BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
Bumi menyimpan banyak sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan manusia. Tetapi banyak dari
sumber daya alam tersebut yang dilewatkan dan
diabaikan manusia, karena mereka belum mempunyai informasi tentang letak atau posisi sumber daya alam itu. Sehingga manusia membutuhkan peta sebagai sebagai informasi geospasial untuk menemukan sumber daya alam bumi yang ada. Peta merupakan sarana untuk memperoleh gambaran posisi relatif dan absolut di atas permukaan bumi, biasanya disebut data geospasial. Data geospasial tersebut di dalam peta digambarkan dengan berbagai tanda-tanda dan keteranganketerangan yang diperoleh dari hasil survey, penyelidikan, dan pengukuran yang dilaksanakan baik langsung, maupun tidak langsung di permukaan bumi dan didasarkan pada landasan ilmiah (Sosrodarsono, 1980). Seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi informasi yang semakin maju, membuat kebutuhan manusia akan informasi geospasial semakin meningkat secara signifikan. Manusia sebagai pengguna mulai dari hanya untuk sekedar menginformasikan tempat keberadaannya sampai pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Hal ini membuat peta secara analog semakin ditinggalkan, dan para pengguna beralih menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang berupa peta digital dengan informasi atribut terintegrasi dengan informasi spasialnya. Peta digital hasil pengolahan SIG dibandingkan peta analog, lebih memudahkan dalam penyimpanan, pengumpulan, pemanggilan, dan penampilan data geospasial. Basisdata dan peta yang awalnya merupakan pekerjaan terpisah, di dalam SIG dapat digabungkan dalam peta digital, sehingga pengumpulan data primer menuju penyimpanan basisdata dikerjakan dengan waktu yang singkat. Selain itu adakalanya pengguna
tidak memerlukan beberapa fitur untuk
kebutuhannya di dalam peta, seperti jaringan jalan pada peta penggunaan tanah. SIG
1
dapat menghilangkan fitur tersebut tanpa layering manual. Dan masih banyak kelebihan lain dari peta digital. Instansi-intansi resmi pemerintah yang melayani masyarakat di bidang geospasial, telah memakai SIG untuk pengerjaan basisdata dan peta digital. Salah satu contohnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang telah mengeluarkan peta penggunaan tanah dalam bentuk data digital contohnya Landuse Sleman Layout dalam format Shapefile (SHP). Setiap inovasi baru yang menggantikan sistem yang lama pasti mempunyai kelemahan. Begitulah yang terjadi pada data digital (Landuse Sleman Layout. shp) milik BPN, memang data digital tersebut telah disertakan metadata berupa data (informasi) dengan format
XML Document (xml) tetapi
tidak dicantumkan
informasi kualitas atribut dan kualitas geometri dari data digital tersebut. Sudah sepatutnya pengguna mempertanyakan kualitas dari peta digital tersebut. Apabila data dengan kualitas yang rendah dipakai untuk suatu pekerjaan atau pengambilan keputusan, akan sangat berpengaruh pada hasil yang diperoleh. Untuk mengetahui kualitas peta, setidaknya diperlukan suatu pengujian data (peta) untuk mengukur kualitas dari peta digital yang akan digunakan tersebut. Bagi pengguna data digital pengujian peta akan membutuhkan waktu dan biaya. Maka untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya identitas atau informasi yang membedakan antara data yang satu dengan data yang lain dengan menyediakan informasi metadata. Metadata membantu pengguna mengakses informasi terkait data geospasial, seperti pembuat data, penerbit data, tanggal pembuatan data, ketelitian atribut, ketelitian geometri dan lain-lain. Metadata mengkomunikasikan parameter kualiatas data untuk para pengguna. Pekerjaan ini membahas tentang pembuatan peta digital dari data primer berupa peta penggunaan tanah tahun 2010, kemudian dilakukan uji peta untuk mengetahui kualitas atribut dan geometri data geospasial penggunaan tanah yang akan didokumentasikan pada informasi metadata.
