BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Gerakan nir kekerasan ada dan sejak lama telah muncul di Australia. Banyak
partisipan dalam gerakan nir kekerasan yang memilih metode ini karena melihat dari keuntungan dalam strategi/taktik-nya. Dengan adanya koalisi gerakan massa yang besar dengan didukung metode yang beragam sehingga gerakan nir kekerasan dianggap sebagai alat politik yang efektif untuk mempengaruhi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan serta mampu untuk memenuhi kepentingan rakyat. Banyak isu-isu yang berkembang di Australia, isu yang terkemuka berkaitan dengan masalah perang dan masalah lingkungan. Gerakan anti-perang Australia diawali pada saat Perang Vietnam. Sedangkan gerakan lingkungan menjadi pelopor dalam gerakan nir kekerasan dari awal tahun 1970an.1 Kedua gerakan tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dalam metode yang digunakan sehingga akan terlihat karakteristik setiap gerakan nir kekerasan tersebut. Berikut gerakan anti-perang rakyat Australia dalam dua kasus besar. Pertama adalah Perang Vietnam yang berlangsung pada tahun 1959 sampai 1975. Australia terlibat dalam Perang Vietnam pada tahun 1966 ketika kebijakan pemerintah PM Robert Menzies mengirimkan pasukan militer untuk membantu Amerika Serikat dalam memerangi komunisme. Selain itu diberlakukannya kembali wajib militer untuk mengantisipasi pengaruh komunis masuk ke wilayah Australia. Namun kebijakan ini menimbulkan aksi protes warga Australia sendiri. Hal ini dibuktikan dengan adanya gerakan moratorium warga Australia. Akhir tahun 1969, warga Australia membentuk Vietnam Moratorium Campaign (VMC) yang terdiri dari berbagai kelompok seperti kelompok gereja, serikat pekerja, organisasi mahasiswa, kelompok anti-perang maupun organisasi mahasiswa. Terdapat tiga kali moratorium atau aksi menghentikan aktivitas atau mogok. Pertama terjadi pada 8 Mei 1970. Di Australia, lebih dari 200.000 orang ambil bagian, dengan perkiraan 100.000 orang turun ke jalan melakukan demonstrasi di Melbourne.2 Moratorium kedua diadakan Roger S. Powers, Protest, Power and Change: An Encyclopedia of Nonviolent Action from ACT-UP to Women’s Suffrage (New York: Garland Publishing, Inc., 1997), 30. 2 “Thousand in Moratorium Campaign To Oppose The Vietnam War”, http://www.abc.net.au/archives/80days/stories/2012/01/19/3411534.htm (diakses 19 Mei 2015). 1
pada bulan September 1970, dan yang ketiga pada Juni 1971. Tujuan adanya moratorium ini adalah untuk menarik kembali pasukan Australia yang dikirim ke Vietnam. Cara tersebut berhasil karena sebulan setelah moratorium, Perdana Menteri waktu itu, William McMahon mengumumkan bahwa pada akhir tahun 1971 semua pasukan akan ditarik dari Vietnam dan menghapuskan wajib militer. Kedua, ketika PM John Howard mempunyai kebijakan membantu Amerika Serikat dalam Invasi Irak tahun 2003. Tanggal 23 Maret 2003, PM John Howard mengirimkan pasukan Australia yang berjumlah sekitar 1500 orang untuk menjaga keamanan di Irak. Pasukan tersebut berasal dari Angkatan Bersenjata Australia (ADF) yang tergabung dengan pasukan koalisi AS dan Inggris yang tergabung dalam “Overwatch Battle Group” (OBG-W).3 . Selain itu, Australia juga mengirim sejumlah alat-alat perang dan kendaraan perang untuk mensukseskan kegiatan militer di Irak seperti pesawat dan kapal perang. Sebelum PM John Howard mengirimkan pasukan tersebut, sebagian besar masyarakat Australia menentang kebijakan itu dilaksanakan. Selain masyarakat, di dalam parlemen juga terjadi perdebatan mengenai hal ini. Tujuan aksi demonstrasi ini mendesak PM John Howard supaya membatalkan pengiriman pasukan ke Irak. Gerakan menentang perang di Irak ini merupakan protes terbesar dalam sejarah, sampai dengan 30 juta orang di seluruh dunia menunjukkan aksi simpati dalam akhir pekan yang sama. 4 Demonstrasi terbesar berlangsung di Sydney