BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan city logistics pada suatu daerah merupakan suatu hal yang penting. Salah satunya karena penerapan city logistics berkaitan erat dengan regional development dari daerah tersebut. Yang dkk (2010) dalam penelitiannya memperlihatkan adanya korelasi positif antara city logistic dengan sosio-economic development dari suatu daerah. Economic development capacity dari suatu daerah merujuk kepada kemampuan development dari sebuah daerah untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan dari resource yang ada di daerah tersebut untuk bersaing dengan daerah lain dalam hal economic development (Guangyi dan Meijuan, 2009). Menurut Xie dkk (2008) seiring dengan bertumbuhnya ekonomi dari suatu daerah, demand dari logistics meningkat pada saat yang sama. Ini berarti kapasitas dari transportasi dan fasilitas penyimpanan harus ditingkatkan sesuai dengan logistics management. Fasilitas logistics terutama fasilitas transportasi menjadi dasar dari economic development. Penentuan rute kendaraan (vehicle routing) dalam city logistics merupakan salah satu komponen penting dalam city logistics karena berpengaruh pada total biaya transportasi, waktu operasi dan emisi CO 2 dari operasi truk pengiriman dalam jaringan city logistic tersebut. Hasil penelitian dari Taniguchi dkk (2001) menunjukkan bahwa penentuan rute yang optimal dalam city logistics tidak hanya efektif untuk mengurangi biaya total tetapi juga waktu operasi dan emisi CO 2. Pada penelitian kali ini, peneliti ingin mencoba menganalisis bagaimana suatu sistem city logistics dapat diterapkan di kota Yogyakarta terutama dalam hal penentuan rute yang paling optimal. Dikarenakan banyaknya metode yang dapat digunakan untuk penentuan rute optimal, penelitian ini juga menganalisis metode yang paling cocok untuk penyelesaian city logistic di Kota Yogyakarta. Penentuan
rute ini diharapkan akan dapat meminimalkan jarak tempuh dan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya dalam mengurangi biaya transportasi, meminimalkan waktu operasi dan mengurangi emisi CO2 di kota Yogyakarta. Untuk produk yang akan diteliti, peneliti berfokus kepada komoditas bahan pokok di Kota Yogyakarta. Sembilan bahan pokok menurut keputusan Menteri Industri dan Perdagangan no. 115/mpp/kep/2/1998 adalah 1) beras, sagu dan jagung, 2) gula pasir, 3) sayur-sayuran dan buah-buahan, 4) daging sapi dan ayam, 5) minyak goreng , 6) susu, 7) telur, 8) minyak tanah atau gas elpiji, 9) garam beriodium dan bernatrium. Peneliti memilih bahan pokok sebagai objek penelitian karena distribusi bahan pokok memiliki peranan yang strategis. Hal ini dilihat dari 1) adanya urgensi dari pemerintah, 2) bahan pokok merupakan komoditi yang dapat mengakibatkan inflasi, 3) masyarakat sangat tergantung pada bahan pokok, 4) pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi bahan pokok sangat tinggi dan 5) Harga dan pasokan komoditi bahan pokok/strategis rentan terhadap gejolak di dalam dan di luar negeri. (Kajian Peta Distribusi Bahan Pokok, Disperindagkop dan UKM DIY, 2013). Dari sembilan bahan pokok tersebut, kemudian dipilih tiga bahan pokok dengan konsumsi tertinggi sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014, yaitu gula pasir, beras dan minyak goreng. Menurut Kajian Peta Distribusi Bahan Pokok, Disperindagkop dan UKM DIY (2013) gula pasir, beras, dan minyak goreng juga merupakan satu dari tiga komoditi bahan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat. Bahan pokok sebagai objek yang akan diteliti mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) merupakan jenis produk nonperishable yaitu produk yang dapat bertahan lama atau tidak mudah busuk, 2) jumlah permintaannya continue dan cenderung inelastis karena merupakan bahan pangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, dan 3) sistem pendistribusiannya merupakan open system (dipengaruhi jumlah permintaan, regulasi, dll). Pemilihan lokasi untuk Kota Yogyakarta dan sekitarnya dilatarbelakangi oleh perkembangan yang sangat pesat dari segi jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonominya. Jumlah penduduk Kota Yogyakarta sudah melampaui 500.000 jiwa, yang berarti masuk kategori kota besar menurut Undang-Undang
