BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat, terutama di perkotaan, kebutuhan akan komunikasi & informasi yang bergerak (mobile), terkini (real time), handal dan ekonomis menjadi penting dan sangat diperlukan. Hal ini membantu memudahkan individu dan bisnis dalam menjalankan urusannya. Akibatnya, layanan telepon tetap kabel (fixed wireline) cenderung ditinggalkan karena belum mampu menyediakan layanan komunikasi dan informasi tersebut. Masyarakat kini beralih ke komunikasi bergerak (seluler) untuk memenuhi kebutuhan komunikasinya. Migrasi ini juga didukung oleh tarif yang cenderung semakin ekonomis dan ketersediaan terminal (handset) yang semakin beragam dan terjangkau. Telepon selular telah berubah dari barang mewah menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat perkotaan, bahkan kepemilikannya menjadi suatu keharusan bagi masyarakat kota dan sudah merambat ke area pedesaan seiring dengan meluasnya jangkauan yang bisa dilayani oleh operator telekomunikasi. Kebutuhan masyarakat terhadap komunikasi yang mobile dan lebih personal inipun langsung ditangkap oleh para pelaku bisnis di dunia telekomunikasi, khususnya operator telepon bergerak (mobile telephone operators) di Indonesia sebagai peluang bisnis yang menjanjikan. Per Kuartal I 2008, di Indonesia jumlah sambungan telepon rumah/kabel (wireline) sebanyak 8,307 juta, artinya tiap 3,6 sambungan telepon mewakili populasi 100 orang1. Jumlah sambungan ini turun 0,2% dibanding periode yang sama tahun 2007
1
Jumlah penduduk Indonesia pada kuartal tersebut adalah 227.6 juta orang (Sumber: http://www.datastatistik-indonesia.com)
1
(8.326 juta)2. Hal ini berarti bahwa penambahan sambungan telepon tidak bisa mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk yang berarti pula bahwa masih banyak penduduk yang belum terlayani dengan fasilitas telepon kabel. Gambar 1.1 menunjukkan perbandingan tingkat penetrasi sambungan telepon rumah di Indonesia terhadap negara-negara lain di Asia Tenggara. Dengan demikian, Indonesia termasuk dalam negara yang masih kekurangan fasilitas telepon. Keadaan ini memicu tingginya tingkat petumbuhan pasar telepon selular saat ini dan di masa yang akan datang.
Gambar 1.1 Grafik Teledensitas Telepon Tetap/Kabel (Wireline)3
2
Info Memo Telkom, The First Quarter 2008 Results, http://www.telkom.co.id, diakses tgl. 31 Mei 2008, jam 14.02 WIB. 3
Prospek Industri Telekomunikasi, http://www.ithb.ac.id, diakses tgl. 1 Juni 2008, jam 22.38 WIB.
2
Gambar 1.2 Grafik Penetrasi Seluler(Wireless)2
Di sisi lainnya, jumlah sambungan telepon nirkabel (wireless) per Kuartal I 2008 di Indonesia berjumlah 115,5 juta, artinya tiap 50 sambungan telepon mewakili populasi 100 orang. Penetrasi selular di Indonesia lebih rendah dibanding beberapa negara di Asia Tenggara (Gambar 1.2). Saat ini ada 12 operator telepon nirkabel (wireless) di Indonesia yang berbasis teknologi GSM (Global System for Mobile Communications) maupun CDMA (Code Division Multiple Access) yang memberikan layanan seluler (full mobility) maupun tetap tanpa kabel (FWA/fixed wireless access). Jumlah ini belum memperhitungkan jasa layanan telepon nirkabel berbasis satelit yang dilayani oleh 1 operator telepon satelit (lihat Lampiran 1). Gambar 1.3 menunjukkan proyeksi pertumbuhan pengguna telepon tetap/kabel dan selular/nirkabel di Indonesia. Terlihat bahwa telepon seluler (nirkabel) diproyeksikan tumbuh 22% per tahun (2005-2010), sementara telepon tetap (kabel) diproyeksikan hanya tumbuh 3,9% per tahun.
3
Gambar 1.3 Grafik Proyeksi Jumlah Pelanggan Telepon Tetap dan Seluler4
1.1.1 Teknologi Telepon Seluler Pada awal tahun 80-an, teknologi telekomunikasi seluler mulai berkembang dan banyak digunakan. Sistem yang dikembangkan saat itu teknologinya masih analog, seperti
AMPS
(Advanced
Mobile
Phone
System),
TACS
(Total
Access
Communication System), dan NMT (Nordic Mobile Telephone), dan disebut seluler generasi pertama (1G). Beberapa sistem yang dikembangkan di beberapa negara yang berbeda tidak saling kompatibel satu dengan yang lainnya (C-Net/Jerman, RC2000/Perancis,
TACS/Inggris,
NMT/Belanda
&
negera-negara
Skandinavia),
sehingga mobilitas pelanggan sangat terbatas pada suatu area sistem teknologi tertentu saja. Untuk mengatasi keterbatasan yang terdapat pada sistem-sistem analog sebelumnya, pada tahun 1982 negara – negara Eropa membentuk sebuah organisasi bertujuan untuk menentukan standard-standard telekomunikasi bergerak yang dapat dipakai di 4
Prospek Industri Telekomunikasi, http://www.ithb.ac.id, diakses tgl. 1 Juni 2008, jam 22.38 WIB.
4
semua negara Eropa. Organisasi ini diberi nama Group Speciale Mobile (GSM). Pembentukan organisasi ini dilatarbelakangi oleh keadaan di tiap-tiap negara Eropa pada ssat itu yang masih menggunakan sistem telekomunikasi nirkabel yang analog dan tidak kompatibel antara negara, sehingga tidak memungkinkan dilakukannya jelajah (roaming) antar negara. Organisasi ini kemudian menghasilkan standardstandard telekomunikasi bergerak yang kemudian dikenal dengan GSM (Global System for Mobile Communications) pada tahun 1991. GSM sendiri mulai diimplementasikan di negara Eropa pada awal kuartal akhir 1992 (Radiolinja di Finlandia). Pemakaian GSM kemudian meluas ke Asia dan benua Amerika. Pada saat ini GSM merupakan teknologi komunikasi bergerak yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Pada akhir tahun 2005, pelanggan GSM di dunia sudah mencapai 1,5 milyar pelanggan dan merupakan teknologi yang paling banyak digunakan. GSM adalah sebuah teknologi komunikasi bergerak yang tergolong dalam generasi kedua (2G). Perbedaan utama sistem 2G dengan teknologi sebelumnya (1G) terletak pada teknologi digital yang digunakan. Keuntungan teknologi 2G dibanding dengan teknologi 1G antara lain sebagai berikut : •
Kapasitas sistem lebih besar, karena menggunakan teknologi TDMA (digital), di mana penggunaan sebuah kanal tidak diperuntukan bagi satu user saja. Sehingga pada saat user tersebut tidak mengirimkan informasi, kanal dapat digunakan oleh user lain. Hal ini berlawanan dengan teknologi FDMA yang digunakan pada generasi pertama. Teknologi yang dikembangkan di negaranegara yang berbeda merujuk pada standard internasional sehingga sistem pada negara – negara yang berbeda tersebut masih tetap kompatibel satu dengan lainnya sehingga dimungkinkannya jelajah (roaming) antara negara. Dengan menggunakan teknologi digital, layanan yang ditawarkan menjadi lebih beragam, dan bukan hanya sebatas suara saja, tapi juga memungkinkan diimplementasikannya layanan yang berbasis data, seperti SMS dan juga pengiriman data dengan kecepatan rendah.
5
•
Penggunaan teknologi digital juga menjadikan keamanan sistem lebih baik. Dimana dimungkinkan utk melakukan enkripsi dan chipering informasi.
Masalah yang dihadapi industri telekomunikasi bergerak (seluler) saat ini adalah makin meningkatnya jumlah pengguna yang menggunakan pita frekuensi yang terbatas secara bersama-sama. Padahal di sisi lain frekuensi radio adalah sumber daya alam yang terbatas. Kalau dibiarkan berlangsung kondisi ini dapat menyebabkan permintaan hubungan komunikasi yang sangat besar tidak bisa dilayani melalui jaringan yang berbasis lintas radio. Untuk mengatasi masalah ini harus dicari cara untuk meningkatkan kapasitas tanpa harus mengurangi kualitas layanan secara berlebihan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memecahkan persoalan ini, seperti dengan memanfaatkan sistem komunikasi akses jamak Frequency Division Multiple Access (FDMA) dan Time Division Multiple Access (TDMA). FDMA (Frequency Division Multiple Access) : FDMA menggunakan sistem pengkanalan dengan pita 30 kilo Hertz setiap kanalnya. Untuk memaksimalkan kapasitas, sistem seluler FDMA menggunakan antena berarah dan sistem penggunaan kembali (reuse) frekuensi yang rumit. AMPS (Advanced Mobil Phone Service) merupakan teknologi analog yang menggunakan FDMA untuk membagi lebar pita radio yang tersedia ke pada sejumlah kanal diskrit yang tetap.
