BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya karena manusia akan selalu tergantung pada orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu. Seiring berlalunya waktu dalam perkembangan selanjutnya, seorang individu perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang-orang yang ada di sekitarnya dan belajar untuk mandiri. Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang dialami oleh semua makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang tepat. Oleh karena itu, pengambilan keputusan diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Dibutuhkan suatu kompetensi bagi seseorang agar mampu mengambil keputusan secara tepat, yaitu salah satunya menurut howard adalah kecerdasan intrapersonal. Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri, dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, mampu memotivasi diri sendiri dan melakukan disiplin diri. Kecerdasan intrapersonal, berhubungan dengan mengerti diri sendiri.
Diharapkan dengan kemampuan pengenalan diri sendiri remaja
mampu mengambil keputusan yang tepat dan baik bagi dirinya. Individu yang cerdas memahami diri sendiri biasanya mengetahui sesuatu yang terbaik bagi dirinya dan bisa memprioritaskan apa yang lebih penting bagi dirinya. Karena individu yang memiliki kecerdasan intrapersonal selalu berintrospeksi dan mengevaluasi setiap keputusan yang diambilnya, apakah keputusan yang diambilnya baik bagi dirinya dan apakah yang penting bagi dirinya.
1
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengambilan keputusan. Maka apabila dihubungkan dengan kecerdasan yang diungkapkan oleh Howard dapat diambil salah satu kecerdasan yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan.
Kecerdasan yang akan diungkap yaitu
kecerdasan intrapersonal karena kecerdasan intrapersonal itu sendiri menggambarkan keterampilan dan cara berfikir individu dalam memahami segala sesuatu yang terbaik bagi dirinya. Oleh sebab itu, sangat berhubungan sekali dengan proses pengambilan keputusan yang menuntut individu untuk memiliki pemahaman terhadap kebutuhan dan tanggung jawab pribadi terhadap keputusan yang akan diambil.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang menjadi fokus bahasan dalam makalah ini adalah bagaimana keterkaitan kecerdasan intrapersonal terhadap pengambilan keputusan yang diambil oleh remaja. Secara khusus rumusan masalah dalam makalah ini diuraikan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Konsep kecerdasan intrapersonal dan pengambilan keputusan? 2. Karakteristik kecerdasan intrapersonal dan pengambilan keputusan pada tahapan remaja? 3. Faktor-faktor yang mempengharuhi kecerdasan intrapersonal pada remaja? 4. Kaitan kecerdasan intrapersonal dengan pengambilan keputusan pada remaja? 5. Fenomena pengambilan keputusan pada remaja? 6. Upaya yang bisa dilakukan oleh Konselor di sekolah untuk mengatasi persoalan pengambilan keputusan yang dialami oleh siswa (pelajar) ?
1.3 Pendekatan/pemecahan masalah Dalam penyusunan makalah ini, tim penulis menggunakan suatu metode yang disebut tinjauan kepustakaan, yang diambil dari berbagai literature, yaitu dengan mungumpulkan bahan dari berbagai macam sumber kepustakaan, kemudian mereview ulang dalam tim bahasan serta studi kasus 2
yang relevan dan tentunya biasa terjadi pada para pelajar dalam lingkup pendidikan.
1.4 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN, yang meliputi latar belakang permasalahan yang diangkat pada makalah, rumusan permasalahan sebagai batasan masalah yang dibahas, metode penyusunan makalah serta sistematika penulisan makalah. BAB II PENGARUH KECERDASAN INTRAPERSONAL TERHADAP PENGAMBILAN
KEPUTUSAN,
mencakup
pembahasan
mengenai
kecerdasan intrapersonal, pengambilan keputusan pada remaja serta kaitan antara kecerdasan intrapersonal dengan pengambilan keputusan pada remaja. BAB III PEMBAHASAN KASUS , mencakup fenomena pengambilan keputusan pada remaja, peranan dan intervensi layanan bimbingan dan konseling terhadap fenomena yang terjadi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan dari keseluruhan yang telah dibahas dan saran. DAFTAR PUSTAKA
3
BAB II PENGARUH KECERDASAN INTRAPERSONAL TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN 2.1 Kecerdasan Intrapersonal 2.1.1
Konsep Kecerdasan Intrapersonal Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri, dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, mampu memotivasi diri sendiri dan melakukan disiplin diri. Kecerdasan intrapersonal, berhubungan dengan mengerti diri sendiri Orang yang mempunyai kecerdasan intrapersonal akan sangat mampu memahami diri sendiri dari segi kekuatan, kelemahan, hasrat dan keinginan, termasuk kemahiran membandingkan diri sendiri dengan orang lain dan mengetahui bagaimana menjaga perasaan dari orang lain. Potensi yang tinggi pada kecerdasan ini akan membantu seseorang dalam berinteraksi dengan dirinya sendiri sehingga muncul pemahaman tentang tujuan hidupnya. Hal ini akan membantunya dalam mengontrol arah dimana akan melangkah.
