BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pemanasan global merupakan suatu proses dimana terjadinya peningkatan suhu rata – rata
atmosfer , laut , dan daratan bumi yang mana telah menjadi permasalahan perhatian dunia saat ini (KLH, 2015).
Gambar 1.1 Peningkatan Temperatur Bumi dan Emisi Gas Buang (CO2) (Phil, 2016) Dapat dilihat pada gambar 1.1 bahwa dalam beberapa dekade terakhir, suhu bumi terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat menyebabkan pemanasan global yang sangat berbahaya bagi mahkluk hidup. Perubahan iklim yang drastis dapat menyebabkan kepunahan bagi spesies – spesies tertentu yang akan mengganggu ekosistem (KLH, 2010). Penyebab pemanasan global sebagian besar disebabkan oleh hasil aktivitas manusia diantaranya adalah aktivitas industri, transportasi, suplai energi, dan lain – lain (Gunadi, 2008).
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Gambar 1.2 Sektor Industri Penyumbang Emisi Gas Buang (IPCC, 2007) Dapat dilihat dari gambar 1.2, bahwa menurut data IPCC salah satu penyumbang efek pemanasan global terbesar adalah sektor industri. Sehingga para pelaku bisnis atau para industrialis diharapkan dapat memberikan tanggung jawab terhadap permasalahan tersebut (Wulandari, 2014). Salah satu industri yang menyumbang polusi penyebab pemanasan global di dunia adalah transportasi (industri perkapalan). Industri perkapalan merupakan merupakan industri yang sangat vital bagi perekonomian suatu negara. Hal tersebut dikarenakan luas lautan di dunia lebih luas dibandingkan dengan luas daratan dengan perbandingan 70% berbanding dengan 30% (Lasabuda, 2013). Sehingga sebanyak 90% perdagangan dunia dilakukan melalui jalur laut dengan menggunakan industri perkapalan (Ceyhun & Cicek, 2014). Vitalnya industri perkapalan dalam membangun ekonomi suatu negara menjadi dasar negara – negara di dunia dalam mengembangkan industri perkapalan di masing – masing negaranya (Grey, 2015). Sehingga, banyak negara-negara di dunia terus melakukan investasi untuk mengembangkan industri perkapalan tersebut. Seperti salah satunya adalah negara China yang melakukan program pengembangan industri perkapalan dalam “11th China National 5 Year Economic" (Putra , 2016). Dengan meningkatnya industri perkapalan, maka dapat menyebabkan peningkatan industri perkapalan dalam menyumbang gas CO2 sebagai sumber penyebabnya pemanasan global. 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Tercatat industri perkapalan (transportasi) menyumbang 13,1% gas CO2 yang menyebabkan pemanasan global (Jati, 2015). Sehingga dibutuhkan suatu aktivitas pencegahan agar industri perkapalan dapat mereduksi gas CO2 yang dihasilkan seiring dengan terus meningkatnya dan berkembangnya aktivitas industri perkapalan. Hal tersebut juga telah menjadi perhatian dari International Maritime Organization (IMO). International Maritime Organization (IMO) merupakan Badan Khusus Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) yang menangani masalah – masalah kemaritiman, terutama pelayaran Internasional. IMO menetapkan standar internasional untuk keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan bagi industri pelayaran Internasional yang mana bererperan untuk menciptakan kerangka regulasi bagi industri pelayaran (IMO, 2013). International Maritime Organization (IMO) sebagai regulator pelayaran insternasional telah melakukan suatu tindakan pencegahan produksi gas CO2 oleh industri perkapalan dengan cara mengeluarkan regulasi terkait upaya pengurangan emisi CO2 di industri perkapalan yang diberi nama Marine Pollution ANNEX 6 (MARPOL ANNEX 6). MARPOL ANNEX 6 memberikan dua regulasi, yaitu Energy Efficiency Design Index (EEDI) dan Energy Efficiency Operational Indicator (EEOI) atau Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP). Energy Efficiency Design Index (EEDI) berfokus kepada kapal bangunan baru sedangkan Energy Efficiency Operational Indicator (EEOI) atau Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP) berfokus kepada bangunan kapal yang sedang beroperasi. (Tsuomani, 