BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode dari pertumbuhan dan proses kematangan manusia, pada masa ini terjadi perubahan yang sangat unik dan berkelanjutan. Perubahan fisik karena pertumbuhan yang terjadi akan mempengaruhi status kesehatan dan gizinya. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi lebih maupun kurang (Permaesih, 2003). Status gizi menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan (Hartriyanti, 2007). Status gizi dapat dipengaruhi oleh faktor langsung dan tidak langsung. Salah satu faktor langsung yaitu asupan energi dan asupan protein (Supariasa, 2002). Status gizi seseorang sering kali dihubungkan dengan asupan makan sehari-hari. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Fungsi zat gizi dalam tubuh yaitu memberi energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, serta untuk mengatur proses tubuh (Almatsier, 2004). Kurangnya asupan energi dan protein dalam waktu yang lama akan menyebabkan defisiensi gizi, namun status gizi juga dapat dipengaruhi oleh penyakit infeksi yang pernah di derita seseorang (Almatsier, 2004). Keadaan infeksi menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat 1
antara infeksi (bakteri, virus, dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi (Supariasa, 2002). Asupan energi dan protein akan terpenuhi apabila makanan yang disediakan memenuhi standar kualitas makanan yang baik. Makanan yang berkualitas diantaranya, bernilai gizi baik, bersih, aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Selain itu makanan yang berkualitas juga harus dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan (Sediaoetama, 1996). Asupan energi dan protein pada remaja harus tercukupi, karena pada saat remaja mengalami pertumbuhan yang pesat, dan adanya perubahan psikologis yang dramatis serta peningkatan aktifitas (Arisman, 2004). Saat ini banyak sekolah yang menyelenggarakan makan siang di sekolah yang berbasis fullday, untuk itu sekolah menyelenggarakan makan siang untuk siswanya dengan tujuan memenuhi kecukupan zat gizi makan siang ketika anak berada di sekolah. Dari penelitaian Wati (2009) mengenai asupan energi siswa di SMA Darul Hikam Bandung, prevalensi status gizi kurang sebesar 18,4%, sedangkan untuk asupan energi kurang sebesar 61,8% dan asupan protein kurang sebanyak 65,8%. Hasil uji statistik hubungan asupan energi dan status gizi di dapatkan p>α (0,608>0,05). Untuk hubungan asupan protein dan status gizi didapat p>α (0,357>0,05) dengan tingkat kemaknaan 95%. Dari hasil penelitian tersebut penulis tertarik melakukan penelitian di SMP Salman Al Farisi Bandung, karena yayasan Salman Al Farisi Bandung merupakan sekolah yang menyelenggarakan makan siang untuk seluruh siswanya, dimulai dari playgroup, TK, SD dan SMP, serta di SMP Salman Al Farisi belum pernah diadakan penelitian mengenai asupan makan terhadap status gizi, untuk itu penulis berminat untuk mengadakan
2
penelitian tentang hubungan asupan energi, asupan protein dan status gizi siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung. 1.2 Perumusan Masalah Apakah ada hubungan antara asupan energi, asupan protein dan status gizi pada siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara asupan energi, asupan protein dan status gizi pada siswa SMP Salman Al Farisi Bandung. 1.3.2 Tujuan khusus 1.3.2.1
Mengetahui gambaran umum SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.3.2.2
Mengetahui
gambaran
mengenai
penyelenggaran
makanan di SMP Salman Al Farisi Bandung, yang meliputi struktur organisasi, jumlah tenaga kerja, pola menu, siklus menu, proses produksi dan distribusi. 1.3.2.3
Mengetahui karakteristik sampel, meliputi umur dan jenis kelamin siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.3.2.4
Mengetahui penyakit infeksi yang pernah diderita siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.3.2.5
Mengetahui asupan energi rata-rata sehari siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.3.2.6
Mengetahui asupan protein rata-rata sehari siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.3.2.7
Mengetahui status gizi siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
3
1.3.2.8
Menganalisa hubungan antara asupan energi dan status gizi siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.3.2.9
Menganalisa hubungan antara asupan protein dan status gizi siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam ruang lingkup penelitian di bidang gizi institusi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan asupan energi, asupan protein dan status gizi siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu yang di dapat selama perkuliahan di jurusan gizi. 1.5.2 Bagi Jurusan Gizi Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagi sumber informasi bagi pihak yang berkepentingan dan juga dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya. 1.5.3 Bagi Institusi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi institusi mengenai kualitas makanan yang disajikan dan hubungannya dengan status gizi siswa. Sehingga dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan kualitas makanan di SMP Salman Al Farisi Bandung.
4
1.6 Keterbatasan Penelitian 1.6.1
Metode recall 2 x 24 jam untuk makanan sehari yang memiliki kekurangan yaitu tergantung dari daya ingat responden. Siswa perlu diberi contoh porsi makan siang yang
disajikan
di
sekolah
menggunakan food model.
5
atau
bentuk
makanan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyelenggaraan Makan di Sekolah Di luar negeri penyelenggaraan makan di sekolah telah berkembang sejak lama. Semua program makanan sekolah pada awalnya bertujuan untuk membantu meningkatkan status gizi anak-anak yang kurang mampu, namun lambat laun kebutuhan makanan di sekolah menjadi kebutuhan semua golongan masyarakat. Hal itu dikarenakan banyak sekolah yang penuh dengan berbagai macam kegiatan, hingga waktu anak-anak disekolah menjadi lebih panjang, ataupun anak tidak sempat sarapan terlebih dahulu di rumahnya (Mukrie, 1990). Makan siang dalam suatu sekolah sangat penting untuk kesehatan bagi populasi yang sedang bertumbuh. Tetapi kepuasan konsumen menjadi suatu masalah dalam penyelenggaraan makanan institusi. Suatu variasi di dalam menu institusi sekolah adalah suatu hal penting dalam jenis institusi sekolah. Konsumen mempunyai pilihan makanan yang sangat banyak dan berbeda dari tiap kelompok umur. Oleh karena itu institusi
penyelenggaraan
sekolah
harus
mengerti
cara-cara
merencanakan menu (Khan, 1987). Fungsi yang dijalankan bagi kantin di sekolah yaitu kantin harus dapat memberikan pelayanan untuk makan pagi, siang maupun sore baik makanan kecil ataupun makanan lengkap. Makanan yang disediakan di kantin harus merupakan makanan yang bergizi, dan sebagai bahan pendidikan bagi anak untuk mendorong atau membiasakan anak dalam memilih makanan yang bergizi bagi dirinya sendiri. Lokasi atau tempat ruang kantin atau tempat penyelenggaraan makan disediakan sedemikian
6
rupa dan makanan dipersiapkan dalam keadaan yang bersih serta higienis. Penyelenggaraan makanan di sekolah pun harus di menejemen dengan baik agar penyelenggaraan makanan di sekolah dapat berjalan dengan lancar (Mukrie, 1990). 2.1.1 Perencanaan dan penyusunan menu Untuk
memenuhi
mutu
makanan
dan
kepuasan
konsumen,
diperlukan suatu hidangan yang dapat memenuhi kebutuhan. Suatu susunan hidangan harus sanggup memenuhi beberapa fungsi : a. Mengandung makanan yang memuaskan selera dan memberikan rasa kenyang kepada mereka yang mengkonsumsinya. b. Mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan untuk tetap sehat dan beraktifitas. c. Memenuhi
nilai-nilai
sosial
budaya
masyarakat
yang
mengkonsumsinya. d. Terjangkau oleh daya beli konsumen. (Sediaoetama, 2004) Perencanaan
dan
Penyusunan
menu
pada
penyelenggaraan
makanan institusi seperti sekolah dimaksudkan untuk : a. Mempermudah pelaksanaan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. b. Mempermudah penyusunan hidangan yang mengandung zat-zat gizi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. c. Variasi dan kombinasi hidangan dapat diatur, sehingga dapat menghindari kebosanan yang disebabkan pemakaian jenis bahan makanan dan jenis makanan yang sering terulang. d. Menu dapat disusun sesuai dengan biaya yang tersedia sehingga kekurangan uang belanja dapat dihindari atau harga makanan dapat dikendalikan.