Penataan Ruang. Sementara pertumbuhan ekonomi rata-rata Kota Yogyakarta adalah 5% per tahun. Hal tersebut memberikan konsekuensi pertumbuhan aktivitas ekonomi dan sosial yang cukup besar termasuk dalam aspek transportasi. Kinerja ruas jalan di Kota Yogyakarta dikhawatirkan akan semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini dapat dilihat secara visual pada adanya kepadatan yang tinggi untuk ruas-ruas jalan tertentu terutama saat jam sibuk yaitu pagi dan sore. Hal ini dapat menimbulkan kemacetan pada ruas jalan yang selanjutnya berpengaruh terhadap biaya operasional kendaraan (BOK) yang harus ditanggung oleh pengguna jalan. Untuk studi kasusnya, dipilih studi kasus untuk pendistribusian bahan pokok pada Alfamart
dan Indomaret. Alfamart
dan
Indomaret dipilih karena dapat dilihat bahwa dalam 5 tahun terakhir pertumbuhan Alfamart dan Indomaret di Kota Yogyakarta terjadi sangat pesat yaitu terdapat penambahan sekitar 1000 gerai tiap tahunnya di seluruh Indonesia. Oleh karena hal-hal di atas, untuk menjamin ketahanan pangan di Yogyakarta, distribusi bahan pokok ini harus terselenggara secara baik sehingga bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat akan terpenuhi. Hal ini membuat dibutuhkannya sistem city logistics terutama dalam penentuan rute yang optimal sehingga dapat menjamin adanya sistem distribusi bahan pokok yang baik. Penelitian ini merupakan bagian dari skema penelitian yang lebih besar mengenai city logistic di Kota Yogyakarta. Gambar 1.1 merupakan gambaran skema penelitian mengenai city logistic di Kota Yogyakarta.
Gambar 1.1 Skema Besar Penelitian
Seperti pada Gambar 1.1, penelitian ini nantinya akan membangun model yang dapat menentukan rute distribusi yang optimal untuk produk bahan pokok pada Indomaret dan Alfamart dengan menggunakan pendekatan metaheuristik. Model yang akan dibangun akan menentukan rute optimal untuk meminimalkan jarak tempuh distribusi.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah rute yang optimal untuk meminimalkan total jarak distribusi bahan pokok di Kota Yogyakarta?
2.
Bagaimana pengaruh dari adanya penentuan rute distribusi bahan pokok yang optimal terhadap kemacetan di Kota Yogyakarta ?
1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Asumsi dan batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini difokuskan kepada tiga produk komoditas bahan pokok yang ada di Kota Yogyakarta, yaitu gula pasir, beras, dan minyak goreng 2. Penelitian ini difokuskan untuk Indomaret dan Alfamart di daerah Kota Yogyakarta dan sekitarnya (di dalam kawasan Ring Road). 3. Rute yang difokuskan adalah rute distribusi dari Distribution Center bahan pokok ke Alfamart dan Indomaret di dalam Kota Yogyakarta 4. Kapasitas kendaraan untuk ketiga produk yang diteliti dihitung berdasarkan rata-rata proporsi maksimal dari truk Indomaret/Alfamart dan sisa kapasitasnya dianggap full oleh produk lain. 5. Pencarian rute dilakukan untuk mekanisme pengantaran dalam 1 hari dimana semua Indomaret/Alfamart harus dilayani. 6. Parameter yang digunakan dalam model Genetic Algorithm dan Particle Swarm Optimization diperoleh dari Design Of Experiment
7. Jumlah armada/kendaraan distribusi dari Distribution Center tidak terbatas
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Memetakan lokasi Alfamart dan Indomaret di Kota Yogyakarta 2. Mengetahui metode untuk menentukan rute yang optimal untuk sistem logistik bahan pokok di Kota Yogyakarta 3. Menentukan rute yang paling optimal untuk sistem logistik bahan pokok di Kota Yogyakarta yang dapat menghasilkan jarak tempuh paling kecil 4. Mengetahui pengaruh dari adanya penentuan rute distribusi bahan pokok yang optimal terhadap kemacetan di Kota Yogyakarta
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah akan adanya sistem distribusi bahan pokok khususnya untuk gula pasir, beras, dan minyak goreng di Kota Yogyakarta yang lebih baik dengan adanya penentuan rute yang optimal. Penentuan rute yang optimal akan dapat meminimalkan jarak tempuh sehingga dapat mengurangi biaya transportasi, meminimalkan waktu operasi dan tentunya mengurangi emisi CO2 di kota Yogyakarta.