BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Berdasarkan artikel yang dimuat di REPUBLIKA.CO.ID Pada tanggal 17 Juli 2013 Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia ternyata cukup besar. Diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta ABK di Indonesia jika menggunakan asumsi PBB yang menyatakan bahwa paling sedikit 10 persen anak usia sekolah (5-14 tahun) menyandang kebutuhan khusus. "Jumlah anak usia sekolah di Indonesia berdasarkan data BPS 2005 sebesar 42.870.041 jiwa. Jika asumsi PBB digunakan, maka ada 4,2 juta ABK di Indonesia. Sebuah jumlah yang besar," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal pada pembukaan Parenting Education Dalam Rangka Hari Anak Nasional Tahun 2013, di Auditorium BKKBN Jakarta Timur, Rabu (17/7). Disleksia yang merupakan salah satu jenis dari anak yang memiliki kebutuhan khusus sering tidak terdeteksi semenjak dini. Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata “dys” yang berarti kesulitan, dan kata”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti “kesulitan dalam 1
berbahasa”. Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Anak disleksia tidak memilliki ciri-ciri khusus yang terlihat secara fisik atau yang dilihat secara langsung. Biasanya para penderita disleksia baru terdeteksi ketika memasuki bangku Sekolah Dasar (SD) karena prestasi mereka cenderung di bawah rata-rata anak-anak di kelasnya. Namun jika dilihat dari sudut pandang ilmu Psikologi anak, anak disleksia memiliki IQ rata-rata bahkan tak jarang di atas rata-rata. Sehingga pada dasarnya anak disleksia tidak memiliki masalah yang berarti jika dilihat dari potensi kecerdasan yang dimilikinya. Anak disleksia sebenarnya masih mampu menangkap bunyi dengan indra pendengarnya, namun kesulitan ketika harus menuliskan pada selembar kertas. Permasalahan yang muncul dari metode terapi yang sudah ada yaitu medianya yang masih sederhana, karena hanya menggunakan kertas atau papan tulis untuk memvisualisasikan alfabet tersebut. Mereka juga harus menuliskan alfabet di udara untuk membayangkan bentuknya. Sedangkan anak-anak disleksia mengalami kesulitan untuk membayangkan serta menjadi mudah merasa bosan dengan metode yang sudah ada tersebut. Dari metode yang sudah ada, anak disleksia menjadi mudah merasa bosan. Sedangkan terapi membutuhkan waktu yang lama, tergantung dari kebutuhannya. Belum adanya media pembelajaran bagi anak disleksia membuat terapis dan orang tua mengalami kesulitan dalam membantu anak belajar membaca.
2
1.2 PERUMUSAN MASALAH 1.2.1
IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan rumusan
masalahnya sebagai berikut: 1. Metode pembelajaran yang digunakan oleh terapis maupun guru untuk menangani kesulitan membaca pada anak disleksia masih sederhana. 2. Belum adanya suatu media pembelajaran yang menarik dan efektif untuk menangani kesulitan membaca pada anak disleksia.
1.2.2 RUMUSAN MASALAH Dari identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan suatu rumusan masalah, yaitu : Bagaimana merancang media pembelajaran yang lebih menarik dan efektif untuk menangani kesulitan membaca pada anak disleksia?
1.3 RUANG LINGKUP PERMASALAHAN Dalam pembuatan tugas akhir ini ruang lingkup dibatasi oleh bidang desain komunikasi visual (DKV) dengan bidang konsentrasi desain grafis. Perancangan ini ditujukan untuk anak disleksian, terapis dan orang tua anak yang mengalami gangguan disleksia sebagai target target audience dari buku ilustrasi ini. Berikut ini yang menjadi ruang lingkup dari pembuatan rancangan buku ilustrasi : 1. Apa Perancangan media pembelajaran yang lebih menarik dan efektif untuk menangani kesulitan membaca pada anak disleksia.
3
2. Bagaimana Perancangan media pembelajaran ini dibuat lebih ditekankan kepada unsur visualnya, seperti dari titik, garis, bidang, ruang, warna dan tekstur agar anak disleksia lebih tertarik dan tidak mudah bosan ketika melakukan proses belajar membaca. 3. Siapa Target audience dari media pembelajaran ini yaitu anak disleksia mulai dari usia 7-10 tahun. Serta terapis dan orang tua yang memberikan arahan ketika belajar membaca. 4. Kapan Pengumpulan data yang dilakukan pada tugas akhir (TA) dilakukan semenjak bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juni 2015. 5. Dimana Pengumpulan data akan dilakukan di Sekolah Dasar (SD) Inklusi dan tempat terapi di Bandung Selatan.
1.4 TUJUAN PERANCANGAN Tujuan dari perancangan media pembelajaran ini adalah menarik minat anak untuk belajar membaca pada anak disleksia yang diharapkan dapat membantu proses belajar membaca agar lebih menarik dan efektif.
1.5 CARA PENGUMPULAN DATA Proses pengumpukan data pada perancangan media pembelajaran ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus sebatas deskripsi dimana penelitian dilakukan dalam upaya pengumpulan data dan
4
bertujuan untuk memahami isu, problem atau keprihatinan yang spesifik (Creswel. 2014:137).Untuk melihat keefektifan dari media pembelajaran ini, berikut adalah metode yang digunakan untuk pengumpulan data : Metode Studi Pustaka Pengumpulan data dan informasi didapatkan dari buku-buku yang berkaitan dengan topik permasalahan. Seperti buku tentang anak berkebutuhan khusus (ABK), disleksia, psikolog anak, tipografi, ilustrasi, persepsi warna dan persepsi bentuk. Metode Wawancara Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepadapihak yang ahli tentang psikologi anak. Metode Observasi Penelitian dilakukan dengan cara mengamati objek penelitian (anak yang mengalami ganguan disleksia, terapis dan orang tua anak yang mengalami gangguan disleksia), hal ini ditujukan untuk mengetahui kebutuhan objek penelitian yang kemudian akan peneliti gunkan sebagai pedoman dalam perancangan buku ilustrasi.
