BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian suatu negara terutama Indonesia diharapkan
akan lebih maju dengan keberadaan perbankan syariah sebagai bagian dari sistem perbankan
nasional.
Seiring
dengan
meningkatnya
pertumbuhan
ekonomi,
perbankan syariah saat ini masih berada pada tahap perkembangan dengan tetap gencar untuk meningkatkan pangsanya, salah satunya dari sisi pembiayaan. Pada
umumnya,
pembiayaan
bagi hasil belum dapat
mendominasi
pembiayaan yang diberikan bank syariah secara keseluruhan. Masalah rendahnya porsi pembiayaan bagi hasil atau dominasi pembiayaan non bagi hasil terutama murabahah pada pembiayaan bank syariah ternyata merupakan fenomena global, tidak terkecuali Indonesia. Hanya negara tertentu saja yang sudah mampu menempatkan pembiayaan bagi hasil tersebut pada porsi tertinggi dari total pembiayaan keseluruhan. Sebagai contoh, negara Sudan yang dinilai telah memiliki sistem perbankan syariah yang mapan sehingga mampu membuat batasan tentang maksimum porsi pembiayaan murabahah yang disalurkan yaitu hanya 30%, dan menentukan porsi yang lebih besar untuk pembiayaan bagi hasil (Ascarya dan Yumanita, 2005). Dibalik pesatnya perkembangan perbankan syariah di Indonesia, masih ada hal yang patut disayangkan yaitu jenis pembiayaan berbasis bagi hasil belum dapat menggeser dominasi pembiayaan murabahah (jual beli) yang dinilai kurang mencerminkan karakteristik bank syariah. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Irawan, Febianto dan Kasri (2007) sebagai berikut: “The low level participation of the Islamic banks in mudharabah and musharakah financing models has become one of the problems in the development of the industry. This arrangements are unique to Islamic banking and account for its superiority over conventional banking on grounds of ethics and efficiency, but the majority of islamics banks have limited themselves to less risky trade-financing assets, which tend to be a shorter maturity.”
Dari kutipan tersebut dapat diketahui Perbankan Syariah mempunyai masalah
pada
kurangnya
minat
nasabah
untuk
menggunakan
pembiayaan
mudharabah dan musyarakah. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis akadnya yang ditunjukkan pada gambar 1.1. Masih relatif kecilnya jumlah porsi pembiayaan bagi hasil yang disalurkan kepada akhir tahun 2011 sebesar 28,43%, yakni terdiri dari pembiayaan mudharabah sebesar 9,96% dan pembiayaan musyarakah sebesar 18,47% dari total pembiayaan yang disalurkan, dibandingkan dengan pembiayaan murabahah yang sebesar 54,91% menunjukkan bahwa operasi bank syariah belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Mudharabah Musyarakah Murabahah Salam Istishna Ijara Qard
Gambar 1.1 Penyaluran Pembiayaan per Skim Tahun 2011 Sumber: www.bi.go.id
Sudah kita ketahui bahwa prinsip bagi hasil merupakan jiwa bagi bank syariah. Hal ini disebabkan oleh pertama, sumber dana bank yang sebagian jangka pendek kurang dapat digunakan untuk membiayai bagi hasil yang biasanya jangka panjang. Kedua, pengusaha cenderung kurang berminat menggunakan bagi-hasil. Ketiga, kebanyakan yang memilih modal bagi hasil adalah mereka yang berbisnis dengan resiko tinggi. Keempat, untuk meyakinkan bank bahwa usahanya akan memberikan keuntungan tinggi, pengusaha terdorong untuk membuat proyeksi bisnis yang terlalu optimis. Kelima, banyak pengusaha memiliki dua pembukuan,
dimana pembukuan yang diberikan kepada bank tingkat keuntungan lebih rendah (Karim, 2010). Seiring
dengan
meningkatnya
pertumbuhan
ekonomi,
pembiayaan
perbankan syariah juga mengalami peningkatan yang tajam. Kualitas pembiayaan syariah juga menunjukkan kinerja yang membaik dengan ditunjukkan oleh membesarnya porsi pembiayaan. Hingga akhir tahun 2011, penghimpunan dana syariah mencapai lebih dari 115.415 miliar. Pembiayaan tersebut berasal dari bank umum syariah dan unit usaha syariah yang terdaftar pada bank Indonesia. Berikut ini adalah
tabel penghimpunan dana dan penyaluran dana syariah yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia : Tabel 1.1 Penghimpunan Dana (dalam Miliar Rupiah) Komposisi DPK-Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 2007
