Informasi dapat dimulai dari interaksi mereka yang dapat menentukan kebijakan di masa depan dalam hubungan politik mereka. Informasi dan materi
memainkan peran penting dalam
menetapkan lingkungan
internasional dan dilema keamanan, sehingga negara dapat menetapkan keuntungan relatif dari persaingan dan kerja sama. Ketika dilema keamanan meningkat, negara merasa tidak aman dan muncul persaingan. Sebaliknya, dilema keamanan
yang berkurang dapat
menciptakan kerja sama.
menurunkan persaingan dan
36
Dalam merespon lingkungan internasional yang anarkis dan upaya pencarian keamanan wilayah, Cina menetapkan kebijakan ADIZ. Penetapan ADIZ ini dapat dinilai sebagai cara Cina untuk mencari keuntungan bagi keamanan wilayahnya, menghindari perang, serta mengurangi kerugian perang, berdasarkan variabel motif, materi dan informasi. Variabel motif mencerminkan kepentingan
dasar
dan
tujuan
negara,
apakah
pengembangan
militer
dilatarbelakangi oleh sikap defense atau offence. Dalam upaya pencarian keamanan Cina mengadopsi sikap defense, dimana pertahanan nasional dibangun atas dasar hak pembelaan negara dan tidak akan diarahkan untuk menyerang negara lain atau melakukan serangan pertama (first strike). Dengan prinsip ini, Cina dapat menghalau kemungkinan first strike atau serangan yang dilakukan oleh musuh dan dapat menjamin keamanan wilayah yang sangat luas. Namun, Cina terancam atas luasnya ADIZ Jepang dikawasan Asia Timur hingga mencapai Pulau Yunaguni, 22 km kearah barat yang sangat dekat dengan
36
Glaser, p. 8.
19
wilayah Cina.37 Dengan ADIZ, pesawat Jepang dapat menghalau pesawat Cina yang masuk ke wilayah sengketa serta memperkuat posisinya atas kepemilikan Kepulauan Senkaku. Dapat dipahami kemudian bahwa Cina juga menetapkan ADIZ di Laut Cina Timur yang mencakup pulau yang dipersengketakan dengan Jepang. Cina tidak hanya mempunyai wilayah yang luas, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang besar. Di samping kekuatan ekonomi, selama tahun 2012 Cina memiliki produksi sumber daya alam (minyak, gas alam dan batu bara) yang mencapai 3,4 miliar ton, produksi minyak 207,48 juta ton, cadangan gas alam di Sichuan 935,11 miliar m3, produksi gas alam 107,15 miliar m3, dan produksi batu bara 1,840 meter ton.38 Dengan kekuatan materi yang dimiliki Cina dapat meningkatkan kemampuan militernya. Pada tahun 2011, misalnya, anggaran militer Cina mencapai ¥602,6 milyar, kemudian meningkat 11,2% menjadi ¥670,2 miliar ($106,4 miliar) di tahun 2012.39 Ini semua memberikan dukungan yang sangat besar bagi penetapan ADIZ Cina. Dalam penerapan ADIZ, Cina tidak hanya mempertimbangkan kekuatan dalam negeri semata, tetapi juga mempertimbangkan kekuatan lawan, terutama Jepang yang merupakan musuh yang potensial. Ketika menandatangani Perjanjian San Francsico, Jepang berjanji tidak akan menggunakan kekerasan dalam penyelesaian sengketa dan mempercayakan masalah keamanan pada mekanisme Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tambahan lagi, dalam Pasal 9 Konstitusi 1947, Jepang tidak akan memiliki Angkatan Darat, Laut dan Udara.40 Namun, dari waktu ke waktu ketentuan ini diinterpretasi secara berbeda: terdapat semangat perubahan yang memungkinkan Jepang mempunyai ketiga angkatan 37
S.H. Chuan, ‘Japan Extends ADIZ Into Taiwan Space,’ Taipei Times (daring), , diakses pada 17 Desember 2014. 38 ‘Facts and figures chinese natural resources,’ Statistic Porta (daring), , diakses pada 28 Oktober 2014. 39 M. Singh & L. Kumar, ‘China’s Defence Budget 2012: An Analysis,’ (daring), , diakses 28 Oktober 2014. 40 H. Juwana, ‘Hukum Internasional Sebagai Instrumen Politik: Beberapa Pengalaman Indonesia Sebagai Studi Kasus, ‘Jurnal Ilmu Hukum, vol. 6, no. 2, Agustus 2012, p. 108.
