PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki areal lahan perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia adalah 9.271.039 Ha. Lahan tersebut terdiri atas tanaman menghasilkan (TM) maupun tanaman belum menghasilkan (TBM). Luas tanaman menghasilkan dari perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara sebesar 3.579,73 Ha, dari luas areal tanaman menghasilkan tersebut terdapat sekitar 1.399,67 Ha yang merupakan areal yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya kenaf sebagai tanaman sela. Sistem jarak tanam yang digunakan pada perkebunan kelapa sawit, umumnya adalah segitiga sama sisi dengan jarak 9 x 9 x 9 m. Dengan sistem segitiga sama sisi, jarak Utara – Selatan tanaman adalah 7,82 m dan jarak antar setiap tanaman adalah 9 m. Populasi (kerapatan) tanaman per hektar adalah 143 pohon. Penanaman kelapa sawit dapat juga menggunakan jarak tanam 9,5 x 9,5 x 9,5 m dengan jarak tegak lurusnya (U – S) 8,2 m dan populasi 128 pohon per hektar (Hasibuan, 2005). Sehingga ada lahan diantara kelapa sawit yang memungkinkan untuk ditanami. Umumnya pada lahan kelapa sawit umur tanaman menghasilkan tidak terdapat vegetasi tanaman dikarenakan intensitas cahaya matahari yang rendah, sehingga lahan disekitar tanaman menghasilkan mempunyai potensi untuk dikembangkan budidaya kenaf sebagai tanaman sela.
Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) adalah tanaman herba semusim
hari
pendek yang kulit batangnya menghasilkan serat. Hasil utama kenaf adalah serat untuk bahan baku pembuatan karung, bahan pulp, komposit polypropilene dalam industri polimer, pengganti fiberglass, alas tidur binatang, particle board, material absorbent untuk industri, campuran media tanam, pakan ternak, filler organik untuk plastik serta untuk insulasi. Selain itu, biji kenaf juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan bahan kosmetik yang mengandung asam palmitat, asam oleat dan asam linoleat. Komposisi sterol minyak biji kenaf sama dengan komposisi sterol pada biji kedelai dan biji kapas (Sastrosupadi, et al., 2014). Kenaf dapat ditanam secara monokultur maupun dikembangkan sebagai tanaman sela kelapa sawit dan karet, pemilihan kenaf sebagai tanaman sela tersebut dikarenakan prospek dan nilai ekonomis yang tinggi, memanfaatkan lahan terbuka disekitar areal perkebunan bertujuaan agar dapat meningkatkan hasil samping selain kelapa sawit pada satu areal yang sama. kenaf juga tidak membutuhkan pupuk dan pestisida yang banyak, selain itu kandungan nitrogen yang tinggi pada daun kenaf juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau maupun pakan ternak. Kenaf memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman lain yang sejenis maupun dengan tanaman tahunan bila digunakan sebagai bahan baku suatu industri, antara lain: mudah dibudidayakan dengan teknologi sederhana, umur relatif pendek yaitu 4-5 bulan, mampu beradaptasi pada berbagai lingkungan tumbuh, tanaman kenaf ramah lingkungan karena mampu menyerap CO2 dalam jumlah yang banyak (Sudjindro, 2010).
Menurut Ghosh (1978) dari hasil analisis tanah di wilayah pengembangan kenaf, unsur K, Ca, dan Mg umumnya tidak menjadi masalah atau cukup tersedia, sedang N dan P sering kekurangan, terutama unsur N. Hal ini sesuai dengan sifat tanaman kenaf. Karena yang dipanen bagian vegetatif berupa batang, maka tanaman kenaf sangat responsif terhadap pemupukan N. Ditingkat nasional, pengembangan serat alam menghadapi masalah teknis dan non-teknis yang berpengaruh pada rendahnya produktivitas ditingkat petani, dan menurunnya mutu hasil. Untuk mengatasi masalah teknis, diperlukan inovasi teknologi mulai dari perakitan varietas unggul, perbaikan teknik budidaya, sampai penyediaan benih sumber berkualitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas lahan pertanian adalah penggunaan pupuk. Petani cenderung meninggalkan pupuk organik termasuk pupuk kandang setelah pupuk kimia diperkenalkan. Pemakaian pupuk kimia awalnya memang memberikan hasil panen yang lebih banyak, sehingga petani terus menerus menggunakannya. Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dapat menyebabkan pencemaran tanah yang akan berpengaruh terhadap populasi mikroorganisme (Irvan, 2007). Menurut Nasahi (2010) pupuk kimia menyebabkan penipisan unsur–unsur mikro seperti seng, besi, tembaga, mangan, magnesium, dan boron, yang bisa mempengaruhi tanaman, hewan, dan kesehatan manusia. Oleh sebab itu perlu di cari suatu alternatif yang dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan. Salah satu cara untuk menggantikan pupuk buatan tersebut adalah dengan memanfaatkan pupuk hayati. Pupuk hayati merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan kedalam tanah sebagai inokulan untuk membantu memfasilitasi atau menyediakan unsur
hara tertentu bagi tanaman. Jenis-jenis dari pupuk hayati sangat beragam, diantaranya adalah pupuk hayati pemasok nitrogen dan pupuk hayati yang meningkatkan hara fosfor. Aplikasi pupuk hayati penambat nitrogen bebas seperti Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. mampu menurunkan penggunaan urea, mencegah penurunan bahan organik tanah dan mengurangi polusi. Inokulasi Azotobacter sp. dapat menaikkan hasil antara 15 – 100% dan mengurangi penggunaan pupuk buatan hingga 30% pada ekosistem lahan kering (Kader, et al., 2002). Azotobacter juga telah diinokulasikan pada tanaman lain dan efektif memperbaiki pertumbuhan dan produksi, tebu, jagung, kapas, padi - padian, tomat, terong, cabe, kubis, dan kentang dan tanaman perkebunan seperti kopi, teh, kakao, kelapa, kapulaga (Mahajan, et al., 2003). Aplikasi mikoriza pada tanaman merupakan salah satu upaya untuk mengatasi terhambatnya pertumbuhan karena cekaman kekeringan. Mikoriza merupakan bentuk simbiosis mutualisme antara jamur dan sistem akar tanaman tingkat tinggi. Prinsip kerja mikoriza adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan hara (Rungkat, 2009). Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti analisis tumbuh kenaf dengan pemberian pupuk hayati dibawah tegakan kelapa sawit. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan kenaf dengan pemberian pupuk hayati dibawah tegakan kelapa sawit.
Hipotesis Penelitian Terdapat perbedaan pertumbuhan kenaf dengan pemberian pupuk hayati yang ditanam dibawah tegakan kelapa sawit maupun interaksi keduanya. Kegunaan Penelitian Untuk mengetahui pertumbuhan kenaf dengan pemberian pupuk hayati dibawah tegakan kelapa sawit dan untuk melengkapi data dalam pembuatan skripsi Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.