2008
2009
2010
2011
Giro IB
3.750
4.238
6.202
9.056
12.006
Tabungan IB
9.454
12.471
16.475
22.908
32.305
Deposito IB
14.807
20.143
29.595
44.072
71.547
TOTAL
28.012
36.852
52.271
76.036
116.518
Tabel 1.2 Penyaluran Dana (dalam Miliar Rupiah) Komposisi Pembiayaan yang Diberikan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 2007
2008
2009
2010
2011
Mudharabah
5.578
6.205
6.597
8.631
10.229
Musyarakah
4.406
7.411
10.412
14.624
18.960
Murabahah
16.553
22.486
26.321
37.508
56.365
Salam
0
0
0
0
0
Istishna
351
369
423
347
326
Ijarah
516
765
1.305
2.341
3.839
Qardh
540
959
1.829
4.371
12.937
TOTAL
27.994
28.195
46.886
68.181
102.655
Sumber : www.bi.go.id Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil yang sering dibahas dalam literatur fiqh dan umumnya disalurkan perbankan syariah terdiri dari dua jenis, yaitu pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul mal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Sedangkan Musyarakah merupakan akad kerjasama diantara para pemilik modal yang mencampurkan
modal mereka untuk
tujuan mencari keuntungan (Wiyono,
2005:122). Kinerja pertumbuhan pembiayaan bank syariah yang ditunjukkan tabel 1.1 dan tabel 1.2 tetap baik sampai dengan akhir tahun 2011. Setiap tahunnya penyaluran pembiayaan syariah ini secara konsisten terus mengalami peningkatan. Sementara itu, penyaluran pembiayaan mudharabah dan musyarakah masih belum dapat mengimbangi penyaluran pembiayaan musyarakah. Bank
Muamalat Indonesia dipilih untuk ditelaah, karena merupakan
pelopor bank syariah di Indonesia. Keberadaan bank syariah telah muncul sejak tahun 1992 yaitu Bank Muamalat Idonesia (BMI). Keberadaan BMI muncul pasca pemberlakuan UU no. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang menerapkan sistem bagi hasil.
Dari sisi pembiayaan, Bank Muamalat memberikan dukungan
pembiayaan melalui berbagai skema pembiayaan baik jual beli maupun bagi hasil. Setelah dibandingkan dengan 3 Bank Umum Syariah terbesar di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah, jumlah pembiayaan berbasis bagi hasil selama 5 tahun, yang terbesar atau yang mampu mendominasi dibandingkan dengan jumlah pembiayaan lainnya adalah Bank Muamalat Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.3 Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Jenis Bank
TAHUN
PEMBIAYAAN
PEMBIAYAAN
BAGI HASIL
NON BAGI HASIL
BANK
2007
50,75%
49,25%
MUAMALAT
2008
50,71%
49,29%
INDONESIA
2009
50,97%
49,03%
2010
48,90%
51,10%
2011
44,53%
55,47%
BANK SYARIAH
2007
42,60%
57,40%
MANDIRI
2008
42,06%
57,94%
2009
41,43%
58,57%
2010
36,50%
63,50%
2011
27,29%
72,71%
BANK MEGA
2007
5,20%
94,80%
SYARIAH
2008
6,44%
93,56%
2009
6,17%
93,83%
2010
4,55%
95,45%
2011
16,98%
83,02%
Sumber : www.muamalatbank.co m, www.megasyariah.co.id, www.syariahmandiri.co.id
Berdasarkan hasil diatas, hanya Bank Muamalat Indonesia yang mampu mendominasi pembiayaan berbasis bagi hasil pada tahun 2007, 2008, dan 2009. Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah belum dapat mendominasi
pembiayaan berbasis bagi hasil. Maka dari itu Bank Muamalat Indonesia dipilih untuk dianalisis karena pembiayaan berbasis bagi hasil inilah yang sangat berpotensi dalam menggerakkan
sektor
riil karena
menutup
kemungkinan
disalurkannya dana pada kepentingan konsumtif dan hanya pada usaha produktif (Donna dan Chotimah, 2008). Untuk
mencari solusi atas masalah masih relatif rendahnya volume
pembiayaan berbasis bagi hasil, perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah pembiayaan tersebut. Dengan demikian, faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dapat dioptimalkan untuk mendorong peningkatan porsi pembiayaan berbasis bagi hasil. Hasil penelitian Donna dan Dumairy (2006) menyimpulkan bahwa Dana Pihak Ketiga dan Tingkat Bagi Hasil berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap Penawaran Pembiayaan Mudharabah. Selan itu, penelitian Donna dan Chotimah (2008) serta Andraeny (2011) menyebutkan bahwa terdapat beberapa variabel
mempengaruhi
perbankan
syariah.