7
Dasar penyusunan bahan makanan bagi klien di institusi dijabarkan dari data perhitungan kecukupan gizi klien di Institusi. Zat gizi yang dibutuhkan bangsa Indonesia sehari dicantumkan dalam Daftar Anjuran Kecukupan sehari atau Recommended Dietary Allowance. Angka-angka dalam daftar tersebut merupakan nilai rata-rata untuk kelompok populasi. Oleh karena itu dikelompokan dalam golongan umur, jenis kelamin dan berat badan. Ada beberapa langkah-langkah penentuan kecukupan gizi, yaitu : a. Mengumpulkan data populasi klien meliputi umur, dan jenis kelamin. b. Menghitung kecukupan kalori total untuk klien dengan menggunakan angka kecukupan gizi. c. Setelah ditetapkan energi bagi klien, maka penyusunan kebutuhan bahan makanan diperlukan untuk karbohidrat sebanyak 60-70 % dari total energi, protein 10-15 % dari total energi, lemak 20-25 % dari total energi. d. Menyebarkan zat-zat gizi ke dalam 9-12 item bahan makanan selama sehari. e. Umumnya bagi institusi yang menyediakan makanan banyak, ditetapkan sejumlah dana untuk biaya makanan klien sehari. (Mukrie,1990). 2.1.2 Penetapan Pedoman Menu Perencanaan menu sering dikaitkan dengan siklus menu. Siklus menu adalah perencanaan teliti dari hidangan terpilih, yang disusun dalam jumlah hari tertentu dan dirotasi dalam beberapa minggu. Selama satu putaran/siklus tidak ada hidangan yang sama atau diulang. Jumlah hari dalam 1 putaran/siklus ditetapkan atas dasar pertimbangan kondisi klien serta kemudahan institusi (Depkes RI, 1991).
8
Penetapan pedoman menu adalah standar porsi yang dicantumkan dalam berat kotor. Penetapan pedoman menu di dasarkan pada standar porsi yang telah ditentukan. (Mukrie,1990). Setelah ditetapkan policy tentang standar zat gizi bagi klien maka manager menterjemahkannya kedalam bahan makanan berat bersih dan berat kotor. Pemilihan macam dan jumlah bahan makanan ini disesuaikan dengan dana yang ditetapkan atau harga jual yang disepakati. Bila sudah dibuat
macam
dan
jumlah
bahan
makanannya
maka
manager
menetapkan pola menu dengan memperhitungkan ruang, peralatan dan fasilitas yang ada untuk produksi makanan, termasuk macam, jumlah, kemampuan tenaga, serta waktu pelaksanaan yang ditetapkan. Pola menu juga disusun atas dasar kebutuhan klien (Depkes RI, 1991). 2.2 Asupan Energi Makanan yang bergizi dapat memberikan energi untuk melakukan kegiatan
atau
aktivitas,
makanan
bergizi
juga
berfungsi
untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh serta mengatur proses tubuh (Almatsier, 2004). Energi dapat diperoleh dari protein, lemak dan karbohidrat. Satuan energi yaitu kalori, setiap 1 gr protein menghasilkan 4 kalori energi, setiap 1 gr lemak menghasilkan 9 kalori energi, dan setiap 1 gr karbohidrat akan dihasilkan 4 kalori energi, proses pembakaran tersebut terjadi di dalam tubuh (Moehyi, 1992). 2.2.1 Kebutuhan energi untuk metabolisme basal (BMR) Kebutuhan energi setiap orang berbeda-beda tergantung dari metabolisme basal, efek termogenik dan aktifitas fisik (Supariasa, 2002). Komponen terbesar dari keluaran energi harian adalah BMR atau AMB atau BMK. Metabolisme basal diartikan sebagai sejumlah energi yang
9
dibutuhkan untuk melakukan berbagai proses vital ketika tubuh tengah beristirahat. Dengan kata lain, metabolisme basal merupakan jumlah minimal energi yang dikeluarkan untuk mempertahankan fungsi alat pernapasan, sirkulasi darah, peristalyik usus, tonus otot, temperatur suhu tubuh, kegiatan kelenjar, serta fungsi vegetatif lain. Angka Metabolisme Basal umumnya dinyatakan dalam satuan kilokalori untuk setiap kilogram berat badan per jam (Arisman, 2004). Pengaruh
usia
terhadap
BMR
berkaitan
dengan
kegiatan
metabolisme sel-sel tubuh. Nilai BMR semasa pertumbuhan sangat tinggi, karena
keaktifan
pembelahan
sel begitu
tinggi (Arisman,
2004).
Keseimbangan energi seseorang dapat dicapai bila energi yang dikonsumsi melalui makanan sama jumlahnya dengan energi dapat ditentukan oleh berat badan ideal dan (IMT) Indeks Massa Tubuh (Sudiarti, 2007). 2.2.2 Kecukupan Asupan Energi Kekurangan energi terjadi akibat dari asupan energi yang tidak cukup memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh tubuh, maka tubuh akan mengambil simpanan glikogen dalam tubuh dan diubah menjadi energi. Jika hal itu terus terjadi maka tubuh akan menjadi kurus, status gizi pun akan menjadi kurang, bahkan daya tahan tubuh menjadi lemah. Sedangkan kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga berat badan berlebih atau kegemukan. (Almatsier, 2004). Pada usia anak dan remaja asupan energi harus terpenuhi karena pada usia anak dan remaja terjadi proses pertumbuhan jasmani yang pesat serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh. Untuk mengetahui angka kecukupan energi anak dan remaja laki-laki dan perempuan berdasarkan AKG 2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
10
TABEL 2.1 ANGKA KECUKUPAN ENERGI YANG DIANJURKAN Jenis Kelamin
Umur (Tahun)
Kecukupan Energi (Kalori)
10-12
2050
13-15
2400
10-12
2050
13-15
2350
Laki-laki
Perempuan Sumber : AKG, 2005 2.3 Asupan Protein Protein seperti halnya karbohidrat dan lemak dibangun oleh unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O), tetapi juga protein mengandung unsur Nitrogen (N), nitrogen yang terkandung dalam protein yaitu sebesar 16%. Unit pembangun dalam semua jenis protein adalah asam amino. Berbagai jenis asam amino membangun sel dan jaringan tubuh yang sangat spesifik, seperti kolagen terletak dalam jaringan ikat tubuh, miosin dalam jaringan otot, hemoglobin dalam sel darah merah, sel enzim dan hormon insulin (Sudiarti, 2007). Protein merupakan zat pembangun bagi tubuh, protein ada dua macam yaitu protein hewani dan protein nabati. Protein hewani berasal dari hewan seperti daging merah, daging putih (unggas), ikan dan hasil laut. Sedangkan protein Nabati terdapat pada kacang-kacangan, tempe, tahu dan hasil olahannya (Sediaoetama, 1996). Asupan makan pada anak perempuan lebih sedikit dari pada anak laki-laki, termasuk asupan protein, padahal bagi remaja perempuan membutuhkan asupan protein lebih banyak karena lebih membutuhkan asupan zat besi yang berada di pada protein, karena pada remaja perempuan mengalami menstruasi (Arisman, 2004).
