BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan manusia oleh UNDP (United Nation Development Programme) didefinisikan sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir pembangunan (the ultimate end) sedangkan upaya pembangunan sendiri dipandang sebagai sarana (principal means) untuk mencapai tujuan tersebut. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) merupakan suatu indikator yang menjelaskan bagaimana penduduk suatu wilayah mempunyai kesempatan untuk mengakses hasil dari suatu pembangunan sebagai bagian dari haknya dalam memperoleh pendapatan, kesehatan dan pendidikan (Zuhaifah, 2012). Mulai tahun 1990 UNDP menerbitkan buku Human Development Report. Dalam buku tersebut terdapat rekapan HDI seluruh negara-negara di dunia. Sejak saat itu HDI digunakan untuk membandingkan tingkat pembangunan antar negara di dunia. Dalam hal ini angka harapan hidup (AHH) yang merupakan salah satu indikator dalam IPM juga dapat dibandingkan antar negara secara internasional. AHH mengindikasikan derajat kesehatan masyarakat dan mencerminkan tingkat keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Semakin tinggi AHH maka derajat kesehatan masyarakat semakin baik dan hal ini didukung oleh keberhasilan dalam pembangunan bidang kesehatan. Sebaliknya, pembangunan bidang kesehatan yang kurang berhasil akan berdampak pada rendahnya derajat kesehatan masyarakat sehingga AHH rendah. AHH negara maju dan berkembang di dunia pada tahun 1980-2010 terus meningkat. Nampak pada gambar 1.1 bahwa garis menunjukkan tren naik dari tahun ke tahun sehingga mengindikasikan adanya peningkatan AHH. Peningkatan AHH ini mengambarkan derajat kesehatan masyarakat yang terus meningkat dari tahun 1980 sampai tahun 2010. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan yang dilakukan di bidang kesehatan semakin berhasil.
1
Sumber : PRB, World Population Data Sheet 1980-2010 Gambar 1.1 Tren Angka Harapan Hidup di Dunia Tahun 1980-2010
Berdasarkan Gambar 1.1 dapat dibandingkan besarnya AHH di negara maju, berkembang dan tertinggal. Negara maju mempunyai AHH lebih tinggi dari pada negara berkembang dan negara tertinggal. Negara berkembang mempunyai AHH lebih rendah dari negara maju akan tetapi lebih tinggi dari negara tertinggal. Negara yang mempunyai AHH paling rendah adalah negara tertinggal. Fakta pada Gambar 1.1 menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi suatu negara sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya AHH. AHH semakin tinggi apabila kondisi sosial ekonomi negara semakin baik, sebaliknya negara yang mempunyai kondisi sosial ekonomi buruk mempunyai AHH rendah. Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai AHH yang berkisar antara 70-71 selama tahun 2008 sampai tahun 2010. Angka tersebut termasuk dalam kategori sedang jika dibandingkan dengan negara lain di ASEAN karena peringkat AHH Indonesia berada di tengah. Dua negara yang mempunyai AHH tertinggi di ASEAN adalah Singapore dan Brunei. Kedua negara tersebut merupakan negara maju di ASEAN yang mempunyai kondisi sosial ekonomi baik.
2
Sementara itu, dua negara di ASEAN yang mempunyai AHH terendah adalah Timor Leste dan Myanmar. Kedua negara tersebut merupakan negara tertinggal dengan kondisi sosial ekonomi buruk. Peringkat AHH Indonesia di ASEAN pada tahun 2008 menduduki posisi 6 tepat di bawah Thailand. Pada tahun 2009 Indonesia mengalami peningkatan AHH dan menggeser posisi Thailand sehingga Indonesia berada pada posisi 5. Filipina pada tahun 2010 menggeser Indonesia menjadi posisi 6 karena AHH Filipina mengalami peningkatan dan AHH Indonesia tetap. Posisi AHH negaranegara di ASEAN ini secara tidak langsung mengindikasikan baik buruknya derajat kesehatan masyarakat.