besar
Dalam
kecilnya penelitian
pembiayaan itu
mereka
yang
disalurkan
menyimpulkan
oleh bahwa
pembiayaan mudharabah dipengaruhi secara signifikan oleh dana pihak ketiga (positif), tingkat bagi hasil (positif) dan modal rasio kecukupan modal (positif). Sedangkan pembiayaan musyarakah secara signifikan dipengaruhi oleh dana pihak ketiga (positif) dan modal per aset (positif). Variabel lain yang yang di nilai berpengaruh terhadap volume pembiayaan adalah non performing financing (NPF).
Penelitian Faikoh (2008) menyimpulkan bahwa NPF
berpengaruh
signifikan terhadap volume pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah. Sedangkan, penelitian Andraeny (2011) menyimpulkan bahwa non performing financing tidak berpengaruh signifikan terhadap volume pembiayaan berbasis bagi hasil pada perbankan syariah di Indonesia. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia pada saat ini menunjukkan arah peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator, salah satunya yaitu dana pihak ketiga. Sebagai lembaga keuangan yang memiliki fungsi intermediasi
keuangan,
bank
syariah
melakukan
penghimpunan
dana
dari
masyarakat dalam bentuk simpanan yang disebut juga Dana Pihak Ketiga dan
menyalurkan dana tersebut melalui skema pembiayaan baik pembiayaan yang menggunakan prinsip jual beli, sewa maupun bagi hasil (Andraeny, 2011). P inajaman
yang Diterima
Kewajiban
0,30%
kepada Bank
Lain 6,30%
Modal
Surat
berharga
0,80%
5,20%
Dana
Pihak Ketiga 87,40%
Desember 2011
Gambar 1. 2 Sumber Dana Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Sumber : Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah (diolah)
Gambar 1.2 Menunjukkan perkembangan terakhir Sumber Dana Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Dari grafik tersebut dibuktikan bahwa sumber dana pihak ketiga yang sebesar 87,40% merupakan sumber dana terpenting dalam kegiatan operasi suatu bank dibandingkan dengan sumber dana lainnya. Hal ini merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Selain dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil menjadi faktor penting karena jenis pembiayaan berbasis bagi hasil, yaitu mudharabah dan musyarakah ini bersifat Natural Uncertainty Contract (NUC) yang cenderung memiliki risiko yang tinggi dibandingkan jenis pembiayaan lainnya karena return yang diperoleh bank tidak pasti. Oleh karena itu, bank akan cenderung banyak menyalurkan pembiayaan berbasis bagi hasil ini jika tingkat bagi hasilnya tinggi dalam arti tidak lebih kecil dari risiko yang mungkin terjasi (prinsip high risk high return) (Andraeny, 2011). Faktor lain yang dapat mempengaruhi pembiayaan berbasis bagi hasil ini adalah rasio kecukupan modal / Capital Adequacy Ratio (CAR). CAR adalah
rasio yang memperihatkan seberapa jauh seluruh aktiva yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain (Dendawijaya, 2009:38). Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat digunakan untuk keperluan pengembangan usaha dan mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit. Selain dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil dan rasio kecupan modal, faktor lainnya adalah Non Performing Financing. Dendawijaya (2009:82) menyebutkan bahwa implikasi bagi pihak bank sebagi akibat timbulnya kredit bermasalah diantaranya akan mengakibatkan hilangnya kesempatan memperoleh income (pendapatan) dari kredit yang diberikan sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi rentabilitas bank. Peningkatan non performing financing akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang harus dibentuk oleh pihak bank syariah sesuai ketentuan dari Bank
Indonesia. Bila hal ini berlangsung terus-menerus, maka akan
mengurangi modal bank syariah sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan bank
dalam menyalurkan
pembiayaan,
termasuk
di dalamnya pembiayaan
berbasis bagi hasil. Bank
Muamalat
Indonesia
dipilih
untuk
ditelaah,
karena
mampu
memberikan dukungan pembiayaan melalui skema pembiayaan berbasis bagi hasil. Diperlukan rambu-rambu untuk menjaga kesehatan bank dalam penanaman dananya. Hal tersebut tertuang dalam UU No. 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998, dalam pasal 29 ayat 2 : “Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melkukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”, dan ayat 3 : ”dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank”.