Mereka yang memiliki kecerdasan ini akan
mempunyai suatu tingkatan percaya diri yang sangat tinggi, memiliki prinsip yang sangat kuat dan mandiri. 2.1.2
Karakteristik Kecerdasan Intrapersonal Individu
yang
memiliki
Kecerdasan
Intrapersonal
dapat
digambarkan dalam beberapa karakteristik, yaitu: 1.
Mampu menyadari dan mengerti arti emosi diri sendiri dan emosi orang lain
2.
Mampu mengungkapkan dan menyalurkan perasaan dan pikiran
3.
Mengembangkan konsep diri yang baik dan benar
4.
Termotivasi untuk menentukan dan mengejar suatu tujuan hidup 4
5.
Menetapkan dan hidup dengan system nilai yang sesuai dengan etika
6.
Mampu bekerja secara mandiri
7.
Sangat tertarik dengan pertanyaan arti hidup, tujuan hidup, dan relevansinya dengan keadaan saat ini
8.
Mampu mengembangkan kemampuan belajar yang berkelanjutan dan meningkatkan diri
9.
Tertarik menerjuni karir sebagai pelatih, konselor, filsuf, psikolog atau memilih jalur spiritual
10. Mampu menyelami dan mengerti kerumitan suatu psibadi dan kondisi manusia pada umumnya
2.2 Pengambilan keputusan 2.2.1
Konsep pengambilan keputusan Jalaludin Rahmat (1991:71), keputusan merupakan satu pilihan dari dua atau berbagai alternatif sebagai dasar dalam melakukan tindakan. Sedangkan menurut Evans dan Ibnu Syamsi, keputusan merupakan hasil dari proses pemikiran berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah atau melakukan tindakan.
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengambilan keputusan merupakan hasil dari suatu proses berfikir untuk menentukan pilihan sebagai dasar melakukan tindakan yang nyata. Pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir dan hasil dari perbuatan itu disebut keputusan. ini berarti bahwa dengan melihat bagaimana seseorang mengambil suatu keputusan, maka dapat diketahui perkembangan pemikirannya. 2.2.2
Pengambilan keputusan pada remaja Masa remaja adalah saat meningkatnya pengambilan keputusan mengenai masa depan, teman yang akan dipilih, keputusan tentang apakah melanjutkan kuliah setelah tamat SMA atau mencari kerja, mengikuti bimbel atau tidak dan seterusnya.
Dibandingkan dengan anak-anak, 5
remaja muda cenderung menciptakan pilihan-pilihan, menelaah situasi dari berbagai sudut pandang, memperkirakan konsekuensi dari suatu keputusan dan mempertimbangkan kredibilitas sumber (Mann, Harmoni, & Power). Dalam beberapa tulisan, remaja yang berusia lebih tua digambarkan lebih kompeten dari yang lebih muda, sekaligus lebih kompeten dari anak-anak. Suatu penelitian mencatat bahwa remaja yang berusia lebih tua memiliki kemampuan mengambil keputusan yang lebih baik daripada yang berusia lebih muda.
Ringkasnya, remaja yang lebih tua seringkali
mengambil keputusan yang lebih baik daripada yang lebih muda, yang tentunya lebih baik daripada kemampuan anak-anak. Namun keterampilan mengambil keputusan yang dimiliki remaja yang berusia lebih tua masih jauh dari sempurna, seperti halnya keterampilan orang dewasa. Kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat tidaklah menjamin bahwa hal tersebut akan selalu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, dimana keluasan pengalaman juga ikut berperan (Jacobs & Potenza, 1990; Keating, 1990a).