pada tanggal 30 November, diperkirakan 14.000 orang melakukan aksi unjuk rasa anti-perang dan berbaris dari balai kota ke Hyde Park.5 Demonstrasi tidak terjadi di Sydney saja, belahan Australia lain juga melakukan hal yang sama. Gerakan antiperang tersebut gagal dalam mencapai tujuannya karena PM John Howard tetap mengirimkan pasukan Australia ke Irak. Untuk membahas masalah lingkungan, berikut gerakan lingkungan hidup rakyat Australia dalam dua kasus besar. Pertama, pada awal tahun 1980an, adanya protes besar yang dilakukan warga Australia karena pembangunan Bendungan Franklin. Pada awalnya, Bendungan yang akan dibuat di Sungai Franklin akan digunakan untuk pembangkit listrik tenaga air oleh Hydro-Electric Commision “Menhan Australia dan Panglima ADF bahas pengurangan pasukan dari Irak”, http://beritasore.com/2008/06/02/menhan-australia-dan-panglima-adf-bahas-pengurangan-pasukandari-irak/ (diakses 19 Mei 2015). 4 “Why huge protests failed to stop the Iraq war,” Green Left Weekly, http://www.greenleft.org.au/node/53400 (diakses 6 April 2015). 5 “Australia: Nationwide protests against war in Iraq,” International Committee of the Fourth International, http://www.wsws.org/en/articles/2002/12/prot-d04.html (diakses 8 April 2015). 3
(HEC). Listrik yang akan dihasilkan berkekuatan 180 Mega Watt. Namun hal tersebut dapat pertentangan oleh kelompok yang menangani isu lingkungan, bernama The Tasmanian Wilderness Society (TWS). Mereka menentang karena dengan keberadaan bendungan tersebut dapat mempengaruhi lingkungan sungai tersebut. Selain itu, wilayah yang akan digunakan merupakan World Heritage yang sepatutnya untuk dijaga kelestariannya. Pertentangan tersebut juga didukung oleh Tasmanian Conservation Trust, The Australian Conservation Federation dan lebih dari 800 kelompok konservasi dengan jumlah mencapai 500.000 anggota. Para aktivis lingkungan berhasil menarik perhatian media dengan mendatangkan tokoh David Bellamy untuk berpartisipasi dalam kampanye mereka.6 Aksi tersebut diwujudkan dalam pertemuan umum, demonstrasi di jalan, dengan puncak aksi yaitu bulan Juni 1980 terjadi demonstrasi besar di jalanan Hobart dengan partisipan sekitar 10.000 orang. Namun aksi tersebut belum selesai, aksi protes meluas tidak hanya di wilayah Tasmania namun seluruh Australia. Tahun 1982 terjadi peningkatan anggota organisasi anti-dam yang aktif, berbagai acara digelar, membuat stiker bertuliskan “No Dams” dan pemimpin aktivis Bob Brown berkeliling Negara untuk mendapatkan dukungan. Pada November 1982, Bob Brown mengumumkan akan memblokade Sungai Franklin yang akan dimulai Desember. Aksi ini diikuti 2500 orang yang berasal dari Tasmania dan luar Tasmania. Aksi protes tersebut membuahkan hasil positif dimana pemerintah Tasmania menolak memberikan dana sebesar $500 juta oleh PM Malcom Fraser. Selain itu, Pada pemilihan federal tahun 1983, PM Malcom Fraser digantikan oleh Bob Hawke yang berjanji akan menghentikan konstruksi bendungan serta membuat regulasi The World Heritage Properties Conservation Act 1983 yang melarang adanya pembangunan di sekitar Sungai Franklin. Kedua, Aksi protes masyarakat Australia dalam Anti-Uranium and Nuclear Disarmament pada tahun 1970an. Pada awalnya, Australia terlibat dalam industri nuklir dengan menjadi pemasok uranium untuk Amerika Serikat serta adanya program senjata Inggris selama Perang Dunia ke II dan setelahnya. Tahun 1952 sampai 1963 dilakukan tes uji coba senjata Inggris di daerah Australia Selatan dan Australia Barat. Namun, dampak yang timbul sangat merugikan karena meninggalkan masalah berupa gangguan kesehatan suku Aborigin serta timbulnya kerusakan lingkungan. Pada tahun 1970an, dibangun pangkalan militer yang berbasis di North 6 Miranda Schreurs dan Elim Papadakis, The A to Z of the Green Movement (Maryland: The Rowman & Littlefield Publishing Group, Inc, 2007), 96.