Tabel 1.1 Angka Harapan Hidup Negara-Negara di ASEAN Tahun 2008-2010 AHH (e0) 2008 2009 2010 1 Singapore 81 81 81 2 Brunei 75 77 77 3 Malaysia 74 74 74 4 Vietnam 73 74 74 5 Filipina 69 69 72 6 Indonesia 70 71 71 7 Thailand 72 69 69 8 Laos 61 65 65 9 Kamboja 62 61 61 10 Timor Leste 60 61 61 11 Myanmar 61 61 58 Posisi Indonesia 6 5 6 Sumber : PRB, World Population Data Sheet No
Negara
Tahun 2008-2010
Pada saat konferensi, United Nation (UN) mengamanatkan HDI kepada seluruh negara pesertanya. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi anggota UN sehingga harus mengemban amanat HDI yang telah diserahkan. Dengan demikian Indonesia juga harus berusaha untuk terus melakukan upaya
3
peningkatan HDI. Peningkatan HDI dapat ditempuh dengan meningkatkan kondisi pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat. Dalam hal ini bidang kesehatan di Indonesia harus terus ditingkatkan demi AHH yang semakin tinggi. Hasil sensus penduduk mulai tahun 1971 sampai 2010 menunjukkan bahwa AHH di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tren peningkatan AHH ini sejalan dengan penurunan angka kematian bayi (AKB). Pada tahun 1967 AHH Indonesia adalah sebesar 45,7 dan kemudian meningkat menjadi 52,2 pada tahun 1976. Selama periode tersebut terjadi peningkatan AHH sebesar 14,2 %. Sedangkan untuk periode 10 tahun terakhir (1996-2006) di Indonesia terjadi peningkatan AHH sebesar 8,1 % yaitu 65,4 pada tahun 1996 dan meningkat menjadi 70,7 pada tahun 2006. Peningkatan AHH secara umum dari tahun 1967 sampai tahun 2006 adalah sebesar 54,7 % (BPS, 2011a).
Sumber : BPS, 2011a Gambar 1.2 Tren Estimasi Angka Harapan Hidup Indonesia Hasil SP1971-SP2010
AHH menurut provinsi di Indonesia berdasarkan data hasil SP1971SP2010 menunjukkan adanya perbedaan antar provinsi. Wilayah Indonesia bagian barat seperti Provinsi Riau, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan DI
4
Yogyakarta mayoritas mempunyai AHH yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian timur seperti Provinsi Papua, NTB, NTT, Maluku dan Gorontalo. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa AHH di Indonesia mempunyai perbedaan secara keruangan. Di satu sisi terdapat provinsi yang mempunyai AHH tinggi (di atas standar nasional) akan tetapi di sisi lain terdapat provinsi yang mempunyai AHH rendah (di bawah standar nasional). Provinsi NTB mempunyai nilai AHH terendah pada periode 1967-1996 dan pada tahun 2006 posisinya digantikan oleh Provinsi Gorontalo. Sedangkan provinsi yang mempunyai AHH tertinggi pada periode 1967-2006 adalah Provinsi D.I. Yogyakarta dan Provinsi DKI Jakarta. Secara lebih rinci AHH provinsi terendah dan tertinggi di Indonesia periode 1967-2010 disajikan pada tabel 1.2 sebagai berikut:
Tabel 1.2 Estimasi Angka Harapan Hidup antar Provinsi Tertinggi dan Terendah di Indonesia Hasil SP1971-SP2010 SP1971 (1967) DKI Jakarta 48,6 DI Yogyakarta 53,5 Indonesia 45,7 NTB 35 Gorontalo Sumber : BPS, 2011a Provinsi
SP1980 (1976) 57,6 61,8 52,2 39,1 -
SP1990 (1986) 66,3 66,6 59,8 45,9 -
SP2000 (1996) 71,2 71,2 65,4 56 63
SP2010 (2006) 74,7 74,1 70,7 65,1 63,2
Tinggi rendahnya AHH di suatu daerah tidak hanya tergantung oleh kondisi sosial ekonominya saja akan tetapi juga dipengaruhi oleh ruang. Setiap ruang mempunyai karakteristik masing-masing baik dari segi lingkungan fisik maupun lingkungan sosial ekonominya. Kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial ekonomi sangat menentukan keberhasilan pembangunan di suatu daerah termasuk pembangunan dalam bidang kesehatan. Dengan demikian perbedaan ruang dapat menyebabkan perbedaan nilai AHH. Perkembangan suatu daerah pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh perkembangan daerah yang ada disekitarnya. Daerah maju pada umumnya juga
5
berasosiasi dengan daerah maju karena daerah maju akan memicu daerah sekitarnya untuk ikut berkembang, sebaliknya daerah yang tertinggal pada umumnya berasosiasi dengan daerah yang tertinggal pula. Gambaran ini menunjukkan adanya keterkaitan yang kuat antara suatu daerah dengan daerah yang ada disekitanya (ada interaksi antar ruang). Kondisi tersebut juga dapat berlaku dalam studi AHH. Provinsi yang mempunyai AHH tinggi cenderung berasosiasi dengan provinsi lain yang mempunyai AHH tinggi pula. Di sisi lain, provinsi yang mempunyai AHH rendah cenderung berasosiasi dengan provinsi yang mempunyai AHH rendah pula. Indonesia yang terdiri dari 33 provinsi mempunyai karakteristik yang khas di setiap provinsi dan tidak dimiliki oleh provinsi lain. Berdasarkan data publikasi BPS, AHH di Indonesia menunjukkan adanya perbedaan antar provinsi. AHH provinsi-provinsi dalam satu pulau nilainya belum tentu sama. Kondisi ini menyebabkan perbedaan AHH di Indonesia menarik untuk dikaji secara keruangan. Oleh sebab itu peneliti hendak melakukan kajian terkait “Disparitas Spasial Angka Harapan Hidup di Indonesia Tahun 2010”.