Misalnya, kursus mengemudi mobil meningkatkan
keterampilan kognitif dan motorik remaja sampai setara dengan, atau kadangkala lebih baik, daripada keterampilan orang dewasa. meskipun demikian, kursus mengemudi mobil tidak efektik dalam menurunkan tingkat kecelakaan lalu lintas yang tinggi di kalangan remaja (Potvin, Champange & Laberge-Nadau, 1988). Remaja membutuhkan lebih banyak kesempatan untuk melatih dan membahas pengambilan keputusan yang realistis.
Banyak keputusan
dalam dunia nyata diambil dalam situasi stress yang mengandung faktorfaktor keterbatasan waktu dan pelibatan emosional. Suatu strategi untuk meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan pada remaja mengenai berbagai pilihan dunia nyata, seperti seks, obat-obatan, dan tawuran adalah mengusahakan agar sekolah memberi
kesempatan lebih banyak bagi
remaja untuk terlibat dalam kegiatan bermain peran dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pilihan-pilihan seperti di atas. Strategi lain adalah agar orang tua melibatkan remaja dalam kegiatan mengambil 6
keputusan yang tepat. dalam penelitian terhadap lebih dari 900 remaja muda dan sebagian orang tua mereka, remaja akan cenderung lebih aktif ikut serta dalam pengambilan keputusan bila beranggapan bahwa mereka dapat mengendalikan hal-hal yang terjadi pada mereka
dan bahwa
masukan yang mereka berikan akan berpengaruh pada hasil dan proses pengambilan keputusan (Liprie, 1993). Dalam membuat keputusan, kita memilih dari beberapa alternatif, bukan memilih mana yang salah atau mana yang benar. Jadi, tidak ada keputusan yang salah atau benar. Tapi keputusan yang diambil bisa saja hasilnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Jadi, kita tidak perlu menyesali keputusan yang telah diambil, apa lagi terpaku pada penyesalan yang berlarut-larut ketika keputusan yang kita ambil ternyata tidak memberikan hasil yang kita harapkan.
2.3 Pengaruh Kecerdasan Intrapersonal Terhadap Pengambilan Keputusan Pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang tepat. Oleh karena itu, pengambilan keputusan diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Masalahnya terlebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari alternatif-alternatif yang disajikan.
Diperlukan kecerdasan bagi seseorang agar dirinya mampu
mengambil keputusan yang tepat dan terbaik bagi dirinya. Menurut howard terdapat 10 jenis kecerdasan, salah satunya yang berkaitan dengan pengambilan keputusan adalah kecerdasan intrapersonal.
Orang yang
memilki kualitas kecerdasan intrapersonal yang baik biasanya mampu memahami apa yang terbaik bagi dirinya, sehingga ketika proses pengambilan keputusan yang diambilnya pun selalu disesuaikan dengan keadaan diri, baik itu menyangkut potensi, kesempatan, tantangan dan 7
kelemahan yang dimilikinya. Sedangkan individu dengan kualitas kecerdasan intrapersonal yang rendah akan cenderungn berbuat semaunya tanpa memikirkan
konsekuensi
yang
akan
dihadapinya,
kurang
mampu
memprioritaskan sesuatu berdasarkan kepentingannya dan keputusan yang diambilnya pun cenderung kurang tepat bagi kehidupannya .
