BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Era desentralisasi mengakibatkan adanya pembagian wewenang dan
kekuasaan antara Pemerintah Pusat (Pempus) dan pemerintah daerah (Pemda).
Dengan ini pemda memiliki tanggung jawab yang besar untuk memajukan daerahnya sehingga banyak kebijakan , ketentuan, dan peraturan yang dibuat pemda untuk memajukan daerahnya. Namun pembuatan peraturan tersebut tidaklah terlepas dari peraturan yang lebih tinggi diatasnya. Salah satu peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) no 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Peraturan Presiden (Perpres) No 54 Tahun 2010 tentang pengadaaan barang/jasa juga Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan. Adanya peraturan tersebut dapat membuat pemda lebih mudah dalam mengelola Barang Milik Daerah (BMD) karena peraturan tersebut merupakan acuan dan prosedur yang wajib dilaksanakan oleh pemda untukmelaksanakan pengadaan. Dengan melaksanakan peraturan tersebut maka pemda
dapat
melakukan
pelaporan
dengan
baik
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban terhadap pemerintah pusat maupun rakyat. Untuk itu, agar dapat menjalankan pemerintahan dengan baik, salah satu hal yang harus diperhatikan oleh Pemerintah adalah Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan
(SPIP) sebagai suatu sistem yang dapat membantu mencapai tujuan sehinga dapat tercipta pemerintahan yang baik.
Pemerintahan yang baik kini sudah menjadi tuntutan dari masyarakat
sebagai pemangku kekuasaan dalam sistem pemerintahan demokrasi yang dianut
negeri ini. Dengan kata lain good governance harus dilaksanakan di negeri ini, dimana salah satu pilarnya adalah transparansi yang menyatakan keterbukaan pemerintah terhadap semua kalangan. Transparansi ini menuntun masyarakat
untuk mengetahui kinerja pemerintah sebagai bentuk kontrol dari masyarakat terhadap pemerintahan yang sedang berjalan. Dengan demikian dapat dilihat dari bagaimana prosedur yang mereka lakukan dalam mengoperasikan kegiatan pemerintahan setiap harinya. Sehingga sebuah SPIP merupakan alat yang sangat penting dalam mengendalikan dan menjalankan kegiatan pemerintahan sesuai dengan peraturan yang seharusnya demi terwujudnya pemerintahan yang baik. Sistem ini dapat mengendalikan banyak hal termasuk prosedur-prosedur dalam pemerintahan yang di antaranya adalah prosedur mengenai pengadaan barang dan jasa milik daerah. Prosedur tersebut mengatur setiap langkah yang tepat untuk melaksanakan pengadaan BMD sesuai dengan kebutuhan dan peraturan yang berlaku. Namun pada kenyataannya masih saja banyak hal yang tidak sesuai yang dapat menimbulkan terjadinya kecurangan dalam bentuk korupsi dan semacamnya yang tentunya akan merugikan Negara yang akhirnya berdampak pada kesejahteraan rakyatnya. Salah satu contohnya dalam kehidupan nyata adalah adanya penyalahgunaan dana dalam pengadaan sebuah tender pengadaan BMD yang
dilakukan Kota Depok, dimana Dinas Damkar kota tersebut mendapatkan dana double 350 juta rupiah sehingga menjadi 700 juta rupiah namun dalam
penggunaannya tidak sesuai dengan peruntukan dana tersebut.
(sumber : http://cecdepok.blogspot.com/2012/02/beberapa-pejabat-kota-depok-
diperiksa.html)
Ataupun kasus lainnya yang dilakukan bahkan oleh mantan Gebernur Jawa
periode sebelumnya dalam hal penyelewengan dana sebesar 50 miliar Barat
rupiah untuk pengadaan mobil pemadam kebakaran dan alat berat lainnya yang menggunakan APBD Provinsi Jawa Barat. (sumber : http://profiltokohdepok.wordpress.com/yusuf-setiawan/) Selanjutnya pada tahun 2004 Yayasan BIGS (Bandung Institute of Governance Studies) mengembangkan kegiatan expenditure tracking
yang
dipimpin oleh Dedi Haryadi - untuk sebuah proyek pengadaan alat-alat berat yang dilakukan oleh Biro Perlengkapan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hasil studi menunjukkan dugaan adanya mark-up (penggelembungan) nilai proyek yang ditaksir mencapai 40 persen atau sekitar Rp. 40 milyar. Budhiyana mantan Kepala Biro Pengendalian Program, dan Wahyu Kurnia Kepala Biro Perlengkapan, yang masing-masing divonis 4 tahun penjara. Untuk memperkuat hal ini dapat dilihat dari tabel perbandingan harga versi dokumen anggaran satuan kerja (DASK) dan versi yayasan BIGS.
