BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ki
Hajar
Dewantara
(2004:21)
menjelaskan
bahwa “pengajaran” (onderwijs) tak lain dan tak bukan merupakan satu bagian dari pendidikan. Pengajaran adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan, serta memberi kecakapan kepada anakanak, yang kedua-duanya dapat berfaedah untuk hidup anak-anak,
baik
lahir
maupun
batin.
Sedangkan
“pendidikan” ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang
ada
manusia mencapai
pada dan
anak-anak,
sebagai
keselamatan
agar
anggota dan
mereka
sebagai
masyarakat
kebahagiaan
dapat
setinggi-
tingginya. Tampaknya pendapat Ki Hajar Dewantara tersebut diadopsi oleh UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menetapkan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Pengertian
pendidikan
tersebut
kemudian
di
tuangkan ke dalam tujuan pendidikan, pada UU No 20 Tahun 2003 dalam bab II pasal 3 yang menetapkan bahwa:“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban 1
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.” Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
yang
diharapkan
tersebut,
diperlukan
pembelajaran yang berkualitas dan efektif. Dimana menurut pendapat Bloom (1976:34) terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran yakni individual differences in learning that is an observable phenomenon which can be predicted, explained, and altered in a great variety of ways. Pendapat Aunurrahman
tersebut
tampaknya
(2009:33)
yang
diadopsi
menyatakan
oleh
bahwa
setiap orang berbeda satu sama lain dan tidak satupun yang memiliki ciri-ciri yang sama. Setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu yang lainnya. Perbedaan individual ini merupakan kodrat manusia yang bersifat alami. Perbedaan individu tersebut
disebabkan
kemampuan
seperti
oleh yang
besarnya
variasi
dalam
oleh
Hirsch
dikatakan
(1999:12) bahwa variations in ability and learning style are caused by individual differences. Oleh karena itu, Hirsch
(1999:12)
differences
are
menyatakan mainly
bahwa
differences
in
individual academic
preparation and ability, and the accommodation of these differences take the form of ability tracking. Berdasarkan
beberapa
hal
tersebut
para
pengambil kebijakan di Indonesia telah mengupayakan supaya pengembangan kemampuan peserta didik dapat disesuaikan
dengan
kebutuhannya.
Seperti
yang
tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 ayat 2
(1) yang menyatakan bahwa: “Setiap peserta didik pada setiap
satuan
pendidikan
berhak
mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya”. Selanjutnya pada butir (f) dinyatakan “Peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak menyelesaikan pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan”. Berdasarkan undang-undang tersebut, pemerintah kemudian merintis SMA/MA/SMLB, SMK/MAK dengan Sistem Kredit Semester (SKS). Adapun dasar lain dari program SKS adalah
Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 11 ayat (2) juga menyebutkan bahwa “Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit
semester.”
selanjutnya
pada
ayat
(3)
menyebutkan “Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori mandiri dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester.” Upaya
pemerintah
menyelenggarakan
Sistem
Kredit Semester (SKS) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah merupakan suatu upaya inovatif untuk meningkatkan
mutu
pendidikan.
Sistem
Kredit
Semester ini memberi kemungkinan untuk menggunakan cara yang lebih variatif dan fleksibel sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat peserta didik dibandingkan Sistem Paket. Oleh karena itu, penerapan 3
SKS diharapkan bisa mengakomodasi kemajemukan potensi peserta didik. Melalui SKS, peserta didik juga dimungkinkan
untuk
menyelesaikan
program
pendidikannya lebih cepat daripada periode belajar yang
ditentukan
dalam
setiap
satuan
pendidikan
(BNSP,2010:1). Selain itu sistem kredit semester (SKS) diharapkan menjadi salah satu solusi bagi dunia pendidikan Indonesia yang membebankan banyak mata pelajaran kepada peserta didik setiap minggunya, bahkan ada yang mencapai 16 mata pelajaran. Sistem Kredit Semester (SKS) diharapkan dapat membuat kehidupan sekolah menjadi dinamis dan tidak kaku seperti saat ini.Sehingga peserta didik memiliki kebebasan dalam memilih mata pelajaran yang ingin dia ikuti dan dapat merencanakan studinya sendiri.Berdasarkan alasanalasan tersebut kemudian pemerintah mengeluarkan Peraturan
Menteri
Pendidikan
dan
Kebudayaan
(Permendikbud) nomor 158 Tahun 2014 yang mengatur tentang penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, dimana di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut pemerintah menjabarkan tentang syarat-syarat sekolah yang ingin menyelenggarakan SKS dan tata cara penyelenggaraannya. Berdasarkan
hasil
penelitian
pendahuluan,
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Salatiga merupakan salah satu sekolah menengah yang telah menerapkan program Sistem Kredit Semester (SKS) sejak tahun pelajaran 2012/2013. SMAN 1 Salatiga 4
merupakan satu-satunya sekolah menengah di Salatiga yang telah menerapkan sistem kredit semester (SKS). Berdasarkan fakta tersebut dapat kita simpulkan bahwa program SKS ini merupakan sesuatu yang baru dalam dunia pendidikan di jenjang Sekolah Menengah Atas, sehingga pengimplementasiannya menimbulkan banyak pertanyaan. Berdasarkan