8
BAB III PEMBAHASAN KASUS 3.1 Fenomena Fenomena ini kami temukan berasal dari salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Bandung. Fenomena ini diceritakan oleh salah satu guru bidang studi ketika kami melakukan observasi untuk salah satu mata kuliah yaitu Praktikum Konseling Individual. Guru tersebut pada awalnya bercerita mengenai berbagai kegiatan yang dilakukan oleh siswa di sekolah. Dimana efek dari banyaknya kegiatan yang ada disekolah tersebut membuat sebagian siswa lebih tertarik pada kegiatan ekstrakurikuler dan cenderung mengabaikan kegiatan utama di sekolah yaitu belajar. Pembicaraan kami berlajut pada penerangan guru terhadap masalah pribadi-sosial salah seorang siswa di sekolah tersebut, yang belum mampu mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya sendiri. Permasalahan itu dimulai ketika siswa yang bernama Yocky (nama disamarkan) ketika duduk di bangku kelas 2 memperoleh hasil belajar yang kurang dibandingkan waktu-waktu sebelumnya, karena Yocky pada awalnya adalah siswa yang aktif dalam kegiatan keorganisasian dan dapat dikatakan cukup pandai dalam bidang pelajaran. Kemudian setelah naik ke kelas 3 dan pensiun dari keorganisasiannya prestasi belajar Yocky kian hari kian menurun. Setelah diamati lebih lanjut, ternyata Yocky lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan ekstrakurikuler terutama basket dan sepak bola bahkan diapun mengikuti sekolah sepak bola untuk lebih menyalurkan hobinya, sehingga waktu untuk belajar pun nyaris tersita. Tentu saja beberapa guru menyayangkan hal tersebut, karena seharusnya setelah naik ke kelas 3 semua siswa lebih fokus terhadap kegiatan belajarnya. Hal itu tentu saja perlu ditindaklajuti oleh konselor, agar kondisi Yocky yang terlalu mementingkan kegiatan ekstrakurikuler dibandingkan kegiatan belajarnya, segera tertangani dengan sebaik-baiknya agar tidak menghambat dirinya dalam menghadapi ujian kelulusan yang akan segera dilaksanakan. Kekurang mampuannya dalam menentukan pilihan yang tepat antara tetap menjadi siswa 9
yang baik dan berprestasi dengan pilihan tetap mengikuti berbagai kegiatan untuk menyalurkan hobinya. Hal tersebut disayangkan oleh guru dan orang tuanya karena tentu saja akan sangat merugikan dirinya secara pribadi. Karena apabila hal itu tidak segera ditangani akan berdampak kepada kelanjutan studinya, salah satunya adalah ancaman tidak lulus ujian akhir.
3.2 Intervensi BK 3.2.1
Pendekatan teori konseling Pengambilan keputusan adalah suatu keterampilan, kemampuan yang
dapat dipelajari dan dipraktekkan. Pengambilan keputusan membantu seseorang untuk mengenal diri sendiri, baik diluar komunitasnya maupun di dalam lingkungannya.
Pengambilan keputusan yang tidak tepat, akan
mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan. Erikson yang membagi tahapan siklus hidup manusia menjadi 8 tahapan dan tahapan remaja berada pada tahapan ke lima yang digambarkan sebagai identity vs identity diffusion, pada masa ini remaja dihadapkan kepada pilihan dan pengambilan keputusan. Keputusan remaja yang diambil saat ini akan mempengaruhi kehidupannya di masa depan. Respon guru dan dalam hal ini konselor terhadap peran yang dilakukan remaja mempunyai daya yang kuat untuk mendukung atau menghambat pembentukan identitas remaja. Untuk hal ini kami berpendapat bahwa eksplorasi-komitmen dalam rangka pembentukan identitas remaja di sekolah, tergantung pada respon guru yang positif (enabling), yang mau menghargai pendapat dan kemampuan remaja peserta didiknya, mendorong remaja menjadi individu yang kompeten dalam melakukan eksplorasi berdasarkan motivasional dari dalam dirinya sendiri, serta dapat mengambil keputusan dan menerima tanggung jawab atas tindakan-tindakan atau keputusan yang dilakukannya (memiliki kemandirian). Teknik yang paling mendasar dalam bimbingan dan konseling adalah konsultasi dengan wawancara yang mendalam. Konselor menggunakan teori client-centered saat melaksanakan wawancara konseling, sehingga konseli 10
mengungkapkan seluruh pikirannya secara terbuka. Siswa tersebut pada awalnya belum menyadari bahwa ia memiliki masalah dengan peran barunya. Setelah konselor mendapatkan cukup banyak informasi tentang siswa yang bersangkutan dari guru bidang studi, wali kelas, dan orang tua, konselor pun melakukan konsultasi dengan siswa yang bersangkutan. Setelah siswa tersebut menyadari bahwa ada yang salah dengan sikapnya selama ini, ia kembali mengalami kebingungan. Kebingungannya dalam menentukan pilihan yang tepat antara tetap menjadi siswa yang baik dan berprestasi dengan pilihan tetap mengikuti berbagai kegiatan untuk menyalurkan hobinya. Gagasan praktis yang melatar belakangi client centered terapi sangat menarik bagi kebanyakan orang. Pendekatan client centered terapi kini mendominasi bidang konseling. Salah satu alasan kepopuleran pendekatan yang berpusat pada individu ini adalah kesederhanaannya. Pendapat-pendapat Rogers relatif mudah untuk dipahami (walaupun tidak mudah untuk dipraktekkan), sehingga bagi yang mempelajarinya tidak memerlukan studi yang terlalu akademis. Client centered terapi, tidak diragukan lagi, akan berhasil apabila diterapkan secara tepat. Konseling yang berpusat pada individu sama efektifnya dengan pendekatan terapi lain, dan lebih berhasil daripada tanpa perawatan sama sekali. Client centered terapi sangat sesuai untuk tipe-tipe klien tertentu. Konseling yang berpusat pada individu paling cocok untuk klien yang menderita bermacam-macam gejala, bukan gejala-gejala yang sangat spesifik. Tiga alasan client centered terapi sangat cocok bagi klien tertentu. Klien harus merasa tertarik pada pengalaman batinnya. Orang yang tidak suka berbicara mandalam tentang dirinya, tidak cocok dengan jenis terapi ini. Klien juga harus sangat pandai bergaul (highly socially skilled). Orang yang tidak bisa mengenal kondisi-kondisi utama tadi tidak akan memberikan respon terhadap kondisi-kondisi tersebut. Alasan selanjutnya, klien harus merasa membutuhkan hubungan dekat. Client centered therapy melibatkan hubungan yang dekat.
