BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Manajemen SDM merupakan suatu entitas penting dalam studi kelembagaan, dalam kelembagaan organisasi sosial, budaya, perusahaan, maupun lembaga pemerintah. Studi tentang manajemen SDM di suatu kelembagaan pemerintah juga dapat ditunjukkan bagaimana misalnya lembaga merespons birokrasi yang berkembang di suatu kelembagaan pemerintahan modern saat ini, seperti persoalan rekrutmen, penempatan pegawai, dan pembinaan karir (Schuler, 1992). Manajemen SDM yang selanjutnya disingkat (SDM), sebagai salah satu unsur penting, memiliki arti dan fungsi strategis bagi suatu lembaga (Siagian, 2011: 31-33). Berhasil atau tidaknya suatu lembaga dalam mencapai tujuan yang ditetapkan sangat tergantung kepada kemampuan SDM-nya dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, setiap lembaga perlu memikirkan bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan SDM agar dapat mendorong efektivitas pencapaian visi dan misi lembaga. Kualitas SDM dalam suatu lembaga ditentukan oleh sejumlah faktor seperti rekrutmen, penempatan, pemeliharaan, pengembangan, dan pengawasan dalam berbagai tugas pokok dan fungsi masing-masing (Siagian, 2011: vii-ix). Pola rekrutmen merupakan aspek yang krusial, mengingat SDM menjadi penentu berhasil tidaknya suatu lembaga menyatakan misi-misinya sesuai dengan visi lembaga. Penempatan merupakan langkah yang dilakukan setelah terlaksananya
1
fungsi rekrutmen. Penempatan merupakan salah satu fungsi terpenting dalam manajemen SDM, karena tersedia atau tidak tersedianya pegawai dalam kuantitas dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan lembaga maupun tepat atau tidak tepatnya penempatan seorang pegawai pada jabatan tertentu, sangat ditentukan oleh fungsi seleksi dan penempatan (Siagian, 2011: 168-169). Apabila fungsi ini tidak dilaksanakan dengan baik maka dengan sendirinya akan berakibat fatal terhadap pencapaian visi dan misi organisasi. Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) merupakan salah satu lembaga pemerintah non-kementerian yang pada dasarnya dibentuk sebagai upaya nyata untuk menyelamatkan dan melestarikan cita-cita proklamasi kemerdekaan dan tujuan bangsa Indonesia serta kelangsungan hidup bangsa dan negara. Oleh karena itu, sangat wajar apabila Lemhannas RI disebut sebagai “Penjaga Negara“ sekaligus sebagai “Obor Empat Konsensus Dasar Bangsa”.
Lahirnya
Lemhannas
RI
merupakan
jawaban
atas
tuntutan
perkembangan strategik, baik nasional, regional maupun internasional yang mengharuskan adanya integrasi dan kerjasama yang baik serta dinamis antar-para aparatur Sipil, TNI, POLRI, pimpinan Swasta Nasional, pimpinan Organisasi Politik dan Organisasi Kemasyarakatan, dalam rangka
penyelenggaraan
pemerintahan negara (Profil dan Direktori Lemhannas RI Tahun 2012). Salah satu penekanan Presiden Soekarno pada saat pembentukan Lemhannas RI tanggal 20 Mei 1965 adalah penyusunan pertahanan nasional bersendikan karakter bangsa. Pada waktu itu Lemhannas RI berkedudukan langsung di bawah Presiden dan mempunyai tugas membantu dan memberi nasihat kepada Presiden dalam hal pertahanan dan keamanan. Dalam
2
perkembangannya, Lemhannas RI telah mengalami perubahan yang didasarkan pada kemajuan lingkungan strategik yang dihadapi. Beberapa kali telah dilaksanakan revalidasi manajemen untuk menyesuaikan dengan tuntutan tugas, hingga lahir Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2006 Tentang Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia. Perubahan ini tentu saja disertai dengan perubahan struktur, tugas dan fungsi organisasi yang dilaksanakan berdasarkan perkembangan lingkungan strategik nasional, regional, dan global tanpa mengabaikan pokok-pokok pikiran yang melandasi langkah-langkah para tokoh pendahulu yaitu pelaku sejarah lahirnya Lemhannas RI. Dengan melihat perkembangan yang terjadi di dalam institusi Lemhannas RI sebagai lembaga pemerintahan non-kementerian, maka ditetapkan visi lembaga. Visi Lemhannas RI adalah ”Menjadi lembaga nasional yang bertaraf