Gambar 1.4 Kanal Trafik FDMA 6
Dengan AMPS, lebar pita frekuensi 1,25 MHz yang diberikan untuk penggunaan selular dibagi menjadi kanal dengan lebar 30 KHz, masing-masing hanya dapat melayani satu pelanggan (subscriber) pada satu waktu. Satu pelanggan mengakses sebuah kanal maka tidak satupun pelanggan lainnya dapat mengakses kanal tersebut sampai panggilan pertama itu berhenti atau pindah (handed-off) ke ke pemancar radio (base station) lainnya. Namun karena boros frekuensi, FDMA sudah mulai ditinggalkan orang. TDMA (Time Division Multiple Access) : TDMA menggunakan metode pengkanalan dan penggunaan kembali frekuensi yang sama dengan sistem FDMA dengan tambahan elemen pembagian waktu. Prinsipnya, setiap kanal dipakai bersama oleh beberapa pengguna menurut slot waktunya masing-masing. Sebagai contoh yang mengimplementasikan teknologi TDMA adalah GSM (Global System for Mobile Communications), yang membagi frekuensi pembawa (carriers) berlebar 2300 KHz menjadi delapan kanal yang dibagi berdasarkan waktu (time-division channel).
Gambar 1.5 Kanal Trafik TDMA CDMA (Code Division Multiple Access) : Kapasitas pengguna yang mampu ditampung oleh kedua sistem FDMA dan TDMA tersebut terbatas. Oleh sebab itu belakangan ini orang mulai melirik ke arah CDMA yang merupakan teknologi digital seluler yang menggunakan sistem pengkodean yang unik, menjamin keamanan tinggi, dan memiliki kapasitas 7
spektrum yang lebih besar. CDMA adalah sebuah bentuk pemultipleksan (bukan sebuah skema pemodulasian) dan sebuah metode akses secara bersama yang membagi kanal tidak berdasarkan waktu (seperti pada TDMA) atau frekuensi (seperti pada FDMA), namun dengan cara mengkodekan data dengan sebuah kode khusus yang diasosiasikan dengan tiap kanal yang ada dan mengunakan sifat-sifat interferensi
konstruktif
dari
kode-kode
khusus
itu
untuk
melakukan
pemultipleksan. CDMA menggunakan teknologi spread spectrum untuk mengedarkan sinyal informasi yang melalui lebar pita yang lebar (1.25 MHz).
Gambar 1.6 Kanal Trafik CDMA 1.1.2 Teknologi Seluler Berbasis CDMA 1.1.2.1 Sejarah dan Perkembangan CDMA CDMA adalah sistem telepon seluler digital yang menggunakan skema akses secara bersama ini, dibuat oleh sebuah perusahaan Amerika Serikat, Qualcomm. CDMA awalnya merupakan teknologi militer yang digunakan pertama kali pada Perang Dunia II oleh sekutu Inggris untuk menggagalkan usaha Jerman mengganggu transmisi mereka. Sekutu memutuskan untuk mentransmisikan tidak hanya pada satu frekuensi, namun pada beberapa frekuensi, menyulitkan Jerman untuk menangkap sinyal yang lengkap. Sejak itu CDMA digunakan dalam banyak sistem komunikasi, termasuk pada Global Positioning System (GPS) dan pada sistem satelit OmniTRACS untuk logistik transportasi. Sistem terakhir dirancang dan dibangun oleh Qualcomm, dan menjadi cikal bakal yang membantu insinyur-insinyur Qualcomm untuk menemukan Soft 8
Handoff dan kendali tenaga cepat, teknologi yang diperlukan untuk menjadikan CDMA praktis dan efisien untuk komunikasi seluler terrestrial. CDMA terdiri dari beberapa anggota keluarga. Anak pertamanya adalah cdmaOne. cdmaOne berasal dari standar CDMA asli yang dikembangkan Qualcomm yang dikenal
sebagai
IS-95.
IS
mengacu
kepada
kata
Interim
Standard
dari
Telecommunications Industry Association (TIA). IS-95 sering disebut sebagai teknologi telekomunikasi seluler generasi kedua (2G). Standar IS-95 sendiri mempunyai beberapa revisi, pertama adalah IS-95A tahun 1993 yang kemudian direvisi dan dipublikasikan secara komersil pada Mei 1995. IS-95A revisi ini lalu menjadi cdmaOne. IS-95 A adalah standar seluler CDMA yang pertama. Sebagai tambahan layanan data, banyak operator IS-95A yang menyediakan koneksi data circuit-switched pada kecepatan 14,4 kbps. Jaringan IS-95A pertama kali dibangun oleh Hutchison, Hong Kong pada September 1995. cdmaOne dapat memberikan sekaligus layanan seluler, Personal Communication System (PCS), dan telepon tetap nirkabel (wireless local loop). Standar IS-95A menjelaskan tentang struktur saluran pita lebar (wideband) 1,25 MHz, kendali daya, proses panggilan, hand-off, dan teknik registrasi untuk sistem operasi. IS-95 kembali direvisi tahun 1997 menjadi IS-95B. Standar ini juga disebut sebagai TIA/EIA-95, combines IS-95A, ANSI-J-STD-008, dan TSB-74. Spesifikasi ANSI-JSTD-008
dipublikasikan
pada
1995
yang
menjelaskan
mengenai
standar
kompatibilitas untuk 1.8 hingga 2.0 GHz CDMA PCS system. Sedangkan TSB-74 menjelaskan hubungan antara IS-95A dan sistem CDMA PCS yang sesuai dengan ANSI-J-STD-008. Banyak operator IS-95B yang menawarkan data berkecepatan 64 kbps. Karena kecepatannya ini, IS-95B dikategorikan ke dalam teknologi telekomunikasi seluler generasi dua setengah (2,5G). cdmaOne IS-95B pertama kali dibangun September 1999 di Korea Selatan. Ketika diimplementasikan di jaringan seluler, teknologi cdmaOne menawarkan banyak keuntungan untuk operator seluler dan pelanggannya, yaitu :
9
1. Peningkatan kapasitas sebanyak 8-10 kali dari sistem analog AMPS dan 4-5 kali dibanding sistem GSM. 2. Peningkatan kualitas panggilan menjadi lebih baik dan konsisten dibanding sistem Analog Mobile Phone Service (AMPS). 3. Menyederhanakan perencanaan sistem karena menggunakan frekuensi yang sama di setiap sektor dari setiap sel. 4. Perbaikan keamanan. 5. Peningkatan karakteristik cakupan sehingga memungkinkan penggunaan sel yang lebih sedikit. 6. Peningkatan waktu bicara. 7. Penggunaan bandwidth yang sesuai dengan kebutuhan. Setelah melalui beberapa revisi, IS-95 diganti oleh standar IS-2000. Standar ini diperkenalkan untuk memenuhi sejumlah kriteria spesifikasi International Mobile Telecommunication-2000 (IMT-2000) untuk teknologi telekomunikasi seluler generasi ketiga (3G). Generasi ketiga (3G) adalah terminologi yang digunakan untuk menjelaskan layanan bergerak generasi mendatang yang memberikan kualitas suara dan internet kecepatan tinggi, dan layanan multimedia. Di antaranya ITU mensyaratkan IMT-2000 mampu memberikan kapasitas sistem dan efisiensi spektrum melebih sistem 2G, mendukung layanan data pada kecepatan transmisi 144 kbps dalam keadaan bergerak di luar ruangan, dan 2 Mbps untuk layanan telekomunikasi tetap di dalam ruangan. Berdasarkan persyaratan-persyaratan di atas, pada 1999 ITU menyetujui lima antarmuka (interface) radio untuk standar IMT-2000 sebagai bagian dari rekomendasi ITU-R M.1457. CDMA2000 adalah salah satu dari lima standar itu, ia juga dikenal dengan nama IMT-CDMA Multi Carrier. CDMA2000 kadang disebut juga CDMA2000-1xRTT. 1xRTT berarti radio transmision
technology
satu
kali,
yang
mengindikasikan
bahwa
IS-2000
menggunakan kanal bersama 1.25 MHz sebagaimana yang digunakan standar IS-95 yang asli. Suatu skema terkait yang disebut 3xRTT menggunakan tiga kanal pembawa 1.25 MHz menjadi sebuah lebar pita 3.75 MHz yang memungkinkan laju letupan data
10