West Cape, Pine Gap dan Nurrungar yang menjadikan Australia terikat dengan Amerika Serikat. Pada saat tersebut, gerakan yang melawan industri nuklir memiliki posisi yang lemah, namun hal tersebut berakhir pada tahun 1970 ketika adanya koalisi gerakan massa yang peduli dengan perdamaian serta peduli dengan masalah lingkungan. Tahun 1976 sampai 1977 terjadi demonstrasi berskala nasional yang mampu mengumpulkan 50.000 orang dalam gerakan anti-nuklir. Pada tahun 1977, di Victoria telah membentuk lebih dari 100 kelompok lokal yang menentang industri nuklir. Selain itu terbentuk juga Friends of the Earth, Movement Against Uranium Mining, Campaign Against Nuclear Energy, Campaign Against Nuclear Power dan People for Nuclear Disarmament.7 Gerakan dilakukan untuk mengganggu maupun mengancam industri nuklir yang ada. Namun gerakan tersebut tidak terlalu berhasil dalam mengancam industri nuklir sehingga gerakan tersebut menurun pada tahun 1980. Langkah yang dilakukan selanjutnya adalah membentuk sebuah partai bernama Nuclear Disarmament Party (NDP) tahun 1984 namun hanya bertahan sekitar satu tahun saja. Gerakan anti-nuklir sempat mengalami keberhasilan ditandai dengan kenaikan biaya tenaga nukir serta jatuhnya harga uranium pada akhir tahun 1980an. Namun industri nuklir muncul kembali dibawah kepemimpinan PM Paul Keating dan semakin berkembang pada tahun 2006 di bawah pimpinan PM John Howard dengan membuka kembali tambang yang telah ditutup. Gerakan nir kekerasan tersebut dinyatakan gagal karena belum berhasil mencapai tujuannya dalam jangka panjang. Dari empat kasus di atas, dua kasus yaitu Perang Vietnam dan Invasi Irak termasuk ke dalam masalah perang, dan dua kasus lagi yaitu Bendungan Franklin dan Anti Uranium and Nuclear Disarmament termasuk ke dalam masalah lingkungan hidup. Kedua bidang tersebut menjadi bahasan dalam tulisan ini karena Australia sangat memperhatikan dan selalu mengedepankan bidang tersebut. Masalah perang selalu dikaitkan dengan keamanan. Sebagai negara yang secara geografis merupakan benua sendiri, maka sektor keamanan yang di utamakan Australia. Untuk mendapatkan rasa aman tersebut, Australia mendekatkan diri dengan Amerika Serikat dan menjadi sekutunya. Selain itu, Australia memiliki kepentingan nasional dengan menjadi warga negara internasional yang baik dengan membantu Amerika Serikat dalam melawan komunisme serta melawan terorisme. Dengan menjadi sekutu Amerika Serikat, Australia dalam keadaan aman dan jauh dari ancaman serta 7 “Australia's anti-nuclear movement: a short history”, https://www.greenleft.org.au/node/16973 (diakses 19 Mei 2015).