internasional, unggul dan terkemuka, yang berdasarkan pada Pancasila, UUD NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika” dan memiliki misi: Pertama, menyelenggarakan pendidikan kepemimpinan yang bermutu dengan meluluskan calon pemimpin tingkat nasional yang kompeten sesuai dengan paradigma nasional;Kedua, melakukan pengkajian unggulan yang relevan dan berguna bagi kepentingan bangsa dalam mendukung pembangunan nasional;Ketiga, memantapkan nilai-nilai luhur yang relevan bagi pembangunan karakter bangsa dan mendukung pembangunan nasional, guna mendorong keberhasilan pembangunan nasional, membina dan mengembangkan kerjasama dengan institusi terkait baik di dalam dan di luar negeri dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional, menyelenggarakan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana,
3
kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga (Peraturan Gubernur Lemhannas RI Nomor 01 Tahun 2014 tanggal 2 Januari 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kerja dan Anggaran Lemhannas RI Tahun 2014). Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi untuk mewujudkan visi dan misinya, ternyata harapan tentang peran besar Lemhannas RI tampaknya belum terwujud.Hal ini terindikasi dari munculnya beberapa fenomena-fenomena seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Muladi selaku Gubernur Lemhannas RI pada saat jam pimpinan tahun 2005 antara lain yang masih membayangi Lemhannas RI seperti kualitas kurikulum masih belum menjawab standar komprehensif, integral, holistik pada tingkat nasional dan internasional, masih diperlukannya peningkatan profesionalisme tenaga pendidik, hasil kajian (sebagai think tank) cenderung inward looking, mekanisme dan sistem kepegawaian termasuk persyaratan dalam menduduki jabatan yang tidak seragam di mana masing-masing aparatur memiliki aturan main sendiri (Muladi, 2005). Aparatur PNS, misalnya, menggunakan sistem pembinaan personel sebagaimana yang berlaku di Lemhannas RI, tetapi untuk TNI dan POLRItetap berdasarkan instansi induknya masing-masing (pengamatan dan wawancara dengan Dirkonsisnas Debidtaplai Kbs Lemhannas RI pada 12 November 2014). Persoalan yang timbul bukan hanya seperti yang disebutkan di atas, tetapi minat terhadap Lemhannas RI juga merosot tajam. Hal ini dapat dilihat pada berkurangnya minat pengiriman peserta yang berasal dari TNI AD, hanya mengirimkan satu orang peserta pada KRA 36 tahun 2003. 1 Selain hal yang Makalah Muladi dengan judul “Beberapa Pemikiran Dalam Rangka Meningkatkan Daya Tarik, Citra dan Kinerja Lemhannas RI”, pada acara Jam Pimpinan tanggal 7 September 2005. 1
4
dikemukakan oleh Prof. Dr. Muladi SH selaku Gubernur Lemhannas RI,pada tanggal 09 Agustus 2011 saat Presiden memberikan pembekalan kepada peserta PPSA XVII yang berbunyi “Kepada LemhannasRI, teruslah melanjutkan reformasi dan revitalisasi, terus lakukan dengan gigih untuk menjadi world class institute. Saya mendambakan betul agar tidak kalah dengan Lemhannas negara manapun“. Selanjutnya, pada tanggal 20 Mei 2013 dalam amanat peringatan hari ulang tahun Lemhannas RI, ada beberapa harapan Presiden yang berbunyi sebagai berikut: 1. Penekanan pada peningkatan kualitas baik materi pendidikan maupun pemberi materi. 2. Peningkatan Lemhannas RI harus terukur, bekerjasama dengan lembaga independen untuk melakukan penilaian dari waktu ke waktu. 3. Grand
Design
Lemhannas
RI
disinkronkan
dengan
Rencana
PembangunanJangka Panjang Nasional (RPJMN). 4. Kurikulum pendidikan yang dibentuk agar kontekstual dan relevan dengan isu-isu yang berkembang sehingga peserta dapat menjawab tantangan, permasalahan, dan pekerjaan ke depan. 5. Lemhannas RI diharapkan dapat memiliki visi jangka panjang hingga tahun 2025 bahkan sampai tahun 2045 yang dikaitkan dengan harapan Indonesia
memiliki
demokrasi
yang matang dan stabil
dengan
pertumbuhan ekonomi yang kuat. 6. Pendidikan Lemhannas RI harus membentuk peserta sehingga siap menjadi pemimpin senior serta mampu membuat perencanaan dan kebijakan strategi.