(data burst rates) yang lebih tinggi untuk seorang pengguna individual, namun skema 3xRTT belum digunakan secara komersil. Pada CDMA2000 1X bisa memiliki kapasitas suara dua kali lipat pada jaringan cdmaOne dan mengalirkan kecepatan data maksimal 307 kbps untuk keadaan bergerak. CDMA2000-1xRTT dikembangkan lagi menjadi CDMA2000 1X EV sendiri meliputi CDMA2000 1X EV-DO (Evolution Data Only) atau IS-856, yang mampu menyediakan laju transmisi paket data yang lebih tinggi seperti yang dipersyaratkan oleh IMT-2000 dan diinginkan oleh para operator jaringan nirkabel di mana bisa mengirimkan data sampai 2.4 Mbps dan mendukung aplikasi seperti konferensi video. Varian lainnya adalah CDMA2000 1X EV-DV (Evolution Data Video) yang mengintegrasikan voice dan layanan multimedia data paket berkecepatan tinggi secara simultan pada kecepatan 3.09 Mbps. Tetapi versi EVDV ini kemudian diputuskan untuk tidak jadi dikembangkan Sistem CDMA Qualcomm meliputi sinyal waktu yang sangat akurat (biasanya mengacu pada sebuah receiver GPS pada stasiun pusat sel (cell base station)), sehingga jam berbasis telepon seluler CDMA adalah jenis jam radio yang semakin populer untuk digunakan pada jaringan komputer. Keuntungan utama menggunakan sinyal telepon seluler CDMA untuk keperluan jam referensi adalah bahwa mereka akan bekerja lebih baik di dalam bangunan, sehingga menghilangkan kebutuhan untuk memasang sebuah antena GPS di luar bangunan. Setelah teknologi GSM dan GPRS, keluarlah teknologi WCDMA. WCDMA dengan CDMA 2000 memiliki parameter sistem dan implementasi yang cukup berbeda, sehingga dalam beberapa hal WCDMA dan CDMA 2000 berbeda. Meskipun demikian, banyak usaha-usaha yang sedang dilakukan untuk mengurangi perbedaan diantara keduanya untuk menekan biaya dan kompleksitas bagi masa depan jaringan nirkabel yang didukung oleh kedua teknologi ini. WCDMA merupakan sebuah teknologi banyak akses yang menggunakan modulasi DS-SS dan dapat menyediakan fasilitas pengaksesan pengguna ke jaringan Public Switched Telephone Network (PSTN) serta dapat mengirimkan layanan suara, data, faksimili, ataupun multimedia. Teknologi ini berbeda dengan teknik akses radio konvensional yang menggunakan 11
teknik pembagian lebar bidang frekuensi yang tersedia ke kanal sempit (narrow) atau ke dalam slot waktu. Teknologi WCDMA dalam mengakses data dilakukan secara terus menerus selebar bidang frekuensi tertentu (5-15 MHz). Beberapa keunggulan WCDMA adalah tahan terhadap interferensi, memiliki efisiensi tinggi dan kapasitas tinggi bila diterapkan dalam konfigurasi banyak sel (multicell), kemampuan transfer data yang tinggi sampai 384 Kbps untuk area luas dan 2 Mbps untuk area dalam, dapat digunakan untuk komunikasi multimedia, tidak memerlukan sinkronisasi antar BTS, memiliki biaya infrastruktur yang rendah, dan mendukung Antena Array Adaptive serta deteksi multiuser. Teknik CDMA digunakan sebagai prinsip dari antarmuka udara W-CDMA, dan antarmuka udara W-CDMA digunakan di dalam Standar 3G global UMTS dan standar 3G Jepang FOMA, oleh NTT DoCoMo and Vodafone; namun bagaimanapun, keluarga standar CDMA (termasuk CDMAOne dan CDMA2000) tidaklah compatible dengan keluarga standar W-CDMA. Aplikasi penting lain daripada CDMA, mendahului dan seluruhnya berbeda dengan seluler CDMA, adalah Global Positioning System (GPS).
Gambar 1.7 Perkembangan Sistem Seluler
12
1.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan CDMA Saat ini operator maupun pelanggan memilih teknologi CDMA sebagai teknologi pilihan untuk telepon nirkabel. Hal ini semua sangat dimungkinkan oleh versi mutakhir teknologi bernama CDMA (Code Division Multiple Access) yang dinamakan CDMA2000 1x. A. Keuntungan bagi Operator Kecenderungan teknologi ke depan adalah menuju konvergensi infrastruktur suara dan data dengan kemampuan bergerak, untuk itu operator telekomunikasi memilih teknologi nirkabel yang mampu melayani komunikasi suara sekaligus data dan aplikasi yang memiliki lebar pita frekuensi yang cukup lebar. 1. Efisiensi Lebar Pita Frekuensi (Bandwidth) Dalam CDMA, transmisi suara menggunakan spektrum radio yang jauh lebih lebar yaitu 1.25 MHz, di bandingkan dengan GSM yang berbasis TDMA dengan spektrum 200 KHz. Lain dengan FDMA & TDMA, CDMA tidak membagibagikan frekuensi atau waktu untuk alokasi kanal suara. Seluruh pelanggan menggunakan spektrum frekuensi yang lebar tersebut, pada waktu kapan saja. Setiap kanal suara atau pelanggan diberi kode khusus. Sehingga kapasitas CDMA jauh lebih besar, untuk satu kanal 8 kali kapasitas AMPS dan 4 kali kapasitas GSM; sehingga investasi operator akan jauh lebih murah. 2. Kualitas Suara Dalam soal kualitas suara, CDMA terbukti sebagai yang terbaik (lebih jernih) dibandingkan teknologi nirkabel digital lainnya. a. Multipath Pada CDMA, setiap terminal penerima menggunakan tiga buah penerima penyapu (rake receiver) yang bersifat aktif mencari sinyal yang paling kuat di sekitarnya, yang karena pantulan biasanya datang dari arah yang berbeda-beda (multipath). BTS sendiri menggunakan empat buah penerima penyapu di 13
setiap antenanya. Setiap penerima penyapu menangkap sinyal secara independen. Hasil penjumlahan penerima yang independen ini kemudian masuk ke perangkat demodulasi dan keluar sebagai suara yang lebih jernih. b. FEC (Forward Error Correction) Pada GSM hanya setengah dari bit-bit yang ditransmisikan dilengkapi dengan koreksi kesalahan (error correction), sedangkan pada CDMA seluruh bit yang ditransmisikan dilindungi dengan koreksi kesalahan. Hal ini menjamin peningkatan kejernihan suara yang dramatis, terutama dalam kondisi propagasi yang buruk atau ketika interferensi meningkat karena jaringan yang sedang padat. c. Handoff Kejernihan suara juga sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang jatuh ketika terjadi perpindahan antar sel (handoff). Teknik handoff yang digunakan GSM adalah hubungan terputus dulu baru kemudian dilayani oleh sel berikutnya. Sebaliknya, pada CDMA hubungan komunikasi digenggam dulu oleh sel berikutnya baru kemudian diputus oleh sel yang sedang melayani atau disebut juga dengan soft handoff. Dengan cara ini pembicaraan oleh pelanggan yang sedang bergerak melawati sel yang berbeda tidak akan terganggu. Teknik soft handoff ini dimungkinkan karena seluruh sel CDMA menggunakan frekuensi yang sama (frequency re-use=1). Sehingga, kemungkinan panggilan yang putus (drop call) lebih sedikit dari GSM. 3. Cakupan (coverage) Kemampuan untuk menyediakan cakupan yang memadai adalah kebutuhan dasar dari sistem selular, WLL, atau PCS. Daerah cakupan dari setiap sel sangat dipengaruhi oleh link budget yang dibutuhkan. Link budget menentukan berapa banyak loss (dB) yang bisa ditolerir dalam jalur hubungan antara pesawat terminal dengan stasiun pemancar atau Base Transceiver Station (BTS). Dari penentuan link budget bisa dibandingkan radius sel dan jumlah sel yang dibutuhkan untuk setiap teknologi yang digunakan. Perbandingan link budget memperlihatkan bahwa link budget teknologi CDMA lebih baik 10 dB dibandingkan GSM. Hal ini 14
berarti cakupan CDMA bisa lebih luas sehingga jumlah sel yang dibutuhkan untuk suatu kawasan tertentu akan lebih sedikit. 4. Investasi dan Biaya Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan biaya yang harus dikeluarkan untuk pemancaran sistem nirkabel. Biaya awal terdiri dari biaya BTS dan infrastrukturnya, perencanaan jaringan, serta biaya operasi dan pemeliharaan. Berikutnya adalah biaya interkoneksi dengan PSTN baik lokal, SLJJ maupun SLI. Setiap bisnis harus merencanakan pertumbuhan, termasuk berapa pertumbuhan pendapatan yang akan diperoleh dari setiap tambahan pelanggan baru. Jika operator nirkabel menggunakan teknologi yang kapasitasnya kurang memadai, beban yang lebih besar akan didapat dari penambahan BTS yang harus dibangun untuk melayani meningkatnya jumlah pelanggan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, CDMA membutuhkan jumlah sel 80% lebih sedikit dibandingkan GSM untuk melayani luas yang sama. Tiap sektor di BTS (Base Transceiver Station) GSM dapat digunakan hanya oleh 20-43 pelanggan bersama-sama. Bandingkan dengan cdmaOne yang dapat digunakan sampai dengan 63 pelanggan per sektor, sedangkan CDMA 2000-1X mencapi 105-147 pelanggan per sektor. Fakta ini secara langsung mengurangi komponen biaya investasi, biaya operasi dan biaya pemeliharaan CDMA. Selain itu, karena GSM mengklaim penggunaan frekuensi re-use 3/9, setiap sel atau sektor bisa saja terpaksa harus dihitung ulang jika suatu waktu terjadi rekayasa ulang konfigurasi network karena pertumbuhan pasar yang dinamis. Sebaliknya, pada CDMA yang tidak mengenal penggunaan ulang frekuensi (frequency re-use), penambahan sel bisa dilakukan secara cepat dan jauh lebih fleksibel tanpa berpengaruh terhadap jaringan yang sudah ada. 5. Evolusi ke 3G Teknologi nirkabel ke depan adalah generasi ke-3 (3G). Teknologi generasi ke-3 menggunakan antarmuka udara (air interface) CDMA. Dengan teknologi nirkabel ke-3, kecepatan data bisa mencapai 2 Mbps.
