BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Logam kadmium (Cd) merupakan salah satu logam penting di dunia industri. Karena sifatnya yang dapat ditempa, elastis, lembut, konduktor yang baik, dan tahan terhadap korosi, logam jenis ini banyak digunakan, baik sebagai pelapis maupun campuran material berbagai barang, seperti komponen sepeda motor, mobil, pesawat terbang, dan kapal laut, peralatan pabrik, dan komponen elektronik dan optik [1]. Selain itu, sifat logam Cd yang lebih reaktif daripada paduan baja mengakibatkan logam jenis ini dapat berperan sebagai anoda korban (sacrificial anodic protection) paduan tersebut. Bila pelapis paduan baja rusak, lapisan logam Cd dapat “menarik” proses oksidasi dan korosi yang seharusnya terjadi pada paduan baja. Sehingga, paduan baja tetap terlindungi dari serangan korosi walaupun pelapis logam Cd rusak [2]. Akan tetapi, penggunaan logam Cd saat ini dibatasi karena logam jenis ini tergolong logam berat yang bersifat toksik dan karsinogenik [3]. Untuk mengganti penggunaan logam Cd yang bersifat toksik dan karsinogenik, logam alternatif yang sejenis, yaitu zink (Zn) yang lebih ramah lingkungan banyak digunakan saat ini. Sama seperti logam Cd, pelapisan logam Zn juga dapat berperan sebagai anoda korban. Akan tetapi, karena logam jenis ini sukar ditempa, kurang elastis, bersifat lebih isolator, lebih reaktif, dan menghasilkan produk korosi yang banyak, penggunaan logam Zn murni tidak dapat sepenuhnya menggantikan logam Cd. Dalam lingkungan air laut, pelapis Zn murni cenderung lebih mudah berkarat daripada pelapis Cd. Akibatnya, pelapisan dengan logam Zn tidak dapat melindungi material secara jangka panjang. Terutama bila dalam kondisi lingkungan yang agresif [4],[5]. Oleh karena itu, penelitian mengenai perpaduan logam Zn dengan material lainnya guna menggantikan logam Cd menjadi sangat penting. Terutama di negara yang tingkat humiditasnya tinggi, seperti Indonesia. Beberapa penelitian penting mengenai pelapisan paduan Zn telah banyak dilakukan selama 40 tahun terakhir ini guna mengganti penggunaan logam Cd [6]. Akan tetapi, penelitian yang ada kebanyakan berupa perpaduan antar logam jenis satu dengan logam jenis lainnya. Seperti paduan logam Zn-Cu, Zn-Mn, Zn-Fe, Zn-Co, Zn-Sn, dan Zn-Ni [7-10]. Sedangkan penelitian mengenai pelapisan paduan Zn dengan material organik, seperti plastik, tergolong jarang dilakukan, mengingat sebagian besar material organik memiliki konduktivitas listrik yang rendah, sukar larut dalam air, dan tidak dapat terionisasi. Sifat-sifat tersebut menyebabkan sebagian besar material organik tidak dapat dielektroplating. Padahal, material organik memiliki ketahanan 1
korosi terhadap senyawa polar yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan sebagian besar material organik bersifat inert. Untuk mendeposisikan atau melapisi logam dengan material organik yang bersifat inert, teknik electrophoretic deposition (EPD) dapat dipakai. Berbeda dengan teknik elektroplating yang memanfaatkan arus listrik guna mengionisasi logam, teknik EPD memanfaatkan prinsip pergerakan partikel koloid dalam suatu medium, biasanya air, yang disebabkan oleh adanya medan listrik pada elektroda [11]. Dalam prosesnya, partikel tersebut ditambahkan suatu dispersan guna “memberi” muatan pada partikel tersebut sehingga partikel tersebut bergerak menuju elektroda yang muatannya berlawanan. Salah satu material organik yang berhasil dideposisikan dengan teknik EPD adalah plastik jenis polistirena (PS). Berdasarkan uraian di atas, perlu dilaksanakan penelitian mengenai teknik rekayasa elektrodeposisi untuk memadukan sifat mekanik dan sifat anoda korban logam Zn dengan sifat inert material organik guna mengganti penggunaan logam Cd. Salah satu material organik yang berpotensi adalah polipropilena (PP). Material organik tersebut merupakan bahan penyusun plastik yang biasa digunakan di dalam kehidupan sehari-hari yang bersifat tidak dapat atau sukar diuraikan di dalam tanah. Sehingga bahan tersebut terakumulasi di alam secara melimpah. Data tahun 2008 dari Deputi Pengendalian Pencemaran Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) menyebutkan, setiap individu rata-rata menghasilkan 120 gram sampah plastik tiap hari. Dengan asumsi ada sekitar 220 juta penduduk Indonesia, maka sampah plastik yang tertimbun mencapai 26.500 ton/hari, sedangkan jumlah timbunan sampah nasional diperkirakan mencapai 176.000 ton/hari [14]. Sejauh literatur yang peneliti temukan, elektrodeposisi logam dipadukan material organik lainnya telah berhasil dilakukan dengan menggunakan logam Ni-polietilena murni. Kehadiran polietilena (PE) murni yang menempel pada logam secara signifikan meningkatkan ketahanan logam terhadap korosi akibat senyawa polar, meningkatkan tingkat kekerasan, dan meningkatkan ketahanan aus [15]. Namun, belum terdapat penelitian mengenai elektrodeposisi logam Zn dipadukan dengan limbah plastik PP. Hal inilah yang memicu peneliti untuk menemukan metode rekayasa elektrodeposisi logam Zn dipadukan limbah plastik PP guna menggantikan penggunaan logam Cd. Maka dari itu, peneliti melakukan penelitian yang berjudul, “Elektrodeposisi Material Komposit Zn-PP sebagai pelapis Anti Karat.” Di dalam penelitian ini, peneliti mengombinasikan metode elektroplating yang bertujuan untuk mendeposisikan logam Zn dengan metode EPD yang bertujuan untuk mendeposisikan limbah plastik PP. Persoalan pokok yang hendak dikaji pada penelitian ini ialah metode elektrodeposisi logam Zn dipadukan limbah PP, efektifitas lapisan Zn-PP dalam menghambat korosi. 2
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan tiga rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana metode elektrodeposisi Zn-PP pada permukaan logam? 2. Bagaimana efektifitas lapisan Zn-PP dalam menghambat korosi logam?
1.3. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Spesimen uji yang dilapisi Zn-PP pada penelitian ini merupakan pelat baja karbon rendah. 2. PP yang digunakan pada penelitian ini merupakan limbah plastik yang telah diolah menjadi pellet. 3. Medium uji laju korosi pelat baja karbon rendah adalah larutan NaCl 3,5%. 4. Laju korosi baja karbon rendah berjenis korosi seragam.