11
2.3.1 Fungsi Protein Protein dalam tubuh harus tercukupi, karena protein memiliki peran dalam tubuh manusia. Fungsi dari protein yaitu : a. Pertumbuhan dan pemeliharaan Sebelum sal-sel dapat mensintesis protein baru, harus tersedia semua asam amino esensial yang diperlukan dan cukup nitrogen guna pembantukan asam-asam amino nonesensial yang diperlukan. Pertumbuhan atau penambahan otot hanyan mungkin bila tersedia cukup
campuran
asam
amino
yang
sesuai
termasuk
untuk
pemeliharaan dan perbaikan. b. Pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh Hormon-hormon seperti tiroid, insulin dan epinefrin adalah protein, demikian pula berbagai enzim. Ikatan-ikatan kimia ini bertindak sebagai katalisator atau membantu perubahan-perubahan biokimia yang terjadi di dalam tubuh. c. Mengatur keseimbangan air Cairan tubuh terdapat di dalam tiga komponen yaitu intraseluler (di dalam sel), ekstraseluler/interseluler (di antara sel) dan intravaskular (di dalam pembuluh darah). Distribusi cairan di dalam kompartemenkompartemen ini harus dijaga dalam keadaan seimbang atau homeostatis. Keseimbangan ini diperoleh melalui sistem kompleks yang melibatkan elektrolit dan protein. d. Memelihara netralitas tubuh Protein tubuh bertindak sebagai buffer, yaitu bereaksi dengan asam dan basa untuk menjaga pH pada taraf konstan. e. Pembentukan antibodi Kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap bahanbahan racun dikontrol oleh enzim-enzim yang terutama terdapat dalam hati. Dalam keadaan kekurangan protein kemampuan tubuh untuk menghalangi pengaruh toksik bahan-bahan racun ini berkurang.
12
f. Mengangkut zat-zat gizi Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna melalui dinding saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan-jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel. Sebagian besar yang mengangkut zat-zat gizi ini adalah protein. (Almatsier, 2004). 2.3.2 Kecukupan Asupan Protein Jika protein dalam tubuh mengalami kekurangan maka pertumbuhan akan terhambat. Pada masa anak-anak protein sangat diperlukan karena untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, sedangkan jika kelebihan protein dapat menyebabkan obesitas, asidosis, kenaikan amoniak darah, kenaikan ureum darah dan demam pada bayi (Almatsier, 2004). TABEL 2.2 ANGKA KECUKUPAN PROTEIN YANG DIANJURKAN Jenis Kelamin
Umur (Tahun)
Kecukupan Protein (Gram)
10-12
50
13-15
60
10-12
50
13-15
57
Laki-laki
Perempuan Sumber : AKG, 2005 2.4 Survey Konsumsi Metode Recall 24 Jam Survey konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau pun kelompok. Tujuan dari survey konsumsi adalah untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan (Supariasa, 2002).
13
Salah satu cara untuk survey konsumsi adalah dengan recall 24 jam. Recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu, pencatatan di deskripsikan secara mendetail oleh pewawancara, meliputi semua makanan dan minuman yang dikonsumsi serta cara pengolahannya, tetapi terkadang responden lupa akan apa yang telah dikonsumsinya, maka dari itu perlu dibantu dengan penjelasan waktu kegiatannya dan sebaiknya dilakukan berulang pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut), tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari (Gibson, 2005). Metode recall 24 jam memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan recall 24 jam yaitu metode ini mudah dalam pelaksanaannya serta tidak terlalu membebani responden, biayanya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara, cepat sehingga dapat mencakup banyak responden, dapat digunakan pada responden yang buta huruf, cepat dan dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung asupan zat gizi sehari (Supariasa, 2002). Recall 24 jam sangat tergantung dari daya ingat responden, serta kesamaan persepsi mengenai jumlah atau porsi yang dikonsumsi oleh responden. Kelemahan recall 24 jam antara lain metode ini tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya dilakukan recall satu hari, serta tidak cocok bagi orang yang hilang ingatan ataupun pelupa, the flat slope syndrome, yaitu ada kecenderungan bagi responden yang kurus melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate), dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate), recall 24 jam membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat, responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian, dan untuk mendapatkan gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan 14
dilakukan pada saat panen, hari besar, hari akhir pekan, pada saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan, dan sebagainya (Supariasa, 2002). 2.5 Status Gizi Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu untuk berbagai proses seperti pertumbuhan, aktivitas, pemeliharaan proses biologis, penyembuhan penyakit serta daya tahan tubuh. Sedangkan status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, status gizi kurang, status gizi baik, dan status gizi lebih (Almatsier, 2004). Asupan makan baik atau tercukupi maka status gizi pun akan normal dan jika asupan makan berlebih pun akan mengakibatkan status gizi lebih atau gemuk (Anwar 2006). Penilaian status gizi terdapat dua cara, yaitu metoda langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu, antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Metoda tidak langsung dibagi tiga yaitu dengan survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi yang berdasarkan pada lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya, serta data-data kesakitan ataupun kematian (Supariasa, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi berkaitan dengan agens (penyakit), host (penjamu) dan environment (lingkungan). Status gizi dipengaruhi oleh asupan makanan, penyakit infeksi,serta faktor ekologi sebagai interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan sebagainya (Supariasa, 2002).
15
2.5.1 Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi dapat dinilai dari pengukuran antropometri. Secara umum arti dari antropometri yaitu ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Gibson, 2005). Antopometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi, biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Gibson, 2005). Pengukuran antropometri ada beberapa cara yaitu dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Z-score. Pengukuran dengan IMT digunakan pada orang dewasa > 18 tahun, IMT tidak bisa digunakan untuk anakanak, remaja, ibu hamil, olahragawan dan pada keadaan khusus (penyakit) seperti edema. Menurut (Supariasa, 2002) untuk menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) seseorang digunakan rumus sebagai berikut : Berat Badan (kg) IMT = Tinggi Badan2 (m) Z-score digunakan untuk mengukur status gizi anak-anak hingga usia 17 tahun. Z-score dapat dibagi dalam tiga perhitungan yaitu : 1. BB/U menggambarkan status gizi saat ini. 2. TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan erat kaitannya dengan sosial ekonomi. 3. BB/TB berat badan berhubungan linier dengan tinggi badan, dapat menilai status gizi sekarang, dan independen terhadap umur. (Supariasa, 2002).
16
2.5.2 Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan umur (IMT/U) Saat ini untuk mengetahui status gizi anak dalam dalam masa pertumbuhan dapat menggunakan IMT untuk anak, atau IMT berdasarkan umur. IMT/U merupakan cara atau alat untuk memantau status gizi anak yang berusia 2 hingga 20 tahun. Nilai IMT normal untuk kelompok umur yang berbeda tergantung nilai dari Z-scor IMT nya. Untuk mengetahui nilai IMT/U
langkah
pertama
yang
telah
dijelaskan
kemudian
hasil
perhitungannya diklasifikasikan menurut tabel IMT/U menurut Z-scor. Keuntungan menggunakan IMT/U yaitu lebih sensitif untuk remaja yang sedang tumbuh dan dapat diklasifikasikan sebagai status gizi kurus, normal dan gemuk (CDC, 2009). Hubungan anatara berat badan, tinggi badan dan umur pada perhitungan IMT/U dapat di evaluasi dengan penggunaan CDC NCHS BMI. Menurut WHO (2007), klasifikasi IMT anak dan remaja dapat dilihat pada tabel di bawah ini : TABEL 2.3 KLASIFIKASI IMT/U Kategori Sangat Kurus Kurus Normal Overweight Obesitas Sumber : WHO, 2007
Z-scor < -3 SD ≥ -3 SD sampai ≤ -2 SD -2 SD sampai +2 SD ≥ +2 SD sampai ≤ +3 SD >+3 SD
17
2.6 Penyakit Infeksi Tubuh manusia secara kontinu terpajan pada berbagai macam organisme mikroba yang berpotensi patogenik baik di lingkungannya maupun di dalam dirinya sendiri, namun sebagian besar orang tidak mengalami infeksi yang berulang atau terus-menerus. Hal ini disebabkan oleh adanya seperangkat mekanisme pertahanan yang kompleks (Mandal, 2008). Penyakit infeksi dapat mempengaruhi status gizi seseorang karena ada hubungan yang sinergis antara infeksi (bakteri, virus, dan parasit) dengan malnutrisi (Supariasa, 2002). Sumber penyakit infeksi adalah semua benda, termasuk orang atau binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada seseorang. Sumber penyebab penyakit ini dapat dikelompokan menjadi : a. Golongan virus, misalnya influenza, trachoma, cacar, dan sebagainya. b. Golongan riketsia, misalnya thypus. c. Golongan bakteri, misalnya disentri. d. Golongan protozoa, misalnya malaria, filaria, schistosoma, dan sebagainya. e. Golongan
jamur,
yaitu
bermacam-macam
panu,
kurap,
dan
sebagainya. f. Golongan cacing, yaitu bermacam-macam cacing perut seperti ascaris (cacing gelang), cacing kremi, cacing pita, cacing tambang, dan sebagainya. Selain itu penyakit-penyakit ini dapat bersumber dari manusia sendiri seperti campak (measles), cacar air (small pox), thypus (thypoid), miningitis, gonoirhoea dan shypilis. Manusia sebagai reservoar dapat menjadi kasus yang aktif dan carrier (Notoatmodjo, 2003).
