BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Fenomena konveksi merupakan fenomena akibat adanya perpindahan panas
yang banyak teramati di alam. Sebagai contohnya adalah fenomena konveksi yang terjadi di atmosfer bumi. Konveksi di atmosfer ini muncul karena adanya ketidakstabilan termal, atau bisa dikatakan karena adanya perbedaan suhu antar lapisan atmosfer. Radiasi dari matahari di siang hari menyebabkan adanya pemanasan di permukaan bumi. Hal ini juga mengakibatkan penghangatan udara yang berada tepat di atasnya. Udara hangat mengembang yang membuatnya jadi kurang rapat, sehingga memiliki rapat massa yang lebih ringan dibanding dengan udara di sekitarnya. Udara hangat akan naik, dan akan mendingin akibat adanya ekspansi tekanan tinggi pada atmosfer bagian atas. Udara yang mendingin ini akan bergerak turun (ke bawah) karena memiliki kerapatan yang lebih tinggi, menggantikan udara hangat yang bergerak naik. Adanya konveksi atmosfer menyebabkan peningkatan angin, pengembangan awan cumulus, dan penurunan titik embun (kelembaban udara) permukaan. Konveksi atmosfer juga menyebabkan adanya perkembangan badai, yang ber-tanggung jawab atas ancaman cuaca buruk di seluruh dunia. Efek lain dari konveksi atmosfer ini adalah munculnya angin darat dan angin laut. Tidak hanya di atmosfer saja fenomena konveksi terjadi. Fenomena konveksi juga terjadi di dalam mantel bumi. Seperti yang diketahui, interior bumi pada bagian lapisan luar dibagi menjadi lapisan litosfer dan lapisan astenosfer. Litosfer ini lebih dingin dan kaku, sebaliknya pada lapisan astenosfer lebih panas dan mempunyai viskositas (dalam artian bersifat seperti fluida). Bagian astenosfer yang jauh dari litosfer (dekat dengan inti bumi) lebih panas sedangkan yang dekat (bersinggungan) dengan litosfer lebih dingin. Hal inilah yang mengakibatkan munculnya konveksi pada lapisan astenosfer. Adanya konveksi di astenosfer,
1
menyebabkan lapisan litosfer yang berada tepat di atas aliran konveksi astenosfer seolah-olah berada di atas roda-roda berjalan. Teori inilah yang dikemukakan oleh Arthur Holmes pada tahun 1920, yang menyatakan bahwa pergerakan kerak (lempeng) benua adalah akibat adanya arus konveksi di dalam mantel bumi [Holmes, 1978]. Di dalam tubuh manusiapun peristiwa konveksi terjadi. Satu proses penting yang melibatkan konveksi adalah sirkulasi aliran darah di dalam tubuh. Darah di dalam tubuh juga berperan mendistribusi energi panas ke seluruh tubuh secara merata. Panas yang berlebihan di dalam tubuh akan dibuang dibawa ke permukaan kulit melalui sirkulasi aliran darah. Pada saat panas tubuh berlebihan di dalam tubuh, maka laju aliran darah dari dalam tubuh menuju ke kulit akan meningkat. Sesampainya di permukaan kulit, energi panas tersebut akan diserap oleh udara luar melalui proses konduksi, yaitu: kontak antara kulit dan udara luar. Pada saat tubuh berkeringat karena lingkungan yang panas, energi panas yang dihasilkan oleh tubuh akan diserap oleh air keringat dan energi panas itu akan digunakan untuk mengubah fasenya dari cair menjadi uap. Uap tersebut akan meninggalkan tubuh dan pergi ke udara lingkungan. Pada peristiwa ini juga terjadi proses konveksi dimana uap air membawa panas tubuh. Proses penghantaran energi panas dari dalam tubuh ke permukaaan adalah konveksi dengan menggunakan massa darah, sementara dari permukaan kulit ke udara luar adalah juga konveksi dengan menggunakan material uap air keringat melalui pengubahan fase air dari keringat menjadi uap. Fenomena konveksi telah banyak diamati dan dipelajari oleh beberapa ilmuwan. Salah satu kajian yang mempelajari tentang fenomena konveksi ini ialah konveksi Rayleigh-Benard atau Rayleigh-Benard Convection (RBC). RBC ini merupakan sebuah fenomena konveksi fluida yang disebabkan karena adanya perbedaan suhu antara dua bagian fluida yang berlawanan. Fenomena konveksi ini baru diamati secara eksperimen pada tahun 1990 oleh seorang ilmuwan bernama Henri Benard [Chandrashekar, 1961]. Sistem dalam eksperimen RBC adalah fluida yang ditempatkan diantara dua lapisan horisontal dimana lapisan bawah lebih panas daripada lapisan atas [Cross dan Greenside, 2009]. Jika suhu lapisan bawah lebih
2
ditingkatkan sehingga menyebabkan perbedaan suhu antara lapisan bawah dan atas besar, maka fenomena chaos dapat teramati pada ukuran sistem yang kecil. Spatiotemporal chaos yaitu fenomena ketidakteraturan baik secara segi keruangan (spatial) maupun waktu (temporal) juga akan teramati pada sistem yang berukuran besar [Cross dan Hohenberg, 1993].