1.2. Perumusan Masalah Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat di Indonesia dapat diindikasikan dari besar kecilnya Angka Harapan Hidup (AHH). AHH di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun akan tetapi peningkatan ini tidak diimbangi oleh distribusi yang merata. Hal ini terbukti dari masih dijumpai adanya perbedaan nilai AHH antar provinsi. Berdasarkan data publikasi dari BPS, wilayah Indonesia bagian barat seperti Provinsi Riau, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta mempunyai AHH melebihi standar nasional sedangkan wilayah Indonesia bagian timur seperti Provinsi Papua, NTB, NTT, Maluku dan Gorontalo AHH-nya masih di bawah standar nasional. Perbedaan AHH di Indonesia ini mengindikasikan adanya perbedaan derajat kesehatan masyarakat. Disparitas spasial AHH di Indonesia pada tahun 2010 dapat dikaji berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena AHH merupakan
6
indikator derajat kesehatan masyarakat. Dengan demikian faktor yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap AHH. Berdasarkan paparan di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana perbedaan AHH di berbagai wilayah Indonesia pada tahun 2010? 2. Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap AHH di Indonesia tahun 2010?
1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perbedaan AHH di berbagai wilayah Indonesia pada tahun 2010. 2. Menyelidiki faktor yang paling berpengaruh terhadap AHH di Indonesia tahun 2010.
1.4. Kegunaan Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1. Manfaat Akademis 1. Sebagai sumber informasi tambahan terkait disparitas spasial AHH di Indonesia. 2. Dapat
dijadikan
sebagai
referensi
untuk
melakukan
penelitian
selanjutnya yang terkait dengan AHH baik di Indonesia maupun di daerah lain. 3. Dapat menjadi inspirasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya yang terkait dengan AHH di Indonesia. 1.4.2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam evaluasi pembangunan kesehatan yang telah dilakukan di Indonesia. Dengan demikian dapat disusun kebijakan baru yang lebih tepat untuk diaplikasikan guna menyamakan AHH di seluruh wilayah Indonesia.
7
1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Penelitian Sebelumnya Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya dan mempunyai perbedaan yang mempertahankan keaslian masing-masing penelitian. Pada tahun 2008 Min Hua dkk mengadakan penelitian dengan judul International Variation in Life Expectancy : A Spatio-Temporal Analysis. Penelitian tersebut mengidentifikasi variasi angka harapan hidup negara-negara di dunia secara spasial dan temporal. Variasi angka harapan hidup antar negara dan antar waktu dijelaskan dengan memaparkan kondisi politik, sosial dan ekonomi negara. Metode yang digunakan oleh Min Hua dkk untuk analisis data dalam penelitian meliputi analisis komparasi keruangan dan temporal. Kondisi politik, sosial dan ekonomi antar negara dilihat variasinya beradasarkan ruang dan waktu untuk menjelaskan kondisi angka harapan hidup. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa angka harapan hidup negara-negara di dunia mempunyai variasi baik menurut ruang maupun waktu. Variasi angka harapan hidup tersebut secara umum disebabkan oleh perbedaan kondisi politik, sosial dan ekonomi negara. Lynsey Kyte and Claudia Wells pada tahun 2010 melakukan penelitian yang berjudul Variations in Life Expectancy between Rural and Urban Areas of England 2001-2007. Penelitian tersebut dilakukan untuk menyelidiki variasi angka harapan hidup daerah perdesaan dan perkotaan di Inggris.