Green
Left
Weekly,
memperlihatkan citra yang baik pada negara lain. Dalam bidang lingkungan, Australia adalah negara dengan sumber daya alam yang melimpah namun minim sumber daya manusia. Sebagian besar lingkungan Australia merupakan wilayah yang kering sehingga apabila terjadi kerusakan lingkungan terutama akibat industri nuklir dan pembangunan bendungan, maka hal tersebut juga berpengaruh pada kelangsungan hidup penduduk Australia dan akan muncul dampak di bidang lain seperti kesehatan serta perekonomian. Gerakan nir kekerasan yang dilakukan dalam masing-masing bidang tersebut membuktikan bahwa satu kasus berhasil dan satunya lagi gagal. Dalam bidang yang berkaitan dengan perang, gerakan anti-perang dalam kasus Perang Vietnam berhasil, namun gagal dalam kasus Invasi Irak. Sedangkan dalam bidang lingkungan, gerakan lingkungan hidup dalam kasus Bendungan Franklin mencapai keberhasilan, namun dalam kasus Anti Uranium and Nuclear Disarmament menemui kegagalan. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji untuk mengetahui faktor keberhasilan dan kegagalan karena keduanya mempunyai kesamaan yaitu menggunakan gerakan nir kekerasan. 1.2
Rumusan Masalah Dalam membahas tema skripsi ini, penulis akan mengangkat tiga buah
rumusan masalah sebagai fokus pembahasan selanjutnya, yaitu: 1. Bagaimanakah dinamika gerakan nir kekerasan masyarakat Australia terwujud? 2. Seberapa kuat gerakan nir kekerasan masyarakat Australia dalam melakukan kontrol terhadap pemerintah? 3. Bilamana gerakan nir kekerasan muncul? Kapan berhasil dan kapan yang tidak berhasil? 1.3
Landasan Konseptual Melihat gerakan nir kekerasan masyarakat Australia dalam kasus yang
berhubungan dengan perang serta berhubungan dengan lingkungan hidup, maka perlu konsep dalam menjabarkannya. Untuk menunjang penelitian ini, digunakan beberapa konsep, yaitu:
A.
Non Violence Action Secara konseptual, nir kekerasan merupakan suatu bentuk tindakan yang
dilakukan tanpa adanya unsur kekerasan. Tindakan nir kekerasan sendiri juga berhubungan dengan etika, tradisi agama terutama Budha, Hindu, dan Kristen.8 Salah satu tokoh yang mengangkat tindakan nir kekerasan ini adalah Mahatma Gandhi. Beberapa istilah dijelaskan seperti ahimsa yang berarti tindakan tanpa kekerasan yang dapat dicapai dengan adanya rasa sayang dan toleransi terhadap orang lain. Istilah lain seperti satyagraha yang berarti berpegang teguh pada kebenaran. Ahimsa dan Satyagraha menjadi satu keterikatan demi terwujudnya keadaan damai tanpa adanya unsur kekerasan. Gandhi memiliki pandangan bahwa kesuksesan sebuah aksi tergantung dari tiga elemen penting, yaitu pemimpin yang kharismatik, organisasi massa, dan pemikiran atau ideologi dalam suatu aksi.9 Menurut Gene Sharp dalam bukunya Social Power and Political Freedom menyatakan bahwa “Nonviolent action refers to those methods of protest, resistance, and intervention without physical violence in which the members of the nonviolent group do, or refuse to do, certain things.”10 Terdapat kurang lebih 198 metode aksi nir kekerasan yang dihimpun oleh Gene Sharp. Konsep ini membagi tindakan nir kekerasan ke dalam tiga kelompok besar, pertama, terdiri dari protes, demonstrasi dan persuasi, kedua, terdiri dari nonkooperasi sosial, ekonomi, dan politik, ketiga, intervensi tanpa kekerasan. Protes, demonstrasi dan persuasi menunjuk keadaan dimana suatu kelompok menentang adanya kebijakan tertentu dan mengajak khalayak untuk ikut serta dalam aksi pertentangan tersebut dengan tujuan dapat merubah kebijakan. Cara penyampaian dapat dilakukan