BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pembangunan di bidang kesehatan. Dalam pembangunan kesehatan ini, pemerintah turut dalam Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para Kepala Negara dan perwakilan dari 189 negara dalam sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September 2000 yang menegaskan
kepedulian
utama
masyarakat
dunia
untuk
bersinergi dalam mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs). Tujuan MDGs yang tercantum dalam Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2010 adalah menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan yang mencakup semua komponen kegiatan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat. Di dalam Deklarasi Milenium tahun 2010 tersebut, terdapat
8
buah
sasaran
pembangunan milenium
yang
ditargetkan untuk dicapai pada tahun 2015. Salah satu sasaran yang akan dicapai adalah menurunkan angka kematian anak yang merupakan tujuan ke empat dalam Tujuan Pembangunan
1
2
Milenium. Di dalam Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2010, Angka kematian bawah lima tahun (balita) telah menurun dari 97 per 1.000 kelahiran pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran pada tahun 2007 dan diperkirakan target 32 per 1.000 kelahiran pada tahun 2015 dapat tercapai. Pencapaian sasaran ini membutuhkan kerja keras dan peran pemerintah serta seluruh masyarakat. Adapun kebijakan kesehatan anak yang disusun untuk mendukung tercapainya sasaran tersebut difokuskan pada intervensi-intervensi layanan kesehatan meliputi: imunisasi, Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), gizi pada anak, penguatan peran keluarga, dan peningkatan akses layanan kesehatan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan terkait dengan kebijakan tersebut adalah dengan pemberian ASI Eksklusif karena berdasarkan penelitian World Health Organisation/WHO (2000) di enam negara berkembang, risiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui, untuk bayi berusia di bawah dua bulan, angka kematian meningkat menjadi 48% (Roesli,2008). Studi Huffman & Lamphere juga menunjukkan pentingnya peran ASI Eksklusif di negara berkembang dibandingkan negara maju. Di negara maju ketika higiene dan sanitasi sudah baik, peran ASI Eksklusif hampir dapat digantikan oleh susu formula karena susu formula sudah dapat disajikan dalam porsi dan kebersihan yang
3
terjaga dan mendekati kualitas ASI. Sementara di negara berkembang penyapihan dan pemberian makanan pengganti ASI menyebabkan anak menjadi mudah sakit dan status gizi kurang (Makara Kesehatan, Vol.14, Juni 2010). Berdasarkan studi Huffman & Lamphere tersebut, untuk Indonesia yang tergolong negara berkembang maka peran ASI Eksklusif ini menjadi sangat penting
yaitu
untuk
menurunkan
angka
kesakitan
dan
meningkatkan status gizi. Adapun durasi pemberian ASI yang ditetapkan oleh WHO sejak tahun 2002 yaitu diberikan secara Ekslusif pada 6 bulan pertama, kemudian dianjurkan untuk tetap diberikan
setelah
6
bulan
bersamaan
dengan
makanan
pendamping ASI sampai anak 2 tahun (DepKes RI, 2001). Pemerintah berharap program pemberian ASI Eksklusif ini dapat dilaksanakan oleh semua masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan, oleh karena itu Program ASI Eksklusif ini sudah direkomendasikan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
450/MENKES/SK/IV/2004 tentang pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif. Walaupun Program ASI Eksklusif adalah salah satu program pemerintah untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan pada bayi dan anak, namun ternyata pencapaian program ini masih sangat rendah. Data Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) pada tahun 2010 menunjukan bahwa pemberian
4
ASI Eksklusif di Indonesia saat ini memprihatinkan, bayi yang menyusu eksklusif sampai 6 bulan hanya mencapai 15,3%. Data yang diperoleh dari profil kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 menunjukkan cakupan pemberian ASI Eksklusif hanya sekitar 40,21%, terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun 2008 (28,96%), tetapi dirasakan masih sangat rendah bila dibandingkan dengan target pencapaian ASI Eksklusif tahun 2010 sebesar 80%. Dari 29 kabupaten dan 6 kota di Jawa Tengah, hanya 4 kabupaten saja yang telah mencapai pemberian ASI Eksklusif di atas 60% yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Blora (Profil Jateng 2009). Berdasarkan data tersebut dapat kita simpulkan bahwa Kabupaten Semarang mencapai pemberian ASI Eksklusif kurang dari 60%. Selanjutnya survei yang pernah dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) kerjasama
dengan
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) dan Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel), menunjukkan bahwa cakupan ASI Eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 14%-21% sedangkan di pedesaan 6%19% (Kodrat, 2010). Hasil tersebut menunjukkan bahwa di
5
pedesaan pun saat ini banyak ibu yang lebih memilih susu formula dibandingkan dengan menyusui bayi mereka sendiri. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Dusun Ngaduman yang merupakan salah satu Dusun wilayah Desa Tajuk, mata pencaharian utama Dusun Ngaduman adalah sebagai petani. Setiap hari warga sibuk bekerja di ladang. Jika dilihat dari tingkat pendidikannya, rata-rata pendidikan terakhir ibu yang ada di Dusun Ngaduman adalah Sekolah Dasar dan hanya satu atau dua orang saja yang mencapai tingkat Sekolah Menengah Pertama. Di Dusun ini tidak terdapat tenaga kesehatan lain ataupun puskesmas karena tenaga kesehatan terdekat berada ± 3 km dan puskesmas terdekat berada ± 8 km tanpa adanya angkutan umum. Posyandu yang dilakukan di Dusun Ngaduman ini dilayani oleh seorang bidan utusan desa yang hanya melayani pengobatan dasar saja dan kader yang membantu bidan ini adalah para ibu dengan latar belakang pendidikan Sekolah Dasar yang bersedia dengan sukarela untuk menjadi kader. Melihat uraian singkat tersebut dapat dibayangkan betapa sulitnya perkembangan ilmu pengetahuan dan cara untuk memperoleh informasi di daerah tersebut. Sulitnya