1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mempelajari metode elektrodeposisi Zn-PP dan pengaruh komponen elektrodeposisi (voltase dan konsentrasi bubuk PP) terhadap massa deposisi lapisan Zn-PP dan persentase volume PP yang menempel pada lapisan Zn. 2. Mengetahui pengaruh besarnya persentase volume PP yang menempel pada lapisan terhadap laju korosi logam
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak, terutama masyarakat umum. Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Peneliti
Mengetahui teknik rekayasa elektrodeposisi yang baru. 2. Bagi Masyarakat Memberikan alternatif teknik rekayasa elektrodeposisi baru guna mengganti penggunaan logam Cd. 3. Bagi Lingkungan Mengurangi timbunan limbah plastik yang terdapat di alam dan mengurangi pencemaran yang ditimbulkan akibat timbunan limbah plastik tersebut. 3
1.6. Hipotesis Peneliti mengajukan beberapa hipotesis terkait penelitian ini. Daftar hipotesis tersebut adalah sebagai berikut : 1. Besarnya voltase yang diaplikasikan dan konsentrasi partikel PP dalam suspensi berbanding lurus terhadap besarnya massa deposisi sampel dan persentase volume partikel PP yang menempel pada proses elektrodeposisi. 2. Besarnya persentase volume partikel PP yang menempel pada lapisan berbanding lurus terhadap ketahanan korosi lapisan komposit Zn-PP.
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Elektrodeposisi Elektrodeposisi adalah suatu metode pelapisan material dengan cara mengalirkan arus listrik kepada material tersebut dan kepada elektroda. Dalam hal ini, material yang akan dilapisi dapat berperan sebagai katoda maupun anoda. Metode elektrodeposisi dapat dibagi menjadi dua, yakni metode elektroplating dan metode electrophoretic deposition (EPD). 2.1.1. Elektroplating Elektroplating merupakan suatu proses penggunaan arus listrik untuk mengurangi kandungan kation logam terlarut sehingga kation logam tersebut membentuk lapisan logam yang koheren pada elektroda. Prinsip kimia dari proses ini ialah oksidasi logam anoda (+) sehingga terbentuk kation-kation logam dan reduksi kation logam kepada katoda (-) sehingga kation-kation logam menempel pada katoda. Proses ini dipakai untuk mendapatkan karakteristik tertentu dari sebagian atau seluruh permukaan material yang akan dilapisi, seperti ketahanan abrasi maupun aus, ketahanan terhadap korosi, lubrisitas, estetika, dll. Elektroplating dilakukan dengan cara mengalirkan arus listrik DC kepada elektroda yang direndam ke dalam larutan elektrolit. Larutan elektrolit harus mengandung satu atau lebih garam logam terlarut agar arus listrik dapat mengalir. Dalam hal ini, material yang akan dilapisi berfungsi sebagai katoda sedangkan material pelapis berfungsi sebagai anoda. Akan tetapi, proses elektroplating tidak selalu mengonsumsi anoda. Bila anoda yang dipakai adalah timah atau karbon, sumber kation logam berasal dari larutan elektrolit. Sehingga, larutan elektrolit harus diganti setelah beberapa kali penggunaan. Sebelum proses elektoplating dilaksanakan, terlebih dahulu harus dilakukan perlakuan awal terhadap material yang akan dilapisi. Proses ini sangat penting karena kontaminan atau produk korosi yang menempel pada permukaan material dapat mengurangi tingkat adhesi, bahkan mencegah proses pelapisan itu sendiri. Secara umum, proses pembersihan permukaan material terdiri dari tiga tahap, yaitu degreasing, pembersihan alkali, dan pickling, Proses yang pertama dan kedua berfungsi untuk membersihkan permukaan material dari minyak, debu, kotoran, dan kontaminan organik lainnya. Sedangkan proses yang ketiga berfungsi untuk membersihkan permukaan material dari produk korosi [16]. Teknologi elektroplating sangat banyak digunakan pada berbagai barang di kehidupan sehari-hari. Barang-barang seperti perhiasan, kerajinan, komponen sepeda motor dan mobil, 5
peralatan pabrik, alat-alat perkantoran dan pertanian, komponen elektronik dan optik, dan lain-lain tidak dapat terlepas dari proses elektroplating pada pengerjaan tahap akhirnya. Metode in banyak dipakai karena memiliki beberapa kelebihan. Antara lain, temperature proses rendah, peralatan relatif murah, komposisi larutan luas, laju pengendapan cepat, porositas pada lapisan rendah, dan dapat menghasilkan beberapa lapisan [17]. 2.1.2. Electrophoretic Deposition (EPD) Penerapan medan listrik guna menggerakkan partikel koloid yang telah didispersikan dan “diberi” muatan dalam suatu medium agar terdeposisi kepada elektroda dinamakan proses electrophoretic deposition (EPD) [11]. Berbeda dengan metode elektroplating dimana arus listrik digunakan untuk mereduksi logam anoda menjadi kation-kation logam, metode EPD menggunakan arus listrik guna menggerakkan partikel koloid dalam suatu medium. Dalam hal ini, besarnya medan listrik lebih berperan daripada rapat arus listrik. Adapaun persamaan laju partikel terdispersi akibat pengaruh medan listrik dapat diekspresikan ke dalam persamaan berikut. [11]
Keterangan : Vp
: Laju partikel terdispersi
: Permitivitas dielektrik medium EPD
: Zeta potensial (indikator kestabilan partikel)
: Medan listrik seragam
: Viskositas medium EPD
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kualitas EPD ditentukan oleh empat faktor : (1) Permitivitas dielektrik medium EPD ; (2) Kestabilan partikel ; (3) Besarnya medan listrik ; (4) Viskositas medium EPD. Faktor (1), (2), dan (3) berbanding lurus terhadap kualitas EPD sedangkan faktor (4) berbanding terbalik terhadap kualitas EPD. Metode EPD berfungsi untuk mendeposisikan material yang tidak dapat terionisasi oleh arus listrik. Sebagai contoh, pelapisan logam dengan hidroksiapatit, kitosan, TiO 2, CNT, dan berbagai jenis keramik dapat dilakukan dengan menerapkan metode ini. Untuk melaksanakan proses tersebut, material pelapis harus direduksi ukurannya hingga berskala mikro bahkan nano. Beberapa jenis dispersan dapat ditambahkan ke dalam suatu medium agar terbentuk suspensi yang homogen [11]. Hal tersebut diperlukan karena faktor kestabilan partikel memainkan peranan penting dalam proses EPD. 6
2.2. Korosi Korosi berasal dari bahasa latin corrodere, yang bermakna “menggerogoti hingga berkeping-keping.” Definisi umum dari kata “korosi”
