1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sektor perkebunan kelapa sawit saat ini mempunyai arti yang sangat penting, karena
Indonesia merupakan produsen dan eksportir kelapa sawit
terbesar ke dua di dunia setelah Malaysia. Lapangan kerja sektor perkebunan sawit menjadi tumpuan hidup bagi lebih dari 10 juta orang baik itu pegawai honor, kontrak dan petani perkebunan inti rakyat (Yursal, 2011). Jumlah industri yang bergerak disektor perkebunan kelapa sawit di provinsi Kalimantan Barat sebanyak 352 perusahaan (Salman, 2011). Pekerja pemanen kelapa sawit dalam berkerja membutuhkan aktifitas fisik yang berat seperti mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, memindah beban dengan tangan yang dikenal dengan manual material handling. Kegiatan material handling
pada pekerja buruh pelabuhan, mengakibatkan 69,4%
mengalami gangguan muskuloskeletal
(Triwibowo, et al., 2008). Gangguan
muskuloskeletal adalah penyakit akibat kerja.
Menurut Suma’mur (1995),
penyakit akibat kerja diantaranya diakibatkan oleh faktor ergonomi, yaitu cara kerja (posisi kerja) dan peralatan kerja. Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan (Oktober 2011 dan Januari 2012) di perkebunan kelapa sawit daerah Kabupaten Ngabang Provinsi
2
Kalimanatan Barat, alat kerja, cara kerja dan posisi kerja kegiatan memanen kelapa sawit adalah sebagai berikut: 1.1.1
Alat Kerja (Engrek) Alat kerja yang digunakan untuk memanen pohon kelapa sawit yang
tinggi (lebih dari 5 meter) dengan alat yang disebut engrek. Berbentuk pisau seperti arit yang diberi batangan sesuai dengan ketinggian pohon kelapa sawit yang akan dipanen. Pisau ada yang terbuat dari besi tempa biasa dengan campuran baja, sehingga kurang keras/kuat dan tajam. Berat pisau engrek kira-kira 1 kg sehingga perlu dikurangi. Pisau tidak diberi sarung, sehingga berisiko saat dibawa pergi dan pulang kerja serta saat penyimpanan. Batangan engrek ada yang terbuat dari kayu, bambu, pipa besi dan pipa almunium. Sehingga batangan engrek ada yang ringan dan ada yang berat. Diameter ada yang besar dan kecil, hal ini berpengaruh pada genggaman tangan. Batangan
licin pada musim hujan atau jika kena air atau keringat karena
permukaan batangan halus dan tidak diberi bantalan. Memanen untuk pohon sawit yang tinggi diperlukan batangan yang panjang, sehingga batangan perlu disambung.
Sambungan
antara
batangan
dengan
batangan
ada
yang
menggunakan tali atau ban dalam bekas. Cara mengikat sambungan jika tidak benar dan tidak kuat, maka sambungan akan lepas. Panen terganggu dan bahkan mengakibatkan kecelakaan. Menggunakan batangan besi dan batangan almunium menggunakan klep penyambung.
3
1.1.2 Cara Kerja dan Posisi Kerja Cara menggunakan alat panen engrek, yaitu dengan gerakan menarik ke bawah yang sepenuhnya mengandalkan tenaga manusia yaitu memerlukan tenaga otot tangan, sehingga akan berdampak adanya tekanan/gaya pada otot tangan yang berlebihan. Tenaga yang dibutuhkan lebih besar, jika pisau
engrek tidak
tajam/tumpul. Batangan engrek berat dan licin, sehingga tenaga kerja harus berulang kali menarik engrek agar tangkai tandan kelapa sawit bisa putus. Penggunaan alat kerja yang tidak tajam/tumpul memerlukan tenaga 10 kali lipat (CCOHS, 2005). Posisi kaki saat berdiri memegang alat engrek ada yang tegak, ada yang tidak. Kaki ada yang sejajar dan ada yang tidak sejajar. Ada yang sebelah kanan atau kiri yang di depan. Kaki terbuka ada yang terlalu lebar dan ada yang tidak, sehingga berdampak pada keseimbangan tubuh pada bidang tumpu, kekuatan dan ketahanan kaki waktu berdiri. Genggaman tangan pada batangan engrek jaraknya berdekatan atau ada yang berjauhan, gerakan tangan dilakukan berulang. Alat cukup berat (> 5 kg) dan durasinya lama. Hal ini dapat menyebabkan inflamasi pada tenosinovium dan dua tendon yang berada di ibu jari pergelangan tangan. Gangguannya disebut de quervains tenosynovitis, dengan gejala yang timbul antara lain rasa sakit pada sisi ibu jari lengan bawah yang dapat menyebar ke atas dan ke bawah. Carpal tunnel syndrome juga dapat terjadi, yaitu merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan dan pergelangan tangan yang disebabkan penekanan pada saraf median.