2
1.2. Cakupan Pekerjaan
Uji peta dilakukan dengan mengambil lokasi di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman dengan batasan sebagai berikut : a. Peta digital dibuat berdasarkan Peta Penggunaan Tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2010. b. Uji peta mencakup uji untuk menentukan kualitas peta dari sisi planimetris dan atribut. c. Basisdata mencakup posisi suatu obyek (titik, garis, dan polygon) dua dimensi yang mempresentasikan tema penggunaan tanah. d. Metadata dibangun dengan CatMDEdit sesuai dengan standar ISO 19115 yang mencakup judul, data primer, pembuat, tanggal dibuat dan dipublikasikan, serta kualitasnya berdasarkan hasil uji peta. e. Pengolahan dan penyajian data geospasial menggunakan QGIS 2.0.1 Dofour.
1.3. Perumusan Masalah
Peta penggunaan tanah yang dipublikasikan belum mencantumkan informasi tentang kualitasnya. Oleh sebab itu perlu dilakukan uji peta untuk mengetahui kualitas peta dan menyajikan dalam bentuk informasi metadata.
1.4. Tujuan Pekerjaan
Tujuan dari pekerjaan ini adalah melakukan uji peta, tema Penggunaan Tanah tahun 2010 yang dipublikasikan oleh BPN lokasi kecamatan Depok untuk disajikan dalam suatu basisdata geospasial yang dilengkapi informasi metadata.
3
1.5. Manfaat Pekerjaan
Hasil dari pekerjaan ini diharapkan dapat menjadi suatu acuan untuk para pengguna data geospasial sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam penyiapan dan pemanfaatan basisdata geospasial yang sesuai dengan standar yang dibutuhkan.
1.6. Landasan Teori
1.6.1. Konsep Sistem Informasi Geografis 1.6.1.1
Sistem Informasi Geografis. Sistem informasi geografis (SIG)
adalah suatu sistem yang menggunakan alat komputer untuk mengelola data georeferensi yang meliputi data masukan, pengelolaan data, analisis data, dan data keluaran. Sistem informasi penggunaan lahan pada dasarnya berguna untuk memberikan informasi kepada pengguna tentang data geospasial (peta). Data ini tidak hanya berupa gambar saja (dataset), melainkan memberi informasi didalamnya. Sistem informasi ini dapat mempermudah dalam mengakses database secara keruangan dengan berbagai kategori sesuai dengan keinginan pengguna data georeferensi tersebut. 1.6.1.2
Komponen Kegiatan SIG. Komponen kegiatan SIG untuk aplikasi
tertentu memiliki empat kerja utama, yaitu sebagai berikut (Wirjahandjana.S, 1994. Dikutip dari Sudana, 2012). 1.
Pemasukan (Input) data, yaitu mengubah data dari bentuk asalnya
menjadi data digital yang dapat dibaca komputer, kemudian data ini disimpan dalam basisdata SIG. 2.
Manajemen data, meliputi fungsi yang diperlukan untuk menyimpan
dan memanggil/menampilkan kembali data yang sudah tersimpan dalam basisdata SIG. 3.
Manipulasi dan analisis data, berfungsi menghasilkan informasi
tertentu dengan mengelola dan menganalisis data yang tersimpan. 4.
Keluaran (Output) data, berfungsi menyajikan data yang tersimpan
dalam basisdata SIG maupun informasi yang dihasilkan melalui proses analisis data.
4
1.6.1.3
Komponen Teknologi SIG. Mempunyai tiga komponen utama
(Burrough, 1986. Dikutip dari Sudana, 2012), yaitu perangkat keras komputer, perangkat lunak, dan struktur organisasi pengelola. 1.6.1.4
Data Geografis. Data yang merujuk atau bereferensi dengan posisi
di atas permukaan bumi. Ada tiga jenis data geografis dalam SIG (Aronoff, 1989. Dikutip dari Sudana, 2012), yaitu : 1.
Data geospasial yaitu data yang berbentuk grafis berkaitan dengan
lokasi, posisi dan area pada koordinat tertentu. 2.
Data nonspasial (atribut) menguraikan karakteristik obyek-obyek
geografis dari data geospasialnya, seperti warna, tekstur serta keterangan lainnya. 3.
Hubungan antara data geospasial, nonspasial dan waktu.
