BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1 Kebudayaan Dayak di Singkawang Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.1 Jadi jika demikian maka yang menjadi tugas pokok dari pusat budaya adalah sebagai wadah yang menampung kegiatan yang bersangkutan dengan yang disebutkan diatas. Sedangkan yang menjadi bagian dari kebudayaan secara umum adalah bahasa, sistem pengetahuan, organisasi, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem kepercayaan, dan kesenian.2 Dewasa ini pembangunan yang ada di Indonesia sudah sangat banyak dan terus bertumbuh membuat adanya perubahan – perubahan pada beberapa aspek, termasuk di dalamnya aspek kebudayaan. Ditambah lagi arus modernisasi yang seolah semakin kuat menggoda peradaban kebudayaan yang ada, baik ke arah yang positif maupun ke arah yang negatif. Dari kasus di atas kita seolah dihadapkan pada pertanyaan apakah kita masih sanggup untuk mempertahankan semua kebudayaan yang ada di Indonesia, ataukah perubahan-perubahan itu ikut membuat kita hanyut dan kehilangan identitas kebudayaannya. Oleh karena itulah perlu adanya gedung kebudayaan yang bisa menampung dan menjadi wadah untuk mempertahankan kebudayaan yang kita miliki. Upaya untuk mempertahankan budaya dapat dilakukan di gedung kebudayaan, dengan demikian kebudayaan yang ada di Indonesia bisa tetap bertahan dan eksis baik di kalangan bangsa Indonesia maupun di mata dunia. 1 Koentjaraningrat, “Kebudayaan Dayak Aktualisasi dan Transformasi”, Gramedia, 1994. 2
Kluckhohn, “Kebudayaan Dayak Aktualisasi dan Transformasi”, Gramedia, 1994.
1
Dayak adalah sebutan untuk suku pribumi yang tinggal yang menempati pulau Kalimantan jauh lebih awal dari para pendatang lainnya. Suku Dayak merupakan suatu suku yang sangat besar dan memiliki sub suku yang sangat banyak dengan kebudayaannya yang beraneka ragam. Ciri pokok dari kebudayaan Dayak, yaitu: rumah panjang, mandau dan sumpit, tembikar, sistem perladangan, kedudukan wanita dalam masyarakat, sistem kekerabatan dan seni tari.3 Suku Dayak di Kalimantan Barat terbagi berdasarkan sub-sub suku yang tersebar diseluruh kota dan kabupaten di Kalimantan Barat. Berdasarkan jenis bahasa dan ciri cultural gerak tarinya. Suku Dayak di Kalimantan Barat dapat dibagi menjadi 4 besar yakni: 4 1.
Kendayan / Kanayatn dengan sub sukunya yaitu: Dayak Bukit (ahe), Banyuke, Lara, Darit, Belangin, Bakati” dll. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, dan sekitarnya.
2.
Ribunic / Jangkang dengan sub sukunya yaitu: Dayak Ribun, Pandu, Pompakng, Lintang, Pangkodatn, Jangkang, Kembayan, Simpakng, dll. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Sanggau Kapuas, Balai Bekuak Kabupaten Ketapang dan sekitarnya.
3.
Iban / Ibanic : Dayak Iban dan sub-sub kecil lainnya, Mualang, Ketungau, Kantuk, Sebaruk, Banyur, Tabun, Bugau, Undup, Saribas, Desa, Seberuang, dan sebagainya. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Sambas (perbatasan),
Kabupaten
(perbatasan) Kabupaten
Sanggau Sekadau
/
malenggang
(Belitang Hilir,
dan
sekitarnya
Tengah,
Hulu)
Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Serawak, Sabah dan Brunai Darusalam. 4.
Tamanic dengan sub sukunya yaitu: Taman, Tamambaloh dan sub nya, Kalis, dan sebagainya. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Kapuas Hulu.
3
Fridolin Ukur, “Kebudayaan Dayak Aktualisasi dan Transformasi”, Gramedia, 1994.
4
Kantor Penelitian Pengembangan dan Informatika Pemkab Kapuas Hulu, 2007.