18
2.7 Hubungan Asupan Energi, Asupan Protein dan Status Gizi Siswa Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup
zat-zat
gizi
yang
digunakan
secara
efisien,
sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum. Status gizi gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan. Baik status gizi kurang atau pun status gizi lebih terjadi gangguan gizi, gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder, faktor primer adalah bila asupan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitasnya. (Almatsier, 2004). Asupan energi pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan, apabila tubuh berada dalam tingkat kesehatan yang optimum dimana jaringan penuh oleh semua zat gizi, maka tubuh akan mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi terhadap serangan penyakit. Apabila asupan energi pada
seseorang tidak seimbang dengan
kecukupan gizi tubuh maka akan terjadi gizi kurang atau bahkan gizi buruk (Notoatmodjo, 2003). Asupan yang berlebihan yang berlebihan dapat berdampak tidak baik, salah satu contohnya obesitas. Obesitas pada remaja putri lebih umum dijumpai daripada remaja putra. Obesitas ini dapat berdampak kurang baik terhadap perkembangan sosial dan psikososial. Remaja yang obesitas lebih banyak menyendiri, depresi dan rendah gairah hidup. Keadaan yang lebih parah dapat terjadi pada obesitas yaitu berisiko tinggi terhadap penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan bahkan kematian (Soekirman, 2006).
19
Pada remaja banyak juga dijumpai KEP yaitu kurang energi protein, penyebabnya yaitu asupan energi dan protein lebih rendah dibanding kebutuhannya atau dapat juga terjadi karena diet yang tidak terkontrol. KEP tidak selalu ditimbulkan oleh karena banyaknya berolahraga atau beraktifitas
fisik.
Namun
pada
umumnya
disebabkan
oleh
porsi
makanannya yang terlalu sedikit. Turunnya berat badan pada remaja putri secara drastis erat hubungannya dengan faktor emosional, misalnya takut gemuk atau dipandang kurang seksi oleh lawan jenis. Itu semua karena keinginan remaja putri untuk mendapatkan body image yang ideal di depan umum (Soekirman, 2006). Asupan protein pun harus terpenuhi karena protein memiliki peranan yang penting dalam menjalankan fungsi-fungsi tubuh. Kebutuhan protein akan meningkat pada usia remaja, karena proses pertumbuhan yang sedang terjadi dengan cepat. Pada awal masa remaja, kebutuhan protein remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, karena memasuki masa pertumbuhan cepat lebih dahulu. Sehingga jika asupan protein kurang maka akan menghambat pembentukan sel-sel tubuh, dan menghambat pertumbuhan. Hal ini akan menyebabkan status gizi menjadi menurun (Almatsier, 2004).
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
20
Energi dan protein merupakan zat gizi penting dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak dan remaja. Apabila asupan energi dan protein tidak mencukupi maka akan mempengaruhi status gizi pada anak dan remaja.
Asupan Energi
Status Gizi
Asupan Protein
GAMBAR 3.1 HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG
Variabel Independen
: Asupan Energi dan Asupan Protein
Variabel Dependen
: Status Gizi
3.2 Hipotesis 3.2.2
Ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
3.2.2
Ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
3.3 Definisi Operasional 3.3.1
Asupan Energi
21
Yaitu rata-rata asupan energi yang dikonsumsi siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung. Yang dikumpulkan selama 2 hari tidak berturut-turut dengan metode recall 24 jam. Cara Ukur
: Wawancara
Alat Ukur
: Formulir recall 2 x 24 jam
Hasil Ukur
: Baik, jika konsumsi energi ≥ 100% AKG tahun 2005 Kurang, jika konsumsi energi < 100% AKG tahun 2005
Skala
: Ordinal
(Arisman, 2004) 3.3.2
Asupan Protein Yaitu rata-rata asupan protein yang dikonsumsi siswa di SMP
Salman Al Farisi Bandung. Yang dikumpulkan selama 2 hari tidak berturut-turut dengan metode recall 24 jam. Cara ukur
: Wawancara
Alat Ukur
: Formulir recall 2 x 24 jam
Hasil Ukur
: Baik, jika konsumsi protein ≥ 100% AKG tahun 2005 Kurang, jika konsumsi energi < 100% AKG tahun 2005
Skala
: Ordinal
(Arisman, 2004) 3.3.3
Status Gizi Yaitu hasil penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan pada sampel. Penilaian status gizi dihitung dari perhitungan zscore IMT/U. Cara Ukur
: Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan
Alat Ukur
: Timbangan digital bathroom scale dengan ketepatan 0,1 Kg dan microtoice dengan ketepatan 0,1 cm.
Hasil Ukur
: Kurus, jika z-score <-2,0 SD
22
Normal, jika z-score -2,0 SD hingga +2,0 SD Gemuk, jika z-score >+2,0 SD Skala
: Ordinal
(WHO, 2007)
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cross sectional yaitu rancangan penelitian yang mengumpulkan data independen (asupan energi dan protein) dan data dependen (status gizi) serta dilakukan dalam waktu bersamaan. 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di SMP Salman Al Farisi Bandung di Jl. Tubagus Ismail VIII Bandung, 40134 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa dalam kelas VII dan VIII di SMP Salman Al Farisi yang mendapat makan siang, jumlah siswa kelas VII dan VIII yaitu sebanyak 128 siswa, dengan jumlah siswa setiap kelas :
Kelas VII-A sebanyak 20 siswa (laki-laki 12 orang dan perempuan 8 orang).
23
Kelas VII-B sebanyak 21 siswa (laki-laki 13 orang dan perempuan 8 orang).
Kelas VII-C sebanyak 21 siswa (laki-laki 12 orang dan perempuan 9 orang).
Kelas VIII-A sebanyak 22 siswa (laki-laki 9 orang dan perempuan 13 orang).
Kelas VIII-B sebanyak 22 siswa (laki-laki 11 orang dan perempuan 11 orang).
Kelas VIII-C sebanyak 22 siswa (laki-laki 11 orang dan perempuan 11 orang).
4.3.2 Sampel Pengambilan data dilakukan dengan cara probability sampling dengan stratified random sampling, karena sampel terdiri dari tingkat yang
berbeda-beda
(heterogen),
serta
penetapan
jumlah
populasinya dilakukan secara merata. Cara yang digunakan dalam penentuan besar sampel yaitu dengan menggunakan rumus : N n= 1 + N (d2) ket : n = besar sampel N = besar populasi d = presisi (Notoatmodjo, 2005) Hasil yang di dapat berdasarkan 128 orang : N n= 1 + N (d2) 128 n=
= 56,14 = 56 sampel 24
1 + 128 (0,12)
Rumus tersebut digunakan karena populasi pada penelitian ini jumlahnya kurang dari 10.000 orang (Notoatmodjo, 2005). Teknik pengambilan sampel yaitu dengan cara memisahkan jumlah siswa dari masing-masing kelas. Maka diperoleh sampel masing-masing kelas sebanyak : Kelas VII-A = 20 / 128 x 56 = 9 Kelas VII-B = 21 / 128 x 56 = 9 Kelas VII-C = 21 / 128 x 56 = 9 Kelas VIII-A = 22 / 128 x 56 = 9 Kelas VIII-B = 22 / 128 x 56 = 10 Kelas VIII-C = 22 / 128 x 56 = 10 4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini, meliputi data primer dan data sekunder. 4.4.1
Data Primer
4.4.1.1
Data identitas sampel yaitu umur dan jenis kelamin di dapat dari wawancara pada siswa Salman Al Farisi yang akan menjadi sampel.