1.6.1.5
Metode Pembangunan SIG. Untuk aplikasi tertentu didasarkan pada
konsep SIG khususnya komponen kegiatan utama dan komponen teknologi SIG (ESRI,1989). Kedua komponen tersebut harus dipenuhi agar sistem berhasil dimanfaatkan.
1.6.2. Konsep Basisdata Basisdata adalah kumpulan data yang saling terkait, yang disimpan dalam komputer. Dalam basisdata dikenal adanya basisdata geospasial dan sistem manajemen basisdata. Basisdata geospasial adalah kumpulan data yang saling berkaitan antara data mengenai permukaan bumi (geospasial) dan atributnya. Sistem manajemen basisdata merupakan kumpulan perangkat lunak untuk mengelola struktur basisdata dan mengontrol akses ke data yang disimpan di dalam basisdata. Dalam basisdata dikenal juga mengenai ketidak bergantungan data, yaitu apa yang pemakai lihat terpisah dengan penyimpanan fisiknya. Abstraksi data pada basisdata terdiri dari 3 level yaitu level eksternal, level konseptual, dan level internal (Kemenristek, 2013). Gambar I.1 menjelaskan tentang abstraksi data.
5
Level eksternal
User View
User View
Level Konseptual
User View
Conseptual View
Level Internal
Physical View
Gambar I.1 Abstraksi data (Kemenristek, 2013) Penjelasan dari gambar I.1 adalah sebagai berikut : 1.
Physical view merupakan bentuk implementasi dari conceptual view,
yaitu pandangan tentang bagaimana data disimpan dalam media penyimpanan data. Yang merupakan level terendah untuk merepresentasikan basisdata. 2.
Conceptual view merupakan pandangan yang berkaitan dengan
permasalahan data-data apa saja yang diperlukan untuk disimpan dan dalam basisdata dan penjelasan mengenai hubungan antar data yang satu dengan yang lainnya. 3.
User view merupakan level basisdata yang berhubungan dengan
representasi
data
dari
sisi
setiap
pengguna
dan
merupakan
level
pengguna/programmer atau pandangan tentang bagaimana data ditampilkan.
1.6.3
Konsep Metadata Metadata dapat diartikan sebagai data tentang data (geospasial), berisi
informasi mengenai karakteristik data dan memegang peran penting di dalam mekanisme pertukaran data. Melalui informasi metadata diharapkan pengguna data dapat mengintepretasikan data secara sama, saat pengguna melihat langsung data geospasialnya.
Dokumen
metadata
berisikan
informasi
yang
menjelaskan
karakteristik data terutama isi, kualitas, kondisi dan cara perolehannya. Metadata dipergunakan untuk melakukan dokumentasi data geospasial yang berhubungan tentang siapa, apa, kapan, dimana, dan bagaimana data geospasial dipersiapkan (Kemenperhub, 2013).
6
1.6.3.1
Kegunaan Metadata, yaitu sebagai alat pengelolaan investasi data
seperti melakukan monitoring kemajuan pelaksanaan pekerjaan pembangunan data geospasial,
mendokumentasikan
data
yang
ada
(selesai
dikerjakan),
menginformasikan data data yang dimiliki untuk dapat dimanfaatkan oleh pihak lain dan melakukan estimasi rencana kerja pengumpulan data dikemudian hari. Selain itu metadata memberikan penjelasan kepada pengguna data tentang tata cara pemrosesan dan mengintepretasikannya. Agar peran metadata dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak, menurut grup teknis clearinghouse, metadata harus mempunyai empat karakteristik yaitu (Nataprawira, 2005): 1.
Ketersediaan
:
informasi
yang
diperlukan
untuk
mengetahui
ketersediaan data. 2.
Penggunaan : informasi yang diperlukan untuk mengetahui kegunaan
3.
Akses : informasi yang diperlukan tentang tatacara mendapatkan data.
4.