mengembangkan
ilmu
pengetahuan
dan
penyampaian informasi membuat warga Dusun Ngaduman sulit untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan cenderung hanya
6
berpatokan pada mitos-mitos yang dianut para pendahulu saja. Salah satu mitos yang masih dipercaya adalah tentang menyusui / pemberian ASI bagi bayi. Masih banyak para ibu yang lebih percaya dengan orang tua yang menganut mitos yang salah dalam pemberian ASI dibanding percaya kepada bidan yang menangani persalinan mereka. Menurut para ibu, mereka cenderung percaya pada ibu mereka atau saudara juga tetangga mereka karena mereka lebih dahulu mempunyai pengalaman menyusui dan terbukti anak mereka dapat memiliki badan yang gemuk dan terlihat sehat. Mereka juga menuturkan bahwa saat pertama kali harus menyusui bayi mereka, mereka merasa tidak yakin dan takut kalau tidak dapat menyusui dengan baik dan ibu mereka adalah orang yang tepat untuk dapat dipercaya memberikan nasehat yang selalu mereka anggap benar padahal itu sering sekali merupakan nasehat ataupun mitos yang menyesatkan khususnya tentang ASI. Adapun mitos tentang ASI yang masih beredar di Dusun Ngaduman antara lain bayi harus diberi makan segera setelah lahir, menyusui menyebabkan payudara kendur, ASI pertama yang berwarna kekuningan merupakan ASI basi dan tidak baik untuk bayi, hingga usia 6 bulan
ASI
saja
tidak
cukup
bagi
bayi
sehingga
harus
dikombinasikan dengan susu formula, jika ibu sakit maka bayi akan tertular melalui ASI, ibu yang banyak minum susu akan
7
menghasilkan banyak ASI dan payudara kecil serta payudara dengan putting terbenam tidak dapat menyusui. Beberapa mitos di atas dapat mempengaruhi suksesnya pemberian ASI secara eksklusif di daerah tersebut. Berdasarkan wawancara yang dilakukan sebagai studi pendahuluan, tidak ada ibu yang memberikan ASI secara eksklusif kepada anaknya. Memang mereka menyusui bayinya namun mereka belum memahami konsep ASI
Eksklusif
dengan benar.
Mereka
menganggap bahwa ASI Eksklusif adalah menyusui bayi mereka sekaligus memberikan makanan pendamping lain ataupun susu formula sejak lahir. Ini adalah konsep yang salah tentang ASI Eksklusif dan dapat merugikan bayi. Dilihat dari Kartu Menuju Sehat (KMS) bayi yang tidak diberikan ASI Eksklusif di Dusun Ngaduman, memang menunjukkan kenaikan Berat Badan (BB) yang baik dan tidak berada di Bawah Garis Merah (BGM) namun cenderung lebih sering sakit jika dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI Eksklusif. Menurut bidan Desa Tajuk, 10% dari warga memeriksakan bayi mereka yang diare karena pemberian susu formula. Hal ini diakibatkan karena minimnya pengetahuan ibu tentang takaran susu yang tepat untuk bayi mereka serta karena alat yang digunakan untuk memberikan susu formula tersebut tidak higienis.
8
Melihat fenomena tersebut maka peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan ibu menyusui tentang ASI Eksklusif dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa Tajuk Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
1.2 Batasan Masalah Pemberian ASI dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan juga faktor pendorong. Faktor predisposisi mencakup pendidikan, pengetahuan, sikap dan persepsi. Faktor pendukung mencakup pendapatan keluarga dan ketersediaan waktu serta faktor pendorong mencakup sikap petugas kesehatan serta sikap orang tua. Di dalam penelitian ini, peneliti hanya akan melihat dari salah satu faktor predisposisi yaitu pengetahuan.
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah terdapat hubungan pengetahuan ibu menyusui tentang ASI Eksklusif dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa Tajuk Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
9
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Untuk
mengetahui hubungan pengetahuan ibu
menyusui tentang ASI Eksklusif dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa Tajuk Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. 1.4.2 Tujuan khusus a. Mengidentifikasi pemberian ASI Eksklusif di Desa Tajuk Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. b. Menganalisis pengetahuan ibu tentang pemberian ASI Eksklusif di Desa Tajuk Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
I.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi masyarakat a. Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menambah
pengetahuan masyarakat tentang pengetahuan ibu menyusui
terhadap
ASI
dalam
mencapai
keberhasilan pemberian ASI Eksklusif b. Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
masukan kepada masyarakat dalam upaya untuk mencapai program ASI Eksklusif
10
1.5.2 Bagi Institusi a. Untuk
mengembangkan
komunitas,
ilmu
keperawatan
keperawatan
maternitas
dan
keperawatan anak. b. Memberikan kontribusi kepada Pemerintahan Desa Tajuk Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang dalam bentuk hasil analisa hubungan pengetahuan ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusif sehingga dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam
rangka
meningkatkan
Eksklusif di masyarakat.
pemberian
ASI