secara verbal, simbolik, maupun dengan cara interaktif. Yang mencakup hal ini seperti pernyataan publik, slogan, karikatur, leaflet, drama, musik, parade, duduk di jalan, dan berbagai macam metode lainnya. Tindakan nonkooperasi merupakan suatu tindakan yang tidak mau melakukan kerjasama dalam bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Bentuk dari aksi ini adalah dilakukannya mogok, embargo, boikot, keluar dari lembaga tertentu, dan sebagainya. Apabila tindakan protes, demo, dan persuasi berhasil, maka tindakan nonkooperasi ini tidak dilakukan. Yang ketiga, adalah intervensi tanpa kekerasan David P. Barash dan Charles P. Webel, Peace and Conflict Studies (California: Sage Publications, Inc, 2002), 512. 9 Dennis Dalton, Mahatma Gandhi: Nonviolent Power in Action (New York: Columbia University Press, 2012), 31. 10 Gene Sharp, Social Power and Political Freedom (Boston: Porter Sargent Publishers, 1980), 218. 8
yang dilakukan apabila kedua metode di atas tidak berhasil. Adapun bentuk dari metode ini adalah menduduki tempat yang strategis, membuat organisasi massa, memblokade suatu tempat, memutuskan hubungan penguasa dengan pendukungnya, dan sebagainya. B. Gerakan Sosial / Aksi Kolektif Gerakan sosial merupakan sebuah aksi yang dilakukan sebagai tindakan yang menentang karena tidak adanya keadilan serta adanya tindakan sewenang-wenang. Masyarakat menginginkan perubahan kebijakan karena kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat. Sidney Tarrow melihat gerakan sosial sebagai tantangan kolektif yang diajukan sejumlah orang yang memiliki tujuan dan solidaritas yang sama, dalam konteks interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elite, penguasa dan lawan.11 Hal yang menjadi fokus dalam gerakan sosial adalah melihat isu yang sedang berkembang serta jangkauannya lebih luas seperti anti-rasis, anti-nuklir serta berbagai masalah yang melibatkan masyarakat sipil. Partisipan dalam gerakan sosial ini tidak hanya golongan buruh saja, namun golongan lain seperti mahasiswa, kaum menengah serta adanya media yang menghubungkan masyarakat sipil dengan negara. Struktur gerakan sosial terdiri dari keberagaman kepentingan serta orientasi majemuk sebagai basis sosial. Tujuannya adalah untuk menata kembali relasi negara, masyarakat dan perekonomian dan untuk menciptakan ruang publik yang di dalamnya terdapat wacana demokratis otonomi dan kebebasan individual.12 Ciri-ciri atau karakter yang melekat dalam gerakan sosial antara lain:13 1. Gerakan sosial merupakan salah satu bentuk perilaku kolektif. 2. Memiliki
tujuan
untuk
membuat
perubahan
sosial
atau
untuk
mempertahankan suatu kondisi. 3. Gerakan sosial tidak identik dengan gerakan politik yang terlibat dalam perebutan kekuasaan secara langsung. 4. Merupakan perilaku kolektif yang terorganisasi baik formal maupun informal. Sidney Tarrow, Power in Movement: Social Movement, Collective Action, and Politics (New York: Cambridge University Press, 1994), 4. 12 “Teori Gerakan Sosial oleh Beberapa Sumber”, http://www.academia.edu/9391670/Teori_Gerakan_Sosial_oleh_beberapa_sumber (diakses 18 Juni 2015). 13 Pingky, Sadikin, Yusup N, Indrasari T. Jurnal Analisis Sosial: Perdebatan Konseptual Tentang Kaum Marginal (Bandung: Yayasan AKATIGA, 2005), 31-32. 11