Variasi
angka
harapan
hidup
perdesaan
dan
perkotaan
diidentifikasi dengan mempertimbangkan klasifikasi daerah menurut RUAC (Rural and Urban Area Classification) 2004 dan IMD (Index of Multiple Deprivation) 2007. Hasil analisis penelitian yang dilakukan oleh Lynsey Kyte and Claudia Wells menunjukkan bahwa angka harapan penduduk perdesaan lebih tinggi daripada penduduk perkotaan di Inggris. Hal itu disebabkan oleh tingkat kesehatan masyarakat perdesaan yang lebih baik daripada
8
masyarakat perkotaan dan pinggiran di Inggris. Masyarakat perdesaan lebih memahami pola hidup sehat daripada masyarakat perkotaan. Penelitian ini selain mengacu pada dua penelitian di atas juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kabir Mahfuz (t.t) dengan judul Determinants of Life Expectancy in Developing Countries. Penelitian tersebut mengkaji pengaruh determinan sosial ekonomi negara-negara berkembang di dunia terhadap angka harapan hidup. Metode yang digunakan dalam analisis data adalah regresi linier ganda. Determinan sosial
ekonomi
(variabel
independen)
dalam
penelitian
tersebut
digambarkan melalui variabel pendapatan per kapita, pendidikan, akses terhadap air bersih, anggaran untuk kebutuhan kesehatan dan urbanisasi. Variabel-variabel data dalam penelitian Kabir Mahfuz dianalisis menggunakan
regresi
linier
ganda
untuk
mengetahui
bagaimana
pengaruhnya terhadap angka harapan hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi yang baik tidak sepenuhnya menjamin angka harapan hidup tinggi. Peningkatan pendapatan per kapita, pendidikan, anggaran kesehatan per kapita dan urbanisasi tidak menjamin terjadinya peningkatan AHH di negara-negara berkembang. Takashi Hasegawa dkk pada tahun 2011 melakukan penelitian yang terkait dengan angka harapan hidup penduduk lansia di Jepang. Penelitian tersebut berjudul The Effect of Socioeconomic Status and Lifestyle on Life Expectancy : A Structural Analysis of an Elderly Japanese Population. Besarnya angka harapan hidup penduduk lansia dikaji dengan menganalisis faktor pelayanan kesehatan, sosial ekonomi dan gaya hidup masyarakat Jepang. Data yang digunakan dalam penelitian Takashi Hasegawa dkk adalah data primer yang dikumpulkan dengan menggunakan alat berupa kuisioner individu. Kuisioner tersebut ditujukan untuk responden penduduk lanjut usia/ lansia (usia 65+ tahun) yang ada di Jepang. Jumlah total responden adalah 8.285 orang yang terdiri dari 3.875 penduduk laki-laki dan 4.410 penduduk perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
9
angka harapan hidup penduduk lansia di Jepang sangat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan pelayanan kesehatan. Sementara itu, faktor gaya hidup hanya berpengaruh kecil terhadap angka harapan hidup penduduk lansia di Jepang. Informasi terkait penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan di atas memberikan banyak masukan dan menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti dalam penyusunan penelitian yang dilakukan yaitu “Disparitas Spasial Angka Harapan Hidup di Indonesia Tahun 2010”. Angka harapan hidup di Indonesia dikaji secara keruangan (spasial) dan dianalisis faktor apa yang paling berpengaruh terhadap angka harapan hidup menurut determinan derajat kesehatan teori H.L.Blum. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis komparasi keruangan dan analisis regresi linier ganda. Analisis komparasi keruangan merupakan alat analisis yang dimanfaatkan untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama. Tujuan penelitian yang kedua dan hipotesis dalam penelitian ini dijawab menggunakan analisis regresi linier ganda. Keaslian dari penelitian ini dapat dilihat berdasarkan tabel 1.3 berikut ini :
10
Tabel 1.3 Keaslian Penelitian No Judul 1 Min Hua Jen, Ron Johnston, Kelvyn Jones, Richard Harris dan Axel Gandy (2010): ”International Variation in Life Expectancy : A SpatioTemporal Analysis”
2
Lynsey Kyte and Claudia Wells (2010): “Variations in Life Expectancy between Rural and Urban Areas of England, 2001-2007”
3
Kabir Mahfuz (t.t): “Determinants of Life Expectancy in Developing Countries”
Tujuan Untuk mengidentifikasi variasi AHH (e0) secara keruangan dan temporal pada banyak negara di dunia.
- Untuk menyelidiki variasi AHH (e0) antara daerah perdesaan dan perkotaan di Inggris. - Untuk menyelidiki perbedaan tingkat kesehatan antara penduduk perdesaan dan perkotaan di Inggris. Mengkaji pengaruh determinan sosial ekonomi terhadap angka harapan hidup 91 negara berkembang di dunia.
Metode Metode analisis data yang digunakan adalah analisis komparasi keruangan dan temporal. Analisis komparasi temporal (tren) dimodelkan menggunakan modelling developmental trajectories yang meliputi hierarchical modeling, growth curve modeling dan group-based trajector modelling. Variasi AHH dikaji berdasarkan klasifikasi daerah RUAC (Rural and Urban Area Classification) 2004 dan IMD (Index of Multiple Deprivation) 2007. Sedangkan data penduduk dan kematian diperoleh dari publikasi instansi terkait yaitu ONS (Office for Nation Statistics). - Multiple regression/ regresi ganda untuk menguji pengaruh pendapatan per kapita, pendidikan, akses air bersih, anggaran kesehatan dan urbanisasi terhadap AHH.