ialah
reaksi kimia atau reaksi
elektrokimia suatu lingkungan dengan suatu material, biasanya logam, dan dapat mengakibatkan deteriorasi logam [22], [23]. Maksud lingkungan pada konteks ini ialah segala sesuatu yang mengalami kontak langsung dengan suatu material. Korosi dapat digolongkan menjadi berbagai jenis menurut penyebabnya dan proses terjadinya [22], [24], [25]. 2.2.1. Jenis-jenis Korosi 2.2.1.1. Korosi Seragam Korosi seragam adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam secara merata akibat reaksi kimia karena pH air yang rendah (asam) dan udara yang lembab, sehingga makin lama logam makin menipis. Biasanya korosi tipe ini terjadi pada pelat baja atau profil dan logam homogen. Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara diberi lapis dinding yang mengandung inhibitor. [24]. [25] 2.2.1.2. Korosi Galvanis Korosi yang disebabkan karena adanya kontak dua jenis logam yang berbeda dalam suatu sistem elektrolit, sehingga logam yang lebih anodic atau lebih reaktif akan terkorosi (dalam hal ini teroksidasi). Korosi galvanis dapat ditanggulangi dengan beberapa cara, yaitu : (1) Memberi isolator yang cukup tebal, (2) Memasang proteksi katodik, dan (3) Menambahkan inhibitor pada cairan. [24], [25] 2.2.2. Metode Penghambatan Korosi pada Logam 2.2.2.1. Pemilihan Material Pemilihan material merupakan upaya pertama untuk menghambat korosi pada logam. Setiap unsur logam memiliki kereaktifan yang berbeda-beda, sebagai contoh logam Au (emas) dan Pt (platinum) memiliki kereaktifan yang rendah, sedangkan logam Zn (seng), Mg (magnesium), dan Li (lithium) memiliki kereaktifan yang tinggi. Oleh karena itu, pemilihan jenis logam hendaknya
disesuaikan berdasarkan tingkat aggresivitas
lingkungannya. Biasanya, perpaduan logam (alloying) dilaksanakan untuk mendapatkan logam dengan kereaktifan rendah. [22], [24] Untuk mengetahui kecocokan paduan logam terhadap lingkungan, pengujian laju korosi dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode. Yakni, metode kehilangan berat (weight loss) dan metode elektrokimia. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengukur laju penetrasi korosi terhadap paduan logam. Hasil pengujian laju korosi tersebut kemudian
7
dicocokkan dengan tabel di bawah ini untuk menentukan kecocokan paduan logam terhadap lingkungan Tabel 2.1. Indikator Kecocokan Paduan Logam berdasarkan Laju Korosinya[26] Relative Corrosion
mils/yr
millimeters/yr
micron/yr
nanometers/h
picometer/s
Resistance Outstanding
<1
< 0,02
< 25
<2
<1
Excellent
1-5
0,02-0,1
25-100
2-10
1-5
Good
5-20
0,1-0,5
100-500
10-50
20-50
Fair
20-50
0,5-1
500-1000
50-150
20-50
Poor
50-200
1-5
1000-5000
150-500
50-200
Unacceptable
200+
5+
5000+
500+
200+
Sumber : William dan David (2010) 2.2.2.2. Proteksi Katodik Proteksi katodik memanfaatkan prinsip korosi galvanis dimana apabila terdapat dua logam yang bersentuhan, logam yang lebih reaktif akan mengalami korosi, sedangkan logam yang kurang reaktif akan terlindungi. Dalam hal ini, logam yang lebih reaktif akan menjadi logam korban untuk melindungi logam lain dari korosi. Logam-logam reaktif, seperti Zn atau Cd sering dipakai dalam metode ini. [22], [24] 2.2.2.3. Pelapisan (Coatings) Pelapisan logam dengan tujuan melindungi logam terhadap korosi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pelapisan metalik dan pelapisan nonmetalik (organik dan anorganik). [22]. Penggunaan lapisan metalik dapat dilaksanakan dengan dua pilihan, yaitu lapisan metalik yang kurang reaktif dan yang lebih reaktif. Akan tetapi, saat ini lapisan metalik yang lebih reaktif, seperti Zn, yang lebih banyak dipakai. Hal ini dikarenakan pelapisan logam dengan logam lain yang kurang reaktif dapat memicu terjadinya korosi galvanis pada logam yang dilapisi. Menurut Azis (wawancara, 15 Januari 2015), pada saat ini pelapisan logam dengan Zn atau galvanizing merupakan metode pelapisan yang paling banyak dipakai di dunia. Hal ini disebabkan faktor rendahnya harga dari logam Zn itu sendiri dan sifat Zn yang lebih reaktif daripada baja.
8
2.3. Pelapisan Kadmium Pelapisan kadmium merupakan suatu proses melapisi suatu permukaan material (biasanya logam) dengan kadmium. Proses ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan cara vacuum deposition dan sputtering, mechanical deposition, dan cara elektrodeposisi [27]. Komposisi larutan elektrodeposisi kadmium yang biasa digunakan adalah larutan kadmium sianida dalam kondisi basa. Komposisi larutan tersebut dapat diperoleh dengan cara mencampurkan logam kadmium maupun oksida kadmium dengan senyawa NaCN, NaOH, dan agen pencerah (brightening agents) [28]. 2.3.1. Karakteristik Lapisan Kadmium Logam kadmium memiliki sifat-sifat yang sulit ditandingi oleh logam lainnya. Hal tersebut menyebabkan logam ini banyak diaplikasikan sebagai pelapis peralatan elektronik, otomotif, dan aeronautika. Sifat konduktivitas listriknya yang baik, mudah disolder, dan tidak menghasilkan produk korosi yang sedikit menyebabkan logam ini dipakai pada peralatan elektronik. Kemudian sifatnya yang tahan terhadap korosi pada lingkungan air laut dan alkali menyebabkan logam ini dipakai sebagai pelapis spare part kendaraan bermotor. Selain itu, logam ini juga dapat berperan sebagai anoda korban yang cocok dengan aluminium, sehingga dapat diaplikasikan dalam bidang industri aeronautika [27]. Unsur Cd memiliki golongan yang sama dengan unsur Zn. Hal ini menyebabkan pelapis Cd memiliki karakterisitik yang hampir sama dengan pelapis Zn. Sama seperti Zn, bila pelapis Cd terpapar oksigen dalam udara bebas, akan terbentuk lapisan pasif kadmium hidroksida yang akan melindungi logam dari proses korosi. Pelapis kadmium hidroksida ini memiliki karakteristik licin dan bertahan dalam kondisi lingkungan rentang pH 5-14. Selain itu, pelapis Cd juga dapat berperan sebagai anoda korban layaknya Zn. Ketiga karakteristik itulah yang menyebabkan logam Cd banyak digunakan pada lingkungan air laut karena ketahanan korosinya yang sangat tinggi dibanding Zn. Terdapat beberapa penelitian mengenai laju korosi pelapis Cd. Tabel di bawah ini menunjukkan laju korosi pelapis Cd dalam tiga lingkungan yang berbeda-beda.