15
Saat
ini
ada
dua
standar
yang
telah
disetujui
oleh
International
Telecommunication Union (ITU) adalah WCDMA dan CDMA2000. Oleh karena itu, pilihan teknologi berbasis CDMA sangat tepat bagi operator, karena proses migrasi ke 3G akan berjalan dengan lancar tanpa adanya perubahan alokasi frekuensi. Jika digunakan teknologi GSM akan diperlukan perubahan infrastruktur dan spektrum frekuensi. B. Keuntungan bagi Pengguna Dari sisi pengguna telepon nirkabel, setidaknya ada sepuluh alasan untuk memilih teknologi CDMA, yaitu : 1. Layanan CDMA menawarkan tarif lokal. Bagi kalangan bisnis yang mengandalkan komunikasi lokal dalam menjalankan bisnisnya, penggunaan layanan ini tentulah sangat efisien. 2. Telepon sekualitas telepon tetap yang bisa dibawa bergerak. Penomorannya mengikuti gaya telepon tetap yakni menggunakan kode area. 3. Alternatif menarik sebagai pengganti nomor telepon tetap yang semakin terbatas ketersediaannya. Handset-nya pun bisa menggunakan terminal telepon tetap. 4. Suaranya lebih jelas. Teknologi CDMA memungkinkan suara percakapan di handset lebih jelas dan jernih. 5. Daya pancar CDMA lebih kuat sehingga telepon seluler CDMA yang lemah pun tetap akan menangkap sinyal penuh. 6. Konsumsi listrik yang lebih kecil, memperpanjang daya tahan baterai dan waktu bicara yang lebih lama. Desain ponsel (handset) CDMA lebih kecil karena desain baterai yang kecil dan ringan. 7. Beroperasi pada multifrekuensi. Bisa bekerja pada frekuensi 1.900 MHz, 1.800 MHz, 900 MHz, 800 MHz, bahkan pada frekuensi 450 MHz, tanpa kendala dalam mutunya. 8. Kemampuan transfer datanya jauh lebih cepat dibanding GSM/GPRS. Itulah sebabnya internet yang menggunakan akses CDMA memiliki akses lebih cepat. Hal ini disebabkan karena CDMA 2000-1x dalam hitungan sudah sebanding dengan GSM generasi ketiga, mampu mengirim data dengan kecepatan sampai 153.6 kilo bit/detik, sedangkan GSM/GPRS yang ada di Indonesia hanya mampu 16
115 kilo bit/detik. CDMA2000 1X-EVDO yang komersil di Korea Selatan mencapai kecepatan puncak 2.4 MBps. 9. Bisa dihubungi langsung dari telepon tetap karena bernomor lokal. Seperti diketahui, untuk penghematan telepon di kantor atau rumah, akses ke nomor interlokal dan handphone ditutup. 10. Bagi yang suka berpergian (mobile) ke luar kota bisa memilih layanan StarOne Jelajah yang bisa digunakan di 46 kota, FlexiCombo di 232 kota, Esia GoGo di 40 kota ataupun layanan CDMA yang berlisensi seluler seperti Mobile-8, Smart Telecom. Ada yang menganalogikannya sebagai "jaringan GSM tapi tarifnya CDMA". 11. Layanan Sambungan Langsung Internasional (SLI) sejumlah operator CDMA sangat efisien dibanding layanan SLI tradisional. Jelas layanan ini sangat efisien bagi pengusaha ekspor-impor. 12. CDMA menghadirkan berbagai aplikasi canggih, semisal LBS (Location Based Service)/pemetaan, internet bergerak berkecepatan tinggi, pesan multimedia, permainan, gambar, konferensi video, dan lain-lain yang dapat melebihi kemampuan GSM. C. Kelemahan 1. Luas cakupan BTS pada CDMA sangat tergantung dari jumlah pelanggan yang menggunakan layanan dkarenakan sifat CDMA yang cakupannya akan mengecil setiap saat bila digunakan. Jadi semakin banyak yang menggunakan dalam waktu yang sam, jangkauan BTS CDMA tersebut akan semakin mengecil, dan sebaliknya. 2. Frekuensi cakupan CDMA (maksimal) sama dengan GSM. Semakin kecil frekuensinya, semakin luas cakupannya. Bila 1900 MHz, cakupannya mencapai 2 km, 800 MHz bisa mencapai 5-6 km. 3. Kemampuan jelajah internasional (international roaming) GSM lebih luas ke 219 negara/teritori yang dilayani oleh 740 GSM operator tanpa harus mengganti kartu SIM dan handset GSM. Sedangkan layanan jelajah internasional CDMA baru saja bisa dilakukan di Indonesia pada tanggal 16 April 2008 namun harus mengganti
17
kartu RUIM biasa dengan RUIM khusus dan menggunakan handset dual mode jika ingin bisa jelajah ke jaringan CDMA dan GSM di dunia5. 4. Masih rentan kemungkinan penggandaan (cloning), karena tidak menggunakan Akey dalam sistem jaringannya. 1.1.3 Perkembangan Seluler di Indonesia Negara-negara maju di Eropa menerapkan teknologi seluler untuk komunikasi pada dekade 70-an, dan Indonesia baru memanfaatkan kecanggihan komunikasi tersebut belasan tahun kemudian. Berikut ini dipaparkan tonggak-tonggak sejarah komunikasi seluler di Indonesia : 1984
: Teknologi seluler masuk ke Indonesia untuk pertama kali di tahun ini dengan berbasis teknologi analog Nordic Mobile Telephone (NMT).
1985-1992 : Dalam periode ini ponsel yang beredar di Indonesia tidak bisa dimasukkan ke saku baju atau celana karena bentuknya besar dan panjang, dengan rata-rata 430 gram (hampir setengah kg). Harga ponselnya tidak murah dan rata-rata di atas Rp 10 juta per unit. Saat ini baru dikenal dua teknologi seluler yakni NMT-470 (modifikasi NMT-450), dioperasikan PT Rajasa Hazanah Perkasa. Sedangkan sistem analog Advance Mobile Phone System (AMPS) dijalankan empat operator yakni PT. Elektrindo Nusantara, PT. Centralindo, PT. Panca Sakti, dan PT.Telekomindo. 1993
: Di akhir tahun ini, PT. Telkom memulai proyek percontohan seluler digital Global System for Mobile Communication (GSM) di Pulau Batam dan Pulau Bintan, Riau Kepulauan.
1994
: PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) beroperasi sebagai operator GSM pertama di Indonesia dengan mengawali kegiatan bisnisnya di
5
Press Release Mobile-8, http://www.mobile-8.com, diakses pada tgl. 3 Juni 2008, jam 10.13 WIB
18
Jakarta dan sekitarnya. Saat itu terjadi perubahan besar pada perilaku Konsumen yang dapat bergonta-ganti ponsel dengan nomor yang sama, karena GSM menggunakan kartu SIM (Subscriber Identification Module). Teknologinya aman dari penggandaan dan penyadapan serta mutunya prima dan jangkauan luas. Terminal ponselnya tidak lagi sebesar 'pemukul kasti' dan dapat dikantongi dengan berat maksimal saat itu 500 gram dan harga ponselnya lebih terjangkau. 1995
: Proyek PT. Telkom di Batam berlangsung sukses dan dilanjutkan ke Provinsi-provinsi di Sumatera yang mengantar pada pendirian Telkomsel pada 26 Mei 1995 sebagai operator GSM nasional bersama Satelindo.