11
Hasil - Angka harapan hidup global (dunia) mengalami perubahan dari waktu ke waktu. - AHH antar negara di dunia besarnya tidak selalu sama (terdapat variasi keruangan). - Variasi AHH secara keruangan dan temporal dipengaruhi oleh perbedaan kondisi politik, sosial dan ekonomi. - Angka harapan hidup penduduk desa lebih tinggi daripada penduduk kota di Inggris. - Tingkat kesehatan masyarakat di perdesaan dengan tipe permukiman menyebar lebih baik daripada tingkat kesehatan masyarakat di daerah perkotaan dan pinggiran. Determinan sosial ekonomi yang baik di negara-negara berkembang tidak menjamin tingginya angka harapan hidup. Peningkatan pendapatan per kapita, pendidikan, anggaran kesehatan per kapita dan
4
5
Takashi Hasegawa, Tanji Hoshi, Naoko Nakayama, Yoshinori Bosako, Toshihiko Takahashi, Naoko Sakurai, Gyokuren Tomoyama, Sugako Kurimori dan Fujiwara Yoshinori (2011): “The Effect of Socioeconomic Status and Lifestyle on Life Expectancy : A Structural Analysis of an Elderly Japanese Population” Eviana Anggraini (2013): “Disparitas Spasial Angka Harapan Hidup di Indonesia Tahun 2010”
Untuk menjelaskan dampak pelayanan kesehatan, faktor sosial ekonomi dan gaya hidup terhadap kelangsungan hidup atau AHH penduduk lansia di Jepang.
- Untuk mengetahui perbedaan angka harapan hidup di berbagai wilayah Indonesia tahun 2010. - Untuk menyelidiki faktor yang paling berpengaruh terhadap angka harapan hidup di Indonesia.
- Probit frameworks untuk mengelompokkan negara berdasarkan kelas AHH rendah, sedang dan tinggi. Pengumpulan data mengunakan alat kuisioner individu yang memuat informasi kegiatan penduduk lansia (65 + tahun). Jumlah responden 8.285 orang yang terdiri dari 3.875 laki-laki dan 4.410 perempuan.
- Analisis komparasi keruangan untuk menjelaskan disparitas spasial angka harapan hidup. - Analisis regresi linier ganda untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap angka harapan hidup.
12
urbanisasi tidak menjamin terjadinya peningkatan AHH di negara-negara berkembang. - Angka harapan hidup lansia sangat dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan yang ada. - Gaya hidup hanya berdampak kecil terhadap angka harapan hidup lansia. - Faktor sosial ekonomi berpengaruh besar terhadap tingkat kesehatan sehingga secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap AHH. - Wilayah Indonesia bagian barat cenderung mempunyai AHH di atas standar nasional Indonesia sedangkan wilayah Indonesia bagian timur cenderung mempunyai AHH di bawah standar nasional. - Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap angka harapan hidup di Indonesia tahun 2010.
1.5.2. Landasan Teori 1. Definisi Kesehatan Menurut WHO (1994) dalam Junadi (2004), sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya terbebas dari penyakit atau cacatan semata. Definisi ini merupakan definisi sehat yang ideal. Pendekatan WHO terhadap definisi sehat ini sedikit berbeda dengan definisi sehat yang diungkapkan oleh Anthony Perkins. Sehat menurut Anthony Perkins adalah kondisi relatif dari bentuk dan fungsi badan yang merupakan hasil penyesuaian dinamis terhadap kekuatan yang mengganggu. Definisi Perkins memungkinkan definisi sehat seperti sebuah spektrum yang lebar (Junadi, 2004). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa definisi kesehatan yang dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia telah sesuai dengan definisi sehat WHO. 2. Definisi Angka Harapan Hidup Angka harapan hidup pada suatu umur didefinisikan sebagai ratarata jumlah tahun kehidupan yang masih dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur tepat X dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Angka harapan hidup waktu lahir (e0) merupakan rata-rata tahun kehidupan yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir (Mantra, 2007). Definisi angka harapan hidup yang disampaikan oleh BPS juga tidak jauh berbeda dengan definisi Mantra (2007). BPS (2011a) memaparkan definisi angka harapan hidup sebagai perkiraan ratarata tambahan umur seseorang yang diharapkan dapat terus hidup. Angka harapan hidup oleh Population Reference of Bureau/ PRB (2010) didefinisikan sebagai rata-rata usia yang diharapkan dapat ditempuh oleh bayi baru lahir dalam situasi mortalitas yang berlaku di masyarakat. Ukuran umum yang sering digunakan dalam angka harapan hidup adalah
13
angka harapan hidup saat lahir yang mencerminkan kondisi kesehatan pada saat itu. Sehingga pada umumnya ketika membicarakan AHH, yang dimaksudkan adalah rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani oleh seseorang sejak orang tersebut lahir (BPS, 2011a). Angka harapan hidup pada suatu usia merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan tingkat sosial ekonomi secara umum (Mantra, 2007). Daerah yang mempunyai tingkat kondisi sosial ekonomi tinggi pada umumnya mempunyai angka harapan hidup tinggi. Angka harapan hidup rendah ketika kondisi sosial ekonomi buruk. AHH ini merupakan salah satu indikator yang biasa digunakan untuk menggambarkan tingkat kemajuan dibidang kesehatan. Dengan angka harapan hidup, dapat dilihat perkembangan tingkat kesehatan pada suatu wilayah serta dapat pula dilihat perbandingan tingkat kesehatan antar wilayah. 3. Perhitungan Angka Harapan Hidup Perhitungan angka
harapan
hidup
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan metode langsung dan tidak langsung. Perhitungan AHH di daerah yang tidak memiliki data kematian secara lengkap dapat dilakukan dengan metode tidak langsung, sedangkan untuk daerah
yang sudah
memiliki data kematian lengkap (data kematian menurut umur dan jenis kelamin) bisa menggunakan metode langsung dalam menghitung angka harapan hidup (Lembaga Demografi FEUI, 2004). Penghitungan AHH secara langsung adalah penghitungan AHH yang dilakukan dengan menggunakan data ASDR (Age Spesific Death Rate). Data ASDR diperoleh dari hasil registrasi kematian dan data sensus sebagai input pada life table untuk menghasilkan angka harapan hidup (Pollard, 1974). Pengukuran AHH secara langsung pada kenyataannya belum dapat diterapkan di seluruh daerah di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan data registrasi kematian menurut kelompok umur dan jenis kelamin yang tersedia dari masing-masing daerah (Mantra, 2007).