4.4.1.2
Data penyakit infeksi yang pernah diderita sampel dalam waktu dua minggu terakhir di dapat dari wawancara pada siswa Salman Al Farisi yang akan menjadi sampel.
4.4.1.3
Data asupan energi dan protein diperoleh dari hasil recall 2 x 24 jam responden dengan cara wawancara.
4.4.1.4
Data status gizi responden meliputi berat badan dan tinggi badan responden, penimbangan menggunakan
25
timbangan digital badhroom scale dengan ketelitian 0,1 kg
dan
pengukuran
tinggi
badan
menggunakan
microtoice dengan ketelitian 0,1 cm. 4.4.2
Data sekunder
4.4.2.1
Data gambaran umum SMP Salman Al Farisi Bandung diperoleh dari bagian arsip SMP Salman Al Farisi Bandung.
4.4.2.2
Data
gambaran
umum
sistem
penyelenggaraan
makanan di SMP Salman Al Farisi Bandung, diantaranya data struktur organisasi, jumlah tenaga kerja, pola menu, siklus menu, proses produksi dan distribusi. Data ini diperoleh dari bagian arsip SMP Salman Al Farisi Bandung. 4.5 Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis menggunakan program SPSS 13.0 WINDOWS. Berikut ini adalah datadata yang diolah dan dianalisis baik secara univariat maupun bivariat. 4.5.1 Pengolahan Data 4.5.1.1
Univariat
a. Data gambaran tentang SMP Salman Al Farisi Bandung dianalisis secara deskriptif. b. Data gambaran penyelenggaraan makan di SMP Salman Al Farisi Bandung dianalisis secara deskriptif. c. Data karakteristik siswa SMP Salman Al Farisi Bandung yang meliputi umur dan jenis kelamin disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
26
d. Data penyakit infeksi yang pernah diderita siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung dalam waktu dua minggu terakhir disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
e. Data asupan energi sehari yang didapat kemudian dijumlahkan dan
dirata-ratakan,
lalu
hasilnya
dikonversikan
dengan
menggunakkan Nutri Survey kemudian dibandingkan dengan AKG, lalu dikategorikan :
Baik, jika konsumsi energi ≥ 100% AKG tahun 2005
Kurang, jika konsumsi energi < 100% AKG tahun 2005
f. Data asupan protein sehari yang didapat kemudian dijumlahkan dan
dirata-ratakan,
lalu
hasilnya
dikonversikan
dengan
menggunakkan Nutri Survey kemudian dibandingkan dengan AKG, lalu dikategorikan :
Baik, jika konsumsi protein ≥ 100% AKG tahun 2005
Kurang, jika konsumsi protein < 100% AKG tahun 2005
g. Data antropometri sampel diperoleh dari penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang dihitung menggunakan tabel Z - score dengan rumus : Berat Badan (kg) IMT = Tinggi Badan2 (m) Kemudian hasilnya diklasifikasikan menjadi 3 menurut IMT/U yang dikeluarkan WHO tahun 2007, yaitu :
4.5.1.2
Kurus, jika z-score <-2,0 SD
Normal, jika z-score -2,0 SD hingga +2,0 SD
Gemuk, jika z-score >+2,0 SD Bivariat
27
Hubungan asupan energi, asupan protein dan status gizi pada siswa SMP Salman Al Farisi Bandung disajikan dalam tabel silang.
4.5.2 Analisis Data 4.5.2.1
Univariat
a. Data gambaran tentang SMP Salman Al Farisi Bandung dianalisis secara deskriptif. b. Data penyelenggaraan makan di SMP Salman Al Farisi Bandung dianalisis secara deskriptif. c. Data karakteristik siswa SMP Salman Al Farisi Bandung yang meliputi umur dan jenis kelamin dianalisa secara deskriptif. d. Data penyakit infeksi yang pernah diderita siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung dalam waktu dua minggu terakhir dianalisa secara deskriptif. e. Data asupan energi, data asupan protein dan data status gizi dianalisis secara deskriptif. 4.5.2.2
Bivariat
Untuk melihat hubungan antara asupan energi, asupan protein dan status gizi disajikan dengan menggunakan tabel silang 2 x 3 dan dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji statistik chi-square (X2) dengan tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05). Rumus chi-square :
∑
Keterangan : X2 = nilai Chi–square 28
Oij = nilai pengamatan baris i dan kolom ke-j Eij = nilai harapan pada baris i dan kolom ke-j (Murti, 1996)
Kriteria uji : p-value < α maka Ho ditolak = bermakna p-value > α maka Ho diterima = tidak bermakna α = tingkat kemaknaan (0,05) BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum SMP Salman Al Farisi Bandung Yayasan Salman Al Farisi Bandung terdiri dari Play Group, TK, SD dan SMP. SMP Salman Al Farisi Bandung berdiri sejak tahun pelajaran 1997 / 1998, berada di Jalan Tubagus Ismail VIII Bandung 40134. Yayasan Pendidikan Salman Al-Farisi berdiri pada tanggal 12 Agustus 1989, dan pada tanggal tersebut pula TK Salman Al-Farisi resmi berdiri. Peresmian dilakukan oleh almarhumah Ibu Siti Maryam Wahyudi (Ibu Walikota). Sejak berdirinya, TK Salman menggunakan sistem full day school. Visi dari SMP Salman Al Farisi Bandung adalah Menjadi lembaga pendidikan yang mampu mengembangkan dan menghasilkan generasi muslim yang siap menjadi khalifatullah fil ardli yang rahmatan lil ‘alamien. Dan misi dari SMP Salman Al Farisi Bandung adalah membangun dan menyelenggarakan sistem pendidikan komprehensif yang menyiapkan lulusannya untuk menjadi generasi muslim yang berkemampuan sebagai khalifatullah fil ardli yang rahmatan lil ‘alamien. Dan operalisasi dari misi
29
yaitu Menyelenggarakan pendidikan SMP yang memperkuat landasan kehidupan Islami para siswa sesuai dengan visi lembaga. SMP Salman Al Farisi Bandung memiliki tujuan, antara lain :
Menumbuhkan
lingkungan
sekolah
yang
kondusif,
dan
mengembangkan kurikulum, fasilitas serta model pembelajaran yang tepat untuk membentuk anak-anak Muslim yang sholeh, cerdas, kreatif dan menyenangi kegiatan belajar.
Menggali (dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul), mengembangkan dan mencontohkan tingkah laku anak yang berakhlaqul karimah serta mencontohkan tingkah laku anak yang muslim, mu’min, muhsin, mutawakkil, mutathohhir, dan muttaqie.
Mengembangkan model hubungan sekolah dan orang tua siswa yang tepat sehingga terdapat kontinuitas dan konsistensi antara rumah dan sekolah sebagai lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan visi lembaga.
Membuat dan mengembangkan model sistem seleksi, pelatihan dan pengembangan guru yang sesuai dengan sistem persekolahan yang disebutkan dalam visi dan misi lembaga.