Transfer : informasi yang diperlukan untuk mengolah dan menggunakan
data.
data. 1.6.3.2
Klasifikasi Metadata, Untuk menghindari terjadinya redudansi
informasi yang terdapat dalam masing masing metadata, perlu dilakukan pengklasifikasian metadata. Pengklasifikasian ini melihat kenyataan bahwa peta (dataset) yang beredar dibuat secara serial, artinya memiliki kedalaman informasi yang seragam tetapi dengan cakupan yang berbeda beda. Disamping itu pengklasifikasian metadata juga dimaksudkan untuk melakukan segmentasi informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Ada pengguna yang hanya membutuhkan informasi mengenai dimana mendapatkan data set yang memiliki spesifikasi tertentu atau data set apa yang sesuai dengan kebutuhan untuk melakukan tugas tugas tertentu. Metadata diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan informasi yang terkandung yaitu (Nataprawira, 2005): 1.
Metadata Organisasi: menjelaskan mengenai organisasi pengahasil data
dan data yang dihasilkan. 2.
Metadata Koleksi: menjelaskan mengenai informasi satu kesatuan data
yang memiliki keseragaman isi (berseri), misalnya peta Rupabumi Indonesia (RBI).
7
3.
Metadata Inventori: menjelaskan secara detil informasi dari masing
masing data set (lembar peta). 1.6.3.3
Standar Metadata, adalah satu set terminologi serta definisi umum
yang digunakan dalam metadata serta dipresentasikan dalam format terstruktur. Standar metadata geospasial dibuat dan dikembangkan untuk mendefinisikan informasi yang diperlukan oleh seorang pengguna prospektif untuk mengetahui ketersediaan suatu set data geospasial, mengetahui kesesuaian set data geospasial untuk penggunaan yang diinginkan, mengetahui cara-cara pengaksesan data geospasial serta untuk mentransfer set data geospasial dengan sukses. Federal Geographic Data Committee (FGDC) melalui International Organization of Standards (ISO), telah membangun dan menyetujui standar internasional metadata ISO 19115 pada tahun 2003. ISO 19115 adalah standar terlengkap dan terinci dengan acuan sangat luas sehingga pengguna dapat mengidentifikasi, mengevaluasi, mendapatkan dan menggunakan data. Salah satu keunggulan ISO 19115 adalah bisa memberikan tampilan yang lebih lengkap serta memudahkan pencarian yang lebih detail (Susilowati, 2007). 1.6.3.4 Entitas Metadata, adalah suatu relasi metadata yang terdiri dari sekumpulan paket yang telah digolongkan berdasarkan informasi tertentu. Kumpulan paket tersebut terdiri dari 11 paket yaitu Identification Information, Constraint Information, Data Quality Information,
Maintenance Information,
Spatial Representation Information, Reference System Information, Content information Portrayal Catalogue Information, Distribution Information, Metadata Extension Information, dan Application Schema Information. Selain itu tedapat 2 tipe data yaitu Extent Information dan Citation (ISO 19115, 2003).
1.6.4
Indikator Kualitas Data Geospasial 1.6.4.1
Dimensi Kualitas Data, Informasi tentang kontrol kualitas data
geospasial diatur dalam tingkatan berbeda berdasarkan keperluan basisdatanya. Dalam memanejemen data untuk dimasukan ke berbagai macam basisdata tersebut, pertama tama perlu mendefinisikan dimensi-dimensi yang mengelompokan datadata yang ada. Dimensi-dimensi tersebut yaitu (Devillers, 2002) :
8
1.
Dimensi Geometri : kualitas data geospasial yang dikelompokan ke
beberapa elemen berbeda dikontrol kualitasnya berdasarkan tingkatannya dalam dimensi geometri. Tingkatannya dari yang rendah yaitu geometri primitif, seperti garis, titik dan polygon, kelengkapan geometri untuk satu obyek, semua bentuk geometri untuk satu kelas, kelengkapan geometri untuk satu dataset. 2.
Dimensi Atribut : kualitas data geospasial yang dikelompokan ke
beberapa elemen berbeda dikontrol kualitasnya berdasarkan tingkatannya dalam dimensi atribut. Tingkatannya dari yang rendah yaitu nilai, daerah (domain), atribut, kelas objek, dan keseluruhan data atribut. 3.