2
Masyarakat Dayak mempunyai kebiasaan dan kebudayaan yang sangat beragam, diantaranya yaitu Bahasa, seni tari, menempa besi, memahat, menenun, mengayam, berladang, berburu dan lain sebagainya. Berburu dan berladang
dilakukan
untuk
memenuhi
kebutuhan
pangan,
dimana
keseimbangan alam sangat berperan penting bagi keberhasilannya. Sedangan seni tari sering dilakuakan pada saat upacara-upacara adat seperti penyambutan tamu, pesta panen padai (gawai, naik dango), dsb. Kebudayaaan mengayam dilakukan untuk membuat tikar, takin dan bidai, memahat dilakukan untuk menghiasi perlengkapan dapur dan perlengkapan berburu seperti tangkai sumpit, perisai, dan gagang mandau. Suku Dayak sangat menghargai alam
karena alamlah yang memberi
meraka kehidupan, seperti berladang dan berburu semua dilakukan di hutan oleh karena itulah masyarakat suku Dayak mempunyai hubungan yang sangat erat dengan lingkungannya seperti tanah atau bumi dan juga pepohonan atau hutan yang mereka ungkapkan dalam sistem adat. Kekayaan kebudayaan yang dimiliki oleh suku Dayak menjadikannya layak untuk dipertahankan. Sangat disayangkan apabila kebudayaan yang ada dan tercipta selama berabad- abad , secara perlahan terkikis olah jaman hanya karena kelalaian dan kurangnya kesadaran untuk mempertahankannya. Oleh karena itu perlu adanya gedung kebudayaan yang berperan sebagai wadah untuk menampung segala aspirasi, aktifitas maupun karya dari masyarakat Dayak agar kebudayaan Dayak dapat tetap bertahan dan tidak luntur oleh arus modernisasi dan globalisasi. Dengan demikian kebudayaan Dayak tetap dapat bertahan dan bisa menjadikannya salah satu aset bagi sektor pariwisata Indonesia serta alternatif tujuan wisata budaya yang ada di Kota Singkawang. 1.1.2 Perkembangan Kebudayaan Dayak di Singkawang Kebudayaan Dayak terus mengalami perubahan karena pengaruh dari luar dan dari dalam. Beberapa program pembangunan dan pembaruan, kurang menghargai nilai-nilai
budaya yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat Dayak. Para perencana dan pelaksana pembangunan kurang
3
memahami pola kehidupan dan cara berpikir masyarakat Dayak. Contohnya adalah rumah panjang atau rumah betang yang menjadi pusat kebudayaan orang Dayak, dipandang sebagai salah satu faktor penghambat dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat yang modern.5 Kenyataan yang terjadi sekarang, rumah panjang yang ada di Kalimanatan sudah tidak banyak lagi, baik yang fungsinya masih sebagai tempat tinggal maupun sebagai cagar budaya. Bahkan ada beberapa daerah yang sama sekali tidak memiliki rumah panjang. Hal ini tentu saja dapat mengancam kelestarian kebudayaan Dayak, karena rumah panjang yang menjadi pusat budaya Dayak justru di musnahkan. Rumah panjang adalah pusat kebudayaan Dayak, walaupun pada saat ini suku Dayak sudah menempati rumah tunggal dan rumah panjang sudah semakin langka bukan berarti kebudayaan Dayak juga dibiarkan ikut memudar. Hal inilah yang harus menjadi perhatian seluruh bangsa Indonesia dan generasi muda Dayak khususnya, untuk lebih memperhatikan kelestarian kebudayaan Dayak. Semua cita-cita ini dapat diwujudkan apabila wadah seperti gedung kebudayaan yang menjadi pusat segala aktifitas kebudayaan ada dan berfungsi dengan baik. Di kota Singkawang kehadiran gedung kebudayaan Dayak sudah sangat dinantikan, sungguh memprihatinkan setiap akan diadakan acara kebudayaan Dayak selalu berpindah–pindah tempat karena tidak memiliki wadahnya sendiri dan harus menyewa gedung. Kebudayaan Dayak bahkan tidak memiliki rumah di tempatnya sendiri. Sebagai contoh pada saat pelaksanaan gawai Dayak Naik Dango setiap tahunnya selalu berpindah-pindah tempat, pada tahun 2004 acara Naik Dango dilaksanakan di Happy Building, pada tahun 2005 di GOR Bantilan, dan pada tahun 2006 acara Naik Dango dilaksanakan di Gedung Juang.6 Pemilihan Kota Singkawang sebagai tempat pembangunan gedung kebudayaan Dayak dilandasi oleh beberapa alasan sebagai berikut: 5 6
Frans dan Kanyan, “Kebudayaan Dayak Aktualisasi dan Transformasi”, Gramedia, 1994. Patricius Leo, “Prihatin Rumah Betang Belum Ada”, Singkawang, 2006.