1996
: Telkomsel dengan produk unggulan Kartu Halo sukses di Medan, Surabaya, Bandung, dan Denpasar kemudian masuk ke Jakarta. Pemerintah mendukung pengembangan bisnis ini dengan menghapus pajak bea masuk bagi terminal ponsel sehingga harganya menjadi lebih murah minimal Rp 1 juta per unit. Telkomsel juga membuat gebrakan dengan cakupan nasional dan Ambon (Maluku) tercatat pada 29 Desember 1996 sebagai Provinsi ke-27 yang dilayani Telkomsel. Di penghujung tahun ini pula PT Excelcomindo Pratama (Excelcom) berbasis GSM beroperasi di Jakarta sebagai operator nasional ketiga GSM di Indonesia.
1997
: Pemerintah mengeluarkan lisensi baru bagi operator seluler berbasis teknologi PHS dan GSM 1800 kepada 10 operator baru yang diberikan lisensi regional. Namun proyek tersebut urung dilaksanakan karena Indonesia terkena krisis moneter. Di tahun ini pula Telkomsel memperkenalkan kartu prabayar (prepaid) GSM pertama di Indonesia, bahkan yang pertama di Asia (yang ketiga di dunia) yang dinamai Simpati sebagai alternatif dari kartu Halo.
19
1998
: Excelcomindo meluncurkan kartu prabayar Pro-XL yang memberi alternatif bagi konsumen untuk memilih dengan layanan unggulan roaming. Satelindo menyusul Telkomsel dan Excelcom dengan meluncurkan kartu prabayar Mentari, dengan keunggulan tarif dihitung per detik sehingga dalam waktu singkat menjaring lebih 100.000 pelanggan. Selanjutnya lisensi PHS dan GSM 1800 bagi Indophone dan Cellnas dicabut.
1999
: Krisis moneter tidak menyurutkan minat masyarakat untuk menjadi konsumen seluler. Hingga akhir tahun ini di seluruh Indonesia terdapat 2,5 juta pelanggan dan sebagian besar adalah adalah pengguna prabayar Simpati, Mentari dan Pro-XL. Mereka memilih prabayar karena tidak ingin dibebani prosedur administrasi dan dapat mengendalikan pemakaian pulsa dan kalau habis dapat diisi ulang.
2000
: Layanan pesan singkat (short message service) menjadi fenomena di kalangan pengguna ponsel. Praktis dan biaya murah. Di tahun ini pula PT. Indosat dan PT. Telkom mendapat lisensi sebagai operator GSM 1800 nasional sesuai amanat UU Telekomunikasi No 36/1999. Layanan seluler kedua BUMN itu direncanakan akan beroperasi secara bersamaan pada 1 Agustus 2001.
2001
: PT. Indosat MultiMedia Mobile (IM3), anak PT. Indosat yang bergerak sebagai operator GSM 1800, mulai beroperasi sebagai trend setter dari mobile multimedia di Indonesia dengan peluncuran GPRS pertama di Indonesia.
2002
: MMS dan Video Streaming pertama diluncurkan di Indonesia oleh PT. Indosat MultiMedia Mobile (IM3).
2003
: Di tahun ini, PT. Indosat, PT. Satelindo dan PT. Indosat MultiMedia Mobile (IM3) resmi bergabung (merger) ke dalam perusahaan induk, PT. Indosat Tbk.
20
2004
: Transfer pulsa pertama di Indonesia diluncurkan oleh Indosat (IM3).
2006
: Layanan 3G pertama di Indonesia oleh PT. Telkomsel
Melihat perkembangan seluler, khususnya GSM di Indonesia, maka tidak semua fitur yang diluncurkan mendapat response yang baik dari pasar. Contoh : MMS, walau sudah diluncurkan sejak tahun 2002 namun perkembangannya tidak sepesat SMS6. Selain faktor handset yang relatif masih mahal, tarif, kemudahan penggunaan dan kebutuhan juga mempengaruhi perkembangan MMS di Indonesia (Tabel 1.1) Tabel 1.1 Perbandingan Layanan SMS dan MMS Layanan SMS MMS
Harga (Rp)
Setting
40 - 350 Otomatis 1.000 - 1.250 Usaha Pengguna
Penggunaan Relatif mudah Relatif sulit
Penerimaan Pasti bisa Belum tentu
Ukuran Data 0,25 kb 50 kb
Harga Handset (Rp) 199.000 1.000.000
1.1.4 Perkembangan CDMA di Indonesia Indonesia memang termasuk negara yang paling awal mengenal CDMA di kawasan Asia Pasifik. Dimulai dengan peluncuran layanan telepon C-Phone (cordless-phone) tahun 1999 oleh Telkom di wilayah Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik. CDMA yang dipakai adalah CDMAOne (IS95) dengan frekuensi 1900 MHz. Namun pemasaran CPhone kurang baik sebab hingga beberapa tahun berikutnya teknologi CDMA hanya diberlakukan di Surabaya dan sekitarnya dengan jumlah pelanggan terakhir sekitar 8.000 pelanggan. Pada bulan Februari 2004, telepon tetap C-Phone ini ‘tutup’ dan harus dimigrasi ke Flexi oleh PT. Telkom. Perkembangan CDMA di tanah air baru mulai terasa ketika Telkom memperkenalkan layanan telepon tetap nirkabel (FWA) Telkom Flexi pada Desember 2002 dan secara komersial diluncurkan Mei 2003. Flexi menggunakan versi CDMA yang lebih maju 6
Tahun 2004 : pelanggan MMS Telkomsel 1,5 juta orang = 500 MMS/bulan, Indosat 1,2 juta = 400 MMS/bulan (Sumber : http://www.ebizzasia.com, diakses 11 Juni 2008, jam 10.00 WIB). Tahun 2003 : Hit SMS per hari Telkomsel 20 juta, Satelindo 9 juta, XL 3 juta dan IM3 1,5 juta sms (Sumber : http://www.x-phones.com, diakses 11 Juni 2008, jam 10.16 WIB)
21
yaitu CDMA20001x. Frekuensi yang dipakai terbagi dua: 1900 MHz untuk Jabodetabek dan Jawa Barat dan 800 MHz untuk luar Jabodetabek dan Jawa Barat. Frekuensi 800 MHz di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat telah dipakai PT. Radio Telepon Indonesia (Ratelindo) untuk layanan telepon tetap (fixed phone) TDMA dengan 130.000 pelanggan. Namun kualitas TDMA dari Ratelindo tidak begitu bagus meskipun telah ditingkatkan menjadi E-TDMA (Enhanced-TDMA). Pada September 2003, jejak Flexi diikuti oleh Ratelindo yang berubah menjadi PT. Bakrie Telecom dengan produknya Esia yang menempati frekuensi sebelumnya dari Ratelindo, yakni 800 MHz. Pada bulan Juli 2004, Indosat meluncurkan StarOne yang juga telepon tetap nirkabel. Sedangkan CDMA dengan lisensi seluler hadir pertama kali oleh PT. Mobile-8 Telecom (hasil akuisisi operator AMPS : Komselindo, Telesera, dan Metrosel) di bulan Desember 2003 dengan produknya Fren. Disusul beberapa bulan kemudian, tepatnya bulan Mei 2004, PT. Mandara Seluler Indonesia meluncurkan produknya Neo_n. Namun sejak tahun 2006, sejalan dengan berubahnya nama perusahaan menjadi PT. Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI), produknya juga berganti nama menjadi Ceria. Produk ini hanya beroperasi di Propinsi Lampung. Berbeda dengan layanan CDMA lain yang menggunakan frekuensi 800 atau 1900 MHz, STI memilih memanfaatkan frekuensi 450 MHz. Operator selanjutnya yaitu Smart Telecom (Sinar Mas Group) yang meluncurkan produk seluler berbasis CDMA dengan merek dagang Smart pada bulan September 2007. Produk ini baru beroperasi di Jawa. Layanan telepon tetap nirkabel berkembang dengan pesat. Ketika Flexi diluncurkan pertama kali, pelanggan layanan seluler GSM sudah mencapai sekitar 14,5 juta orang. Kini jumlah pelanggan GSM diperkirakan sebanyak 99,7 juta orang, sementara total pelanggan CDMA setelah lima tahun kehadirannya sudah mencapai 15,8 juta pengguna yang diterdiri dari Flexi (6,7 juta), Esia (4,49 juta), Fren (3 juta), StarOne (800 ribu), Smart (500 ribu), dan Ceria (300 ribu).