5
7. Lemhannas RI harus punya partner dengan universitas-universitas dan lembaga pengkajian strategis baik di dalam maupun di luar negeri.2 Selain
permasalahan-permasalahan
tersebut
di
atas,
di
bidang
kelembagaan khususnya menyangkut struktur kelembagaan dan struktur organisasi Lemhannas RI yang berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2006 tanggal 13 Juni 2006 tentang Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, dan dijabarkan dalam Peraturan Gubernur Lemhannas RI Nomor 01 Tahun 2006 tanggal 5 Desember 2006 tentang Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, belum sepenuhnya mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Lemhannas RI ke depan. Hal ini kembali disampaikan oleh Gubernur Lemhannas RI Prof. Dr. Budi Susilo Supandji, DEA pada saat Jam Pimpinan dalam rangka menyambut hari ulang tahun Lemhannas RI yang ke 49 tanggal 19 Mei 2014 dimana hal yang perlu mendapat perhatian bagi seluruh pegawai Lemhannas RI adalah perlunya transformasi struktur, kultur, infrastruktur, dan antisipasi perubahan lingkungan strategis. Dengan demikian, masih perlu diadakan revitalisasi struktur kelembagaan sehingga organisasi harus didesain berdasarkan visi, misi, dan program kerja serta tujuan kelembagaan. Selanjutnya, SDM yang mengawaki Lemhannas RI ternyata masih ditemukan permasalahan-permasalahan, misalnya (1) Lemhannas RI belum memiliki perencanaan SDM yang sesuai dengan kebutuhan, (2) pengadaan pegawai belum didasarkan atas analisis beban kerja dan analisis jabatan, (3)
2
Workshop Roadmap Lemhannas RI 2015-2019 pada tanggal 16 Januari 2014 tentang Lemhannas RI menuju World Class Institution.
6
mutasi belum dikaitkan dengan alur karir pegawai, (4) pola pembinaan pegawai belum tertata dengan baik, (5) belum optimumnya kualitas pegawai dilihat dari tingkat pendidikan dan spesialisasi, (6) belum optimalnya penguasaan kompetensi teknis pegawai, (7) belum adanya sistem pengukuran kinerja pegawai yang handal, dan (8) belum adanya human capital development plan (rencana pengembangan SDM). Sistem kepegawaian yang ada masih perlu disempurnakan sehingga pembinaan pegawai diharapkan dapat berorientasi pada merit system, seperti klasifikasi jabatan, uraian tugas, standar kompetensi, dan sistem penilaian kinerja yang objektif untuk promosi jabatan, pangkat, penghargaan, dan hukuman bagi yang melakukan pelanggaran disiplin termasuk pelanggaran hukum perlu dilaksanakan melalui penegakan hukum yang tegas (pengamatan dan wawancara dengan staf kepegawaian Roum Lemhannas RI pada 6 November 2014). Praktik manajemen SDM yang diperlihatkan Lemhannas RI masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini terjadi karena sebagian pegawai belum menempati jabatan sesuai dengan pendidikan atau kompetensi yang dimiliki, sehingga mengalami kesulitan untuk meningkatkan kapasitas SDM yang sesuai dengan jabatan dan kewenangannya. Demikian pula masih ditemukan persoalan menyangkut rendahnya kualitas sebagian pegawai pada tingkat eselon pelaksana atau non-eselon dalam rangka meningkatkan manajemen SDMkhususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi.3 Oleh karena itu, diharapkan aplikasi suatu sistem yang terintegrasi melalui e-office dapat berjalan sesuai yang direncanakan sehingga terjadi sinergitas yang kuat diantara seluruh unit kerja dalam tubuh Lemhannas RI. 3
Lihat data lengkap tentang kepegawaian pada Biro Umum Lemhannas RI, tahun
2013.