2008). MARPOL ANNEX 6 dikeluarkan pada Januari 2013, dimana setiap negara menyetujui untuk meratifikasi regulasi tersebut. (IMO, 2013). Kapal - kapal yang telah diakui melaksanakan regulasi MARPOL ANNEX 6 oleh IMO, kemudian akan mendapatkan sertifikasi yaitu International Energy Efficiency Certificate (IEEC). Dimana IEEC tersebut akan digunakan sebagai syarat bagi kapal yang akan berlabuh di pelabuhan Internasional (IMO, 2013). Indonesia secara geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua per tiga luas lautan lebih besar daripada daratan. Hal ini bisa terlihat dengan adanya garis pantai di hampir setiap pulau di Indonesai (Hardiana, 2015). Berdasarkan UNCLOS 1982, Indonesia telah diakui secara Internasional dengan total wilayah laut seluas 5,9 juta km2, yang terdiri atas 3,2 juta km2 perairan territorial dan 2,7 km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif (Lasabuda,2013). Hal ini
3
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
menjadikan Indonesia sebagai negara maritime terbesar ketiga di dunia dari sisi perairan nya (Koesantri, 2014). Menurut Peraturan Presiden RI No.29/2012 yang menyatakan bahwa secara formal Indonesia telah meratifikasi IMO MARPOL ANNEX III, IV, V, dan VI. Oleh karena itu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai badan klasifikasi negara akan membantu perusahaan pelayaran Indonesia untuk menerapkan regulasi tersebut (BKI, 2013). Tabel 1.1 Daftar Perusahaan Yang Belum Menerapkan Regulasi Ship Energy Efficiency Management Plan. 1 PT Pelayaran Salam Bahagia 2 PT Berkah Tata Baruna 3 PT Bintang Terang Shipping 4 PT Caraka Tirta Perkasa 5 PT Lintas Kumala Abadi (INSA, 2016) Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa banyak perusahaan-perusahaan industri perkapalan di Indonesia yang belum menerapkan regulasi IMO MARPOL ANNEX 6 tersebut secara lengkap guna mendukung pencegahan isu pemanasan global. Sehingga dirasa perlu adanya penelitian mengenai efek penerapan regulasi IMO MARPOL ANNEX 6 pada industri perkapalan di Indonesia, agar mengajak para industri perkapalan mau ikut meretifikasi regulasi tersebut. Untuk mengetahui efek dari penerapan regulasi IMO MARPOL ANNEX 6 terhadap perusahaan industri perkapalan di Indonesia, maka kemudian akan dilakukan pengukuran pada perusahaan perkapalan yang telah terlebih dahulu menerapkan regulasi tersebut dan telah mendapatkan sertifikasi IEEC. Samudera Indonesia Ship Management adalah salah satu perusahaan yang telah menerapkan regulasi IMO MARPOL ANNEX 6 terkait Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP). Samudera Indonesia Ship Management (SISM) mempunyai beberapa kapal yang telah melakukan Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP) dengan baik. Maka dari itu, dengan dilakukannya penelitian mengenai analisa penerapaan ship energy efficiency management plan khususnya dalam item slow steaming di PT Samudera Indonesia 4
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Ship Management ini , diharapkan dapat menjadi platform bagi perusahaan – perusahaan perkapalan di Indonesia yang belum melakukan regulasi ship energy efficiency management plan yang diterbitkan oleh International Maritime Organization (IMO). Sehingga, dapat mengajak perusahaan – perusahaan perkapalan nasional bahkan internasional untuk dapat menjaga kelestarian lingkungan dengan melakukan tindakan pencegahan efek pemanasan global. Penelitian ini menggunakan kapal kontainer yang memiliki nama MV Sinar Solo. Tabel 1.2 Spesifikasi Kapal Sinar Solo Deadweight
15218 Ton
LPP
135 Meters
Total Power Machine
13580 HP
Machine
MAN B&W 7S50C
Date of Build
20 January 1999
Country of Build
JAPAN
(BV Survey Status Sinar Solo, 1999) Sinar Solo merupakan kapal yang mempunyai rute pelayaran Singapore – Bangkok – Kuantan – Singapore. Penggunaan bahan bakar kapal Sinar Solo pada tahun 2012 mencapai rata – rata sebesar 25,30 Ton/Day (dilihat pada gambar 1.3). Penerapan regulasi Ship Energy Efficiency Management Plan terhadap efisiensi bahan bakar sangat diperlukan pada kapal Sinar Solo (SISM, 2012).