5. Gerakan sosial merupakan gejala yang lahir dalam kondisi masyarakat konfliktual. Selanjutnya untuk menganalisis tumbuh kembangnya gerakan sosial merujuk pada tiga faktor penting, yaitu:14 1. Kesempatan Politik (Political Opportunities) Mekanisme dalam kesempatan politik secara lebih spesifik yaitu pertama, gerakan sosial muncul ketika tingkat akses terhadap lembagalembaga politik mengalami keterbukaan. Kedua, ketika keseimbangan politik sedang tercerai berai sedangkan keseimbangan politik baru belum terbentuk. Ketiga, ketika para elite politik mengalami konflik besar dan konflik ini dipergunakan oleh para pelaku perubahan sebagai kesempatan. Keempat, ketika para pelaku perubahan digandeng oleh para elite yang berada di dalam sistem untuk melakukan perubahan. Fokus dari kesempatan politik ini adalah kesempatan para demonstran dapat mengatur perilaku kolektif dan berpartisipasi dalam protes. Bagaimana figur politik dapat menciptakan kesempatan terlebih dalam masa pemilihan umum. 2. Struktur Mobilisasi (Mobilization Structures) Menurut McCarthy, struktur mobilisasi adalah sejumlah cara kelompok masyarakat melebur dalam aksi kolektif, termasuk di dalamnya taktik gerakan dan bentuk organisasi gerakan sosial. Dengan meleburnya masyarakat dalam aksi kolektif, maka hal tersebut dapat memperbesar potensi mobilisasi yang diciptakan dengan mendapat simpati dari khalayak. Selain itu, jaringan perekrutan dan upaya mobilisasi menjadi kuat serta menjanjikan keuntungan sehingga bisa termotivasi ikut dalam aksi kolektif. 3. Proses Pembingkaian (Framing Processes) Framing berperan dalam mengorganisasi pengalaman dan petunjuk tindakan, baik secara individu maupun secara kolektif sehingga khalayak mempunyai perasaan yang sama dalam melihat suatu peristiwa. Menurut Gamson, keberhasilan sebuah gerakan sosial terletak pada bagaimana peristiwa dibingkai sehingga menimbulkan tindakan kolektif. Terdapat Hasanuddin, “Dinamika dan Pengerucutan Teori http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIPN/article/download/1601/1576. 14
Gerakan
Sosial.”
tiga komponen penting, yaitu rasa ketidakadilan yang muncul karena adanya kekecewaan, identitas yang membuat perlakuan tidak adil dirasakan bersama, dan agensi bahwa seseorang dapat mengubah kondisi atau kebijakan melalui aksi kolektif. Media juga berperan dalam membentuk framing yang membuat khalayak mengerti apa yang sedang sebenarnya terjadi. Partisipasi dalam melakukan gerakan sosial tergantung pada seberapa sukses sebuah gerakan dibingkai. Dalam proses pembingkaian, media massa merupakan lembaga penting dalam setiap masyarakat dan memberikan pengaruh pada opini publik serta pada pembuat kebijakan publik serta menyediakan koneksi penting antara politisi dan pemilih. 15 Liputan media mengenai protes anti-perang memainkan peran penting dalam kemampuan demonstran agar sukses dalam tujuan mereka dan dapat sangat mempengaruhi sikap publik terhadap penyebabnya.16 Selain ketiga faktor di atas, menurut McAdam, keberhasilan dan kegagalan suatu gerakan sangat bergantung pada kemampuan organisasi gerakan yang dapat menghadirkan tiga faktor organisasional, yaitu:17 1. Taktik mengganggu Taktik yang digunakan dalam suatu gerakan dapat bersifat inovatif dan mempunyai sifat mengganggu. Keberhasilan diukur dengan seberapa efektif taktik suatu gerakan menuju tujuannya. 18 Taktik seperti ini berkaitan dengan efektivitas gerakan sosial yang mayoritas memiliki sumber daya yang terbatas. Selain itu, taktik mengganggu ini juga dapat menarik perhatian baik khalayak umum maupun dari lawan. 2. Pengaruh sayap radikal Pengaruh kelompok radikal dalam suatu gerakan mempunyai poin tersendiri dalam menunjang keberhasilan suatu gerakan sosial. Kelompok ini mampu untuk menjadi jembatan bagi masyarakat dengan pemerintah Daniela V. Dimitrova, “The War in Iraq: A View from Australia,” dalam Leading to the 2003 Iraq War: The Global Media Debate, eds, Alexander G. Nikolaev and Ernest A. Hakanen (Hampshire: Palgrave Macmillan, 2006), 115-116. 