7
Rendahnya
manajemen
SDM
sebagian
pegawai
pada
dasarnya
mencerminkan belum memadainya kompetensi dan profesionalisme sebagian pegawai di lingkungan Lemhannas RI. Kondisi tersebut juga menunjukkan berbagai permasalahan pokok yang masih harus dihadapi seperti belum memadainya kualitas pendidikan dan pelatihan. Fenomena-fenomena yang terjadi seperti tersebut di atas membuktikan bahwa persoalan-persoalan pada tubuh Lemhannas RI perlu mendapatkan perhatian yang besar dan penanganan dari seluruh SDM yang ada. Seperti teori yang dikemukakan oleh Anderson (1975) dalam Winarno (2012) yang mengatakan bahwa kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Artinya, bahwa belum terealisasinya tugas pokok dan fungsi secara baik dalam mewujudkan visi dan misi Lemhannas RI merupakan tanggung jawab bersama seluruh SDM yang bekerja di Lemhannas RI. Keterlibatan SDM sangat menentukan peningkatan kinerja organisasi, karena SDM merupakan subjek penting yang akan melaksanakan proses perubahan dan hasil dari proses perubahan yang direncanakan (Moran dan Brightman, 2000: 121). Untuk menunjang peningkatan pengelolaan kelembagaan diperlukan pengintegrasian fungsi SDM melalui praktik-praktik penempatan jabatan dalam organisasi. Pemilihan dan penerapan strategi yang tepat sangat ditentukan oleh kualitas SDM yang berperan penting dalam kegiatan operasional organisasi dan perencanaan dalam melaksanakan strategi yang ditetapkan. Pengintegrasian fungsi SDM dan perencanaan strategi organisasi ini dimaksudkan untuk memberdayakan SDM dalam pengelolaan pekerjaan di berbagai unit kerja
8
dalam organisasi agar proses pengelolaan sumber-sumber daya tersebut dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Oleh
karena
itu,
diharapkansetiap
lembaga
harus
berupaya
memperhatikanmanajemen SDM dengan cara meningkatkan keahlian dan keterampilannya sesuai dengan jabatan yang diembannya melalui penempatan jabatan yang tepatguna pemecahan masalah yang dihadapi olehlembaganya. Sayangnya, hal ini tidak diikuti oleh kebijakan-kebijakan pendukung di Lemhannas RI, sehingga perbaikan SDM untuk menunjang peningkatan kinerja nyaris tidak bisa dilaksanakan. Sudah banyak studi yang dilakukan untuk menjelaskan peran penting SDM bagi organisasi atau perusahaan. Namun, studistudi tersebut belum banyak menjelaskan hubungan antara penempatan jabatan dengan kinerja. Studi yang ada lebih banyak menjelaskan cara-cara atau upaya dalam pengembangan SDM. Studi yang ada juga lebih banyak berfokus pada perusahaan dan sangat sedikit studi yang menjelaskan bagaimana pengembangan SDM pada organisasi pemerintah seperti Lemhannas RI. Bahkan, Lemhannas RI sendiri seolah benda yang tidak tersentuh oleh pihak luar. Sampai saat ini belum ditemukan studi atau kajian yang menjelaskan bagaimana sistem penempatan jabatan kaitannya dengan kinerja di tubuh Lemhannas RI. Oleh karena itu, penelitian ini lebih difokuskan pada penempatan jabatan yang tepatgunamendukung manajemen SDM dengan maksud menggali lebih dalam sebuah kegelisahan akademis selama ini; mengapa penempatan jabatan yang tepat dalam meningkatkan manajemen SDM tidak berhasil atau gagal dilakukan dalam organisasi atau lembaga pemerintah seperti
yang
dipraktikkan oleh Lemhannas RI selama ini?
9
1.2 Rumusan Masalah SDM merupakan unsur utama dalam menciptakan peluang dan meraih keberhasilan dalam sebuah organisasi. Selanjutnya dalam konteks pemberdayaan SDM, agar menghasilkan pegawai yang profesional dengan integritas moral yang tinggi, diperlukan acuan baku yang diberlakukan oleh suatu organisasi. Acuan baku tersebut adalah budaya organisasi yang secara sistematis menuntun para anggota organisasi untuk meningkatkan komitmen kinerjanya (Moeljono, 2005). Kultur atau budaya organisasi pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dan dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para anggotanya, karena dapat diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, pemimpin dan anggotanya secara tidak langsung akan terikat dan membentuk sikap dan perilaku sesuai dengan visi dan misi serta strategi organisasinya (Kadarmanta, 2007). Perilaku organisasi sebaiknya senantiasa diwujudkan sesuai dengan visi dan misi organisasi, sehingga menjadi suatu kultur organisasi yang efisien dan efektif. Banyak faktor yang dapat menentukan sikap dan perilaku seseorang dalam organisasi. Terkait dengan hal tersebut, maka perilaku manusia sebagai individu dalam suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan organisasinya. Semakin efektif lingkungan organisasi, maka semakin efektif pula perilaku individunya, demikian juga sebaliknya (Poerwanto, 2008: 71-73). Oleh karena itu, SDM yang handal akan melahirkan kinerja yang baik. SDM handal adalah sumber daya yang memiliki kemampuan/keahlian yang diaplikasikan di lingkungan kerjanya sehingga terjadi kesamaan visi dalam menjalankan tugas.