Versi Versi Yayasan BIGS DASK Biro Perlengkapan Volume Harga/unit Nilai Volume Harga/uni Nilai (Unit) (juta Rp) (milya (Unit) t (juta (milyar r Rp) Rp) Rp) Ambulance type 115ST 25 400,00 10,0 25 300,00 7.500,00 4 roda Pemadam Kebaran type: 2 10.000,00 20,0 2 3.500,00 7.500,00 Acrial Platform Snorkel Model MSA 25 Pemadam kebakaran 1 10.000,00 10,0 1 3.500,00 3.500,00 tipe:Gyro turn Table ladder MLF 4-30R Pemadam kebakaran tipe: 6 1.000,0 06,0 6 750,00 4.500,00 V.80 ASM Stoom wools tipe: 25 688,68 17,217 25 450,00 11,20 Vibrating Roller 4 ton, SW 500 ie Dump Truck tipe 125 LT 25 297,00 7,425 25 225,00 5,72 6 Roda Beckhoe type:3CX-4WD 12 1.000,00 12,00 12 750,00 9,00 Mobil tangga type: 25 Lt- 25 748,87 18,72 25 450,00 11,20 125 PS A 500 100,59 60,22
Tabel 1.1. Perbandingan Harga Barang Versi Pemerintah dan Versi Yayasan BIGS dalam Pengadaaan Alat-alat berat di Provinsi Jawa Barat. Jenis Barang
(sumber : http://www.bigsfound.org/program/1-transparansi-anggaran/22expenditure-tracking-pengadaan-alat-alat-berat-di-provinsi-jawa-barat)
Bagaimana bisa hal tersebut terjadi sementara untuk melakukan pengadaan harus mengikuti setiap langkah yang ada pada peraturan, dengan demikian kita harus melihat ke dalam instansinya itu sendiri dengan cara menelaah SPIP yang mereka gunakan untuk mengatur semua faktor agar berjalan sesuai dengan peraturan. Inilah salah satu alasan mengapa SPIP penting untuk ditelaah, selain itu SPIP pun mengajarkan untuk adanya pembagian fungsi agar menghindari
terjadinya kecurangan namun menurut observasi yang penulis lakukan terkadang ada saja dalam sebuah instansi dimana seseorang memiliki fungsi ganda. Dengan
pembagian fungsi setiap orang hanya menjalankan kegiatan sesuai dengan
fungsinya yang menyebabkan prosedur aman dari penyelewengan. Selain itu
dengan pembagian fungsi tersebut, setiap Sumber Daya Manusia (SDM) haruslah memiliki kompetensi yang sesuai dengan pekerjaan mereka sehingga tidak akan mengganggu kelancaran jalannya kegiatan dalam instansi.
Berdasarkan hasil observasi penulis sebelumnya di sebuah biro pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, salah satu contoh dari kasus ini adalah SDM yang kurang kompeten dalam melaksanakan tugasnya sehingga hasil dari pekerjaan mereka tidak sesuai dengan input yang dilakukan dan mengakibatkan kesalahan output yang mengakibatkan kesalahan dalam pengadaan BMD. Hal ini terjadi karena SDM yang kurang mampu dalam melaksanakan input data yang sesuai dengan kebutuhan, disamping itu pulatidak adanya sistem yang mengatur ukuran pengadaan untuk suatu barang sehingga untuk mengukur suatu barang terkadang berbeda instansi akan berbeda ukuran pula sehingga akan menyulitkan SDM yang menginput data untuk menghitung kebutuhan tahun berikutnya. Bentuk kesalahan pengadaan lain pun terjadi ketika sebuah instansi meminta ATK dengan merujuk kepada penulisan merek dan tipe, padahal sebenarnya hal itu dilarang dan hanya diperbolehkan untuk melakukan penggantian suku cadang maupun alasan tertentu yang kuat sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Agus Koswara di Bagian Perencanaan dan Evaluasi Biro PBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat.Mungkinkah kompetensi SDM di Pemerintah Provinsi Jawa
Barat dapat dilihat dari tingkat pendidikannya, berikut adalah salah satu contoh tingkat pendidikan SDM salah satu dinas di Jawa Barat. Berikut adalah tabel yang
menunjukan tingkat pendidikan di salah satu dinas di Pemerintah Provinsi Jawa
Barat yang dipilih secara acak.