Mengembangkan teknologi informasi secara efektif dan efisien dalam manajemen pendidikan. Kurikulum yang dikembangkan di SMP Salman Al Farisi adalah
perpaduan antara kurikulum Diknas, Depag, dan kurikulum yayasan yang dipadukan dalam suatu rumusan iman, ilmu dan amal. Aspek leadership mendapat penekanan pada setiap proses belajar. Materi agama diperluas dengan pengajaran tilawah Al-Qur'an, hafalan surat dan do'a, sholat berjamaah dan kajian Al-Qur'an. Kegiatan belajar mengajar di SMP Salman Al Farisi dilakukan dengan sistem full day mulai dari pukul 07.30 sampai dengan pukul 16.00 setiap hari Senin sampai Kamis dan pukul 07.30 - 14.00 setiap hari
30
Jum'at. Kegiatan belajar mengajar ini tidak hanya dilakukan di dalam kelas, akan tetapi juga dilakukan di koridor, lapangan, ruang auditorium, perpustakaan, laboratorium, kunjungan KBM (kegiatan belajar mengajar) ke lembaga-lembaga penelitian, universitas, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan lain sebagainya. Jumlah guru dan staf di SMP Salman Al Farisi Bandung berjumlah 30 orang, terdiri dari 25 orang guru dan 5 orang staf. Jumlah keseluruhan siswa SMP Salman Al Farisi Bandung yaitu sebanyak 189 siswa. 5.2 Gambaran Umum Penyelenggaraan Makan Di SMP Salman Al Farisi Bandung Penyelenggaraan makan di SMP Salman Al Farisi Bandung bertujuan untuk menyediakan makanan bagi para siswa agar siswa dapat berkonsentrasi dalam pelajaran karena aktifitas belajar yang padat. Penyelenggaraan makan dipimpin oleh Ibu Andam Dewi yaitu kepala bagian non akademik. Sedangkan kepala dapur dipimpin oleh Ibu Puja. Penyelenggaraan makan ini sudah dilakukan sejak berdirinya yayasan Salman Al Farisi Bandung, penyelenggaraan makan dilakukan dari satu dapur untuk seluruh siswa dari mulai play group hingga siswa SMP. Jumlah konsumen untuk SMP Salman Al Farisi Bandung sebanyak 189 siswa dan 30 guru serta staf. Siklus menu di SMP Salman Al Farisi Bandung menggunakan siklus menu 20 hari selalu berganti-ganti menu. Penyusunan siklus menu dilakukan oleh kepala dapur. Pelaksanaan rancangan menu dengan melihat resep-resep yang ada dan melakukan observasi terhadap menu yang disediakan, yaitu dengan cara mengamati makanan manakah yang diterima oleh siswa. Menu yang diselenggarakan di SMP Salman Al Farisi Bandung adalah pola menu Indonesia lengkap yang terdiri dari makanan pokok, protein hewani, protein nabati, sayuran dan buah. Namun khusus
31
hari jumat menu yang diselenggarakan yaitu makanan one-dishmeal, dan diberikan makanan selingan pagi (snack).
Standar porsi untuk beras 1 kg untuk 10 porsi (100 gr), 1 kg ayam dipotong menjadi 12 porsi (83 gr) jika ayam fillet (± 50 gr), 1 butir telur untuk 1 porsi (55 gr), 1 kg daging sapi untuk 30 porsi (33 gr), 1 papan tempe (250 gr) untuk 10 porsi (25 gr), 1 kg sayuran menjadi 20 porsi (50gr). Pengelola belum memiliki standar resep dan standar bumbu. Pihak pengelola pun belum memiliki standar kecukupan gizi. Perencanaan anggaran untuk makan siswa dibuat oleh pihak yayasan Salman Al Farisi Bandung, biaya diambil dari iuran SPP siswa setiap bulan. Dibuat oleh bendahara umum yayasan Salman Al Farisi Bandung, faktor-faktor yang diperhatikan meliputi jumlah konsumen dan harga bahan makananan di pasaran. Namun, untuk perincian biaya makan siang tidak diberitahukan. Jumlah tenaga penyelenggaraan makan yang ada di yayasan Salman Al Farisi Bandung sebanyak 8 orang tenaga pengolah dan pembelanjaan bahan makanan lulusan SMA, sedangkan kepala dapur merupakan lulusan diploma tata boga, serta 4 orang petugas distribusi lulusan SMP. Pembelian bahan makanan dilakukan dengan berbelanja langsung di pasar tradisional adapun bahan tertentu yang melalui rekanan, seperti bahan-bahan kering. Pihak penyelenggara belum memiliki spesifikasi secara tertulis. Untuk bahan makanan segar pembelian dilakukan setiap hari sedangkan bahan makanan kering pembelian dilakukan 15 hari sekali.
32
5.3 Gambaran Karakteristik Sampel Sampel diambil dari kelas VII dan VIII. Sampel yang diperoleh sebanyak 56 siswa, untuk jumlah jenis kelamin dan umur dapat dilihat pada tabel berikut : TABEL 5.1 DISTRIBUSI FREKUENSI DATA UMUM SISWA SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011 No 1
3
Kategori Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur 12-13 tahun 14-15 tahun
Jumlah (n)
Presentase (%)
28 28
50 50
46 10
82,1 17,9
Berdasarkan tabel di atas, di dapatkan sampel yang sama banyak antara siswa yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yaitu sebanyak 28 siswa (50%) berjenis kelamin laki-laki dan 28 siswa (50%) berjenis kelamin perempuan dan dilihat umur terbanyak adalah sampel yang berumur 13-14 tahun yaitu sebesar 82,1%. Dari tabel diatas pengambilan sampel untuk laki-laki dan perempuan dibagi rata jumlahnya karena sesuai dengan perhitungan jumlah sampel yaitu dengan cara probability sampling dengan stratified random sampling. Pada usia remaja kebutuhan energi untuk laki-laki dan perempuan dibedakan karena terdapat perbedaan komposisi tubuh dan kecepatan pertumbuhan. Menurut Angka Kecukupan gizi (AKG 2005) energi untuk remaja perempuan berkisar antara 2000-2350 Kkal, sedangkan untuk remaja laki-laki berkisar antara 2400-2600 Kkal setiap hari.
33
5.4 Gambaran Penyakit Infeksi Yang Diderita Siswa Di SMP Salman Al Farisi Bandung Dalam 2 Minggu Terakhir Status gizi siswa dapat dipengaruhi oleh penyakit infeksi yang pernah di deritanya. Penyakit infeksi dapat mempengaruhi status gizi seseorang karena ada hubungan yang sinergis antara infeksi (bakteri, virus, dan parasit) dengan malnutrisi (Supariasa, 2002). Untuk hasil gambaran penyakit infeksi yang pernah di derita oleh siswa dapat dilihat pada tabel berikut : TABEL 5.6 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN PENYAKIT INFEKSI YANG DI DERITA OLEH SISWA DI SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG DALAM WAKTU 2 MINGGU TERAKHIR Pernah Menderita Penyakit Infeksi Ya Tidak Jumlah
n
%
10 46 56
17,9 82,1 100
Hasil wawancara pada siswa SMP Salman Al Farisi Bandung yang pernah menderita penyakit infeksi dalam waktu 2 minggu terakhir dapat dilihat pada tabel di atas, siswa yang pernah menderita penyakit infeksi dalam waktu 2 minggu terakhir sebanyak 10 siswa (17,9%) sedangkan yang tidak menderita penyakit infeksi selama 2 minggu terakhir sebanyak 46 siswa (82,1%). Siswa yang pernah menderita penyakit infeksi dalam waktu 2 minggu terakhir memiliki asupan energi yang kurang, karena penyakit infeksi dapat mempengaruhi asupan makan. Sedangkan untuk status gizinya normal, karena status gizi tidak dapat berubah dengan cepat dalam waktu singkat. Penyakit infeksi yang di derita siswa SMP Salman Al Farisi Bandung antara lain, influenza sebanyak 3 orang (30%), demam sebanyak 4 orang (40%) dan pilek sebanyak 3 orang (30%).