4
1.
Festival kebudayaan
Singkawang merupakan bagian dari kegiatan
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata untuk program Visit Indonesia Year 2008.7 2.
Sektor pariwisata di Kota Singkawang sudah maju dengan objek wisata yang beraneka ragam.
3.
Singkawang merupakan Ibukota Kabupaten, sekaligus merupakan kota transit menuju Ibukota Propinsi (Pontianak).
4.
Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang merupakan bagian dari wilayah administrasi dari Kota Singkawang, yang masing-masing memiliki jalur akses langsung (darat) menuju luar negeri (Malaysia Timur dan Brunai Darrusalam).
5.
Kota Singkawang merupakan pusat berlangsungnya event budaya Dayak dan budaya lain pada setiap tahunnya.
1.1.3 Arsitektur Hijau dalam Konteks Kebudayaan Dayak Arsitektur Hijau merupakan suatu pendekatan pada bangunan yang dapat meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan. 8 Kebudayaan masyarakat tradisional Dayak merupakan suatu kesatuan dengan lingkungan sekitarnya yaitu alam, dimana segala aspek kehidupan selalu bersentuhan langsung dengan alam. Sebagai contoh kegiatan berladang, meramu, seni dan kerajinan tangan, kepercayaan (relegi) dsb, berlansung karena adanya kerja sama dengan alam, oleh karena itu masyarakat Dayak selalu menghargai alam. Dari sini perlu menjadi pegangan jika akan melakukan perencanaan dan perancangan suatu gedung kebudayaan Dayak, maka harus memperhatikan hal-hal pokok seperti kesatuan desain dengan alam sekitar, ramah lingkungan, desain yang menghargai alam, dsb.
7 Kompas.com, “ Festival Singkawang masih perlu promosi”, 2008. 8 Okezone.com, “Hemat Energi dengan Arsitektur Hijau”, 2008.
5
1.2 Identifikasi Masalah
Kegiatan kebudayaan Dayak di kota Singkawang memerlukan fasilitas yang berwawasan budaya lokal.
Tempat kegiatan pagelaran kebudayaan Dayak di kota Singkawang pada saat ini masih sebatas menyewa dan sering berpindah-pindah.
Wisata budaya (kebudayaan Dayak) di kota Singkawang belum dikembangkan secara maksimal.
1.3 Rumusan Masalah Bagaimana merancang Gedung Kebudayaan Dayak di Kota Singkawang yang berpedoman pada kearifan arsitektur lokal dan arsitektur hijau dengan cara menerapkan filosofi pola perkampungan Betang, transformasi bentuk bangunan
Betang,
menghargai
penggunaan
energi,
menghargai
manusia/pengguna, serta menghargai lokasi. 1.4 Tujuan Merancang Gedung Fasilitas Kebudayaan Dayak di Kota Singkawang yang dapat mempertahankan kebudayaan tradisional Dayak khususnya yang ada di Kota Singkawang dengan menjadikan arsitektur hijau dan kearifan arsitektur lokal sebagai dasar perancangan. 1.5 Sasaran
Melakukan studi tentang gedung budaya.
Melakukan studi tentang kebudayaan Dayak.
Melakukan studi tentang kota Singkawang.
Melakukan studi tentang arsitektur hijau.
Melakukan studi tentang kearifan arsitektur lokal.
1.6 Lingkup
Gedung budaya yang mengacu pada bangunan untuk pagelaran seni dan budaya suku Dayak.
Budaya Dayak dibatasi pada kebudayaan suku Dayak Klemantan.
6
Kota Singkawang dibatasi pada hal yang berhubungan dengan pemilihan site untuk bangunan tersebut.