14
Life table yang cocok untuk diaplikasikan di Indonesia adalah life table yang dikembangkan oleh Coale dan Demeny. Life table Coale dan Demeny terdiri dari bermacam-macam model yaitu model West, East, North dan South. Dari keempat model tersebut, model yang paling cocok diaplikasikan di Indonesia adalah model West (Rusli, 1983). Penghitungan angka harapan hidup secara tidak langsung dengan menggunakan life table dapat dilakukan dengan metode Brass, Trussell, Sullivan dan Palloni Helligmen. Keempat metode tersebut menggunakan input data yang sama yaitu rata-rata ALH dan rata-rata AMH. Metode Brass, Trussell, Sullivan mengacu kepada life table Coale dan Demeny model West. Sedangkan metode Palloni Helligmen lebih mengacu kepada life table yang dibuat oleh United Nations, dengan demikian metode tersebut tidak sesuai diaplikasikan di Indonesia (United Nations, 1984). Metode Sullivan merupakan pengembangan dari metode Brass. Metode Sullivan tidak berbeda dengan metode Brass (Mantra, 1992). Brass menunjukkan hubungan yang erat antara probabilitas kematian anak-anak sejak lahir hingga suatu umur tertentu dan proporsi kematian anak-anak yang meninggal menurut umur ibu dalam kelompok-kelompok umur tertentu secara lebih teliti (Lembaga Demografi FEUI, 1977). 4. Faktor yang Mempengaruhi AHH Angka harapan hidup (AHH) terkait erat dengan angka kematian bayi (AKB). Besarnya AHH selalu berbanding terbalik dengan AKB. AHH suatu daerah tinggi apabila AKB-nya rendah dan sebaliknya. Kondisi tersebut menunjukkan tingginya keterkaitan antara AHH dan AKB. Dengan demikian faktor yang berpengaruh terhadap AKB secara tidak langsung juga akan mempengaruhi AHH. Tinggi rendahnya AKB di suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Banyak teori yang mengkaji tentang determinan kelangsungan hidup anak dan salah satunya adalah teori Mosley dan Chen (1984). Mosley dan Chen
(1984)
memaparkan
variabel
yang
berpengaruh
terhadap
kelangsungan hidup anak meliputi variabel eksogenous atau sosial ekonomi
15
(seperti sosial, ekonomi, budaya, masyarakat dan faktor regional) dan variabel endogenous atau faktor biomedical (seperti pola pemberian ASI, kebersihan, sanitasi dan nutrisi). Teori yang diungkapkan oleh Mosley dan Chen tersebut tidak digunakan dalam penelitian ini karena telah banyak penelitian sebelumnya yang menguji teori tersebut. Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori derajat kesehatan Hendrik L.Blum. Angka harapan hidup merupakan parameter derajat kesehatan masyarakat. Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat juga akan menentukan tinggi rendahnya AHH. Hendrik L.Blum mengungkapkan ada empat faktor yang mempengaruhi status derajat kesehatan masyarakat ataupun perorangan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut (Notoatmodjo, 1997): a. Lingkungan Lingkungan mempunyai pengaruh dan peranan yang terbesar terhadap derajat kesehatan masyarakat dan kemudian diikuti perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Lingkungan umumnya digolongkan menjadi dua kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah, air, udara, tanah, iklim dan perumahan. Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan, kepercayaan, pendidikan dan ekonomi. Faktor lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini lebih menekankan pada kondisi lingkungan yang sehat seperti kualitas fisik air minum, sanitasi dasar dan kriteria rumah sehat. Indikator-indikator yang digunakan untuk menggambarkan kondisi lingkungan dalam penelitian ini meliputi kualitas fisik air minum, akses terhadap sumber air minum berkualitas, akses pembuangan tinja layak sesuai MDGs, sarana pembuangan akhir tinja dan kriteria rumah sehat.
