BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit telah berkembang dengan pesat di Indonesia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun 2011 - 2012 seluas 8,91 juta Ha – 9,27 juta Ha (BUMN, 2012). Dalam satu hektar perkebunan kelapa sawit akan menghasilkan biomassa sekitar 21,63 ton yang terdiri dari 20,43% tandan buah kosong, 5,09 % cangkang kelapa sawit, 11,65% batang kelapa sawit, 50,30% pelepah kelapa sawit dan 12,53% serat yang diproduksi per tahun sebagai limbah tetap (Ofori-Boateng dan Lee, 2013). Sebagian besar limbah tersebut hanya dibakar dan dibuang di lokasi terbuka (Ofori-Boateng dan Lee., 2013), sehingga masih terbuka peluang untuk memanfatkannya. Salah satu limbah yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan yaitu batang kelapa sawit sebagai bahan papan partikel, papan laminasi, plywood, papan serat, furniture dan kertas (Sulaiman dkk., 2012). Papan partikel merupakan salah satu produk teknologi papan komposit yang terbuat dari bahan lignoselulosa. Sebagian besar perekat yang digunakan untuk produksi papan partikel adalah perekat dengan berbasis formaldehida (Maloney, 1977), yang dapat menimbulkan emisi yang menyebabkan gangguan kesehatan (Hashim dkk., 2010). Oleh karena itu berkembang papan partikel tanpa perekat atau disebut binderless board yang mengandalkan self-bonding antara komponen kimia yang ada pada papan selama proses perlakuan panas (Widyorini dkk.,
1
2
2005a). Salah satu limbah yang berpotensi dalam pembuatan papan partikel tanpa perekat yaitu batang kelapa sawit yang merupakan bahan lignoselulosa dengan kandungan karbohidrat yang tinggi (Sulaiman dkk., 2012). Kandungan karbohidrat berupa pati dan gula tersebut diprediksi memainkan peran penting dalam papan partikel tanpa perekat (Shen, 1986). Batang kelapa sawit terutama bagian core memiliki kandungan pati dan gula paling tinggi dibandingkan bagian lainnya (Hashim dkk., 2011b). Pada pembuatan papan partikel dengan perekat, kadar air sangat berpengaruh pada sifat papan yang dihasilkan. Proses pengempaan dengan suhu tinggi menyebabkan penguapan air dalam partikel sehingga terjadi akumulasi uap air yang tidak mampu keluar. Didukung dengan bahan papan yang strukturnya relatif berpori menyebabkan adanya tekanan uap air dalam papan selama proses pengempaan sehingga bisa menyebabkan terjadinya ledakan. Semakin tinggi suhu pengempaan yang digunakan dalam pembuatan papan partikel maka akan semakin tinggi tekanan uap air yang dihasilkan (Maloney, 1977). Pada umumnya pengempaan yang dilakukan dalam pembuatan papan partikel, menggunakan tahap bukaan atau breathing yang bertujuan untuk melepaskan sebagian uap air yang dihasilkan dari pengempaan tahap pertama dan untuk mencegah terjadinya kerusakan (Angles dkk., 1999). Penelitian Angles dkk., (1999) mengaplikasikan siklus pengempaan tiga tahap dengan tahap breathing pada papan partikel tanpa perekat dari kayu softwood. Pada penelitian tersebut, papan partikel tanpa perekat dengan tahap breathing ke 5 menit setelah pengempaan tahap pertama lalu diikuti pengempaan tahap kedua 10 menit menghasilkan stabilitas dimensi papan yang
3
lebih baik dibandingkan dengan siklus pengempaan kedua 5 dan 15 menit. Nilai modulus patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) tertinggi terjadi pada papan dengan breathing ke 5 menit setelah pengempaan tahap pertama lalu pengempaan tahap kedua 5 menit, sedangkan nilai keteguhan rekat internal (IB) terbaik terjadi pada pengempaan tahap kedua 10 menit. Penelitian yang sama dengan menggunakan siklus pengempaan tiga tahap juga dilakukan oleh Velazques dkk., (2002 dan 2003) dan Salvado dkk., (2003) pada papan partikel tanpa perekat dari rumput gajah. Akan tetapi sebagian besar penelitian papan partikel tanpa perekat menggunakan siklus pengempaan satu tahap. Hal itu karena uap air yang dihasilkan selama proses pengempaan panas sangat membantu mempercepat proses degradasi dan polimerisasi komponen kimia pada pembuatan papan partikel tanpa perekat (Widyorini dkk., 2005b). Penelitian Prasetyo (2010) menggunakan bahan baku jati, menghasilkan papan partikel tanpa perekat dengan kualitas baik menggunakan siklus pengempaan satu tahap dibandingkan siklus pengempaan tiga tahap. Siklus pengempaan satu tahap juga dilakukan oleh Okuda dan Sato (2004), Hashim dkk., (2012) dan Widyorini dkk., (2012) yang menghasilkan papan partikel tanpa perekat yang berkualitas baik. Penelitian mengenai pengaruh siklus pengempaan tanpa dan dengan adanya tahap breathing pada papan partikel tanpa perekat masing jarang dilakukan, sehingga menarik untuk dilakukan. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas papan partikel adalah geometri partikel yang mencakup bentuk dan ukuran (Hashim dkk., 2010). Penelitian Hashim dkk., (2010) menggunakan bahan batang kelapa sawit dengan ukuran
4
partikel strands (3 – 5 cm) dan halus. Papan partikel dengan ukuran strands menghasilkan nilai MOR 84% dan kekuatan tarik internal atau internal bond strength (IB) 49% lebih tinggi dari partikel halus. Di sisi lain, Okuda dan Sato (2004) dan Velazquez dkk., (2002) menemukan bahwa ukuran partikel tepung (53 µm) dan yang digerinda menghasilkan MOR dan IB lebih tinggi dibandingkan dengan chips (3,3 mm) dan tanpa digerinda. Menurut Haygreen dan Bowyer (1989) partikel ideal untuk mengembangkan kekuatan dan stabilitas dimensi ialah serpih tipis dengan ketebalan seragam dengan perbandingan panjang ke tebal yang tinggi. Partikel dengan kondisi ramping dan tebal memerlukan tekanan yang besar dalam proses pemampatan saat pengempaan, hal ini berbeda dengan partikel halus yang lebih mudah dalam proses pemampatan. Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh siklus pengempaan dan ukuran partikel terhadap kualitas papan partikel tanpa perekat yang dihasilkan. Siklus pengempaan menggunakan variasi siklus pengempaan satu tahap dan siklus pengempaan tiga tahap dengan tahap breathing pada menit 2 menit 30 detik, 5 menit dan 7 menit 30 detik. Ukuran partikel yang digunakan pada penelitian ini ada 2 jenis yaitu ukuran kasar (tertahan 10 mesh) dan halus (lolos 10 mesh).
5
1.2 Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui pengaruh interaksi faktor siklus pengempaan dan ukuran partikel serta pengaruh masing – masing faktor tersebut pada sifat papan partikel tanpa perekat dari batang kelapa sawit.
2.
Mengetahui kombinasi siklus pengempaan dan ukuran partikel yang menghasilkan kualitas optimal papan partikel tanpa perekat dari batang kelapa sawit.
1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi mengenai pemanfaatan limbah batang kelapa sawit sebagai papan partikel. Selain itu memberikan informasi pengaruh antara siklus pengempaan dan ukuran partikel terhadap papan partikel tanpa perekat sehingga bisa mengetahui kondisi terbaik pada sifat fisika dan mekanika.