34
5.5 Gambaran Umum Asupan Energi Di bawah ini tabel distribusi frekuensi berdasarkan total asupan energi SMP Salman Al Farisi Bandung tahun 2011. TABEL 5.2 DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN ASUPAN ENERGI SISWA SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011 Asupan Energi Baik Kurang Jumlah
Jumlah (n) 30 26 56
Presentase (%) 53,6 46,4 100
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dari 56 siswa terdapat 30 orang siswa (53,6%) yang memiliki asupan energi baik, sedangkan 26 siswa (46,4%) mempunyai asupan energi yang kurang. Asupan energi yang kurang sebesar 46,4% sebagian besar adalah siswa yang pernah atau sedang menderita penyakit infeksi dalam 2 minggu terakhir. Penyakit infeksi dapat mempengaruhi asupan makan seseorang, karena menurunnya nafsu makan. Penyakit infeksi yang di derita yaitu influenza, demam dan batuk. Dari asupan makan siang yang dikonsumsi siswa rata-rata makanan yang mereka konsumsi habis, namun nasi yang mereka konsumsi masih kurang, dari hasil recall 2 x 24 jam sebagian besar Siswa SMP Salman Al Farisi Bandung umumnya menyukai makanan cepat saji, terlihat dari pola makan malam dan jajanan yang lebih sering makan di restoran antara lain pizza (8%), hamburger (12%) dan menyukai jajanan seperti batagor (29%), teh kotak (26%), mie bakso (13%), dan lain-lain (12%).. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rosi Witantri (2007) tentang asupan energi, protein dan status gizi siswa di SMPN 7 Bandung di dapatkan hasil asupan energi yang baik yaitu 82,8% jika dibandingkan dengan penelitian ini ternyata asupan energi siswa SMP Salman Al Farisi 35
Bandung tidak lebih baik, hal ini dikarenakan pada penelitian ini asupan energi dibandingkan dengan 100% kecukupan AKG, sedangkan pada penelitian sebelumnya Rosi Witantri (2007) hanya dibandingkan dengan 80% kecukupan AKG. 5.6 Gambaran Umum Asupan Protein TABEL 5.3 DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN ASUPAN PROTEIN SISWA SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011 Asupan Protein Baik Kurang Jumlah
Jumlah (n) 47 9 56
Presentase (%) 83,9 16,1 100
Dari data tabel di atas di dapatkan pula bahwa dari 56 siswa terdapat 47 siswa (83,9%) memiliki asupan protein baik, sedangkan 9 orang siswa (16,1%) mempunyai asupan protein kurang. Banyak hal juga yang mempengaruhi hasil di atas, antara lain karena status ekonomi siswa SMP Salman Al Farisi Bandung yang berstatus ekonomi menengah ke atas maka kecenderungan mengkonsumsi protein hewani lebih sering dan lebih banyak jumlahnya. Dari hasil recall 2x24 jam terlihat siswa lebih sering mengkonsumsi protein hewani daripada protein nabati. Konsumsi protein hewani seperti, ayam goreng (35%), sosis (13%), steak (15%) dan lain-lain (37%). dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa siswa SMP Salman Al Farisi Bandung memiliki asupan protein yang cukup baik. Asupan protein yang kurang sebesar 16,1% sebagian besar adalah siswa perempuan. Menurut Arisman (2004) asupan makan pada anak perempuan lebih sedikit dari pada anak laki-laki, termasuk asupan protein, padahal bagi remaja perempuan membutuhkan asupan protein lebih
36
banyak karena lebih membutuhkan asupan zat besi yang berada di pada protein, karena pada remaja perempuan mengalami menstruasi. Pada penelitian ini, hasil asupan protein berbeda dari hasil penelitian Rosi Witantri (2007) yaitu sebesar 96,6% asupan protein baik, hal ini disebabkan karena pada penelitian ini asupan protein dibandingkan dengan 100% kecukupan AKG, sedangkan pada penelitian sebelumnya hanya dibandingkan dengan 80% kecukupan AKG. 5.7 Gambaran Umum Asupan Energi dan Protein Makan Siang yang Disediakan TABEL 5.4 GAMBARAN UMUM ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN MAKAN SIANG DI SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011 Zat Gizi
30% AKG
Yang Disediakan
Energi (Kkal) Protein (gr)
712,5 17,5
647,5 20,8
% Terpenuhi Menurut AKG 90,9 118,8
Dari tabel di atas energi yang disediakan oleh penyelenggara makan siang di SMP Salman Al Farisi Bandung masih belum tercukupi dari 30% AKG yaitu sebesar 90,9%, sedangkan untuk protein sudah melebihi kebutuhan 30% AKG sebesar 118,8% dan kecukupan protein sudah baik, hal ini dikarenakan makanan yang disediakan oleh penyelenggara makanan sudah lengkap dengan protein hewani dan protein nabati. Sebagai contoh pada siklus menu ke-1 pada minggu ke-1 yaitu Nasi, ayam mete (40 gr), Tahu Goreng (50 gr), Sup Makaroni (50 gr), Semangka (100 gr) dan menu lainnya dapat dilihat pada lampiran. Kekurangan
pemenuhan
energi
pada
makan
siang
siswa
mempengaruhi kecukupan energinya, sehingga asupan energi siswa tidak terpenuhi. Penyelenggara makan siang di SMP Salman Al Farisi Bandung
37
belum
memiliki
standar
kecukupan
gizi
untuk
siswa.
Akibatnya
pemenuhan kecukupan energi masih kurang. Jika hal ini terus terjadi maka status gizi siswa akan menurun. Kekurangan energi terjadi akibat dari asupan energi yang tidak cukup memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh tubuh, maka tubuh akan mengambil simpanan glikogen dalam tubuh dan diubah menjadi energi. Sedangkan kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga berat badan berlebih atau kegemukan. (Almatsier, 2004). Pada hasil wawancara, sebagian besar siswa SMP Salman Al Farisi Bandung menghabiskan makan siangnya dikarenakan siswa jarang jajan ketika jam makan siang di sekolah, sehingga makanan yang disajikan selalu dihabiskan. 5.8 Gambaran Umum Status Gizi TABEL 5.5 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN STATUS GIZI SISWA SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011 Status Gizi Kurus Normal Gemuk Jumlah
n 2 47 7 56
% 3,6 83,9 12,5 100
Pada tabel di atas distribusi frekuensi status gizi siswa SMP Salman Al Farisi Bandung berdasarkan IMT/U, dari 56 siswa terdapat 2 siswa (3,6%) berstatus gizi kurus, 47 siswa (83,9%) dengan status gizi baik dan sebanyak 7 siswa (12,5%) dengan status gizi gemuk. Siswa yang status gizi kurus memiliki asupan yang kurang, dan siswa yang berstatus gizi lebih (gemuk) cenderung asupan energinya melebihi kecukupannya.
38
Dari 2 siswa yang memiliki status gizi kurang disebabkan asupan energinya kurang, sedangkan 7 siswa yang memiliki status gizi gemuk memiliki asupan energi dan protein yang tinggi atau berlebih. Perhitungan status gizi yang digunakan yaitu berdasarkan IMT/U, indikator IMT/U menggambarkan status gizi saat ini. Maka berdasarkan tabel di atas bahwa saat ini sebagian besar siswa mempunyai status gizi yang baik. Dari hasil penelitian ini status gizi siswa SMP Salman Al Farisi Bandung cukup beragam. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu asupan dari makanan sehari-hari yang tercukupi. Asupan makan yang kurang akan mengakibatkan status gizi yang kurang juga (kurus), jika asupan makan baik atau tercukupi maka status gizi pun akan normal dan jika asupan makan berlebih pun akan mengakibatkan status gizi lebih atau gemuk (Anwar 2006). 5.9 Hubungan Antara Asupan Energi Dan Status Gizi Asupan energi pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan. Makanan yang bergizi dapat memberikan energi untuk melakukan kegiatan atau aktivitas, makanan bergizi juga berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh serta mengatur proses tubuh (Almatsier, 2004). TABEL 5.7 HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI SISWA SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011 Asupan Energi Baik Kurang Total
Kategori Status Gizi Normal % n % 0 23 76,7 7,7 24 92,3 3,6 47 83,9
Kurus n 0 2 2
39
Gemuk n % 7 23,3 0 0 7 12,5
Total n 30 26 56
% 100 100 100
Berdasarkan tabel di atas, dari 30 siswa yang mempunyai asupan energi baik tidak ada siswa yang berstatus gizi kurus, sedangkan siswa yang status gizi normal ada 23 siswa (76,7%) dan asupan energi baik dengan siswa yang status gizi gemuk terdapat 7 siswa (23,3%). Lalu dari 26 siswa yang asupan energinya kurang terdapat 2 siswa (7,7%) yang berstatus gizi kurus, sedangkan siswa yang status gizi normal ada 24 siswa (92,3%) dan tidak terdapat siswa yang memiliki status gizi gemuk dengan asupan energi kurang. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan rumus chi-square tabel 2x3 dengan pearson chi-square dimana p value yang di dapat yaitu p < α (0,012 < 0,05) dengan tingkat kemaknaan 95%, hal ini menunjukan ada hubungan yang bermakna antara asupan energi siswa dengan status gizi. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Asupan makan yang kurang akan mengakibatkan status gizi kurang atau kurus, sedangkan asupan makan yang baik atau tercukupi maka status gizi pun akan normal dan jika asupan makan berlebih pun akan mengakibatkan status gizi lebih atau gemuk (Anwar 2006). Hal tersebut dapat terjadi karena asupan makan merupakan salah satu faktor langsung yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Selain itu pola konsumsi makan dan asupan makan siswa SMP Salman Al Farisi Bandung didapat dengan metode recall 2x24 jam pada hari yang tidak berturut-turut. Recall yang dilakukan diambil 2 hari yang tidak berturut-turut untuk mendapatkan data yang representatif dan lebih menggambarkan kebiasaan makan sampel (Supariasa, 2002).