4
Posisi lengan ke atas atau maju ke depan dan menahan beban dapat menyebabkan saraf dan pembuluh darah antara tulang selangka dan rusuk pertama tertekan. Hal ini mengakibatkan thoracic outlet syndrome, merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan dan tangan yang ditandai dengan nyeri, kelemahan dan mati rasa. Posisi siku membentuk sudut karena tangan dalam posisi membengkok (fleksi). Posisi ini dilakukan > 2 kali per menit karena memanen dengan engrek umumnya 5 kali tarikan baru tandan buah segar (TBS) kelapa sawit putus. Hal ini dapat terjadi tennis elbow, yaitu suatu keadaan peradangan tendon ekstensor yang disebabkan oleh gerakan berulang dan tekanan pada tendon ekstensor. Mengarahkan pisau engrek ke TBS, posisi punggung dan badan miring ke depan ada yang lebih dari 20 derajat dan posisi bahu terangkat agar posisi pisau tepat pada batang TBS. Menarik engrek punggung miring ke belakang dapat terjadi penekanan pada diskus tulang belakang, bisa mengakibatkan
low back
pain, apabila ada penekanan pada daerah lumbal . Menggunakan engrek dengan cara menarik ke bawah. Aktivitas menarik membutuhkan tenaga yang besar apalagi jika alat tidak baik dan tajam, sehingga berakibat peregangan otot yang berlebihan. Sebelum memanen TBS terlebih dahulu memotong pelepah sawit agar tidak menghalangi tangkai TBS. Menarik engrek ke bawah dilakukan berulang-ulang (repetitive motion). Gerakan berulang ini tertumpu pada anggota gerak atas membebani otot dan tulang belakang. Pemanen membutuhkan waktu lama karena gerakannya
5
berulang-ulang, sehingga berdampak pada lamanya paparan yang diterima oleh otot. Kepala menengadah ke atas (overhead job), postur leher yang menengadah ke atas tanpa melihat besar sudut yang dibentuk adalah merupakan postur janggal. Memanen kegiatan berulang membebani otot leher, dapat terjadi ketegangan otot atau myalgia dan kaku leher. Kesimpulan hasil observasi adalah kegiatan memanen sawit dengan alat engrek berakibat: 1) memberikan tekanan/tenaga pada otot yang berlebihan, 2) aktivitas kegiatan berulang (repetitive motion), 3) postur kerja tidak benar atau posisi kerja yang tidak alami/ergonomis, dan 4) lamanya diterima
oleh otot sehingga
berakibat
peregangan
paparan
yang
otot yang berlebihan.
Keempat hal tersebut merupakan penyebab terjadinya gangguan muskuloskeletal (Punnett dan Wegman., 2004; Tarwaka, et al., 2004; Fitrihana., 2008 ; Choi dan Woletz., 2010 ; Martuscello., 2011). Gambar hasil observasi alat kerja untuk memanen (engrek) dengan berbagai bentuk kelengkungan dan bahan terlihat pada Gambar 1. Posisi kerja kaki, tangan, siku dan kepala sebagaimana Gambar 2 sampai dengan Gambar 4.