11
Pendekatan konseling client-centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah bagi dirinya, yang paling penting dalam kualitas hubungan konseling adalah pembentukan suasana hangat, permisif dan penerimaan yang dapat membuat klien untuk menjelajahi struktur dirinya dalam hubungan dengan pengalaman yang unik. Konsep pokok yang mendasari konseling client-centered adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian Rogers, dan hakekat kecemasan. Rogers berpendapat bahwa konstruk inti konseling client centered adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri. Dikatakan konsep diri atau struktur diri dapat dipandang sebagai konfigurasi persepsi yang terorganisasikan tentang diri yang membawa kesadaran. Konfigurasi persepsi yang dimaksud terdiri atas unsur-unsur persepsi tehadap karakteristik dan kecakapan seseorang, pengamatan dan konsep diri dalam hubungan dengan orang lain dan lingkungan, kualitas nilai yang dipandang sebagai pertautan dengan pengalaman dan objek, dan tujuan dan cita-cita yang dipandang mempunyai kekuatan positif dan negatif. Diri (self) merupakan atribut yang dipelajari yang membentuk gambaran diri individu sendiri. Diri manusia dapat dipandang sebagai subjek yaitu “saya” (“I”), dan objek yaitu “ku” (“me”). Konsep aktualisasi diri Rogers mendefinisikan kecenderungan yang melekat dalam organisme untuk mengembangkan kapasitasnya dalam
cara-cara
yang
dapat
menjamin
untuk
memelihara
dan
meningkatkan organisme dengan aktualisasi diri berarti bahwa manusia terdorong oleh dorongan pokok yaitu mengembangkan diri dan mewujudkan potensinya. Orang yang dikatakan sehat adalah yang dirinya dapat berkembang penuh (the fully funtioning self), dan dapat mengalami proses hidupnya tanpa hambatan. Individu terdorong untuk menjadi diri sendiri. Kecemasan akan terjadi apabila terdapat perbedaan antara pengalaman dengan konsep 12
diri dan penyesuaian diri akan tercapai apabila ada persesuaian antara pengalaman dengan konsep diri
3.2.2
Layanan bimbingan dan konseling untuk melatih pengambilan keputusan Cara penanganan fenomena diatas lebih menekankan pada pengembangan kemampuan siswa tersebut untuk memecahkan masalahnya sendiri
dengan
konselor
sebagai
fasilitator.
Konseli
mampu
mempertimbangkan berbagai keputusan yang diambilnya berserta segala konsekuensinya. Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005). Dengan mengacu pada teori tentang proses pengambilan keputusan diatas, siswa tersebut diperkenalkan beberapa tahapan pengembilan keputusan oleh konselor, antara lain : a.
Pengumpulan dan penganalisisan data Siswa tersebut dibantu oleh konselor, mampu mengidentifikasi
permasalahan yang dihadapinya berdasarkan informasi yang tersedia. Pada awalnya memang siswa tersebut tidak menyadari permasalahan yang dihadapinya. Namun dengan mengacu pada informasi yang dimiliki oleh konselor, baik dari guru bidang studi yang mengeluhkan kemerosotan prestasi, wali kelas dan orang tua siswa yang bersangkutan tentang perubahan prestasi yang dialaminya, maka ia pun menyadari bahwa permasalahan memang tengah terjadi pada dirinya. Maksud dari penganalisisan data disini adalah konsultasi antara konselor dan konseli tentang permasalahan yang dihadapinya setelah konseli telah memiliki pemahaman mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya beserta sumber permasalahan tersebut. b.