Dimensi temporal : kualitas data geospasial yang dikelompokan ke
beberapa elemen berbeda dikontrol kualitasnya berdasarkan tingkatannya dalam dimensi semantic. Tingkatannya dari yang rendah yaitu temporal primitif, kelengkapan temporal dalam objek atau atribut, kelengkapan temporal dalam objek dengan atribut yang di update, seluruh kelengkapan temporal obyek dan atribut dalam satu kelas. Seluruh kelengkapan temporal obyek dan atribut dalam satu data set. 1.6.4.2
Parameter Kualitas Data Geospasial, berdasarkan SDTS (Spatial
Data Transfer Standard) dalam mengontrol suatu kualitas data untuk setiap kelompok dimensi diatas, diperlukan empat parameter yaitu (Veregin, 1991): 1.
Position accuracy : akurasi dari komponen geospasial
2.
Attribute accuracy : akurasi dari komponen tematik
3.
Logical consistency : tingkat konsisten relasi antar elemen dalam dataset
dan basisdata 4.
Completeness : relasi antara elemen basisdata dengan dunia nyata untuk
keseluruhan informasi.
1.6.5
Konsep Uji Peta Uji peta adalah suatu proses penentuan kualitas dari suatu peta berdasarkan
akurasi posisi, akurasi atribut, konsistensi, dan kelengkapan (Verigin, 1991). Uji peta untuk menentukan kualitas peta berdasarkan akurasi posisi geospasial yaitu penilaian kedekatan lokasi objek geospasial dalam dataset dalam kaitannya dengan
9
posisi obyek geospasial tersebut yang sebenarnya di permukaan bumi. Penilaian akurasi posisi pada umumnya meliputi (ANZLIC, 2013) : 1.
Penilaian akurasi posisi horisontal
2.
Penilaian akurasi posisi vertikal
3.
Penjelasan tentang bagaimana penilaian akurasi ditentukan
Penilaian akurasi posisi horisontal dan vertikal dilakukan setelah keseluruhan fitur diketahui koordinatnya. Penilaian akurasi posisi dapat dilakukan dengan tes analisis statistik misalnya standar deviasi (SD). Standar deviasi untuk sampel didefinisikan dengan rumus : ∑
̅ ……………………………………………………..(1)
Dimana x1,x2,…,xn adalah nilai data dari sampel dan
̅ adalah rata-rata
sampel. Uji peta untuk menentukan kualitas peta berdasarkan akurasi atribut yaitu penilaian terhadap keandalan nilai atribut fitur dalam suatu dataset, kaitannya dengan nilai kebenaran pada kenyataan di lapangan. Keakuratan atribut umumnya meliputi (ANZLIC, 2013): 1.
Metode klasifikasi yang digunakan untuk menentukan atribut fitur
dalam dataset 2.
Penilaian akurasi atribut adalah seberapa baik atribut sesuai dengan
keadaan sebenarnya di lapangan (umumnya dinyatakan dalam persentase) 3.
Penjelasan tentang penentuan nilai akurasi atribut.
Salah satu metode analisis yang digunakan untuk menentukan akurasi atribut adalah confusion matrix. Confusion matrix merupakan matriks n x n, dimana baris dan kolomnya masing-masing menyatakan klasifikasi data yang didapat dari referensi dan klasifikasi data
sebenarnya. Confusion matrix digunakan untuk
mengetahui akurasi suatu kelompok data dengan data yang sebenarnya. Dibawah ini akan dijelaskan bagaimana pengukuran akurasi dengan menggunakan Confusion matrix (Muller dkk, 1998)..