9
Tabel 2.2. Laju Korosi Logam Kadmium[29] No
Logam
Industri
Sub Urban [30]
1,3 micron/tahun[30]
1
10,4 micron/tahun
2
25,0 micron/tahun[31]
-
5,0 micron/tahun[31]
33,3 micron/tahun[32]
-
5,3 micron/tahun[32]
4
-
-
10,7 micron/tahun[33]
5
4,3 micron/tahun[29]
-
1,23-1,89 micron/tahun[29]
3
Kadmium
2,2 micron/tahun
Air Laut [30]
Sumber : Morrow, H. (2003) 2.3.2. Toksisitas dan Pelarangan Logam Kadmium Kadmium tergolong logam berat beracun dan karsinogenik. Unsur ini tidak memiliki peran biologis apapun di dalam tubuh makhluk hidup. Keracunan disebabkan karena unsur ini terakumulasi dalam hati dan ginjal kemudian terikat sebagai metalothionein,. Sekitar 60% Cd terakumulasi dalam ginjal dan hati, sedangkan sisanya tersebar di seluruh tubuh. Unsur ini akan berada dalam darah selama rentang waktu 75 -128 hari. Setelah itu, logam tersebut akan terakumulasi dalam organ tubuh. Di dalam metalothionein, unsur Cd akan terikat dengan gugus sulfhidril (-SH) dalam enzim karboksil sisteinil, histidil, hidroksil, dan fosfatil dari protein dan purin. Pengikatan tersebut mengakibatkan terhambatnya aktivitas enzim. Selain mekanisme keracunan tersebut, logam Cd juga dapat mengakibatkan perubahan epigenetik ekspresi DNA, penghambatan atau peningkatan regulasi jalur transportasi khususnya di segmen proksimal S1 dari tubulus ginjal, gangguan kompetitif terhadap aktivitas fisiologis ion Zn atau Mg, penghambatan sintesis Heme, dan gangguan fungsi mitokondria yang berpotensi menginduksi apoptosis. [34] Unsur Cd masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi (terhirup) dan ingesti (tertelan). Sepuluh hingga lima puluh persen debu Cd, bergantung dari ukuran partikel masuk melalui sistem pernapasan. Sedangan lima hingga sepuluh persen logam Cd masuk melalui ingesti. Penyerapan unsur ini akan semakin besar pada orang yang mengalami defisiensi Zn, kalsium, maupun zat besi. Selain melalui inhalasi dan ingesti, logam Cd juga dapat masuk melalui aktivitas merokok. [34] Kasus keracunan logam Cd yang pernah terjadi adalah kasus penyakit itai-itai yang terjadi di Toyama Prefektur, Jepang pada tahun 1912. Korban dari kasus tersebut sebagian besar adalah wanita menopause yang memiliki kadar zat besi atau mineral dalam tubuh yang rendah [3]. Logam Cd adalah salah satu dari enam substansi yang dibatasi penggunaannya oleh negara anggota Uni Eropa dalam hukumnya, Restriction on Hazardous Substances 10
(RoHS). Hukum RoHS tersebut melarang penggunaan unsur kadmium, timbal, dan merkuri dalam komponen cat, pigment, kabel PVC, solder, produk televisi dan fotografi, komponen logam, lampu bohlam, dan baterai [35]. Selain itu, The International Agency for Research on Cancer juga menggolongkan kadmium dan senyawa-senyawanya sebagai unsur karsinogenik. Masuknya unsur tersebut dalam tubuh dapat menyebabkan osteoporosis, kanker paru-paru, prostat, dan payudara [36]. 2.3.3. Substitusi Logam Kadmium Logam kadmium memiliki sifat yang sulit ditandingi oleh pelapis logam lainnya. Logam Zn, yang segolongan dengan logam Cd dalam Tabel Periodik Unsur tidak dapat menggantikan logam tersebut karena sifat unsur Zn yang tidak tahan korosi dalam lingkungan asam dan air laut. Walaupun demikian, logam Cd bersifat toksik dan karsinogenik, sehingga penggunaannya dilarang atau dibatasi oleh negara-negara tertentu. Oleh karena itu, substitusi logam kadmium telah menjadi masalah selama 40 tahun terakhir ini. Beberapa penelitian telah dilaksanakan guna menghasilkan pelapis substitusi logam Cd. Penelitian yang ada kebanyakan berupa perpaduan logam Zn yang dapat berperan sebagai anoda korban dengan logam lain yang lebih mulia guna menurunkan laju korosi lapisannya, seperi pelapisan logam Zn-Ni, Zn-Cu, Zn-Mn, Zn-Fe, Zn-Co, dan Zn-Sn. Pelapisan Zn-Ni dengan kadar Ni 14-18% merupakan substituen yang paling populer di masyarakat. Hal ini dikarenakan pelapisan ZnNi dengan kadar tersebut dapat menurunkan laju korosi Zn dengan signifikan sekaligus mempertahankan sifat anoda korban lapisan tersebut tanpa dipasifasi dengan lapisan krom. Akan tetapi, tetap saja berbagai substituen yang ada hanya dapat diaplikasikan pada kondisi dengan kebutuhan tertentu. Hingga saat ini, belum terdapat substituen yang dapat menggantikan pelapis Cd di segala kebutuhan. [7-10]
2.4. Polipropilena (PP) Polipropilena (PP) adalah sebuah polimer thermoplastic yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan, tekstil, alat tulis, perlengkapan laboratorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer Polipropilena memiliki titik leleh yang bervariasi antara 130-171°C dan memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap berbagai senyawa polar, baik encer maupun pekat pada suhu ruang. Adapun ilustrasi struktur rantai polimer polipropilena (PP) adalah sebagai berikut:
11
Gambar 2.1. : Struktur rantai polimer polipropilena Sumber: www.en.wikipedia.org Sifat-sifat fisik, mekanik, dan termal polipropilena adalah sebagai berikut: Tabel 2.3.[37] Sifat Fisik, Mekanik, dan Termal Polipropilena Properti
Homopolimer
Kopolimer
Berat jenis
0,90-0,91
0,89-0,91
Adsorpsi air (%)
0,01-0,03
0,03
Tensile strength (MPa)
31,03-41,37
27,58-37,92
Elongation at break (%)
100-600
200-500
Tensile modulus (MPa)
113,7-155,1
89,6-124,1
Flexural modulus (MPa)
117,2-172,3
89,6-137,9
Impact strength (J/m)
21-75
59-747
Konduktivitas termal
0,22
0,22
1,4-1,8
1,08-1,80
HB
HB
(W/mK) Koefisien ekspansi termal (10-4 m/m. °C) UL Flammability rating
Sumber : International Association of Plastic Distribution
12
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah deskriptif kuantitatif, yaitu menjelaskan hubungan antar variabel dengan menganalisis data numerik. Sedangkan metode yang digunakan adalah studi laboratorium (eksperimen) dan studi literatur. Penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan [38]. Metode eksperimen pada penelitian ini diperlukan untuk : (1) mengetahui pengaruh komponen elektrodeposisi (voltase listrik DC dan konsentrasi bubuk PP dalam larutan elektrolit) terhadap massa deposisi lapisan Zn-PP yang dihasilkan dan persentase volume partikel PP yang menempel pada lapisan. (2) mengetahui pengaruh persentase volume partikel PP yang menempel pada lapisan terhadap laju korosi logam (pelat baja karbon rendah). Adapun metode studi literatur diperlukan untuk membandingkan hasil eksperimen terhadap data sekunder.