40
5.10 Hubungan Antara Asupan Protein Dan Status Gizi TABEL 5.8 HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DAN STATUS GIZI SISWA SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011 Asupan Protein Baik Kurang Total
n 1 1 2
Kategori Status Gizi Kurus Normal % n % 2,1 39 83 11,1 8 88,9 3,6 47 83,9
Gemuk n % 7 14,9 0 0 7 12,5
Total n 47 9 56
% 100 100 100
Berdasarkan tabel di atas, dari 47 siswa yang mempunyai asupan protein baik terdapat 1 siswa (2,1%) yang memiliki status gizi kurus, sedangkan siswa yang status gizi normal ada 39 siswa (83%) dan asupan protein baik dengan siswa yang status gizi gemuk terdapat 7 siswa (14,9%). Lalu dari 9 siswa yang asupan proteinnya kurang terdapat 1 siswa (11,1%) yang berstatus gizi kurus, sedangkan siswa yang status gizi normal ada 8 siswa (88,9%) dan tidak terdapat siswa yang memiliki status gizi gemuk dengan asupan protein kurang. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan rumus chi-square tabel 2x3 dengan pearson chi-square dimana p value yang di dapat yaitu p > α (0,215 > 0,05) dengan tingkat kemaknaan 95%, hal ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan protein siswa dengan status gizi. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat dari asupan protein yang kurang terdapat 8 siswa yang memiliki status gizi normal, sedangkan yang memiliki status gizi kurang hanya terdapat 1 siswa. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi selain asupan protein adalah aktifitas fisik. Dari hasil wawancara terhadap siswa SMP Salman Al Farisi Bandung seluruh siswa diwajibkan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di sekolah seperti basket, sepak bola, bela diri,
41
ekstrakulikuler gambar dan
lain-lain.
Aktifitas fisik mempengaruhi
pengeluaran energi yang berlebih, jika asupan energi kurang maka protein akan digunakan sebagai sumber energi, protein yang digunakan mempengaruhi massa otot akan berkurang maka status gizi pun akan menurun. BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan 1. SMP Salman Al Farisi Bandung berada di jalan Tubagus Ismail VIII Bandung 40134. Yayasan Pendidikan Salman Al-Farisi berdiri pada tanggal 12 Agustus 1989. Kegiatan belajar mengajar di SMP Salman Al Farisi dilakukan dengan sistem full day mulai dari pukul 07.30 sampai dengan pukul 16. 2. Jumlah guru dan staf di SMP Salman Al Farisi Bandung berjumlah 30 orang, terdiri dari 25 orang guru dan 5 orang staf. 3. Penyelenggaraan makan sudah dilakukan sejak berdirinya yayasan Salman Al Farisi Bandung, penyelenggaraan makan dilakukan dari satu dapur untuk seluruh siswa dari mulai play group hingga siswa SMP. 4. Jumlah konsumen untuk SMP Salman Al Farisi Bandung sebanyak 189 siswa dan 30 guru serta staf. 5. Siklus menu di SMP Salman Al Farisi Bandung menggunakan siklus menu 20. Menu yang diselenggarakan adalah pola menu Indonesia lengkap yang terdiri dari makanan pokok, protein hewani, protein nabati, sayuran dan buah. 6. Jumlah tenaga penyelenggaraan makan sebanyak 8 orang tenaga pengolah.
42
7. Jumlah siswa dalam penelitian berjumlah 56 orang siswa terdiri dari 28 siswa berjenis kelamin laki-laki dan 28 siswa berjenis kelamin perempuan. 8. Siswa yang menderita penyakit infeksi dalam waktu 2 minggu terakhir sebesar 17,9%. 9. Siswa yang memiliki asupan energi baik sebanyak 53,6% sedangkan siswa yang memiliki asupan energi kurang sebanyak 46,4%. 10. Siswa
yang memiliki
asupan protein
baik sebanyak 83,9%
sedangkan siswa yang memiliki asupan energi kurang sebanyak 16,1%. 11. Siswa yang memiliki status gizi kurus sebanyak 3,6%, sedangkan siswa yang memiliki status gizi normal sebanyak 83,9% dan siswa yang memiliki status gizi gemuk sebanyak 12,5%. 12. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dan status gizi (p= 0,012). Asupan energi kurang dengan status gizi kurus sebanyak 7,7%, sedangkan asupan energi kurang dengan status gizi normal sebanyak 92,3%, dan asupan energi kurang dengan status gemuk sebanyak 0%. 13. Hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dan status gizi (p= 0,215). Asupan protein kurang dengan status gizi kurus sebanyak 11,1%, sedangkan asupan protein kurang dengan status gizi normal sebanyak 88,9%, dan asupan protein kurang dengan status gizi gemuk sebanyak 0%. 6.2 Saran 1. Penyelenggara makan siang di SMP Salman Al Farisi Bandung harus memiliki standar kecukupan gizi untuk siswa agar kecukupan gizi untuk makan siang siswa dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA 43
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Anwar M. H. 2006. Gizi Seimbang Untuk Remaja dan Wanita Usia Subur. Jakarta : PT Gramedia Utama. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur kehidupan. Jakarta: Kedokteran Universitas Indonesia. CDC. 2009. About BMI for Children and Teens. Dikutip dari www.cdc.gov pada tanggal 20 april 2011. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Pengelolaan Makanan Bagi Pekerja. Jakarta: Departemen Kesehatan. Gibson, Rosalinds. 2005. Principles Of Nutritional Assessment Second Edition. New York. Oxford University. Hartriyanti, Yayuk. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Khan, Mahmood. 1987. Foodservice Operatoin. New York: Published by Van Nostand Reinhold Company. Mandal, Bibhat. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga. Moehyi, Sjahmien. 1992. Ilmu Gizi. Jakarta: Bharatara Niaga Media. Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: B haratara Niaga Media.
44
Mukrie, A. Nursiah. DKK. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat bekerja sama dengan Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI. Murti, Bhisma. 1996. Penerapan Metode Statistik Non Parametrik dalam Ilmu Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Ilmu Kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Permaesih.
2003.
Status
Gizi
Remaja
dan
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi. Dikutip dari http://digilib.litbang.depkes.go.id.html pada tanggal 1 Januari 1011. Sediaoetama, AD. 1996. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat. Soekirman, dkk. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT. Primamedia Pustaka. Sudiarti, Trini. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Supariasa, DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Wati, Julianna. 2009. Hubungan Asupan Energi, Asupan Protein dan Status Gizi Siswa Di SMP Darul Hikam Bandung Tahun 2009. Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Bandung.
45
Witantri, Rosi. 2007. Hubungan Antara Asupan Energi dan Protein Dengan Status Gizi Siswa di SMPN 7 Bandung Tahun 2007. Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Bandung.
46