22
Keberadaan layanan telepon tetap nirkabel memang telah
memungkinkan
dihadirkannya akses lokal di mana-mana seperti yang dilakukan Telkom (Flexi Combo), Indosat (StarOne Jelajah), dan Bakrie Telecom (Esia GoGo). Namun di sisi lain, Flexi Combo/StarOne Jelajah/Esia GoGo tak terbatas ini menimbulkan pro-kontra di kalangan para pemain bisnis seluler khususnya menyangkut izin yang dikantongi Flexi/StarOne/Esia yakni sebagai operator FWA yang nyatanya beroperasi tak ubahnya sebagai operator seluler. Inovasi semacam Flexi Combo/StarOne Jelajah/Esia GoGo yang bisa dinikmati di banyak kota di Indonesia ini bisa dijadikan solusi bagi kebutuhan telekomunikasi nirkabel secara luas dan masyarakat jelas akan menikmatinya.
1.2 Identifikasi Permasalahan 1.2.1 Potensi Pasar Telepon Nirkabel Nasional Persaingan antara teknologi CDMA dan GSM di pasar telepon nirkabel dunia sangat seru. Saat ini, CDMA memang masih berada di bawah GSM yang dipakai oleh lebih dari 2.5 miliar pengguna di seluruh dunia7. Namun, tren memperlihatkan betapa pengguna telepon nirkabel berbasis teknologi CDMA, baik seluler maupun telpon tetap nirkabel/FWA (fixed wireless access) terus mengalami pertumbuhan, yaitu sebesar 17% selama tahun 20078. Sementara itu, pelanggan CDMA dunia mencapai 450 juta sampai dengan Kuartal I 2008 yang terdiri dari CDMA2000 353 juta dan CDMA2000 1X-EVDO 97 juta (data CDMA Development Group)7. Hingga tahun 2010 ke depan, diperkirakan akan ada 41% pengguna telepon tanpa kabel di seluruh dunia yang memakai teknologi CDMA.
7
Perkembangan GSM di Dunia, http://wiki.handphone.co.id, diakses tgl. 3 Juni 2008, jam 12.01 WIB
8
Pelanggan CDMA di Dunia Mencapai 450 juta, http://www.selularshop.co.id, diakses tgl. 3 Juni 2008, jam 21.53 WIB
23
Total jumlah pelanggan telepon nirkabel di Indonesia per Kuartal I 2008 berjumlah 115,51 juta orang, di mana 86% pelanggan GSM (99,72 juta) dan 14% pelanggan CDMA (15,790 juta). Pelanggan Telepon Nirkabel Nasional Kuartal I 2008
CDMA, 15,790,000, 14%
GSM, 99,720,000, 86%
Gambar 1.8 Pelanggan Telepon Nirkabel Nasional (Kuartal I 2008)9 Dari 15,790 juta jumlah pelanggan telepon CDMA nasional di Kuartal I 2008, 76% (11,990 juta) merupakan pelanggan telepon tetap nirkabel/FWA (fixed wireless access) dan 24% (3,8 juta) pelanggan seluler (full mobility).
Pelanggan Telepon CDMA Nasional Kuartal I 2008
Seluler, 3,800,000, 24%
FWA, 11,990,000, 76%
Gambar 1.9 Pelanggan Telepon CDMA Nasional (Kuartal I 2008)8 9
Olahan dari berbagai sumber media
24
Penetrasi telepon nirkabel di Indonesia per Kuartal I 2008 sebesar 50%. Menurut lembaga riset Business Monitor International, Indonesia termasuk lima negara di Asia dengan rata-rata pertumbuhan jumlah pelanggan seluler per tahun yang tercepat dalam periode lima tahun (2005-2010) yaitu India (80%), Vietnam (62%), Pakistan (38.5%), China (22%) and Indonesia (19.5%)10. Dengan demikian berarti potensi pasar telepon nirkabel masih terbuka lebar untuk digarap oleh para operator telepon nirkabel. Hal ini diperkuat lagi dengan data riset Reuters yang mengatakan bahwa di Indonesia masih ada 100 juta calon pengguna handphone11. 1.2.1.1 Pasar GSM Nasional Berikut jumlah pelanggan GSM dari tiga operator terbesar (Telkomsel, Indosat, Excelcomindo) dan penyebarannya di wilayah Indonesia pada akhir April 2008 : Tabel 1.2 Jumlah Pelanggan GSM Nasional (April 2008) WILAYAH Sumatera Bag. Utara Sumatera Bag. Selatan Jabodetabek & Banten Jawa Barat Jawa Tengah & DIY Jawa Timur, Bali & Nusra Kalimantan Sulawesi, Ambon & Papua Nasional Sumber : Olahan Berbagai Info Media
PELANGGAN GSM - APRIL 2008 JUMLAH % 14,029,000 14% 8,108,000 8% 22,298,000 23% 9,439,000 10% 12,400,000 13% 17,966,000 18% 7,223,000 7% 7,146,000 7% 98,609,000 100%
Distribusi pelanggan seluler GSM nasional April 2008 masih mayoritas ada di Jawa, sebesar 63% (62,1 juta) dan selebihnya 37% ada di Luar Jawa (36,5 juta). Jika dilihat per wilayah maka Jabodetabek & Banten (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Banten) masih mendominasi jumlah pelanggan seluler GSM, yaitu 23% pelanggan seluler nasional ada di wilayah ini.
10
Asia Phone Penetration to Reach 50% by 2010 – Report, http://www.cellular-news.com, diakses tgl. 3 Juni 2008, jam 22.32 WIB
11
Menghitung Peruntungan Saham Fren, http://www.majalahtrust.com, diakses tgl. 3 Juni 2008, jam 16.43 WIB
25
Pelanggan GSM Nasional April 2008
LUAR JAWA, 36,506,000, 37% JAWA, 62,103,000, 63%
Gambar 1.10 Pelanggan GSM Jawa dan Luar Jawa (April 2008) Market Share GSM Nasional, Kuartal I 2008
Telkomsel, 51.44%
NTS, 0.02% Hutchison, 2.01%
Indosat, 28.08%
Excelcomindo, 18.45%
Gambar 1.11 Market Share GSM Nasional (Kuartal I 2008) Per Kuartal I 2008, Telkomsel masih menjadi pemimpin pasar GSM di Indonesia dengan porsi 51,44%, diikuti oleh Indosat (28,08%), Excelcomindo (18,45%), Hutchison (2,01%) dan NTS (0,02%).