3.2. Waktu, Lokasi, dan Kegiatan Penelitian Tabel 3.1. Rancangan Waktu, Lokasi, dan Kegiatan Penelitian Tanggal 14 Maret 2015
Lokasi
Kegiatan
Rumah peneliti
Pemilihan ide penelitian
SMA Negeri 3 Semarang,
Konsultasi ide penelitian
FMIPA Universitas Diponegoro
Studi literatur
23 - 24 Maret 2015
Rumah peneliti
Perancangan desain penelitian
29 - 30 Maret 2015
Rumah peneliti
Penyusunan proposal penelitian
31 Maret 2015
FMIPA Universitas Diponegoro
Konsultasi desain penelitian
1 April 2015
SMA Negeri 3 Semarang
Penyusunan proposal penelitian
2 April 2015
FMIPA Universitas Diponegoro
Konsultasi proposal penelitian
3 - 4 April 2015
SMA Negeri 3 Semarang
Finalisasi proposal penelitian
5 Mei 2015
SMA Negeri 3 Semarang
Konsultasi penelitian
6 - 26 Juni 2015
Lingkungan sekitar kota
Pengumpulan dan preparasi alat-
Semarang
bahan penelitian
Lab. Elektroplating Pusat
Trial and Error tahap I
20 Maret 2015
23 Juni – 3 Juli 2015
13
Penelitian Fisika LIPI 3 – 7 Juli 2015 7 – 26 Juli 2015
Lab. Elektroplating Pusat
Studi literatur, Trial and Error
Penelitian Fisika LIPI
tahap II
Rumah peneliti, Lingkungan
Studi literatur, pengumpulan,
sekitar kota Semarang
dan preparasi alat-bahan penelitian
27 Juli – 2 Agustus 2015
Lab. Kimia SMAN 3 Semarang,
Eksperimen, karakterisasi tahap
kantor LIPI Pusat Jakarta
I (massa deposisi, SEM, XRD, dan
EDX
mapping),
dan
monitoring evaluasi penelitian 2 - 12 Agustus 2015
Lab. Kimia SMAN 3 Semarang
Eksperimen tahap II (pembuatan ulang
sampel),
karakterisasi
tahap II (uji korosi), dan analisis data 10 - 12 Agustus 2015
Rumah peneliti, SMAN 3
Pengolahan data, konsultasi
Semarang
penelitian, dan penyusunan laporan penelitian
13 Agustus 2015
SMAN 3 Semarang
Konsultasi penulisan
3.3. Desain Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap. Tahap pertama mempelajari pengaruh voltase listrik DC dan konsentrasi bubuk PP yang terdapat dalam larutan elektrolit terhadap massa deposisi lapisan Zn-PP dan persentase volume PP yang menempel pada lapisan permukaan spesimen. Variabel kontrol pada tahap ini adalah suhu, waktu, arus listrik, dan kecepatan pengadukan. Tahap kedua mempelajari pengaruh persentase volume PP yang menempel pada lapisan permukaan spesimen terhadap laju korosi spesimen. Hasil yang diharapkan dari kedua tahapan tersebut yaitu : (1) Mengetahui voltase listrik DC dan konsentrasi bubuk PP optimum yang terdapat dalam larutan elektrolit yang dapat menghasilkan lapisan komposit Zn-PP dengan parameter besarnya persentase volume PP yang menempel pada lapisan permukaan spesimen dan porositas lapisan Zn-PP. (2) Mengetahui persentase volume PP optimum yang menempel pada lapisan permukaan spesimen dengan parameter laju korosi spesimen. Adapun skema pengolahan limbah plastik jenis PP serta komposisi larutan elektrolit pada setiap tahapan pra-elektrodeposisi hingga pasca-elektrodeposisi dapat dilihat pada ilustrasi bawah ini. 14
Gambar 3.1. : Rancangan pengolahan spesimen pra-elektrodeposisi hingga pasca-elektrodeposisi 15
3.4. Skema Proses Elektrodeposisi Pada proses elektrodeposisi, katoda yang digunakan adalah sebatang pelat baja karbon rendah berdimensi 1 cm x 1 cm x 0,1 cm yang telah dilubangi. Pelubangan tersebut bertujuan untuk menggantungkan sampel dengan kawat berarus listrik. Sedangkan anoda yang digunakan adalah dua pelat Zn berdimensi 15 cm x 2,5 cm x 0,05 cm. Jarak antara anoda dan katoda adalah 4 mm. Sumber arus DC yang digunakan adalah beberapa aki 12 volt yang dirangkai seri (jumlah aki yang dipasang bergantung pada variabel bebasnya) sedangkan besarnya arus listrik DC dikontrol dengan memasang resistor (bergantung pada voltase yang diaplikasikan). Skema proses elektrodeposisi material komposit Zn-PP dapat dilihat pada ilustrasi berikut.
Gambar 3.2. : Ilustrasi proses elektrodeposisi material komposit Zn-PP Adapun resistor yang dipasang untuk masing-masing voltase yang diaplikasikan agar arus listrik DC terkontrol 7-10 mA adalah sebagai berikut : (1) 12 Volt : 107,5 Ohm ; (2) 24 Volt : 212 Ohm ; dan (3) 48 Volt : 415 Ohm.
3.5. Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang diperlukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
16
Tabel 3.2. Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian
Bahan Penelitian
Gelas beaker dan gelas ukur
Spesimen baja karbon rendah (1 cm x 1cm x 0,1 cm) sebanyak 36 batang
Pipet volumetri dan pengaduk kaca
Pelat Zn ( 15 cm x 2,5 cm x 0,5 cm) sebanyak 4 batang
Statif dan klem
Limbah PP yang telah diolah menjadi pellet PP recycle
Benang jahit
Aquadest
Neraca digital (3 angka belakang koma)
Garam Na4P2O7.2H2O teknis
Penggaris dan jangka sorong
Garam NaCl pro analis
Triplek berdimensi 15x15x0,5 cm2
Larutan HF (konsentrasi 55%) teknis
Ayakan dengan nomor 100 mesh
Bubuk ZnO teknis
Akumulator 12 volt
Senyawa ZnSO4.5H2O teknis
Amperemeter atau multitester
Surfaktan
anionik
sodium
dodecyl
sulphate (SDS) teknis
Resistor 7,5 Ohm, 47 Ohm, 56 Ohm,
Senyawa aseton teknis
dan 100 Ohm berdaya 2 Watt
Mesin blender
Senyawa CH3COOH
Pembakar spiritus
Senyawa natrium sitrat. 2H2O teknis
Kabel, kawat, dan penjepit buaya
Koloid KF (konsentrasi 0,25 g/mL)
Magnetic stirrer dan magnetic bar
Larutan HCl (konsentrasi 30,5%) teknis
Ultrasonic Cleaner
Scanning Electron Microscope (SEM)
Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDX)
X-Ray Diffraction Spectroscopy (XRD)
3.6. Metode Karakterisasi Sampel Karakterisasi sampel diperlukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan tiap tahapan pada penelitian ini. Adapun berbagai metode untuk mengkarakterisasi sampel pada tiap tahapan penelitian dapat dilihat pada subbab di bawah ini. 17
3.6.1. Morfologi Permukaan Karakterisasi morfologi permukaan dilakukan dengan menggunakan SEM dan EDX spektroskop guna mendeteksi keberadaan partikel PP, menghitung persentase volume partikel PP yang menempel pada lapisan permukaan spesimen, dan mengamati porositas lapisan ZnPP setelah proses elektrodeposisi. Indikator adanya partikel PP dan penghitungan persentase volume partikel PP yang menempel ditentukan berdasarkan pembacaan unsur karbon yang dianalisis dengan EDX spektroskop. Sedangkan porositas lapisan Zn-PP diukur berdasarkan pembacaan unsur oksigen yang dianalisis dengan EDX spektroskop. Penghitungan persentase volume partikel PP menggunakan metode volume fraction by systematic manual point count berdasarkan ASTM E562-02 [39]. Kerapatan kotak yang digambar guna menghitung persentase volume partikel PP adalah 104/mm2. Rincian prosedur metode tersebut adalah sebagai berikut : 1. Menandai sampel pelat baja karbon rendah yang telah diberi perlakuan. 2. Mengambil foto permukaan lapisan pelat baja karbon rendah dengan SEM perbesaran
250 kali. Kemudian dipetakan unsur-unsur karbon, oksigen, besi, dan zinknya dengan EDX spektroskop. 3. Menentukan skala foto permukaan sampel. Dalam penelitian ini, peneliti memilih skala 1
cm : 20 micron. Kemudian, foto permukaan sampel hasil pembacaan SEM dan EDX mapping dicetak. 4. Menggambar kotak-kotak pada foto permukaan sampel sesuai dengan skala dan
kerapatan kotak yang sudah ditentukan di atas. 5. Menghitung jumlah kotak yang ditempati oleh unsur karbon. Apabila suatu kotak
dipenuhi oleh unsur karbon seluruhnya, maka dihitung satu. Bila suatu kotak dipenuhi oleh unsur karbon setengahnya, maka dihitung setengah. Penghitungan persentase volume menggunakan persamaan berikut.