Gambar 1. Alat panen engrek
6
Gambar 2. Posisi kaki
Gambar 3. Posisi tangan
Gambar 4. Posisi kepala
Posisi kerja memanen sawit, kemudian dinilai dengan menggunakan metode OWAS (Ovako Working Analysis System). Metode OWAS untuk menilai posisi tubuh/ postur tubuh, yaitu: kaki, lengan, punggung dan beban kerja. Kriteria penilaian dengan OWAS adalah sebagai berikut: ( Teknik Industri UGM, 2011) • Penilaian pada punggung (back) diberikan kriteria nilai 1 s.d 4: 1) Tegak, 2) membungkuk ke depan atau kebelakang, 3) berputar dan bergerak ke samping dan 4) berputar dan bergerak atau membungkuk ke samping dan ke depan. • Penilaian pada lengan (arms) diberikan kriteria nilai 1 s.d 3: 1) Kedua tangan berada di bawah level ketinggian bahu, 2) satu tangan berada di atas level ketinggian bahu dan 3) dua tangan berada di atas level ketinggian bahu
7
• Penilaian pada kaki (legs) diberikan kriteria nilai 1 s.d 7: 1) Duduk, 2) berdiri dengan keadaan kedua kaki lurus, 3) berdiri dengan beban berada pada salah satu kaki, 4) berdiri dengan kedua kaki lutut sedikit tertekuk, 5) berdiri dengan satu kaki lutut sedikit tertekuk, 6) jongkok dengan satu dan atau dua kaki dan 7) bergerak atau berpindah. • Penilaian pada beban (load/use factor) diberikan kriteria nilai 1 s.d 3: 1) < 10 kg, 2) 10 – 20 kg dan 3) > 20 kg. Hasil
kategori penilaian
posisi kerja dengan OWAS, yaitu: 1) tidak perlu
dilakukan perbaikan, 2) perlu dilakukan perbaikan, 3) perbaikan perlu dilakukan secepat dan/atau sesegera mungkin dan 4) perbaikan perlu dilakukan sekarang juga (lampiran 4). Hasil observasi penilaian posisi kerja pemanen kelapa sawit dengan OWAS adalah sebagai berikut: 1) Saat mengarahkan pisau engrek ke TBS, punggung membungkuk ke depan atau ke belakang (nilai 2) 2) Saat menarik engrek posisi satu tangan atau dua tangan berada di atas level ketinggian bahu (nilai 2 atau 3). 3) Posisi kaki saat bekerja berdiri dengan keadaan kedua kaki lurus (nilai 2), berdiri dengan beban berada pada salah satu kaki (nilai 3), kaki bergerak atau berpindah (nilai 7). 4) Alat engrek yang digunakan < 10 kg (nilai 1).
8
Rekapitulasi penilaian postur/posisi kerja dengan menggunakan metode OWAS tersebut masuk pada nilai kategori 2 (perlu dilakukan perbaikan) atau nilai kategori 3 (perbaikan perlu dilakukan secepat dan atau segera mungkin). Perbaikan posisi kerja dan alat kerja perlu dilakukan, karena berdasarkan hasil observasi awal, pekerja pemanen kelapa sawit kemungkinan
besar
berpotensi
kerja
mengalami
gangguan
muskuloskeletal.
Produktivitas
kemungkinan juga dapat menurun. Data mengenai gangguan muskuloskeletal yang dialami pemanen
sawit di Kantor Jamsostek Cabang Pontianak, Dinas
Tenaga Kerja & Transmigrasi
dan perusahaan kelapa sawit di Provinsi
Kalimantan Barat belum ada (hasil observasi, Januari 2012). Sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada BAB II pasal 2, bahwa perkebunan termasuk ruang lingkup tempat kerja. Pasal 3, syarat–syarat keselamatan kerja diantaranya adalah mencegah dan mengendalikan penyakit akibat kerja (Sekretariat Negara RI, 1970). Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan di dalam BAB XII pasal 164,
menyebutkan upaya kesehatan kerja ditujukan untuk
melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan (Departemen Kesehatan RI, 2009). Hal ini berarti disektor apapun tenaga kerja harus mendapat perlindungan dari gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja, demikian juga tenaga kerja disektor perkebunan kelapa sawit. Data hasil penelitian terkait gangguan muskuloskeletal, di perkebunan karet FELDA Settlement Malaysia,
tenaga kerja laki-laki mengalami sakit leher
9
sebanyak 59,9% (Shan, 2011).