1.6 KERANGKA KERANGKA PIKIR Mendeskripsikan hubungan antara teori dengan fenomena yang ada dalam hal ini yaitu jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia meningkat, namun penanganannya masih kurang. Kebanyakan anak yang mengalami gangguan disleksia tidak terditeksi semenjak dini, karena kurangnya pengetahuan orang tua terhadap gangguan disleksia membuat mereka memasukan anak disleksia ke sekolah reguler. Sedangkan sistem pendidikan dan penilaian di sekolah reguler lebih mementingkan prestasi akademik dari 5
siswa. Hal ini menyebabkan anak yang mengalami gangguan disleksia dikatakan memiliki prestasi akademik yang kurang dibanding teman sekelasnya. Terapi yang diberikan kepada anak-anak disleksia menggunakan metode penanganan yang masih sederhana. Misalnya media yang digunakan dibuat secara manual oleh terapis, alat-alat yang digunakan masih terbatas pada penggunaan kertas, pensil dan papan tulis. Ketika orang tua akan mengulang pembelajaran di rumah seperti yang dilakukan saat terapi, biasanya orang tua mengalami kendala dalam memberikan media pembelajaran kepada anak. Hal ini dapat mengakibatkan anak menjadi kurang tertarik dan mudah bosan pada saat kegiatan belajar membaca. Berdasarkan masalah yang ditemukan maka penulis ingin membuat suatu rancangan yang terkonsep dari segi pendidikan dan desain untuk membantu anak yang mengalami gangguan disleksia agar lebih mudah dalam proses belajar membaca. Berikut ini merupakan skema kerangka perancangan :
6
Latar Belakang Masalah Jumlah ABK di Indonesia meningkat, namun penanganannya masih kurang. Kebanyakan anak yang mengalami gangguan disleksia tidak terditeksi semenjak dini, sehingga penanganannya menjadi kurang tepat.
Ruang Lingkup Anak yang mengalami gangguan disleksia usia 7-11 tahun, terapis dan orang tua. Sekolah Inklusi di Bandung Selatan.
Fokus Masalah Informasi mengenai anak yang mengalami gangguan disleksia. Unsur yang akan ditampilkandalam perancangan buku ilustrasi untuk anak yang mengalami gangguan disleksia.
Fenomena Metode penanganan anak yang mengalami gangguan disleksia masih kurang memadai. Alat yang digunakan untuk menangani anak yang mengalami ganguan disleksia masih sangat sederhana. Ex : kertas, pensil dan papan tulis. Orang tua kurang memahami bagaimana cara yang baik untuk membantu anak yang mengalami gangguan disleksia ketika belajar di rumah.
Identifikasi masalah Metode pembelajaran yang digunakan oleh terapis maupun guru untuk menangani kesulitan membaca pada anak-anak yang mengalami gangguan disleksia masih sederhana. Belum adanya suatu media pembelajaran yang menarik dan efektif untuk menangani kesulitan membaca pada anak-anak yang mengalami gangguan disleksia.
PROSES PERANCANGAN
PENGUMPULAN DATA
Media Buku ilustrasi yang membantu anak yang mengalami ganguan disleksia dalam belajar membaca.
KONSEP PERANCANGAN
ANALISIS DATA
Target Audience Anak disleksia usia 5-11 tahun, terapis dan orang tua.
Solusi Perlu adanya media yang terkonsep dari segi pendidikan dan desain. Perancangan buku ilustrasi untuk anak disleksia
Skema 1.1 kerangka pikir (sumber : dokumentasi pribadi)
7
KERANGKA PERANCANGAN
Menentukan visual yang akan dibuat berdasarkan kebutuhan pembelajaran untuk anak dislkesia, yang kemudian diterapkan dalam desain.
Konsep Perancangan
Sketsa Desain Tipografi
Sketsa Desain Ilustrasi
Finishing
Layout dan Tata Letak
Gayadesaindisesuaikan dengan karakter anakanak.
Visualisasi Digital
Penentuan Warna
Skema 1.2 Kerangka Perancangan (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
8
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN Perancangan karya dalam tugas akhir ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : BAB I: PENDAHULUAN Menjelaskan
gambaran
secara
umum
mengenai
fenomena
anak
berkebutuhan khusus (ABK) khususnya anak yang mengalami gangguan disleksia yang tengah dikaji, serta mengidentifikasi masalah yang akan dibahas yang kemudian dirumuskan menjadi beberapa poin dan dibatasi oleh ruang lingkup mengenai perancangan yang akan di buat oleh penulis. Serta menentukan tujuan perancangan melalui metode pengumpulan data. BAB II: DASAR PEMIKIRAN Menjelaskan mengenai dasar pemikiran dan teori yang akan digunakan sebagai acuan dalam proses perancangan. Teori yang digunakan diantaranya meliputi : psikologi anak, tipografi, ilustrasi, persepsi warna dan persepsi bentuk. BAB III: DATA DAN ANALISIS MASALAH Menjelaskan hasil dari data-data yang telah diperoleh dari berbagai sumber serta menjelaskan analisis masalah untuk menentukan proses perancangan. BAB IV: KONSEP DAN HASIL RANCANGAN Menjelaskan tentang konsep desain dan hasil perancangan yang dibuat berdasarkan data yang diperoleh. BAB V: PENUTUP Berisi tentang saran dan kesimpulan setelah melakukan proses perancangan. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
9