Keterangan :
Pv : Persentase volume PE maupun PP (%)
Pi : Jumlah kotak yang dipenuhi unsur karbon
PT : Jumlah total kotak yang terdapat pada gambar
18
3.6.2. Unsur Lapisan Komposit Zn-PP Identifikasi unsur lapisan komposit Zn-PP berdasarkan pembacaan spektroskop X-ray diffraction (XRD). Indikator adanya partikel PP yang menempel dilihat dari adanya gelombang-gelombang asing yang terbaca pada XRD selain Fe dan Zn. 3.6.3. Laju Korosi Pengujian laju korosi sampel berdasarkan pada ASTM G 31-72 dengan menggunakan prinsip kehilangan berat sampel pada interval waktu tertentu (weight loss) [40]. Pengujian ini bertujuan untuk mengukur laju penetrasi korosi terhadap suatu permukaan sampel. Medium uji yang digunakan adalah larutan NaCl 3,5% (pH = 7). Waktu perendaman sampel selama 2 hari (48 jam). Rincian metode pengujian laju korosi adalah sebagai berikut : 1. Menandai sampel pelat baja karbon rendah yang telah dilapisi Zn-PP. 2. Dengan hati-hati, memasang benang jahit pada lubang sampel yang telah disiapkan
sebelumnya. 3. Mencelupkan sampel yang akan diuji kedalam larutan NaCl 3,5% (pH = 7) kemudian
benang jahit dipasang pada statif dan klem sehingga sampel menggantung. 4. Menunggu proses uji korosi selama 2 hari (48 jam). 5. Setelah proses uji korosi selesai, mengambil sampel yang telah diuji kemudian
dibersihkan dari produk korosi dengan cara direndam dalam larutan NH4Cl konsentrasi 100 g/L bersuhu 70°C selama 3 menit [41]. Kemudian sampel dikeringkan 6. Penghitungan laju penetrasi korosi sampel menggunakan persamaan berikut :
Keterangan :
CR
m
K
: Laju penetrasi korosi (milimeter/tahun) : Selisih massa awal dengan massa akhir (gram) : Konstanta faktor (8,75 x 104) : Densitas sampel (g/cm3)
A
: Luas permukaan yang diuji (cm2)
t
: Waktu perendaman (jam)
19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Elektrodeposisi Material Komposit Zn-PP Proses elektrodeposisi dengan menggabungkan metode EPD dengan elektroplating telah berhasil dilakukan kepada permukaan sampel baja karbon rendah. Proses elektrodeposisi diawali dengan proses elektroplating Zn terlebih dahulu kepada permukaan logam selama 10 menit kemudian dilanjutkan dengan proses elektrodeposisi (EPD-elektroplating) selama 30 menit. Setelah proses elektrodeposisi selesai, sampel diberi perlakuan Heat-Treatment supaya daya lekat (adhesi) partikel PP menjadi lebih kuat. 4.2. Pengaruh Voltase dan Konsentrasi bubuk PP terhadap Massa Deposisi Zn-PP Data hasil eksperimen pada subbab ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1. Pengaruh Voltase dan Konsentrasi bubuk PP terhadap Massa Deposisi Zn-PP Tanda
Luas permukaan
Massa Awal
Massa Akhir
Massa deposisi
sampel
(cm2)
(mg)
(mg)
(mg/cm2)
P1TI
2,30
790
820
11,36
P1T2
2,54
878
917
13,31
P1T3
2,32
796
827
11,52
P2T1
2,33
800
810
3,72
P2T2
2,30
789
813
9,05
P2T3
2,17
738
757
7,66
Zn murni
2,37
813
839
9,52
Keterangan : Data di atas merupakan massa deposisi hasil proses elektrodeposisi dengan waktu yang sama (total waktu 40 menit). Adapun data massa deposisi elektroplating Zn biasa dicantumkan sebagai pembanding. P1 : konsentrasi bubuk PP : 20 g/L ; P2 : konsentrasi bubuk PP : 60 g/L ; T1 : voltase 12 volt ; T2 : voltase 24 volt ; T3 : voltase 48 volt. Dari data tabel di atas. dapat disusun grafik yang menggambarkan hubungan voltase dan konsentrasi partikel PP terhadap massa deposisi Zn-PP. Grafik tersebut dapat dilihat di bawah ini.
20
Grafik 4.1. Pengaruh Voltase dan Konsentrasi bubuk PP terhadap Massa Deposisi Zn-PP 13,31
Massa deposisi (mg/cm2)
14 12
11,52
11,36 9,05
10
7,66
8
PP = 20 g/L
6 4
PP = 60 g/L
3,72
2 0 12
24
48
Voltase yang diaplikasikan (Volt) Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa peningkatan voltase yang diaplikasikan pada rentang 12-24 volt sebanding lurus dengan besarnya massa deposisi lapisan Zn-PP. Hal ini dikarenakan bila voltase yang diaplikasikan semakin besar maka medan listrik antar elektroda menjadi semakin besar pula. Meningkatnya medan listrik antar elektroda tersebut akan mendorong lebih banyak partikel PP yang telah didispersikan ke dalam larutan elektrolit dan “diberi” muatan oleh surfaktan SDS kepada katoda sampel. Sehingga, massa deposisi meningkat. Akan tetapi, pada rentang 24-48 volt terjadi penurunan massa deposisi partikel PP. Peneliti berhipotesis bahwa laju deposisi partikel PP akibat medan listrik yang dinaikkan tersebut menjadi lebih cepat daripada laju deposisi ion Zn. Sehingga permukaan sampel menjadi terisolasi oleh partikel PP. Terisolasinya permukaan sampel tersebut mengakibatkan ion Zn tidak dapat terdeposisi kepada sampel, sehingga massa deposisi menurun. Dari grafik di atas juga dapat diamati bahwa pada konsentrasi partikel PP 60 g/L terjadi penurunan massa deposisi. Peneliti berhipotesis bahwa pada konsentrasi partikel PP tersebut, laju deposisi partikel PP menjadi lebih cepat daripada laju deposisi ion Zn. Sehingga berakibat pula pada terisolasinya permukaan sampel oleh partikel PP. Terisolasinya permukaan sampel oleh partikel PP tersebut menyebabkan ion Zn tidak dapat terdeposisi kepada sampel, sehingga massa deposisi menurun. Berdasarkan data pada subbab ini yang menunjukkan bahwa : (1) voltase yang diaplikasikan tidak selalu berbanding lurus terhadap massa deposisi dan (2) perubahan konsentrasi partikel PP
21
dari 20 g/L menjadi 60 g/L menyebabkan penurunan massa deposisi. Maka, hipotesis peneliti poin ke (1) tidak dapat diterima 4.3. Morfologi Permukaan Lapisan Komposit Zn-PP Sejauh eksperimen yang peneliti lakukan, partikel PP yang dikompositkan dengan Zn telah berhasil dideposisikan kepada sampel dengan mengaplikasikan voltase 12 – 48 volt kepada larutan Zn elektrolit yang mengandung suspensi PP 20 g/L atau 60 g/L, dimana arus listrik DC dikontrol 7-10 mA. Foto-foto hasil karakterisasi morfologi permukaan sampel pra dan pasca pelapisan komposit Zn-PP secara makrostruktur dengan pengamatan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.1. : Pengamatan makrostruktur pra dan pasca sampel dilapisi lapisan komposit Zn-PP Keterangan : 1) sampel sebelum diberi perlakuan, 2) sampel terlapis Zn, 3) lapisan komposit Zn-PP sebelum heat-treatment ; a) P1T1 ; b) P1T2 ; c) P1T3 ; d) P2T1 ; e) P2T2 ; f) P2T3 Dari gambar di atas, dapat dikonfimasi bahwa proses elektrodeposisi dengan voltase 12-48 volt dan konsentrasi partikel PP 20 g/L dan 60 g/L telah berhasil mendeposisikan partikel PP. Dapat dilihat bahwa terdapat perubahan warna sampel dari yang sebelumnya mengkilap (belum 22
diberi perlakuan), menjadi tampak kusam (telah dilapisi Zn), kemudian menjadi terdapat partikel PP yang menempel (telah dilapisi Zn-PP). Gambar di atas juga menunjukkan bahwa partikel PP sebagian besar terdeposisi di ujungujung sampel. Hal demikian terjadi karena bila sampel diberi muatan listrik, muatan tersebut akan terkonsentrasi pada ujung-ujung sampel (benda-benda yang runcing). Sehingga, medan listrik pada ujung sampel menjadi lebih besar. Oleh karena medan listrik pada ujung sampel lebih besar daripada bagian tengah sampel, deposisi partikel PP lebih terkonsentrasi pada bagian tersebut. Hasil pengamatan morfologi permukaan lapisan komposit secara mikrostruktur dapat dilihat pada gambar di halaman selanjutnya.