Arsitektur hijau dan kearifan arsitektur lokal dibatasi pada prinsip-prinsip perancangannya yang ramah lingkungan, yaitu: menghargai penggunaan energi,
menghargai
manusia/
pengguna,
menghargai
lokasi
dan
menghargai kearifan arsitektur lokal. 1.7 Metode 1.7.1 Metode Mencari Data 1.
Wawancara Ditujukan pada para anggota pimpinan adat Dayak yang ada di Kota Singkawang, peserta pagelaran budaya yang ada di singkawang, kantor dinas kebudayaan Kota Singkawang.
2.
Kuesioner Diberikan pada pengunjung/ pecinta/ penikmat pagelaran budaya Dayak di Kota Singkawang.
3.
Observasi Pengamatan langsung pada pagelaran kebudayan suku Dayak yang ada di Kota Singkawang dan Kota Pontianak.
4.
Studi Literatur Mempelajari buku-buku tentang pusat budaya, kebudayaan, adat istiadat, suku Dayak dan arsitektur hijau.
5.
Studi Banding Melihat langsung bangunan sejenis yang ada di Yogyakarta dan Pontianak serta dari pustaka.
7
1.7.2 Metode Menganalisis Data 1.
Kuantitatif Temuan-temuan dikomunikasikan dengan angka-angka (numerik), misalnya : table-tabel, perhitungan statistik, dan sebagainya; Contoh: Table jumlah pengunjung pagelaran kebudayaan Dayak di Kota Singkawang pada tahun 2008, table.
2.
Kualitatif Temuan-temuan dikomunikasikan secara naratif (menggunakan katakata). Contoh : Berdasarkan hasil kuesioner pada pagelaran kebudayaan Dayak di Kota Singkawang pada tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah pengunjungnya lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2007.
1.7.3 Metode Perancangan Membangun Gedung Fasilitas Kebudayaan Dayak di Kota Singkawang dengan mengacu pada prinsip-prinsip perancangan arsitektur hijau dan kearifan arsitektur lokal yang ramah lingkungan sebagai dasar perancangan, yaitu dengan penekanan pada prinsip menghargai penggunaan energi, menghargai
manusia/pengguna,
menghargai
lokasi,
dan
menghargai
kebudayaan Dayak. 1.8 Sistematika Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN Mengungkapkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup, metode, dan sistematika penulisan. BAB 2 TINJAUAN PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN DAYAK DI KOTA SINGKAWANG Mengungkapkan potensi pariwisata dan kebudayaan Dayak yang ada di Kota Singkawang. Contoh: jumlah wisatawan yang datang ke Kota Singkawang, jenis objek wisata yang ada serta kaitannya dengan wisata budaya dan kebudayaan Dayak.
8
BAB 3 TINJAUAN
TIPOLOGI
GEDUNG
KEBUDAYAAN
DAN
TINJAUAN ARSITEKTUR HIJAU. Mengungkapkan design requirement gedung kebudayaan yang mengacu pada teori-teori arsitektur hijau dan kearifan lokal yang ekologis dengan elemen-elemennya yang dapat diterapkan pada bangunan. Contoh: kebutuhan ruang-ruang pada bangunan gedung kebudayaan yang disesuaikan berdasarkan standar yang ada serta halhal yang diperlukan dalam mendesain bangunan dengan pemilihan jenis material, dsb pada bangunan yang digunakan berdasarkan prinsip-prinsip perancangan arsitektur hijau dan kearifan ekologis lokal yang ramah lingkungan. BAB
4
ANALISIS
MENUJU
PERANCANGAN
KONSEP
GEDUNG
PERENCANAAN
FASILITAS
DAN
KEBUDAYAAN
DAYAK Mengungkapkan
proses
untuk
menemukan
ide-ide
konsep
perencanaan dan perancangan melalui metode-metode tertentu yang diaplikasikan pada lokasi atau site tertentu. Contoh: Pengaplikasian arsitektur hijau dan kearifan lokal yang ekologis pada bangunan, jalur sirkulasi dalam site, dsb. BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GEDUNG FASILITAS KEBUDAYAAN DAYAK Mengungkapkan konsep-konsep perencanaan dan perancangan yang akan di transformasikan ke dalam rancangan fisik arsitektural.
9