Dalam penentuan kesehatan suatu bank, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah dana yang terhimpun dari masyarakat (Dana Pihak Ketiga), tingkat bagi hasil (TBH), kecukupan modal dan kualitas aset yang dinyatakan dalam rasio (Rasio Kecukupan Modal / CAR), dan pembiayaan yang macet (Non Performing Financing). Berdasarkan
fenomena
yang terjadi dan perbedaan hasil penelitian
terdahulu yang telah dipaparkan diatas, menarik untuk diuji kembali yang dapat dijadikan permasalahan dalam penelitian kali ini, yaitu mengenai pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil, Rasio Kecukupan Modal dan Non Performing Financing terhadap pembiayaan berbasis bagi hasil. Dari penjelasan yang telah dikemukakan, muncul ketertarikan untuk meneliti dan mengambil topik mengenai perkembangan pembiayaan berbasis bagi hasil pada Bank Muamalat Indonesia karena itu, penulis mengambil judul : “PENGARUH DANA PIHAK KETIGA, TINGKAT BAGI HASIL, RASIO KECUKUPAN MODAL DAN NON PERFORMING FINANCING TERHADAP PEMBIAYAAN BERBASIS BAGI HASIL PADA BANK MUAMALAT INDONESIA” (Periode 2007-2011)
1.2
Identifikasi Masalah Perkembangan perbankan syariah secara kualitas dan kuantitas terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun termasuk di dalamnya adalah Bank Muamalat Indonesia. Dengan meningkatnya pembiayaan dari tahun ke tahun yang di dalamnya terdapat pembiayaan berbasis bagi hasil, penulis ingin menguji, Dana Pihak Ketiga (DPK), Tingkat bagi Hasil (TBH), Rasio Kecukupan Modal (CAR) dan Non Performing Financing (NPF) sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pembiayaan yang disalurkan ke masyarakat oleh bank umum syariah. Berdasarkan
latar
mengidentifikasikan
belakang masalah
masalah yang
pembahasan adalah sebagai berikut :
akan
yang
telah
menjadi
dikemukakan, pokok
penulis
pemikiran
dan
1. Bagaimana perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Muamalat di Indonesia 2. Bagaimana perkembangan Tingkat Bagi Hasil (TBH) pada Bank Muamalat di Indonesia 3. Bagaimana perkembangan Rasio Kecukupan Modal (CAR) pada Bank Muamalat di Indonesia 4. Bagaimana perkembangan Non Performing Financing (NPF) pada Bank Muamalat di Indonesia 5. Bagaimana pengaruh DPK, TBH, CAR, dan NPF terhadap Pembiayaan berbasis Bagi Hasil pada Bank Muamalat di Indonesia secara simultan dan secara parsial
1.3
Maksud danTujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mencari, mengumpulkan dan mendapatkan
data
yang
dapat
memberikan
informasi mengenai besarnya,
perkembangan dan pengaruh dana pihak ketiga (DPK), tingkat bagi hasil (TBH), rasio kecukupan modal (CAR), non performing financing (NPF) dan Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil pada Bank Muamalat di Indonesia, kemudian juga sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian sidang dalam menyelesaikan pendidikan sarjana jurusan Akuntansi Universitas Widyatama.
1.3.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Tingkat Bagi Hasil (TBH), Rasio Kecukupan Modal (CAR), dan Non Performing Financing (NPF) terhadap Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil pada Bank Muamalat Indonesia.
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan, antara lain: 1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman penulis tentang perbankan syariah khususnya pengaruh dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil, rasio kecukupan modal, dan non performing financing terhadap volume pembiayaan berbasis bagi hasil pada perbankan syariah. 2. Bagi Perbankan Syariah Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan sumber pemikiran untuk perbankan syariah terutama upaya dalam mengevaluasi peningkatan dana pihak ketiga, tingkat bagi hasil, modal per aset dan berusaha mengurangi non performing financing (NPF) agar pembiayaan berbasis bagi hasil yang diberikan lebih optimal. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan menambah wacana penelitian, khusunya dalam bidang-bidang yang relatif baru, seperti halnya bidang kajian mengenai perbankan syariah.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam memperoleh data dan informasi yang diperlukan untuk menunjang
penelitian ini,
penulis melakukan penelitian data sekunder berupa laporan
keuangan Bank Muamalat Indonesia selama periode 2007-2011 (melalui website resmi
Bank
Muamalat
Indonesia
dan
website
Bank
Indonesia).
Waktu
pelaksanaan penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan April 2013.