16 Kathleen Malley-Morrison, Andrea Mercurio, Gabriel Twose, eds, International Handbook of Peace and Reconciliation (New York: Springer, 2013), 171. 17 Doug McAdam, McCarthy, dan Zald, Comparatives on Social Movement: Political Opportunities, Mobilizing Structures, and Cultural Framing (New York: Cambridge University Press, 1996), 7. 18 John Wilson, Introduction to Social Movements (New York: Basic Books, Inc., 1973), 226. 15
ketika pihak pemerintah mau melakukan negosiasi dengan organisasi yang mengatasnamakan suatu gerakan. 3. Tujuan organisasi Tujuan organisasi harus jelas sehingga dapat membuat berbagai pihak mampu ikut serta dalam pencapaian tujuan tersebut. Berbagai reaksi dapat timbul hanya dengan mengetahui apa tujuan dari suatu organisasi, sehingga tujuan disini penting untuk mendapat dukungan dan memberikan kesempatan melakukan suatu gerakan. 1.4
Argumen Utama Gerakan nir kekerasan Australia yang meliputi gerakan anti-perang serta
gerakan lingkungan hidup mengalami dinamika terlihat dari adanya keberhasilan dan kegagalan dalam beberapa kasus. Adanya kenaikan dan penurunan tingkat keberhasilan gerakan nir kekerasan tidak menjadikan masyarakat Australia memilih jalan yang bersifat anarkis. Adanya kestabilan dalam melakukan suatu gerakan tanpa melibatkan unsur kekerasan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ajaran Mahatma Gandhi, nilai serta prinsip hidup yang menopang setiap individu, adanya pandangan yang sama dalam melihat suatu penyelesaian konflik serta identitas nasional Australia yang menjadikan masyarakat Australia tetap mengedepankan gerakan nir kekerasan dalam melakukan berbagai protes. Gerakan nir kekerasan masyarakat Australia tergolong kuat dalam mengontrol kebijakan pemerintah. Hal ini dipengaruhi oleh sistem demokrasi liberal yang diterapkan Australia. Dengan adanya sistem demokrasi tersebut, rakyat Australia ikut serta dalam proses pemilihan wakilnya secara terbuka. Selain itu, keberhasilan suatu gerakan nir kekerasan terletak pada strategi kelompok yang melakukan demonstrasi dengan banyaknya partisipan yang ikut dalam aksi nir kekeasan sehingga tujuan masyarakat tersebut dapat tercipta. Gerakan nir kekerasan akan semakin kuat dengan adanya dukungan baik dari masyarakat, parlemen, serta media massa yang membawa satu kasus untuk diketahui publik secara meluas. Gerakan nir kekerasan akan muncul ketika akan ada kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan keinginan masyarakat Australia, baik itu kepentingan kelompok maupun kepentingan bersama satu negara. Ketika ada dukungan dari berbagai pihak meskipun di luar isu yang diperdebatkan, partisipan gerakan nir kekerasan akan bertambah secara kuantitas, dan akan terus bermunculan gerakan yang lain yang akan membantu mendesak pemerintah mengubah kebijakannya. Gerakan nir
kekerasan dapat dikatakan berhasil ketika tujuan gerakan tersebut tercapai. Beberapa faktor untuk mencapai keberhasilan dalam suatu gerakan nir kekerasan adalah metode, kekuatan gerakan sosial, dukungan gerakan sosial, organisasi massa, serta pemimpin gerakan. Gerakan nir kekerasan dikatakan gagal apabila dalam gerakan tersebut tidak berhasil mencapai tujuan dikarenakan adanya pengaruh kalangan elit yang dapat memberikan dukungan lebih besar sehingga suatu gerakan sosial tidak diperhatikan oleh pemerintah. 1.5