10
Kultur organisasi atau yang sering disebut sebagai budaya kerja merupakan nilai-nilai dominan yang disebarluaskan dalam organisasi dan dijadikan acuan sebagai filosofi kerja anggotanya. Oleh karena itu, semakin tepat dan relevan antara kultur yang dibangun dengan visi, misi, dan tujuan, serta tugas pokok organisasi, maka akan semakin mendukung terwujudnya efektivitas organisasi (Poerwanto, 2008: 122). Sebagai kerangka acuan dalam membangun budaya kerja atau corporate culture Lemhannas RI, maka sistem nilai, keyakinan dan kebiasaan bersama yang selama ini sudah berjalan perlu ditingkatkan efektivitasnya guna dikembangkan menuju ke tingkat yang sesuai dengan cita-cita lembaga yaitu menjadi lembaga pemerintahan non-kementerian yang prestisius dan berkelas dunia. Institusi Lemhannas RI mengalami perubahan struktur organisasi termasuk didalamnya
perubahan
visi
dan
misinya,
sehingga
mutlak
diperlukan
pembangunan corporate culture dalam rangka terwujudnya efektivitas kinerja lembaga. Beberapa hal dapat ditunjukkan seperti persoalan tidak adanya otonomi lembaga dalam rekrutmen pegawai, juga masalah sistem dan mekanisme standarisasi rekrutmen dan penempatan pegawai yang ditunjukkan tidakadanya konsepsi mengenai kompetensi pegawai, dan juga tidakadanya orientasi tentang kualitas kerja dan profesionalitas, serta minimnya sistem pembinaan karir menyebabkan beberapa hal ikut menjadi masalah dalam pengelolaan kelembagaan di Lemhannas RI. Dari beberapa masalah inilah muncul problem penelitian mengapa Lemhannas RI sebagai lembaga yang prestisius danmemiliki mandat besar tidak mampu membangun manajemen SDM sesuai harapan?
11
Hal ini tentu sangat berhubungan dengan persoalan penting dalam sebuah organisasi yaitu mengenai penempatan jabatan yang selama ini menjadi kegelisahan akademis studi ini, tidak saja faktor kualitas SDM yang dipertimbangkan, tetapi juga menyangkut kompleksitas sistem atau mekanisme penempatan jabatan pegawai yang berlangsung relatif bertentangan dengan misi pembentukan kultur organisasi (corporate culture) yang berlaku pada umumnya. Sebagai lembaga profesional, tentu Lemhannas RI penting untuk memperhatikan persoalan kebijakan manajemen SDM yang menjadi tolok ukur manajemen organisasi profesional, mulai dari sistem rekrutmen, penempatan, pemberdayaan, serta penilaian kinerja. Beberapa hal tersebut menjadi kunci terciptanya suatu kinerja dan pengelolaan kelembagaan profesional yang penting. Oleh karena itu, persoalan penempatan jabatan pegawai merupakan salah satu persoalan yang akan menjadi fokus analisis penelitian yang dipecahkan dalam studi ini. Rumusan penelitian ini akan dioperasionalkan dalam pertanyaanpertanyaan penelitian berikut: 1. Bagaimana kondisi objektif kualitas SDM Lemhannas RI? 2. Bagaimana praktik penempatan jabatan pegawai di Lemhannas RI berlangsung? 3. Dampakseperti apa yang ditimbulkan oleh sistem penempatan jabatan pegawai tersebut terhadap pengelolaan SDMkelembagaan di Lemhannas RI? Ketiga pertanyaan tersebut merupakan instrumen dalam menganalisis persoalan yang menyangkut evaluasi penempatan jabatan pegawai dalam kaitannya dengan persoalan manajemen SDM di LemhannasRI. Dengan cara ini
12
diharapkan akan dipahami bagaimana mekanisme penempatan jabatan pegawai berpengaruh pada kualitas lembaga atau produk kelembagaan di Lemhannas RI.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah melakukan pengkajian dan telaah ilmiah, mulai dari kondisi objektif kualitas SDM, sistem penempatan SDM Lemhannas RI dan dampak dari sistem penempatan jabatan pegawai tersebut terhadap manajemen atau pengelolaan kelembagaanLemhannas RI. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk menyusun kebijakan bagi pengembangan SDM di dalam institusi Lemhannas RI. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Studi ini ingin menunjukkan dan menjelaskan kondisi objektif SDM di lingkungan Lemhannas RI sebagai titik tolak untuk mengetahui kualitas SDM hubungannya dengan manajemen SDM kelembagaan di Lemhannas RI. 2. Studi ini menunjukkan praktik mekanisme penempatan jabatan pegawai di Lemhannas RI, yang akan menjadi patokan bagi analisis dalam mengevaluasi penempatan jabatan pegawai di Lemhannas RI. 3. Penelitian ini juga ingin menggambarkan dan mengurai dampak dari sistem penempatan jabatan pegawai hubungannya dengan manajemen SDM secara umum, sebagai dasar pertimbangan untuk melakukan terobosan-terobosan baru ke depan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan pengelolaan SDMdi Lemhannas RI.
