BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan suatu proses yang berkelanjutan. Pendidikan merupakan pengulangan yang perlahan tetapi pasti dan terus-menerus sehingga sampai pada bentuk yang diinginkan. Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti, karakter, kekuatan batin, pikiran (intellect) dan imajinasi anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya. Menurut Mudyaharjo (2008) disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan, yang berkelangsungan di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang. Paradigma pembelajaran mengalami perubahan yang semula berpusat pada guru (teacher centered) berubah menjadi berpusat pada siswa (student centered). Perubahan paradigma ini tampak dari bermunculan metode-metode atau modelmodel atau pendekatan-pendekatan atau strategi-strategi bahkan teknik dan taktik pembelajaran yang inovatif dan berpusat pada siswa. Akan tetapi, gerakan perubahan paradigma
pembelajaran ini masih belum menyeluruh di setiap
sekolah. Kondisi ini dibenarkan para guru yang bekerja di lapangan yang menyatakan bahwa karena banyaknya materi pembelajaran dan kurangnya waktu untuk mengajarkannya sehingga seringkali guru menggunakan metode ceramah dan pembelajaran masih berpusat pada guru. Metode pembelajaran yang masih berpusat pada guru, dan masih menggunakan metode ceramah serta masih menggunakan pendekatan mekanistik seringkali disebut sebagai Pembelajaran Konvensional. Burrowes dalam Juliantara (2009) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksikan materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkan dengan
1
2
pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah pembelajaran berpusat pada guru, terjadi passive learning, interaksi di antara siswa kurang, tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan penilaian bersifat sporadis. Kondisi ini terjadi pula pada mata pelajaran IPA. Hadisubroto dalam Samatowa (2006: 11) menyatakan bahwa pembelajaran IPA adalah Pengalaman langsung yang memegang peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif anak. Pengalaman langsung anak terjadi secara spontan sejak lahir sampai anak berumur 12 tahun. Efisiensi pengalaman langsung tergantung pada konsistensi antara hubungan metode dan objek dengan tingkat perkembangan kognitif anak dan anak akan siap untuk mengembangkan konsep tertentu apabila anak telah memiliki struktur kognitif (schemata) yang menjadi prasyaratnya yakni perkembangan kognitif yang bersifat hirarkhis dan integratif. Pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat diduga akan mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa terutama pada mata pelajaran IPA karena proses pembelajaran masih menggunakan metode ceramah yang hanya terpusat pada guru dan mengakibatkan siswa kurang aktif dalam pembelajaran, serta lebih senang berbicara dan bercanda dengan teman sebangkunya dari pada memperhatikan guru yang sedang memberikan penjelasan. Berdasarkan wawancara dengan guru kelas 5 dan hasil observasi, proses pembelajaran IPA di SD Negeri Watuagung 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang masih berpusat pada guru. Guru kelas 5 saat mengajar IPA masih mendominasi pembelajaran dan siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Guru masih menggunakan pendekatan mekanistik dimana metode pembelajaran yang digunakan adalan ceramah. Karena pada proses pembelajaran dengan pendekatan mekanistik ini keefiktifan dan keterlibatan siswa dinilai masih kurang optimal pada produktivitas siswa sehingga berdampak pada hasil belajar IPA siswa Kelas 5. Hal ini tampak dari nilai rerata hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Watuagung 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang yang berhasil siswa capai adalah sebesar 68,76 dimana kondisi ini masih jauh dari harapan guru. Oleh
3
karena itu, diperlukan suatu upaya perbaikan pembelajaran yang berawal dari pembelajaran yang berpusat pada guru berganti menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penggunaan metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa. Penerapan suatu metode pembelajaran diharapkan siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan saja, namun siswa juga dapat aktif terlibat dalam proses belajar dan pembuatan keputusan dalam pembelajaran dan siswa tidak akan mudah bosan dalam mengikuti pelajaran. Hasil belajar siswa tidak dilihat dari keberhasilan pengajarannya tetapi dari segi proses yang telah dilakukan. Hasil belajar pada dasarnya proses perubahan tingkah laku pada orang tersebut, dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Ini berarti hasil belajar tergantung pula pada proses belajar siswa dan