Metode Penelitian Berdasarkan R.F, Hopkins dan R.W. Mansbach, terdapat tingkat analisa yang
dikembangkan yang terdiri dari unit analisa dan unit eksplanasi.19 Unit analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit analisa kelompok. Sedangkan unit eksplanasinya adalah unit eksplanasi kelompok pula sehingga merupakan analisa korelasionis. Unit analisa dalam penelitian ini adalah gerakan nir kekerasan masyarakat Australia yang terdiri dari gerakan anti-perang dan gerakan lingkungan hidup, sedang unit eksplanasinya merupakan kekuatan gerakan nir kekerasan tersebut dalam melakukan kontrol terhadap pemerintah serta penyebab gerakan nir kekerasan mengalami keberhasilan dan kegagalan. Sebagai metode penelitian, beberapa langkah yang diambil adalah dengan melakukan konseptualisasi kemudian melakukan generalisasi. Konseptualisasi merupakan proses penyederhanaan fenomena dengan mengklasifikasikan dan mengkategorisasikan. 20 Data-data yang diperoleh melalui media dikategorisasikan dalam konsep-konsep yang telah dibahas dalam landasan konseptual. Setelah kategorisasi dilakukan, analisa difokuskan pada relasi antara konsep-konsep, apakah itu kondisional, kausalitas, atau tidak berhubungan sama sekali. Sedangkan generalisasi merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua konsep atau lebih.21 Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif karena seluruh argumen yang dibangun didasarkan pada basis rasional. Penelitian ini berusaha memahami realita sosial dengan memahami hubungan relasional antara satu konsep dengan konsep lain. Untuk memperoleh data dalam pendekatan kualitatif, Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi (Jakarta: LP3ES, 1990) ,44. 20 Ibid, halaman 198. 21 Ibid 19
digunakan metode analisa dokumen, yaitu menelusuri, mengumpulkan, dan membahas data-data sekunder yang berasal dari berbagai litelatur seperti review atas buku, artikel, jurnal, website, surat kabar dan majalah. 1.6
Sistematika Penulisan Skripsi yang berjudul “Gerakan Nir Kekerasan di Australia : Studi Kasus
Gerakan Anti Perang dan Gerakan Lingkungan” ini akan disusun sesuai sistematika berikut: Bab I: Pendahuluan Pada bab ini akan diuraikan tentang Latar Belakang Masalah gerakan nir kekerasan yang ada di Australia beserta data kasus-kasus yang menggunakan tindakan nir kekerasan sebagai suatu gerakan yaitu gerakan anti-perang dan gerakan lingkungan hidup, Rumusan Masalah yang menjadi fokus dalam tulisan ini, Landasan Konseptual, Argumen Utama, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II: Gerakan Anti Perang di Australia Bab ini akan menjelaskan gerakan anti-perang yang ada di Australia dengan melihat kasus Perang Vietnam yang menjadikan gerakan anti-perang berhasil mencapai tujuan, serta melihat kasus Invasi Irak dimana gerakan anti-perang gagal dalam mencapai tujuan. Bab III: Gerakan Lingkungan di Australia Bab ini akan menjelaskan gerakan lingkungan yang ada di Australia dengan melihat kasus Bendungan Franklin yang menjadikan gerakan lingkungan berhasil mencapai tujuan, serta melihat kasus Anti Uranium and Nuclear Disarmament dimana gerakan lingkungan gagal dalam mencapai tujuan. Bab IV: Analisa Gerakan Anti Perang dan Gerakan Lingkungan Bab ini akan menjelaskan analisa kekuatan gerakan nir kekerasan dalam mengontrol pemerintahan, pada saat mana gerakan berhasil, mengapa gerakan tersebut berhasil dan pada saat mana gagal, mengapa gerakan tersebut gagal. Bab V: Penutup Bagian terkakhir dari skripsi ini yaitu Penutup akan mengakhiri skripsi ini dengan memberikan kesimpulan terhadap pembahasan bab-bab sebelumnya.