wawancara
pendahuluan
yang
dilakukan di SMAN 1 SALATIGA, dengan narasumber wakil
kepala
sekolah
bagian
kurikulum
Bapak
Budiyanto, tampak bahwa sistem kredit semester ini menuntut
peserta
didik
untuk
mandiri
serta
bertanggungjawab terhadap rencana program studinya. Sebagai contoh jika semakin baik nilai indeks prestasi kumulatif (IPK), maka semakin banyak pula mata pelajaran yang dapat diikuti di semester berikutnya. Demikan juga ketika ada peserta didik yang nilainya tidak memenuhi standar KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) maka harus mengikuti kegiatan remidi. Jika remidi masih belum memenuhi standar KKM, maka harus mengikuti perbaikan di semester pendek, dengan tujuan untuk memperbaiki nilai yang telah diperoleh pada semester sebelumnya. Lebih dari itu, Bapak Budiyanto juga mengatakan masih terdapat beberapa kendala dalam penerapan program sistem kredit semester di SMA N 1 Salatiga. Contohnya dalam sistem penilaian atau rapor peserta didik. jika nilai di semester 1 baik, maka di semester 2 peserta didik dapat mengambil beban sks di semester 2 dengan tambahan beban sks untuk semester 3, peserta 5
didik akan mendapatkan dua jenis rapor, yaitu rapor untuk semester yang sedang dijalani, dan rapor untuk keseluruhan beban SKS yang di ambil di semester tersebut, karena pada dasarnya Sistem Kredit Semester (SKS) masih semi sistem paket. Peserta didik juga tetap dikelompokkan ke dalam jenjang kelas masing-masing (kelas X, XI, XII). Selain itu pihak sekolah juga belum menemukan solusi untuk seorang peserta didik dengan kategori cerdas istimewa (CI) yang dapat menyelesaikan sekolahnya di semester ganjil (peserta didik tersebut lulus setelah 2,5 tahun). Hal tersebut disebabkan oleh ujian nasional di Indonesia masih dilaksanakan secara serempak sehingga belum ditemukan kebijakan yang tepat bagi peserta didik tersebut. Tujuan diadakannya evaluasi program di SMA Negeri 1 Salatiga adalah mengetahui ketercapaian tujuan dari program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya (Arikunto dan Jabar, 2010:18). Lebih dari itu berdasarkan beberapa kendala yang peneliti temukan, maka
peneliti
bermaksud
untuk
mengevaluasi
penerapan sistem kredit semester di SMA Negeri 1 Salatiga, dan melihat sudahkah program SKS yang dilaksanakan sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh
Badan
Sandar
Nasional
Pendidikan
(BSNP).
Peneliti akan melakukan evaluasi menggunakan model CIPP (Context, Input, Process, Product). Model CIPP dipilih karena model ini memandang program yang 6
dievaluasi sebagai sebuah sistem (Arikunto dan Jabar, 2010:45).
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dituliskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimana konteks (Context) program sistem kredit semester (SKS) di SMAN 1 Salatiga? 1.2.2 Bagaimana
masukan
(Input)
program
sistem
kredit semester (SKS) di SMAN 1 Salatiga? 1.2.3 Bagaimana
proses
(process)
program
sistem
kredit semester (SKS) di SMAN 1 Salatiga? 1.2.4 Bagaimana hasil (product) program sistem kredit semester (SKS) di SMAN 1 Salatiga?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai
dalam
penelitian ini adalah: 1.3.1. Mengevaluasi konteks program Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA Negeri 1 Salatiga; 1.3.2. Mengevaluasi masukan (input) program Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA Negeri 1 Salatiga; 1.3.3. Mengevaluasi
proses
program
Sistem
Kredit
Semester (SKS) di SMA Negeri 1 Salatiga; 1.3.4. Mengevaluasi hasil (product) program Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA Negeri 1 Salatiga; Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah mendapatkan
hasil
evaluasi
meliputi
konteks, 7
masukan, proses dan hasil adalah guna memberi rekomendasi
kebijakan
keberlanjutan
yang
program,
akan
mempengaruhi
dimana
terdapat
3
kemungkinan meliputi; Program akan dilanjutkan, jika pelaksanaan
program
menunjukkan
bahwa
segala
sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat; Program akan direvisi, jika ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan
harapan,
dan
akan
diberikan
perbaikan-
perbaikan bagi program; Program akan dihentikan, jika dipandang
bahwa
program
tersebut
tidak
ada
manfaatnya, atau tidak bisa terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil
peneletian
ini
diharapkan
dapat
memberikan manfaat antara lain : 1.
Manfaat teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah bahan kajian di bidang manajemen tentang evaluasi program sistem
kredit
semester
(SKS)
di
sekolah
menengah. 2.
Manfaat Praktis Bagi sekolah; Hasil penelitian ini digunakan sebagai data ilmiah, dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan program sekolah, dalam hal ini sistem kredit semester (SKS). Hasil penelitian juga
bisa
digunakan
meningkatkan
sekolah
keberhasilan
dalam
program
upaya sesuai 8
dengan tujuan program yang sudah dibuat serta sebagai
bahan
khususnya
rekomendasi
wakil
kepala
bagi sekolah
sekolah bagian
kurikulum untuk menentukan tindak lanjut dari sistem kredit semester yang sedang dilaksanakan di SMAN 1 Salatiga.
9