20
perang tersebut sepanjang bertujuan untuk pertahanan diri. Keberhasilan Jepang melalui ADIZ yang diterapkan sejak tahun 196941 dalam antisipasi ancaman udara telah menjadi motivasi bagi Cina untuk mengambil langkah serupa dalam pengelolaan ruang udara terhadap Jepang.42 Walaupun Jepang menggunakan doktrin pertahanan atas ancaman wilayah udara, tetapi karena tidak adanya kepastian informasi dan lemahnya pemberian pemahaman atas kebangkitan militernya, Cina menilai doktrin tersebut sebagai ancaman yang justru akan meningkatkan ketegangan di Asia Timur. Dukungan material melimpah yang dimiliki Cina dalam menetapkan ADIZ dan ketidakpastian informasi terkait kebangkitan militer Jepang dan ADIZ Jepang membuat munculnya dilema keamanan di antara kedua negara. Pembangunan keamanan yang dilakukan oleh Cina melalui ADIZ akan meningkatkan perlombaan senjata di kawasan Asia Timur sehingga dapat mengubah keseimbangan kekuatan regional. Merujuk kepada teori rasionalitas Glaser, Cina melihat bahwa Jepang telah melakukan pembangunan kekuatan militer di kawasan Asia Timur, terutama di kawasan Laut Cina Timur yang merupakan wilayah sengketa, dengan penetapan ADIZ. Penerapan ADIZ Cina ditujukan untuk merespon penetapan ADIZ Jepang guna mencegah Jepang untuk berperan aktif di kawasan Asia Timur dan untuk mengatasi ancaman yang disebabkan oleh penerapan ADIZ Jepang di kawasan Laut Cina Timur.
1.5 Hipotesis Penetapan ADIZ Cina merupakan respon terhadap ancaman ADIZ dan kebangkitan militer Jepang di kawasan yang dapat menimbulkan kekhawatiran negara Asia Timur, terutama Cina. Cina menilai tindakan Jepang tersebut merupakan ancaman kedaulatan wilayah dan keamanan kawasan. Pilihan 41
‘Cause and effect of the ADIZ over EAST China Sea,’ Institute for Defence Studies and Analyses (daring), , diakses pada 28 Oktober 2014. 42 Hsu, ‘Air Defence Identification Zone Intended to Provide Chine Greater Flexibility to Enforce East China Sea Claims.’
21
kebijakan ADIZ Cina ini melalui tiga variabel dalam teori rasionalitas, yaitu sebab (motif), material dan informasi, yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan menjaga keamanan wilayah Cina yang sangat luas dan diarahkan untuk mencapai kepentingan-kepentingan strategis Cina. Namun, pada akhirnya juga memunculkan implikasi bagi masa depan stabilitas keamanan di Asia Timur.
1.6 Sistematika penulisan Tesis ini akan terdiri atas lima bab. Setelah Bab Pertama ini, di dalam Bab Kedua penulis akan menguraikan ADIZ Cina dan Jepang secara umum. Pada Bab Ketiga, penulis akan menjelaskan alasan Cina menetapkan ADIZ berdasarkan teori rasionalitas. Kepentingan-kepentingan strategis yang hendak dicapai Cina melalui ADIZ, sekaligus implikasi dari tumpang tindihnya ADIZ bagi hubungan kedua negara dan kestabilan keamanan kawasan, akan disampaikan di Bab Keempat. Tesis akan ditutup dengan Bab Kelima yang berisikan kesimpulan dan inferens dari temuan hasil penelitian.
22