16
b. Perilaku Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan, kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan, ekonomi dan perilakuperilaku lain yang melekat pada diri manusia. Faktor perilaku yang dikaji dalam penelitian ini menekankan pada perilaku yang berpengaruh terhadap kesehatan. Jenis sumber air keperluan domestik yang dimanfaatkan, cara pembuangan tinja, cara penanganan sampah dan prevalensi tidak merokok digunakan untuk menggambarkan faktor perilaku dalam analisis penelitian. c. Pelayanan kesehatan Pelayanan
kesehatan
merupakan
faktor
ketiga
yang
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan terhadap kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh faktor lokasi, yaitu apakah dapat dijangkau atau tidak. Bentuk pelayanan kesehatan tidak hanya terbatas pada fasilitas pelayanan saja akan tetapi juga meliputi tenaga kesehatan. Keberadaan tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan, informasi dan motivasi kepada masyarakat untuk mendatangi fasilitas kesehatan. Indikator yang digunakan untuk mengukur pelayanan kesehatan dalam penelitian ini meliputi jumlah puskesmas, rumah sakit pemerintah, tenaga kesehatan di puskesmas dan tenaga kesehatan di rumah sakit pemerintah. Puskesmas dan rumah sakit pemerintah dipilih untuk analisis dalam penelitian ini karena kedua fasilitas ini merupakan fasilitas kesehatan yang dekat dengan masyarakat dan sering diakses oleh masyarakat ketika mengalami morbiditas.
17
d. Keturunan Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes melitus dan asma bronehial. Selain itu, faktor keturunan juga dapat dikaji dari kondisi balita dan ibu hamil. Masa kehamilan dan balita sangat menentukan perkembangan otak anak. Dalam hal ini perilaku ibu memegang peranan penting karena kesehatan balita sangat tergantung oleh ibunya. Faktor keturunan dalam penelitian ini dikaji berdasarkan bentuk persiapan yang dilakukan oleh seorang ibu untuk kesehatan anaknya mulai dari masa kehamilan sampai masa pengasuhan balita. Adapun indikator yang digunakan meliputi pemberian suntikan TT dan tablet besi pada ibu hamil, kasus persalinan ditolong tenaga kesehatan, status gizi balita, frekuensi penimbangan anak dan cakupan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, imunisasi dasar lengkap dan kapsul vitamin A pada balita.
1.5.3. Kerangka Pemikiran Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Derajat kesehatan masyarakat di suatu daerah belum tentu sama dengan derajat kesehatan masyarakat di daerah lain. Banyak faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan dalam suatu masyarakat dan salah satunya seperti yang diutarakan oleh H.L.Blum. Dalam teorinya, H.L.Blum menyebutkan bahwa terdapat empat faktor utama yang menentukan derajat kesehatan masyarakat di suatu daerah. Keempat faktor tersebut meliputi faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Kondisi derajat kesehatan masyarakat di suatu daerah dapat diukur menggunakan beberapa parameter dan salah satunya adalah Angka Harapan Hidup (AHH). Dalam hal ini berarti bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat secara tidak langsung juga akan berpengaruh
18
terhadap AHH. Dengan demikian determinan derajat kesehatan menurut teori H.L.Blum juga berpengaruh terhadap AHH. Data AHH di Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan adanya perbedaan nilai antar daerah (antar provinsi). Dalam penelitian ini perbedaan AHH antar provinsi di Indonesia tahun 2010 akan dikaji secara keruangan dengan menggunakan analisis komparasi keruangan. Penjelasan terkait disparitas spasial AHH di Indonesia tahun 2010 didasarkan pada karakteristik ruang/ wilayah (provinsi) dan determinan derajat kesehatan masyarakat menurut teori H.L.Blum. Informasi yang terkait dengan kebutuhan dasar (faktor ekonomi, kesehatan dan pendidikan) juga digunakan pada penelitian ini sebagai bahan penguat dalam analisis. H.L.Blum menjelaskan bahwa dari keempat determinan derajat kesehatan masyarakat, faktor lingkungan adalah faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Sehubungan dengan teori tersebut, dalam penelitian ini juga dilakukan uji hipotesis apakah faktor lingkungan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap AHH di Indonesia. Pengujian hipotesis ini dilakukan menggunakan metode statistik yaitu analisis regresi linier ganda. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
19
INDONESIA
Provinsi 1
Provinsi 2
Provinsi 3
Provinsi . . .