proses guru pada saat mengajar. Proses belajar menagajar bukan hanya sumber bagi siswa dan siswa untuk mendapatkan informasi yang disampaikan guru, namun harus melibatkan siswa langsung melalui pembelajaran dengan menggunakan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar akan lebih mudah dan menarik minat siswa untuk belajar. Salah satu jenis metode pembelajaran yang mengaktifkan siswa dan memberikan kesempatan siswa untuk mengasah kemampuannya sendiri adalah Metode Cooperatif Learning. Menurut Slavin dalam Sanjaya (2006: 240) menyatakan bahwa Pembelajaran Kooperatif adalah suatu metode pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Jadi dalam metode pembelajaran kooperatif ini, siswa bekerja sama dengan kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Oleh karena itu, siswa akan bertanggung jawab atas belajarnya sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada mereka. Dalam Metode Pembelajaran Kooperatif, siswa dikondisikan untuk belajar secara berkelompok. Pembentukan kelompok disini diupayakan terbentuk kelompok yang heterogen. Metode Cooperative Learning meliputi banyak tipe seperti Student Teams Achievement Division (STAD), Numbered Heads Together (NHT),
4
Jigsaw, Think Pairs Share (TPS), Teams Games Tournament (TGT), Group Investigation (GI), Teams Assisted Individual (TAI), dan Two Stay Two Stray (TSTS). Metode Cooperative Learning tipe Think-Pair-Share merupakan salah satu pembelajaran yang dapat melibatkan peran serta dan partisipasi peserta didik adalah pembelajaran TPS (Think-Pair-Share). Menurut Sa’dijah dan Cholis (2006:12) Think-Pair-Share adalah suatu metode pembelajaran kooperatif yang memberi siswa waktu untuk berfikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Metode ini memperkenalkan ide “waktu berfikir atau waktu tunggu” yang menjadi faktor kuat dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam merespon pertanyaan. Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share ini relatif lebih sederhana karena tidak menyita waktu yang lama untuk mangatur tempat duduk ataupun mengelompokkan siswa. Pembelajaran ini melatih siswa untuk berani berpendapat dan menghargai pendapat teman. Menurut Anita Lie (2002:57) bahwa, Think-Pair-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan Penelitian Rahayu (2011) bahwa Pembelajaran Kooperatif tipe TPS efektif terhadap hasil belajar Matematika siswa. Berdasarkan kondisi tersebut maka dalam penelitian ini efektivitas penggunaan Metode Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri Watuagung 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
1.2. Rumusan Masalah Dari paparan latar belakang dan judul penelitian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Metode Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share efektif terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri Watuagung 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun pelajaran 2012/2013?
5
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas Metode Cooperative Learning tipe Think-Pair-Share terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri Watuagung 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun pelajaran 2012/2013.
1.4. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi atau
masukan kepada pengajar (guru) dalam memberikan pelajaran-pelajaran yang dinilai sulit dipahami oleh murid dalam menerima pelajaran. Metode Cooperative
Learning
mengkontruksi konsep,
tipe
Think-Pair-Share
menyelesaikan
memberikan
persoalan,
atau
cara
inkuiri
siswa dengan
berkelompok atau kerjasama.
2.
Manfaat Praktis. Hasil dari pelaksanaan penelitian eksperimen dengan Metode Cooperative
Learning tipe Think-Pair-Share ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi murid, guru, dan sekolah sebagai suatu sistem pendidikan yang mendukung peningkatan hasil belajar siswa di sekolah. 1) Manfaat bagi murid a. Murid menjadi lebih termotivasi untuk belajar IPA. b. Prestasi belajar murid meningkat pada materi Pesawat sederhana. c. Murid lebih dapat mengerti berbagai jenis pesawat sederhana. 2) Manfaat bagi guru a. Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share dalam pelajaran IPA. b. Guru lebih termotivasi untuk melakukan penelitian eksperimen yang bermanfaat bagi perbaikan cara mengajar yang lebih efektif di kelas. c. Guru lebih termotivasi untuk menerapkan strategi pembelajaran yang lebih bervariasi, sehingga materi pelajaran akan lebih menarik.
6
3) Manfaat bagi sekolah a. Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. b. Sebagai informasi untuk memotivasi tenaga pendidikan agar menerapkan metode pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran secara berkelompok.