5
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Gambar 1.3 Penggunaan Bahan Bakar Sinar Solo Tahun 2012 (SISM, 2013)
Slow steaming merupakan cara penghematan bahan bakar dengan menggunakan kecepatan kapal secara efisien dalam melakukan suatu perjalanan. Slow steaming sendiri merupakan salah satu item ship energy efficiency management plan (SEEMP) yang memiliki andil besar dalam mengurangi emisi gas buang atau polusi udara (Bureau Veritas, 2012). 1.2
Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diketahui beberapa permasalahan yang timbul akibat regulasi baru tersebut : 1
Beberapa perusahaan pelayaran di Indonesia masih belum menerapkan regulasi Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP); (Tabel 1.1)
2 Belum adanya perusahaan pelayaran Indonesia yang menjadi platform dalam penerapan regulasi regulasi Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP); (Tabel 1.1) 3
Penggunaan bahan bakar pada kapal Sinar Solo belum efisien pada tahun 2012. (Gambar 1.3) 6
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
1.2.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana penerapan Ship Energy Efficiency Management Plan : Slow Steaming di PT. Samudera Indonesia Ship Management dapat mengurangi pengeluaran terkait konsumsi bahan bakar serta emisi gas buang? 2. Bagaimana optimasi yang dapat dilakukan terkait konsumsi bahan bakar serta emisi gas buang meggunakan regulasi Ship Energy Efficiency Management Plan: Slow Steaming di PT. Samudera Indonesia Ship Management? 1.2.3 Batasan Masalah Dalam penelitian ini diberikan batasan masalah agar pembahasan lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Adapun batasan masalah yang diberikan adalah sebagai berikut : 1
Penelitian ini tidak membahas tentang regulasi Energy Efficiency Design Index.
2
Penelitian ini tidak membahas tentang emisi gas buang selain CO2.
3
Penelitian ini menggunakan data kapal SINAR SOLO pada tahun 2012 dan tahun 2016.
4
Penelitian menggunakan asumsi tetap pada berat muatan saat dilakukan perbandingan performa kapal pada tahun 2016 dengan tahun 2012.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Untuk mengetahui manfaat dari penerapan regulasi Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP) kepada perusahaan PT. Samudera Indonesia Ship Management
7
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
1.3.2 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui bagaimana penerapan regulasi Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP) dapat mengurangi pengeluaran konsumsi bahan bakar dan emisi gas buang di PT Samudera Indonesia Ship Management. 2. Mengetahui implementasi optimasi penerapan regulasi Ship Energy Efficiency Management Plan terhadap penggunaan bahan bakar serta emisi gas buang di PT Samudera Indonesia Ship Management. 1.4
Manfaat dan Kegunaan Penelitian 1.4.1 Manfaat Penelitian Memberikan referensi bagi PT. Samudera Indonesia Ship Management dan maritim Indonesia terkait regulasi Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP), 1.4.2 Kegunaan Penelitian 1.4.2.1 Kegunaan Teoritis Untuk memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang perkapalan tentang pengoptimalan energi pada kapal. 1.4.2.2 Kegunaan Praktis 1. Membantu dalam memberikan referensi terhadap penerapan Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP) bagi PT. Samudera Indonesia Ship Management. 2. Memberikan referensi kepada perusahaan – perusahaan pelayaran Indonesia yang ingin menerapkan regulasi Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP).
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/z