Provinsi 33
DERAJAT KESEHATAN (ANGKA HARAPAN HIDUP)
Keturunan Pemberian suntikan TT pada ibu hamil
Lingkungan Rumah tangga dengan kualitas fisik air minum baik Mempunyai akses baik terhadap sumber air berkualitas Mempunyai akses pembuangan tinja layak sesuai MDGs Pembuangan akhir tinja (tangki septik dan SPAL) Rumah tangga dengan rumah sehat
Perilaku Rumah tangga dengan jenis sumber air minum baik Cara membuang tinja improved sesuai JMP WHO WHOUNICEF Rumah tangga dengan penanganan sampah baik Prevalensi penduduk usia >15 tahun tidak merokok
Pelayanan Kesehatan Rasio jumlah puskesmas terhadap 100.000 penduduk Rasio jumlah total tenaga kesehatan di puskesmas terhadap 100.000 penduduk Rasio jumlah semua rumah sakit terhadap 100.000 penduduk Rasio jumlah total tenaga kesehatan di rumah sakit terhadap 100.000 penduduk
Gambar 1. 1.3 Skema Kerangka Pemikiran Konseptual 20
Pemberian tablet besi pada ibu hamil Pemberian kapsul vitamin A pada anak 6-59 6 bulan Status gizi baik dan gizi lebih pada balita Ibu bersalin ditolong tenaga kesehatan Frekuensi penimbangan balita Pemberian ASI Pemberian imunisasi dasar lengkap pada balita
1.6. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dirumuskan pernyataan hipotesis sebagai berikut: • Faktor lingkungan merupakan determinan paling kuat yang berpengaruh terhadap AHH di Indonesia.
1.7. Batasan Operasional. 1. Disparitas spasial adalah perbedaan nilai antara ruang satu dengan ruang yang lain. Dalam hal ini nilai yang dimaksudkan adalah angka harapan hidup dan ruangnya merupakan provinsi. 2. Angka harapan hidup adalah rata-rata tahun kehidupan mendatang yang akan dijalani oleh bayi lahir hidup (e0). 3. Lingkungan merupakan kondisi fisik lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan dan dinilai berdasarkan kualitas fisik air minum, akses terhadap sumber air minum berkualitas, sanitasi dasar dan kriteria rumah sehat. 4. Pelayanan kesehatan adalah bentuk pelayanan yang diberikan untuk menangani masalah kesehatan yang meliputi fasilitas puskesmas, rumah sakit pemerintah, tenaga kesehatan di puskesmas dan tenaga kesehatan di rumah sakit pemerintah. 5. Perilaku adalah bentuk perbuatan yang mempunyai pengaruh terhadap kesehatan yang meliputi pemanfaatan jenis sumber air untuk keperluan domestik, akses pembuangan tinja layak, cara membuang tinja improved dan prevalensi merokok atau tidak merokok. 6. Keturunan adalah bentuk persiapan yang dilakukan oleh seorang ibu untuk kesehatan anaknya mulai dari masa kehamilan sampai pengasuhan balita. Faktor keturunan ini ditunjukkan dengan persentase pemberian suntikan TT dan tablet besi pada ibu hamil, kasus persalinan dengan tenaga kesehatan, status gizi balita, frekuensi penimbangan anak, pemberian ASI eksklusif, pemberian imunisasi dasar lengkap dan kapsul vitamin A pada anak balita.
21
7. Air minum berkualitas adalah air minum yang berasal dari sumber terlindung (termasuk air kemasan), tersedia sepanjang waktu dan mempunyai kualitas air yang baik berdasarkan sifat fisiknya (tidak keruh, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna dan tidak berbusa). Kriteria ini sesuai dengan kriteria Riskesdas 2010. 8. Sarana sumber air domestik baik adalah sarana penyediaan air minum yang berupa air ledeng/ PAM, sumur gali terlindungi, sumur bor/ pompa dan mataair terlindungi. 9. Cara buang air besar improved adalah cara buang air besar pada pembuangan milik sendiri dengan jenis kloset latrine dan pembuangan akhir tinjanya pada tangki septik atau SPAL (sesuai dengan kriteria Riskesdas 2010). 10. Rumah sehat adalah rumah yang mempunyai atap plafon, dinding permanen, jenis lantai bukan tanah, tersedia jendela, ventilasi yang cukup, pencahayaan alami yang cukup dan tidak padat penghuni ( ≥ 8 m2/ orang). Kriteria rumah sehat ini sesuai dengan kriteria rumah sehat Riskesdas 2010. 11. Jumlah total tenaga kesehatan adalah jumlah total antara jumlah tenaga medis dan tenaga non medis. 12. Penanganan sampah baik apabila sampah di rumah tangga di ambil oleh petugas kebersihan, dibuat kompos atau dikubur dalam tanah (sesuai dengan kriteria Riskesdas 2010).
22