Pembuatan alternatif-alternatif kebijakan yang kemudian dijadikan alternatif keputusan dengan memperhatikan situasi lingkungan
13
Alternatif-alternatif kebijakan disini dimaksudkan sebagai pilihan alternatif yang ditemukan dari hasil konsultasi antara konselor dan konseli. Konseli
yang
sebelumnya
telah
memiliki
pemahaman
tentang
permasalahan yang dihadapinya, mulai merumuskan alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya tersebut, dibantu oleh konselor. Karena konselor menggunakan pendekatan teori client-centered, pilihan-pilihan alternatif tersebut berada sepenuhnya di tangan konseli untuk memutuskan yang terbaik baginya. Sedangkan konselor hanya membantu dalam merumuskan alternatif-alternatif yang tersedia beserta penyampaian kelemahan dan kelebihan setiap alternatif yang ada. c.
Memilih satu alternatif terbaik untuk dijadikan keputusan Alternatif-alternatif yang tersedia dalam pengambilan keputusan
tersebut secara garis besar terbagi atas dua bagian, yaitu siswa tersebut tetap menjalani kegiatan ekstrakurikulernya yang cenderung menyita waktu belajarnya dengan konsekuensi prestasi belajar yang menurun. Atau keputusan untuk tetap menjalani kegiatan ekstrakurikulernya dengan catatan lebih memprioritaskan kegiatan belajarnya agar prestasi belajarnya kembali meningkat dan mampu menghadapi ujian akhir nasional dengan baik. Kemungkinan pada mulanya, siswa tersebut memilih alternatif dimana ia tidak akan mengurangi kegiatan ekstrakurikulernya akan tetapi ia berusaha untuk dapat terus mengikuti kegiatan belajarnya secara lebih intensif. Akan tetapi alternatif itu kemungkinan tidak akan terlaksana sesuai harapan, dikarenakan kegiatan ekstrakurikuler yang diikutinya tersebut,
terlalu
menyita
banyak
waktu
dan
pemahaman
serta
ketertarikannya terhadap kegiatan belajar itu cenderung rendah. Hingga pada akhirnya, setelah adanya pertimbangan yang matang, siswa itu memutuskan untuk lebih memprioritaskan kegiatan belajar daripada kegiatan ekstrakurikulernya. d.
Melaksanakan keputusan Pada awalnya mungkin akan berat bagi siswa itu untuk
melaksanakan keputusan yang dipilihnya tersebut. Akan tetapi, konselor 14
yang berkoordinasi dengan orang tua siswa tersebut secara perlahan-lahan membantu konseli agar mampu untuk kembali fokus dan lebih memprioritaskan
kegiatan
belajarnya
daripada
kegiatan
ekstrakurikulernya.
Setelah beberapa waktu, ia pun mulai mengikuti
kegiatan belajarnya dengan baik sehingga prestasi belajarnya pun berangsur naik dan diharapkan ke depannya siswa tersebut mampu mengikuti ujian akhir nasional dengan hasil yang tidak mengecewakan.
3.2.3 Evaluasi Evaluasi pelaksanaan keputusan dilakukan oleh konseli dan konselor secara bersama-sama. Konseli belajar untuk bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya beserta segala konsekuensinya. Dan ketika tahap akhir konseling ini, siswa mampu membandingkan keadaan sebelumnya dimana ia lebih mengutamakan kegiatan ekstrakurikulernya dengan keadaan sekarang ketika siswa tersebut lebih memprioritaskan kegiatan belajarnya yang ternyata jauh lebih bermanfaat bagi kelancaran kegiatan akademiknya.