10
Tabel I.1 Matrix Confusion Referensi A’
B’
A
C
E
B
D
F
Aktual
Keterangan tabel : A = data sampel obyek A sebenarnya B = data sampel obyek B sebenarnya A’ = data obyek A pada referensi B’ = data obyek A pada referensi C = jumlah obyek yang sesuai antara referensi dan kenyataan untuk obyek A D = jumlah obyek yang berubah dari A ke B E = jumlah obyek yang berubah dari B ke A F = jumlah obyek yang sesuai antara referensi dan kenyataan untuk obyek B Persentase Akurasi keseluruhan data = (C+D)/(C+D+E+F) *100% Persentase Akurasi data obyek A = C/(C+D)*100% Persentase Akurasi data obyek B = E/(E+F)*100% Uji peta adalah proses analisis akurasi atribut dan akurasi posisi geospasial suatu sampel (data). Sampel yang dianalisis diambil berdasarkan proses sampling. Metode sampling adalah cara pengumpulan data atau penelitian untuk mendapatkan sampel. Dari populasi dengan jumlah elemen N, dengan anggotanya X1, X2, …Xn. Varian parameternya adalah E ( X – U )2 =
∑
2
, dimana (Widjajanti,2004) :
∑
Banyak kemungkinan sampel dengan n yang dipilih dari suatu populasi dengan N elemen sebanyak K, dimana K sangat tergantung cara pemilihan elemen
11
anggota sampel. Diambil sampel sebanyak n elemen : X1, X2, …Xn. Ada dua cara pemilihan anggota sampel (Widjajanti,2004): a.
Dengan pengembalian (with replacement), ada kemungkinan elemen
terpiih dapat terpilih kembali. Rumus penghitunngan : K = Nn b.
Tanpa pengembalian (without replacement), elemen yang terpilih tidak
mungkin terpilih kembali. Rumus penghitungan :
Ukuran atau jumlah sampel merupakan hal yang penting dalam uji statistik. Terlalu besar jumlah sampel artinya pemborosan biaya dan waktu, terlalu kecil jumlah sampel akan mengurangi kualitas data. Sampel ukuran besar seperti 300 sampai 400 titik pada sebaran lokasi merupakan kategori yang paling tepat untuk memenuhi akurasi dengan tingkat kepercayaan 95% (Sthapit,1985). Persamaan yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel yang akan diuji adalah sebagai berikut: ……………………………………………………………………..(1) Dimana dalam persamaan (1) p adalah akurasi yang diingikan, q didapat dari 100-p, E adalah toleransi kesalahan (Error(E) : t * Standard Deviation), dan t merupakan ukuran derajat kepercayaan 95%. 1.6.6
Penentuan Posisi dengan Global Positioning System (GPS) Global Positioning System (GPS) merupakan suatu konstelasi yang terdiri
tidak kurang dari 24 satelit yang menyediakan informasi posisi koordinat. GPS dapat dipergunakan secara global dimanapun dan oleh siapapun dimuka bumi ini secara gratis. 1.6.6.1 Segmen GPS, secara garis besar GPS dibagi menjadi tiga segmen yaitu (Abdurachman, 2011) : a.
Segmen Kontrol
merupakan otak dari GPS, yang melakukan
pemantauan terhadap transmisi informasi navigasi dan “penyetelan” yang dilakukan oleh satelit. Segmen ini meliputi 5 stasiun pemantau dan stasiun upload yang terdistribusi di seluruh dunia. Setiap satelit akan melewati stasiun pemantau dua kali dalam satu hari.
12
b.
Segmen Angkasa merupakan konstelasi NAVigation Satellite Timing
And Ranging (NAVSTAR) dari satelit-satelit yang memancarkan sinyal GPS. Orbit satelit berada pada ketinggian sekitar 20.200 km di atas bumi dan melakukan revolusi terhadap bumi setiap 12 jam. c.