23
24
Gambar 4.2. : Pengamatan mikrostruktur lapisan komposit Zn-PP Dari data EDX mapping di halaman sebelumnya, dapat dikonfirmasi bahwa lapisan komposit Zn-PP telah berhasil dibentuk dengan cara mengombinasikan metode EPD dengan elektroplating. Hal tersebut dibuktikan oleh adanya unsur karbon yang menjadi indikator keberadaan partikel PP dan unsur Zn yang menjadi indikator keberhasilan proses elektroplating. Hasil identifikasi unsur lapisan komposit Zn-PP berdasarkan pembacaan XRD spektroskop, dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 25
Gambar 4.3. Keterangan
: Karakterisasi spektroskop XRD : Lapisan komposit Zn-PP P2T3 (atas) dan lapisan Zn murni (bawah).
Berdasarkan karakterisasi spektroskop XRD di atas, dapat dilihat bahwa terdapat peak gelombang Zn pada lapisan komposit Zn-PP yang tampak mirip dengan karakterisasi XRD pada elektroplating Zn murni. Hal tersebut mengindikasikan bahwa logam Zn telah berhasil dideposisikan kepada logam dengan menggunakan metode kombinasi EPD-elektroplating. Selain itu pada interval 0-37 positron [+2Theta](Copper(Cu)), dapat diamati pula peak gelombang asing. Peneliti berhipotesis bahwa peak asing tersebut adalah unsur karbon yang mengindikasikan bahwa partikel PP telah terdeposisi pada lapisan komposit bersama Zn. Oleh karena sejauh ini peneliti belum menemukan kondisi optimum yang memungkinkan terbentuknya lapisan komposit Zn-PP yang rapat, merata, dan memiliki porositas rendah. maka karakterisasi penghitungan persentase volume partikel PP yang menempel dan uji korosi belum dapat dilakukan. Hal ini disebabkan persebaran partikel PP yang terlokalisasi akan menyebabkan penghitungan persentase volume partikel PP menjadi tidak valid. Sedangkan proses uji korosi tidak dapat dilaksanakan dengan alasan keterbatasan waktu. Kedepannya, perlu dilaksanakan optimasi proses elektrodeposisi agar terbentuk lapisan komposit Zn-PP yang rapat, merata, dan berporositas rendah. Berdasarkan hasil pada subbab 4.2. dan 4.3. yang menunjukkan proses elektrodeposisi pada penelitian ini belum dapat menghasilkan lapisan komposit Zn-PP yang merata dan berporositas rendah, maka karakterisasi penghitungan persentase volume partikel PP dan karakterisasi laju korosi sampel belum dapat dilaksanakan. Akibatnya, hipotesis peneliti poin ke (2) belum dapat diuji kebenarannya. 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh pada bab IV, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Proses elektrodeposisi material komposit Zn-PP telah berhasil dilaksanakan dengan cara mengaplikasikan voltase 12-48 volt ke dalam larutan elektrodeposisi yang telah ditambahkan partikel PP konsentrasi 20 atau 60 g/L dan surfaktan anionik SDS konsentrasi 0,1 g/L. Proses heat-treatment dapat meningkatkan kekuatan adhesi PP
2.
Pada rentang voltase 12-24 volt, voltase yang diaplikasikan berbanding lurus terhadap massa deposisi lapisan komposit Zn-PP. Akan tetapi, pada rentang 24-48 volt, voltase yang diaplikasikan berbanding terbalik terhadap massa deposisi lapisan komposit. Oleh karena itu, voltase dan konsentrasi partikel PP optimum, ditinjau dari besarnya massa deposisi yang terbentuk adalah 24 volt dan 20 g/L.
3.
Berdasarkan pengamatan makrostruktur, SEM, dan EDX mapping, partikel PP bersama Zn telah berhasil dideposisikan pada sampel logam. Hal ini ditandai dengan adanya unsur karbon dan Zn yang terdeteksi oleh EDX mapping.
4.
Berdasarkan karakterisasi XRD, elektrodeposisi Zn-PP dengan mengombinasikan metode EPD dengan elektroplating dapat mendeposisikan logam Zn bersama dengan partikel PP. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan peak gelombang Zn dan peak gelombang asing yang diprediksi adalah unsur karbon penyusun utama polipropilena.
5.2. Saran Oleh karena eksperimen sampai saat ini belum menemukan kondisi optimum guna memproduksi lapisan komposit Zn-PP yang rapat, merata, dan berporositas rendah. Kedepannya, perlu dilaksanakan penelitian mengenai optimasi pelapisan komposit Zn-PP. Dalam hal ini, peneliti menyarankan : (1) ukuran partikel PP dalam larutan elektrodeposisi direduksi ukurannya hingga berskala nano dan (2) dilaksanakan penelitian mengenai senyawa yang dapat mendispersikan partikel PP dengan stabil.