1.2.1.2 Pasar CDMA Nasional Berikut jumlah pelanggan CDMA (selular & FWA) dari empat operator terbesar (Telkom, Bakrie Telecom, Indosat, Mobile-8) dan penyebarannya di wilayah Indonesia pada akhir April 2008 :
26
Tabel 1.3 Pelanggan CDMA Nasional (April 2008) PELANGGAN CDMA - APRIL 2008 JUMLAH % Sumatera Bag. Utara 1,239,515 8% Sumatera Bag. Selatan 385,888 2% Jabodetabek & Banten 5,832,012 36% Jawa Barat 2,891,276 18% Jawa Tengah & DIY 1,468,374 9% Jawa Timur, Bali & Nusra 3,738,854 23% Kalimantan 141,944 1% Sulawesi, Ambon & Papua 336,554 2% Nasional 16,034,418 100% Sumber : Olahan Berbagai Info Media WILAYAH
Seperti pelanggan seluler GSM, distribusi pelanggan CDMA nasional (seluler & FWA) April 2008 masih mayoritas ada di Jawa, sebesar 87% (13,9 juta) dan selebihnya 13% ada di Luar Jawa (2,1 juta). Jika dilihat per wilayah maka Jabodetabek & Banten (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Banten) masih mendominasi jumlah pelanggan CDMA, yaitu 36% pelanggan CDMA nasional ada di wilayah ini. Ini menunjukkan bahwa hampir seluruh operator nirkabel, baik GSM maupun CDMA, menggarap wilayah Jabodetabek & Banten dengan serius, baik untuk akuisisi pelanggan baru maupun retensi pelanggan yang sudah ada. Selain itu, operator nirkabel lainnya yang tergolong baru, seperti Hutchison (3), Smart Telecom (Smart), Natrindo Telepon Seluler (Axis), melakukan hal yang sama yaitu fokus menggarap pasar Jabodetabek dan Banten terlebih dahulu, baru ekspansi ke wilayah Jawa lainnya dan Luar Jawa pada akhirnya. Pelanggan CDMA Nasional April 2008 JAWA, 13,930,516, 87%
LUAR JAWA, 2,103,902, 13%
Gambar 1.12 Pelanggan CDMA Jawa dan Luar Jawa (April 2008)
27
Per Kuartal I 2008, Telkom masih menjadi pemimpin pasar CDMA di Indonesia dengan porsi 42,43%, diikuti oleh Bakrie Telecom (28,44%), Mobile-8 (19,00%), Indosat (5,07%), Smart Telecom (3,17%), dan Sampoerna Telecom (1,90%). Market Share CDMA Nasional, Kuartal I 2008
Telkom, 42.43% Sampoerna Telecom, 1.90% Smart Telecom, 3.17%
Bakrie Telecom, 28.44% Mobile-8, 19.00%
Indosat, 5.07%
Gambar 1.13 Market Share CDMA Nasional (Kuartal I 2008) 1.2.2 Kompetisi di Pasar Telepon Nirkabel Nasional Saat ini ada 12 operator telepon nirkabel (GSM maupun CDMA) yang memperebutkan ceruk pasar 100 juta orang calon pengguna handphone di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan para operator telepon nirkabel untuk memperebutkan pelanggan baru sebanyak-banyaknya maupun mempertahankan pelanggan yang sudah ada, mulai dari memperluas cakupan layanan/BTS, memperbaiki kualitas pelayanan, menciptakan fitur-fitur baru, memberikan bonus/hadiah, membundling produk dengan produk lainnya (handphone murah), menurunkan tarif, menggratiskan layanan hingga memberikan bonus pulsa bila menelpon atau ditelpon. Kompetisi tidak hanya terjadi antara sesama operator GSM atau sesama CDMA saja, namun juga sudah meluas antara CDMA vs GSM. 1.2.2.1 GSM VS GSM Tahun 2007 hingga Kuartal I 2008, dominasi Telkomsel belum mampu didekati kompetitor. Produk kartu Halo, Simpati, dan Kartu As dari anak perusahaan Telkom (yang dikelola terpisah dari Telkom) ini masih dipercaya masyarakat dari sisi kualitas
28
dan jangkauan (coverage). Indosat (Matrix, Mentari, IM3) dan Excelcomindo (Xplor, XL Bebas, XL Jempol) yang banyak melakukan perlombaan gimmick dan pricing belum mampu menjadi semenarik Telkomsel. Juga tekad Excelcomindo untuk menggeser posisi Indosat sebagai runner up masih menemui halangan yang cukup besar, walaupun inovasi operator ini sepanjang 2007 sudah jauh lebih baik daripada Indosat. Hal yang baru pada tahun 2007 adalah dimulainya komersialisasi teknologi 3G secara besar-besaran, setelah masa percobaan pada tahun 2006. Dilengkapi dengan HSDPA, 3G menjanjikan bukan saja kualitas telekomunikasi multimedia yang lengkap, tetapi juga kecepatan data (data rate) yang tinggi untuk Internet. Namun janji kecepatan tinggi berbagai operator itu belum mampu dipenuhi, dicerminkan dari banyaknya keluhan atas kecepatan internet yang tak sesuai iklan dan janji. Tak urung, operator baru seperti Hutchison (3) dan NTS (Axis) langsung terjun mengusung teknologi 3G. Hasilnya baru akan bisa dibuktikan pada tahun 2008 ini. 1.2.2.2 CDMA VS CDMA Di pasar yang lebih kecil, pemain pasar telepon bergerak nirkabel terbatas/FWA tak kurang agresifnya. Pertarungan segitiga antara Flexi, Esia, dan StarOne untuk berebut ceruk pasar ini membuat terobosan tarif (pricing) yang membuat pemain selular turut terkena getahnya. Sayangnya, permainan pricing membuat kualitas agak terabaikan. Esia (Bakrie Telecom) tidak pernah bisa memberikan internet yang baik, dan Flexi (Telkom) mengalami gangguan panjang saat migrasi dari band 1,9 GHz ke 800 MHz. StarOne (Indosat) yang sempat dipuji, mulai menuai keluhan (walaupun belum banyak) saat jumlah pelanggannya di Kuartal I 2008 mulai meningkat hampir 4 kali dibanding sebelum reborn (Oktober 2007). Fren (Mobile-8), tadinya satu-satunya pemain seluler yang menggunakan teknologi CDMA, kini memperoleh pesaing langsung: Smart dari Smart Telecom (Sinar Mas Group). Smart mengakhiri tahun 2007 dengan memberikan gratis (no charge) atas panggilan sesama jaringan (on-net call) hingga Maret 2008. Keseimbangan akhir akan diamati pada tahun 2008 ini.
29
Tabel 1.4 Operator Telepon Nirkabel di Indonesia OPERATOR TELEPON NIRKABEL DI INDONESIA (Per Kuartal I 2008) No.
Nama Operator
Jenis Layanan
Teknologi
Produk
Mulai Komersial
1
Telkomsel
Selular
GSM
Halo, Simpati, As
26 Mei 1995
Selular
GSM
Matrix, Mentari, IM3
Satelindo : 1994, IM3 : 2001
FWA
CDMA
StarOne
Juli 2004
2
Indosat
3
Excelcomindo Pratama
Selular
GSM
Xplor, Bebas, Jempol
8 Oktober 1996
4
Telkom
FWA
CDMA
Flexi Classy, Trendy
Mei 2003
5
6
9 10
11
12
Bakrie Telecom (d/h PT. Ratelindo)
Mobile-8
Hutchison Charoen Pokphand Telecom (HCPT) Smart Telecom Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (d/h PT. Mandara Selular Indonesia)
Natrindo Telepon Selular
FWA
CDMA
Esia, Wifone
Jumlah Pelanggan
Pemilik
51,300,000 65% Telkom, 35% SingTel Publik (45,19%), ST Telemedia melalui 28,000,000 Indonesia Communications Limited (40,37%), Pemerintah Republik Indonesia (14,44%) 800,000 Indocel Holding Sdn. Bhd. (67,02%), Khazanah Nasional Berhad (16,81%), Emirates Telecomunications 18,400,000 Corp. (ETISALAT) International Indonesia Ltd. (15,97%), AIF (Indonesia) Limited (7,38%) Pemerintah Indonesia 6,700,000 (51,19%), publik 48,81%
September 2003
PT. Bakrie & Brothers, Tbk. 50,35%, CMA Fund Management Ltd. 15,10%, 4,490,000 PT. Bakrie Communications 3,18%, Richweb Investment Ltd. 2,08%, Public 29,29% PT Bimantara Citra Tbk (60.8%), Asia Link BV (6%), Qualcomm Incorporated (5.2%), PT Centralindo 3,000,000 Pancasakti (3.7%), PT TDM Aset Manajemen (2.4%), PT KTF Indonesia (2.1%), and publik (19.9%).