Segmen Pengguna merupakan sector yang menggunakan GPS untuk
penentuan posisi, baik dari kalangan sipil maupun militer. Aplikasinya meliputi pertanian, penerbangan, pelayanan darurat, rekreasi, dan pemantauan kendaraan. 1.6.6.2 Penentuan Posisi Absolut, merupakan metode penentuan posisi yang paling mendasar dari GPS. Prinsip dasar penentuan posisi absolut adalah pengikatan ke belakang dengan jarak, pengamatan simultan ke minimal 4 satelit yang koordinatnya diketahui. Pengamatan simultan dibutuhkan untuk mendapatkan 3 parameter posisi dan satu koreksi waktu. Koordinat satelit diketahui dari informasi orbit (broadcast ephermeris atau broadcast orbit) yang terkandung dalam pesan navigasi (navigation message). Pesan navigasi merupakan bagian dari sinyal satelit GPS. Pengaplikasian metode penentuan posisi absolut yaitu pencarian data koordinat pendekatan lokasi survei untuk keperluan perencanaan survei atau pemetaan terbatas. Peralatan yang digunakan berupa receiver tipe navigasi (handheld). Ketelitian yang didapat sesuai dengan spesifikasi untuk ketelitian Standar Positioning Service (SPS). Pada tingkat kepercayaan 95% secara tipikal ketelitian posisi horizontal yang diperoleh adalah 100m (Sunantyo, 2000). Ketelitian posisi GPS tersebut merupakan ketelitian pada saat Selective Avaible (SA) masih aktif. Pada bulan mei tahun 2000, pada saat SA non aktif ketelitian membaik menjadi 3-6 meter. Ketelitian posisi dengan penentuan absolut dapat ditingkatkan dengan pengamatan secara diferensial. Pada metode diferensial posisi suatu titik ditentukan secara relatif terhadap titik lain yang diketahui koordinatnya (stasiun referensi). Stasiun referensi biasanya berupa titik-titik kontrol yang merupakan bagian dari Jaring Kontrol Horizontal Nasional (JKHN). JKHN orde nol dan orde satu dibangun oleh Bakosurtanal, sedangkan orde dua dan tiga dibangun BPN.
13
1.6.6.3 Penentuan Posisi Relatif, adalah penentuan vektor jarak antara dua sistem pengamatan, yang dikenal dengan jarak basis (Baseline). Penentuan posisi relatif melibatkan pengamatan simultan satelit dengan minimum dua receiver GPS. Salah satu bekerja sebagai Base dan yang lain sebagai Rover. 1.6.6.4 Tipe Alat / Receiver GPS, Terdapat 3 macam tipe alat GPS, dengan masing-masing memberikan tingkat ketelitian (posisi) yang berbeda-beda. Tipe alat GPS yang
pertama adalah tipe Navigasi (Handheld GPS). GPS tipe navigasi
memiliki ketelitian posisi mencapai 3- 6 meter. Tipe alat yang kedua adalah tipe geodetik satu frekuensi (Mapping GPS), yang biasa digunakan dalam survei dan pemetaan yang membutuhkan ketelitian posisi sekitar sentimeter sampai dengan beberapa desimeter. Tipe terakhir adalah tipe Geodetik dual frekuensi yang dapat memberikan ketelitian posisi hingga mencapai milimeter. Tipe ini biasa digunakan untuk aplikasi precise positioning seperti pembangunan jaring titik kontrol, survei deformasi, dan geodinamika (Wahyu, 2008).
1.6.7 Ketelitian Peta Ketelitian
peta
mencakup
kesalahan-kesalahan
akibat
serangkaian
pengukuran, kesalahan plotting data pengukuran, dan kesalahan yang terjadi pada saat penggambaran. Untuk keperluan uji peta kesalahan pengukuran dan plotting data
pengukuran
diasumsikan
telah
dikoreksi
pada
tahap-tahap
sebelum
penggambaran, jadi dibawah ini diuraikan kesalahan yang terjadi pada saat penggambaran peta yaitu (Sosrodarsono, 1980), 1.6.7.1 Kesalahan Ploting Titik Kontrol, adalah sebesar 0,1 mm atau lebih kecil untuk semua skala peta. Kesalahan garis lurus pada peta 0,2 mm, dan kesalahan garis diagonal 0,5 mm. penyimpangan penempatan bentuk-bentuk planimetris pada peta harus lebih kecil dari 0,5 mm untuk semua skala peta. 1.6.7.2 Kesalahan Penggambaran Peta, kesalahan yang disebabkan oleh alatalat penggambaran, seperti ketebalan pensil gambar, kesalahan penempatan mistar penggaris dan lain-lain sedapat mungkin diusahakan agar besarnya tidak melebihi 0,3 mm. Kesalahan penggambaran yang tidak mungkin dapat dielakan tersebut dapat dikurangi dengan teknik-teknik latihan.
14
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 2013 mengatur Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang, pada lampiran kerincian kelas unsur untuk tebal garis batas luasan yaitu 0,3 mm.
15