13
Adapun manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua kluster, yaitu manfaat untuk dunia akademis dan dunia praktis. Adapun manfaat pada aspek akademik: 1. Secara khusus penelitian ini untuk mengetahui kondisi objektif SDM di Lemhannas RI, sebagai bahan analisis kondisi obyektif tentang kualitas maupun kuantitas pegawai di Lemhannas RI. 2. Studi ini ingin mengetahui proses dan praktik mekanisme penempatan jabatan yang berlangsung di Lemhannas RI, agar dapat menggambarkan prospek kajian tentang teori-teori strategis mengenai penempatan jabatan di sebuah organisasi pemerintah secara umum. 3. Studi ini juga ingin mengetahui dampak atau akibat langsung ataupun tidak langsung yang mempengaruhi pengelolaan SDM di sebuah kelembagaan profesional, khsususnya di Lemhannas RI. Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan tekanan pengembangan strategis maupun teknis kualitas SDM diinstitusi Lemhannas RI. Dengandemikian, faktor-faktor kelemahan SDM yang ada dapat diantisipasi. Studi ini juga diharapkan dapat menghasilkan informasi bagi pengambil kebijakan di Lemhannas RI dalam penempatan jabatan SDM untuk mendukung peningkatan SDM khususnya, bagi pengambil kebijakan, maupun
bagi masyarakat
profesional, tentunya dalam mempelajari dan mengembangkan konsep-konsep sistem penempatan SDM untuk mendukung peningkatan SDM pada organisasi pemerintah atau birokrasi.
14
1.4 Sistematika Penulisan Untuk memudahkan alur pemikiran dan penulisan disertasi ini, sistematisasi penulisan terdiri dari 7 (tujuh) bab. Pertama, Bab I Pendahuluan berisi latarbelakang, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Dalam bab ini, peneliti memulai dengan persoalanpersoalan yang terjadi di Lemhannas RI yang menjadi kegelisahan akademik sehingga memutuskan untuk mengkaji persoalan kebijakan penempatan jabatan pegawai di lembaga tersebut. Bab ini sekaligus pembuka bagi kajian lebih lanjut mengenai pokok persoalan yang dikaji. Melalui uraian bab ini, akan ditemukan fokus kajian, tujuan dan manfaat penelitian disertasi ini. Kedua, Bab II berisi Landasan Teori dan Metode Penelitian. Bab ini memberikan batasan mengenai fokus kajian disertasi. Tinjauan pustaka bertujuan memberikan gambaran yang jelas mengenai posisi disertasi ini di tengah beragamnya kajian yang memiliki relevansi yang telah dilakukan oleh beberapa ahli sebelumnya. Adapun landasan teori akan memberikan penjelasan mengenai instrumen analisis yang digunakan dalam menganalisis data disertasi ini. Kedua perangkat ini mempertegas tentang kontribusi seperti apa yang disumbangkan oleh penelitian ini. Selanjutnya dalam bab ini juga diulas mengenai metode penelitian penulisan disertasi yang digunakan, mengenai alasan-alasan pemilihan lokasi penelitian yang dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan matang. Demikian pula, berbagai tahapan pengumpulan data dikemukakan sehingga tergambar dengan jelas strategi metodologis yang dilakukan dalam rangka pengumpulan data penelitian. Dalam bab ini juga hendak diuraikan alur analisis dari penulisan disertasi.