15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Permasalahan dimulai ketika siswa yang bersangkutan memperoleh hasil belajar yang kurang dibandingkan waktu-waktu sebelumnya, karena siswa tersebut pada awalnya adalah siswa yang aktif dalam kegiatan keorganisasian dan dapat terbilang cukup pandai dalam bidang pelajaran. Akan tetapi, setelah diamati lebih lanjut, akhir-akhir ini siswa yang bersangkutan sedikit demi sedikit menjauh dari pergaulannya di sekolah, prestasi belajar yang cenderung menurun. Tentu saja hal tersebut menimbulkan pertanyaan di kalangan guru-guru di sekolah. Setelah ditelaah lebih lanjut, kemunduran siswa tersebut dimulai saat ia mengikuti ekstrakurikuler. Ada banyak teori konseling dalam upaya bantuan dari konselor untuk konseli, salah satunya adalah teori 'client-centered'. Pendekatan dari teori ini pula yang kami gunakan sebagai dasar upaya bantuan yang diberikan kepada konseli dalam fenomena diatas. Teori konseling ini menekankan peran konseli sendiri dalam proses konseling sampai pengambilan keputusan. Teori konseli ini berpijak pada beberapa keyakinan dasar tentang martabat manusia bahwa bila seseorang mengalami masalah, yang bisa menyelesaikan masalah adalah diri sendiri. Apapun keputusan yang diambil oleh konseli adalah hak konseli. Dalam berbagai konseling, seseorang konselor berperan sebagai pemberi alternatif solusi, sedangkan pengambilan keputusannya diserahkan kepada remaja. Peran konselor lebih banyak membantu remaja untuk mengambil keputusan bukan sebagai pengambil keputusan. Selain itu dari fenomena diatas, kami pun menggaris bawahi tentang keterampilan mengambil keputusan yang dimiliki oleh remaja. Menurut Siagian (Ibnu Syamsi 1989 : 6), pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang tepat. Oleh karena 16
itu, pengambilan keputusan diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Proses pengambilan keputusan melewati beberapa tahap, yaitu : a. pengumpulan dan penganalisisan data b. pembuatan alternatif-alternatif kebijakan yang kemudian dijadiak alternatif keputusan dengan memperhatikan situasi lingkungan c. memilih satu alternatif terbaik untuk dijadikan keputusan d. melaksanakan keputusan e. memantau dan mengevaluasi hasil pelaksanaan keputusan Teknik yang paling mendasar dalam bimbingan dan konseling adalah konsultasi dengan wawancara yang mendalam. Konselor menggunakan teori client-centered saat melaksanakan wawancara konseling, sehingga konseli mengungkapkan seluruh pikirannya secara terbuka. Siswa tersebut pada awalnya belum menyadari bahwa ia memiliki masalah dengan peran barunya. Setelah konselor mendapatkan cukup banyak informasi tentang siswa yang bersangkutan dari guru bidang studi, wali kelas, dan orang tua, konselor pun melakukan konsultasi dengan siswa yang bersangkutan. Setelah siswa tersebut menyadari bahwa ada yang salah dengan sikapnya selama ini, ia kembali mengalami kebingungan. Kebingungan yang terjadi terletak pada ketakutannya ditinggalkan oleh pacarnya akan tetapi ia pun menyadari bahwa peran sosialnya sebagai siswa mulai terganggu. Karena konselor menggunakan pendekatan teori client-centered, pilihanpilihan alternatif tersebut berada sepenuhnya di tangan konseli untuk memutuskan yang terbaik baginya. Sedangkan konselor hanya membantu dalam merumuskan alternatif-alternatif yang tersedia beserta penyampaian kelemahan dan kelebihan setiap alternatif yang ada.
4.2 Rekomendasi Rekomendasi ini ditujukan kepada guru pembimbing sekolah dalam hal ini konselor agar lebih peka terhadap berbagai permasalahan yang dialami oleh konseli, misalnya dalam hal ini masalah pengambilan keputusan yang dialami 17
oleh seorang siswa, konselor harus lebih mengerti dan memahami mengapa peserta didiknya sampai membuat keputusan seperti di atas, apa yang melatarbelakangi salah satu peserta didiknya lebih asyik dengan kegiatan ekstrakurikulernya dari pada kegiatan belajarnya, apakah ada yang salah dengan kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah selama ini, atau disebabkan kurangnya layanan bimbingan dan konseling yang diberikan konselor kepada siswanya tentang
pemahaman pentingnya kegiatan belajar dan kurangnya
pemberian pemahaman akan tugas mereka sebagai pelajar. Dalam hal pemberian layanan bimbingan dan konseling pun seharusnya konselor membiasakan siswanya untuk berperan secara lebih aktif dalam mengambil suatu keputusan berdasarkan pemahaman para siswa terhadap potensi/kesempatan, tantangan, kelebihan, dan kelemahan yang dimilikinya, sehingga siswanya mampu mengambil keputusan dalam hal ini memilih sesuatu secara tepat tanpa merugikan dirinya sendiri.
18