Selular
CDMA
Fren, Hepi
8 Desember 2003
Selular
GSM
3
29 Maret 2007
Selular
CDMA
Smart
3 September 2007
Selular
CDMA
Ceria (d/h Neo_n)
Mei 2004
Selular
GSM
Axis
23 April 2008
2,000,000
60% Hutchison Whampoa. 40% Charoen Pokphand
500,000 100% Sinar Mas Group
300,000 100% Sampoerna Group
Saudi Telecommunications Co. (51%), Maxis 20,000 Communications Bhd. (44%), investor dalam negeri (5%)
Sumber : Olahan Berbagai Info Media
1.2.2.3 CDMA VS GSM Operator CDMA berani “menantang” GSM karena tarif murah CDMA. Hal ini khususnya gencar dilakukan oleh operator CDMA yang tidak memiliki layanan GSM dalam Grup perusahannya, seperti Bakrie Telecom (Esia). Operator CDMA yakin untuk sekedar SMS dan menelpon tak kalah dengan jaringan tetangga. Apalagi kemudian operator seperti Flexi, StarOne dan Esia pun memiliki strategi dengan maksud agar satu nomor dapat dipakai di luar wilayah asalnya namun masih dalam jaringan operator yang sama. Strategi tersebut yaitu dengan meluncurkan program
30
Combo (Flexi), Jelajah (StarOne) dan GoGo (Esia). Program ini sempat mengundang protes dari operator GSM karena fleksibilitas GSM yang dapat dipakai di mana-mana sebagai salah satu nilai jual kemudian dapat dilakukan juga oleh CDMA yang FWA. 1.2.2.4 Akses Internet Dalam tahun 2007 yang lalu juga terlihat keseriusan operator dalam memberikan layanan akses internet kepada pelanggan. Beberapa operator mengangkat fitur internet, dari sekelas fitur, menjadi sebuah produk. Telkomsel Flash, Indosat 3.5, dan Bakrie Wimode merupakan contoh yang bisa disebut. Hal yang juga teramati adalah kerjasama antara operator telepon bergerak dengan penyedia jasa internet (Internet Service Provider/ISP), baik untuk menjaga dan memperluas pasar, maupun untuk meningkatkan availabilitas produk. ISP Centrin, CBN, Radnet, Quasar bekerja sama dengan operator seperti Excelcomindo dan Mobile-8, baik dalam bentuk tunneling, inovasi produk bersama, maupun membentuk produk baru. MobileQU misalnya, adalah produk bersama dari Quasar dan Excelcomindo. Baik Indosat Group maupun Telkom Group lebih banyak melakukan kerjasama internal group mereka sendiri. Prediksi tahun 2008 diwarnai dengan akan terbitnya lisensi WiMAX yang sedikit banyak akan mengubah perilaku pasar. Juga para operator mulai sadar bahwa pelanggan (customer), sebagai agregasi, tidaklah mudah dipengaruhi hanya oleh tarif (pricing) maupun trik-trik pemasaran (gimmick) baru, apalagi yang temporer. Pendekatan komunitas (community) akan mulai diseriusi setiap operator, untuk memperbesar basis pelanggan (customer base) dan daya pengaruh pada pelanggan baru. Saat ini, hanya 50% dari total 227,6 juta penduduk Indonesia yang telah memiliki telepon nirkabel. Oleh sebab itu, pasar telekomunikasi di Indonesia masih memiliki peluang yang besar untuk tumbuh. Tantangan yang dihadapi oleh operator telepon nirkabel, khususnya operator CDMA di situasi kompetisi yang sangat kompleks ini yaitu apakah operator CDMA dapat mengetahui potensi pasar yang sesungguhnya, memahami dan memberikan layanan yang sebenarnya diinginkan oleh pasar saat ini, kemudian menyampaikan info layanan tersebut secara efektif ke pelanggan sehingga pelanggan tertarik dan mau menggunakannya secara berkesinambungan melalui program-program pemasaran 31
yang efektif yang memberikan benefit langsung, baik bagi konsumen maupun perusahaan itu sendiri. 1.3 Pembatasan Masalah Mengingat luas dan kompleksnya permasalahan dalam pasar layanan telepon nirkabel di Indonesia, maka pembahasan tugas akhir ini membutuhkan pembatasan masalah, sebagai berikut : 1. Objek penelitian adalah potensi pasar layanan telepon CDMA di Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek). Hal yang menarik dari layanan CDMA karena layanan ini sebagai pendatang baru di pasar telepon nirkabel Indonesia yang tadinya dipandang sebelah mata oleh pasar, namun memiliki pertumbuhan pelanggan yang signifikan di mana April 2008 ini pelanggannya sudah berjumlah 16,03 juta, artinya naik lebih dari tiga kali dibanding periode yang sama lalu (April 2007) yang hanya berkisar 5,19 juta pelanggan12. Dipilihnya Jabodetabek sebagai tempat penelitian karena wilayah ini memiliki addressable market yang terbesar di Indonesia, khususnya untuk SES A (> Rp. 500,000) sebesar 16,7 juta orang13, memiliki karakteristik pelanggan yang lebih bervariasi karena masyarakat yang multi kultural dengan daya beli yang tinggi, sebagai pusat pemerintahan dan memiliki roda bisnis yang paling dinamis dibanding wilayah lainnya di Indonesia. Sehingga hampir semua operator telepon nirkabel, GSM maupun CDMA, menjalankan bisnisnya di wilayah Jabodetabek sebagai fokus utama penggarapan pasar telepon nirkabel sebelum menggarap pasar lainnya di Indonesia. Bagi operator telepon nirkabel, keberhasilan di Jabodetabek menjadi baromater bagi keberhasilan operator tersebut di dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia, selain image atau prestige tersendiri bagi perusahaan tersebut. 2. Hasil penelitian berupa besarnya potensi dan karakteristik pasar layanan telepon CDMA di Jabodetabek serta usulan solusi bagi para operator CDMA untuk menggarap potensi pasar tersebut melalui program pemasaran layanan 12 13
Olahan dari berbagai sumber Data Indosat April 2008
32
CDMA yang efektif, namun tidak sampai pada usulan anggaran untuk pelaksanaan program tersebut sehubungan dengan keterbatasan waktu penelitian. 3. Potensi pasar yang diukur merupakan potensi yang ada saat ini dan tidak mempertimbangkan pertumbuhan ke depannya. 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Potensi pasar telepon nirkabel di Indonesia yang besar, khususnya pasar layanan CDMA (seluler & FWA) di Jabodetabek, belum dimanfaatkan secara optimum oleh para operator CDMA karena masih banyak daerah-daerah potensi pasar yang belum terlayani jaringan CDMA. Untuk itu, perlu diketahui seberapa besar dan di mana potensi pasar CDMA itu sendiri. 2. Layanan CDMA yang ada saat ini belum sepenuhnya memenuhi keinginan dan harapan dari pasar karena masih banyaknya terjadi keluhan pelanggan terhadap layanan CDMA yang ada. Untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada pelanggan, perlu diketahui persepsi dan pengalaman pelanggan terhadap layanan CDMA saat ini, keinginan dan harapan yang sesungguhnya dari pelanggan maupun calon pelanggan terhadap layanan CDMA, baik saat ini maupun ke depannya. 3. Industri telekomunikasi, khususnya telepon nirkabel, yang berbasis teknologi berkembang dengan pesat. Agar perkembangan teknologi memberikan dampak yang positif bagi masyarakat, yaitu berupa penerimaan pasar terhadap perkembangan teknologi, maka perlu diketahui kesiapan pasar terhadap kemajuan teknologi (technology readiness). 4. Layanan CDMA memiliki kelebihan-kelebihan dibanding layanan telepon nirkabel lainnya, seperti GSM. Namun jumlah pelanggan CDMA masih di bawah GSM karena teknologi CDMA masih dianggap baru oleh pasar. Oleh karena itu, perlu strategi pemasaran yang efektif untuk memperkenalkan layanan CDMA kepada calon pelanggan agar tahu dan mau menggunakan layanan CDMA secara berkesinambungan. 33
1. 5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. 5. 1 Tujuan Penelitian Penulis melakukan penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Melakukan analisis potensi dan karakteristik pasar layanan CDMA di Jabodetabek, berupa besarnya (size) potensi pasar tersebut, persepsi pelanggan terhadap layanan CDMA yang ada, keinginan dan harapan pelanggan/pasar terhadap layanan CDMA saat ini dan masa datang, dan kesiapan pasar terhadap kemajuan teknologi telepon nirkabel. 2. Membuat usulan program pemasaran layanan CDMA yang efektif berdasarkan potensi pasar dan karakteristik yang dimilikinya sehingga dapat memberikan benefit langsung kepada pelanggan dan perusahaan/operator CDMA. 1. 5. 2 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Akademis Penulis dalam melakukan penelitian ini berharap dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam hal ini manajemen pemasaran, berupa masukan-masukan maupun berbagi pengalaman di dunia bisnis yang sesungguhnya, dan agar dapat menjadi pembanding serta memberikan tambahan informasi bagi studi-studi yang berhubungan dengan manajemen pemasaran. 2. Kegunaan Praktis Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan masukan bagi praktisi industri telekomunikasi/telepon nirkabel, khususnya operator CDMA yang sudah ada maupun pemain baru dalam menetapkan strategi pemasaran dengan tepat sehingga dapat mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar dalam industri telekomunikasi/telepon nirkabel nasional.
34
1.6 Sistematika Penulisan Penulisan Proyek Akhir ini dilakukan secara sistematik yang terdiri atas beberapa BAB pembahasan sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Berisikan latar belakang masalah sehingga dilakukan penelitian, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan Proyek Akhir.
BAB II
PEMECAHAN MASALAH Berisikan
kerangka
konseptual,
yaitu
teori-teori
pendukung
pembahasan dan model penelitian untuk memecahkan masalah yang telah dirumuskan di Bab sebelumnya. Teori-teori ini membantu penulis untuk dapat mengenal ruang lingkup pembahasan, penyamaan persepsi isi pikiran penulis dengan teori yang ada, serta fokus terhadap permasalahan. Model penelitian membahas tentang pendekatanpendekatan (tools) yang digunakan dalam tahap pengumpulan dan pengolahan data sebagai metode perolehan output berupa potensi pasar dan karakteristiknya. Bab ini juga berisikan desain survey berupa desain kuesioner dan sampling beserta point-point data yang perlu diperoleh dari kuesioner untuk menunjang metode penelitian dalam memperoleh keluaran yang diinginkan berupa potensi pasar layanan telepon CDMA. BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Berisi hasil pengumpulan data yang diperoleh dari responden dan melakukan pengolahan data sebagai dasar perhitungan untuk menemukan output yang diinginkan yaitu potensi pasar bersta karakteristik layanan CDMA di Jabodetabek. Bab ini juga berisikan analisis hasil pengolahan data yang diperoleh.
35
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN Berisikan rangkuman hasil pengolahan dan analisis data, usulan solusi permasalahan berupa program pemasaran yang efektif dari layanan CDMA.
36