15
Ketiga, bab yang berisi tentang Potret Lembaga Ketahanan Nasional RI. Dalam bab ini, peneliti menguaraikan secara sepintas beberapa penjelasan mengenai Lemhannas RI seperti sejarah berdirinya, visi dan misi, tujuan pendiriannya serta target-target yang telah dicapai. Keberadaan Lemhannas RI dengan lugas dapat dilihat melalui uraian bab ini. Sebagai lembaga, Lemhannas RI merupakan lembaga negara non-kementerian yang mengemban tugas khusus sehingga keberadaannya pun sangat penting. Deskripsi bab ini memberikan informasi yang lebih lengkap sehingga pengetahuan mengenai Lemhannas RI semakin mendalam. Alasan utama peneliti menghadirkan bab ini adalah sebagai pijakan awal untuk memotret persoalan-persaoalan kelembagaan yang dihadapi Lemhannas RIsaat ini dan di masa mendatang. Keempat, Kondisi objektifkualitas SDM Lemhannas RI. Bab ini memberikan gambaran mengenai kondisi SDM di lingkungan Lemhannas RI. Di Lemhannas RI, SDM berasal dari tiga sumber yaitu TNI, POLRI, dan PNS. Khusus yang berasal dari TNI dan POLRI, sistem rekrutmen ditentukan oleh masing-masing lembaga asal, sementara yang berasal dari sipil direkrut melalui proses sebagaimana penerimaan pegawai pada umumnya. Pada bab ini tercermin juga mengenai basis kompetensi pegawai Lemhannas RI yang berasal dari tiga sumber tadi. Kelima, Praktik Penempatan Jabatan di Lemhannas RI. Bab ini menguraikan mengenai bagaimana praktik penempatan jabatan yang berjalan di Lemhannas RI. Dari uraian tergambar mengenai adanya persoalan mengenai penempatan jabatan yang dipraktikkan di mana terdapat kesan adanya sistem „drop-dropan‟ pejabat khususnya yang berasal dari TNI dan POLRI. Padahal,
16
mengenai rekrutmen dan penempatan jabatan sebaiknya dilakukan oleh Lemhannas RI sendiri karena lembaga inilah yang mengetahui kebutuhannya. Secara umum, bab ini berisi tentang persoalan-persoalan yang dihadapi Lemhannas RI khususnya menyangkut praktik penempatan jabatan di lembaga prestisius ini. Keenam, Dampak Sistem Penempatan Jabatan terhadap Pengelolaan SDM Kelembagaan. Bab ini merupakan kelanjutan dari bab sebelumnya yang menunjukkan dampak yang ditimbulkan oleh kekeliruan penempatan jabatan di Lemhannas RI terhadap lembaga. Berbagai persoalan internal muncul dari praktik penempatan tersebut di antaranya tidak terbentuknya kesatuan visi dalam lembaga karena masing-masing pejabat (yang berasal dari instansi asal berbeda) melakukan sesuatu sesuai dengan korpsnya masing-masing. Hal ini berdampak pada rendahnya komitmen pejabat terhadap lembaga tempat berkarya. Inti dari bab ini adalah akibat ikutan dari sistem dan praktik penempatan jabatan yang kurang sesuai dengan standar sistem penempatan jabatan. Ketujuh, Penutup. Bab terakhir disertasi ini diakhiri dengan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman yang bersifat menyeluruh dari pokok persoalan yang dikaji dalam disertasi ini. Hasil kajian memberikan rekomendasi berupa tawaran-tawaran solutif mengenai kondisi SDM yang dihadapi Lemhannas RI khususnya menyangkut penempatan jabatan yang sedang berlangsung. Uraian bab ini merupakan uraian pendahuluan yaitu pengantar umum kajian disertasi ini. Bab pendahuluan ini memberikan gambaran mengenai latarbelakang, permasalahan penelitian, tujuan dan manfaat serta sistematika
17
pembahasan disertasi. Uraian bab ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan singkat mengenai alur disertasi yang disajikan secara
rinci pada bab-bab
berikutnya sehingga dapat ditemukan keterkaitan antara satu bab dengan bab lainnya yang tersimpul dalam satu kesatuan analisis.
18