Gambar 1 Ilustrasi Rayleigh-Benard Convection (RBC) Hampir semua kajian fenomena konveksi dipelajari dan dibahas sebagai upaya untuk memahami sistem yang berada di luar kesetimbangan termodinamika. Salah satunya adalah penelitian yang menggunakan simulasi numerik mengenai dinamika rakit di atas konveksi Rayleigh-Benard [Whitehead dkk,. 2011]. Penelitian yang diupayakan sebagai pendekatan untuk lebih memahami fenomena konveksi yang terjadi di mantel bumi, dan juga untuk memahami interaksi antara benua dan pergerakannya. Dimana konveksi yang terjadi di mantel bumi lebih kompleks karena melibatkan komposisi dan fisika multi-fase.
1.2
Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah cara membangun suatu perangkat pengamatan pola-pola konveksi dan dinamika gerak rakit dengan metode konveksi Rayleigh-Benard. Pengamatan pola-pola konveksi fluida akibat adanya rakit berbagai ukuran diameter di atas konveksi Rayleigh-Benard. Dan juga dilakukan pengamatan dinamika gerak rakit akibat adanya aliran konveksi fluida.
3
1.3
Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada pengamatan pola konveksi dan dinamika rakit
dengan metode Konveksi Rayleigh-Benard, dalam wadah (cawan) yang berbentuk silinder. Media atau fluida yang digunakan berupa minyak silikon. Serbuk cat digunakan sebagai media representasi gerakan partikel/molekul minyak silikon. Rakit homogen terbuat dari kayu diletakkan di permukaan fluida. Diameter wadah fluida, ketebalan rakit, suhu lapisan bawah dibuat tetap, sedangkan ukuran diameter rakit divariasi. Pengamatan pola-pola konveksi dan dinamika gerak rakit dilakukan dari atas permukaan fluida.
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Memperoleh suatu perangkat pengamatan pola konveksi dan dinamika rakit di atas fenomena konveksi yang dirancang dengan metode Konveksi Rayleigh-Benard. 2. Mengamati bentuk pola-pola konveksi pada permukaan minyak silikon akibat adanya aliran konveksi. 3. Mengamati dinamika gerak rakit di atas fenomena konveksi. 4. Menganalisa distribusi kecepatan rakit.
1.5
Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh pengetahuan mengenai
bentuk-bentuk pola aliran fluida saat terjadi fenomena konveksi. Dari penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan suatu model pengaruh aliran fluida (rheologis) akibat konveksi termal terhadap suatu benda (rakit) yang mengapung di atasnya. Model ini cukup dekat dengan pergerakan lempeng benua akibat adanya konveksi termal yang bersumber dari inti bumi.
4
1.6
Sistematika Penulisan Skripsi Skripsi ini terdiri dari 6 bab dan lampiran dengan rincian sebagai berikut : 1. Bab I menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. 2. Bab II memuat tinjauan pustaka, berbentuk uraian sistematis terkait beberapa penelitian terdahulu mengenai pengamatan fenomena konveksi dengan metode RBC. 3. Bab III memuat landasan teori yang mendukung, sekaligus menjadi bahan acuan teoritik yang digunakan dalam penelitian ini. 4. Bab IV membahas metode penelitian dan prosedur penelitian yang akan dilakukan. 5. Bab V menyajikan hasil eksperimen RBC serta hasil analisis data dan pembahasan terhadap hasil yang diperoleh. 6. Bab VI merupakan penutup, berisi kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan terhadap hasil pengamatan dan saran yang diperlukan untuk pengembangan penelitian yang berkaitan dengan fenomena RBC.
5