Tabel 1.2 Daftar Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan
(sumber : http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/773)
Data Tabel 1.2 diatas menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan didominasi oleh tingkat SLTA sebesar 41,43%, selanjutnya tingkat Sarjana(S1) sebesar 34,29%, tingkat SLTP sebesar 10,00%, tingkat SD sebesar 7,14%, tingkat SM/Diploma sebesar 5,71% dan sisanya sebesar 1,43% adalah tingkat S2. Semakin seseorang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, maka kemampuan maupun pengalamannya akan berbeda dengan mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Namun tidak menutup kemungkinan pula bahwa orang dengan tingkat pendidikan yang rendah memiliki kemampuan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi dikarenakan pengalaman dan pelatihan yang telah ia jalani. Cukup banyak temuan yang peneliti temukan, namun pada
dasarnya kesalahan terebut berasaldari sistem atau alat yang mengatur para
SDM untuk melaksanakan tugasya sesuai dengan peraturan dan SDM kurang
kompeten yang berbuntut pada kegagalan efektivitas hasil yang mereka dapatkan.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan di atas,
maka penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisis permasalahn diatas sebagai bahanpenelitian dengan judul Barang/Jasa Milik Daerah Terhadap Efektivitas Pengadaan Barang/Jasa
tudi empiris pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat)
1.2
Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkanpermasalahan, maka penulis dapat menarik perumusan
masalah sebagai berikut : a. Bagaimana pengaruh sistem pengendalian intern pemerintahan (SPIP) secara simultan terhadap efektivitas pengadaan barang milik daerah (BMD) pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. b. Bagaimana pengaruh lingkungan pengendalian terhadap efektivitas pengadaan BMD pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. c. Bagaimana pengaruh penilaian resiko terhadap efektivitas pengadaan BMD pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
d. Bagaimana pengaruh kegiatan pengendalian terhadap efektivitas pengadaan BMD pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
e. Bagaimana pengaruh informasi dan komunikasi terhadap efektivitas pengadaan BMD pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
f. Bagaimana pengaruh pemantauan terhadap efektivitas pengadaan BMD pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan peneliti tidak hanya semata dilaksanakan tanpa
tujuan, namun peneliti memiliki tujuan tertentu dalam penelitian ini. Sebagai tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : a. Untuk mengetahui pengaruh SPIP secara simultan terhadap efektivitas pengadaan BMD pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. b. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan pengendalian terhadap efektivitas pengadaan BMD pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. c.
Untuk mengetahui pengaruh penilaian resiko terhadap efektivitas pengadaan BMD pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
d. Untuk mengetahui pengaruh kegiatan pengendalian terhadap efektivitas pengadaan BMD pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. e. Untuk mengetahui pengaruh informasi dan komunikasi terhadap efektivitas pengadaan BMD pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
f. Untuk mengetahui pengaruh pemantauan terhadap efektivitas pengadaan BMD pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
Selanjutnya sebagai tujuan praktis bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat,
penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui SPIP yang digunakan di Pemerintah Provinsi Jawa Barat. b. Untuk mengetahui tingkat efektivitas pengadaan BMD.
1.4
Manfaat Penelitian Penulis dalam membuat karyanya tentunya memikirkan nilai guna dari
karyanya. Sebuah kebangaan bagi penulis
jika dapat
menyumbangkan
pengetahuan yang dapat berguna bagi semua pihak yang berkaitan dengan penelitiannya melalui penelitian yang dilakukannya, dimana kegunaan karyanya tersebut adalah sebagai berikut : a. Bagi Penulis Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang sistem pengendalian intern pemerintah dan prosedur pengadaan BMD, serta dapat membandingkan antara teori yang didapat dengan yang terjadi di lapangan. Serta sebagai syarat Tugas Akhiri untuk meraih gelar Sarjana Sain Terapan Program Studi Akuntansi Manajemen Pemerintahan Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bandung.
b. Bagi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Dapat memberikan masukan serta informasi yang berguna dalam prosedur
penadaan BMD yang baik dan benar guna terhindarnya dari tindak
kecurangan. c. Bagi Pihak-Pihak Lain Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan menambah pengetahuan bagi masyarakat umum yang berkaitan dengan Sistem Pengendalian Internal
Pemerintahan dan Prosedur Pengadaan Barang Milik Daerah.