27
UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini : 1. Drs. H. Bambang Nianto Mulyo, M.Ed, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Semarang yang telah bersedia mengizinkan peneliti untuk mengikuti lomba ini. 2. Dra. Eko Wulansari, M.Si, selaku wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Semarang bidang Sarana dan Prasarana yang telah mengizinkan peneliti untuk menggunakan sarana dan prasarana Laboratorium Kimia A dan B SMA Negeri 3 Semarang untuk keperluan penelitian ini. 3. Dr. Toto Sudiro, selaku pembimbing I dari LIPI yang telah bersedia membimbing, memberikan saran dan kritik yang membangun, mengakomodasi peneliti selama melakukan penelitian di Pusat Penelitian Fisika LIPI, membantu peneliti melaksanakan proses karakterisasi, dan dengan sabar mengoreksi karya tulis ilmiah ini. 4. Soleh Amin, S.Pd, M.Pd, selaku pembimbing II dari SMA Negeri 3 Semarang yang telah memotivasi, memberi dukungan, dan mengoreksi karya tulis ilmiah ini. 5. Dr. Heri Sutanto, selaku dosen Fisika FSM Universitas Diponegoro yang telah memberikan banyak saran dan kritik yang membangun selama penyusunan karya tulis ilmiah ini. 6. Orang tua, yang telah membantu dan mendukung peneliti dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. 7. Rekan-rekan peneliti seperjuangan : Ilham, Cenanda, Sekar, Tuah, dan Duva yang telah memotivasi dan mendukung peneliti dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan di sini. Yang telah mendukung peneliti dalam penyusunan karya penelitian ini. Peneliti berharap agar karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi segala pihak terutama masyarakat umum. Peneliti menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu peneliti memohon kritik dan saran supaya dapat mengembangkan karya tulis ilmiah ini menjadi lebih baik di kemudian hari.
Semarang, 13 Agustus 2015 Peneliti
28
DAFTAR PUSTAKA [1] Holleman, A. F.; Wiberg, E; Wiberg, Nils (1985). Cadmium. Lehrbuch der Anorganischen Chemie, 91–100 (in German). Walter de Gruyter. pp. 1056–1057. [2] Marce R.E, in : Metals Handbook, Vol. 5, ninth ed., ASM International, metals Park, OH, 1982, p. 256 [3] Morrow, H. (2010). Cadmium and Cadmium Alloys. Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology. John Wiley & Sons. pp. 1–36. [4] D. Figueroa, M.J. Robinson, Corros. Sci. 50 (2008) 1066-1079 [5] J.A. Bates, Plat. Surf. Finish 81 (1994) 36-40 [6] “Guidance to the use of Cadmium alternatives in the protective coating of defence equipment published” by Defence Procurement Agency in 2005 [7] C. Savall, D. Sylla, M. Gadouleau, Ph. Rafait, J. Creus, Mater. Sci. Eng. A-Struct. Mater. Prop. Microstruct. Process 430 (2006) 165-171 [8] F.J. Fabri Miranda, O.E. Barcia, O.R. Mattos, R. Wiar, J. Electrochem. Soc. 144 (1997) 3441-3448 [9] C.-C. Hu, C.-K. Wang, Electrochim. Acta 51 (2006) 4125-4134 [10] R. Ramanauskas, L. Muleshkova, L. Maldonado, P. Dobrovolskis, Corros. Sci. 40 (1998) 401-410 [11] Dickerson, James H., Aldo R. Boccaccini. (2012). Electrophoretic Deposition of Nanomaterials. New York : Springer Science [12] Li, T. (2004). Development of piezoelectric tubes for micromotor. PhD thesis, Nanyang Technological University [13] Chen, Y.H., Li, T., Ma, J. et al. (2007) Development of FGM monomorph actuator for impedance pump application. Key. Eng. Mater. 334– 335, 1077–1080 [14] Kurniawan, Sheva Handy. (2011). Pengaruh Penggunaan Serat Plastik Terhadap Nilai Daya Dukung Tanah. Program Sarjana. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta. [15] Hamid, Z. Abdel, I.M. Ghayad. Characteristics of electrodeposition of Ni-polyethylene composite coatings. Materials Letters 53 (2002) [16] Lou, Helen H., Yinlun Huang. (2006). Electroplating. Encyclopedia of Chemical Processing. DOI : 10.1081/E-ECHP-120007747. [17] Sutrisno. Kajian Tinning (Sn Plating) dalam Dunia Industri. Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN : 2087-2259 [18] American Galvanizers Association. (2011). Zinc Coatings : A Comparative Analysis of Process and Performance Characteristics. Colorado : American Galvanizers Association [19] Porter, Frank C. (1994). Corrosion Resistance of Zinc and Zinc Alloys. CRC Press. p. 121. ISBN 0-8247-9213-0. [20] Winand, René. (2010). Modern Electroplating, Fifth Edition. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc. [21] Yuniardi, Doddi. (2005). Elektroplating. doddi_y.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/27221/elektroplating.pdf [22] ASTM. (2000). Corrosion : Understanding the Basics. Pennsylvania : ASTM [23] Rani, B.E. Amitha, Bharathi Bai J. Basu. Green Inhibitors for Corrosion Protection of Metals and Alloys : An Overview. International Journal of Corrosion Volume (2012), Article ID 380217, 15 pages [24] Sidiq, M. Fajar. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April (2013) ISSN : 2087-2259 [25] Utomo, Budi. Jenis Korosi dan Penanggulangannya. Jurnal T. Perkapalan, Vol 6, No.2, Juni (2009) [26] Calister, William D., David G. Rethwisch. (2010). Materials Science and Engineering An Introduction; 8th Edition. [27] Llewellyn, Thomas O. (1994). Cadmium. United States Department of The Interior, Bureau of Mines [28] Cadmium Council, Inc., New York. (1980). Technical Notes on Cadmium. Cadmium Production Properties and Uses. pp. 9 [29] Morrow, H. (2003). The Release of Cadmium to the Environment Due to Corrosion from Anthropogenic Sources. International Cadmium Association. [30] Meyer, W. T. (1986) “Automotive Cadmium: Safe at the Plate, Sound as a Pigment,” Society for Automotive Engineers (SAE) International Congress and Exposition, Detroit, Michigan, February 24-28, 1986 [31] Carter, V.E. (1977). “Coating Performance: Cadmium,” Metallic Coatings for Corrosion Control, Butterworth-Heinemann, London, UK, pages 111-112. [32] Shreir, L. L. (1976). “The Protective Action of Metallic Coatings – Cadmium,” Corrosion(2nd Edition): Volume 2, Corrosion Control, Butterworth-Heinemann, London, UK, 1976. [33] Farrara, R. A. (1984). “Cadmium Plating vs. Other Coatings to Prevent Corrosion,” Technical Report ARLCB-MR-84013, U.S. Army Armament Research and Development Center, Large Caliber Weapon Systems Laboratory, Benet Weapons Laboratory, Watervliet, NY, April 1984. [34] Robin A. Bernhoft, Cadmium Toxicity and Treatment, The Scientific World Journal, vol. (2013), Article ID 394652, 7 pages, 2013. doi:10.1155/2013/394652 [35] European Commission Decision of 12 October 2006 amending, for the purposes of adapting to technical progress, the Annex to Directive 2002/95/EC of the European Parliament and of the Council as regards exemptions for applications of lead and cadmium (notified under document number C(2006) 4790). Journal of the European Union. 14 October 2006. [36] IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans, Volume 58 [37]International Association of Plastic Distribution. Typical Properties of Polypropylene. https://www.iapd.org/bookstore/property_tables/pp.pdf. Diakses pada tanggal 10 April 2015 [38] Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung : Alfabeta [39] ASTM Standard E 562-02. Standard Test Method for Determining Volume Fraction by Systematic Manual Point Count. [40] ASTM Standard G-31. Practice for Laboratory Immersion Corrosion Testing of Metals [41] ASTM Standard G-1 90. Standard Practice for Preparing, Cleaning, and Evaluating Corrosion Test Specimens [42] Kennell, G.F., K.L. Heppner, R.W. Evitts. (2008) A Critical Crevice Solution and iR Drop Crevice Corrosion Model. Corrosion Science 50: 1716.
29