Hasil survei angkatan kerja, gangguan
muskuloskeletal sebagian besar berhubungan dengan pekerjaan. Jumlah kasus baru di Inggris pada tahun 2010/2011 adalah 158.000, dalam tiga tahun terakhir pekerja dengan gangguan muskuloskeletal terbanyak adalah pekerja pengantar surat (pos), pekerja kontruksi dan pekerja pertanian (Health and Safety Executive, 2011). Jumlah kasus gangguan muskuloskeletal khususnya yang berhubungan dengan pekerjaan, di Kolombia selama tahun 2005 adalah 23.477 kasus. Total biaya yang dikeluarkan adalah US $171.700.000, yaitu sekitar 0,2% dari Kolombia Produk Domestik Bruto untuk tahun 2005 (Piedrahita, 2006). Gangguan muskuloskeletal, sering dikenal sebagai cedera/luka karena ergonomi, tercatat 29 persen dari semua luka-luka/cedera dan macam-macam penyakit di tempat kerja pada 2010 (Bureau of Labor Statistics U.S Department of Labor, 2010). Penelitian Woro et al., (2008) yang dilakukan di kawasan industri Pulo Gadung Jakarta, pekerja di bagian produksi yang mengalami keluhan nyeri muskuloskeletal berdasarkan jenis industri adalah industri
garment (65%),
percetakan (63%) dan konstruksi (60%). Pekerjaan memanen kelapa sawit dan pemuatannya ke atas truk mempunyai risiko tinggi untuk mengalami gangguan muskuloskeletal. Hasil penelitian Hendra dan Rahardjo (2008), keluhan muskuloskeletal dialami oleh 70% tenaga kerja pemanen sawit. Hal ini memerlukan tindakan perbaikan segera, guna membantu memecahkan masalah ergonomi yang dialami oleh sektor industri kelapa sawit.
10
Hasil penelitian terdahulu yaitu dengan memodifikasi pisau matetuesan dan perbaikan sikap kerja, ternyata dapat menurunkan keluhan muskuloskeletal dan meningkatkan produktivitas kerja tukang tues (janur) secara bermakna (Murniasih dan Adnyana, 2003).
Perbaikan alat dengan menggunakan roda
tangan berhendel pada alat pres parutan kelapa juga mengurangi keluhan sistem muskuloskeletal sebesar 23,22% dan meningkatkan produktivitas kerja sebesar 30,33% pada pembuat minyak kelapa tradisional (Surata, 2001). Cara mencegah dan mengendalikan
gangguan muskuloskeletal adalah
desain alat kerja dan tata kerja yang baik (Suma’mur.,1995;
Vink.,2000;
Tarwaka et al., 2004 dan CCOHS., 2005). Berdasarkan hal tersebut, alternatif perbaikan yang dilakukan adalah terhadap alat kerja dan tata kerja (posisi kerja). Alat kerja yang diperbaiki pisau engrek dan batangannya meliputi: bahan, bentuk, ukuran, berat dan perlengkapan alat. Bentuk alat secara umum
sama karena
disesuaikan dengan kebiasaan tenaga kerja pemanen sawit agar tetap nyaman. Perbaikan alat kerja dilengkapi dengan pedoman penggunaan alat dan posisi kerja, diharapkan tata kerja pemanen agar lebih ergonomis sehingga gerakan dan kekuatan waktu memanen kelapa sawit lebih optimal. Perbaikan alat yang didesain peneliti anggap lebih baik secara fungsi, teknis-teknologi, estetis dan
eko-ergonomi (intervensi yang sederhana, murah
dan adaptasi berlangsung cepat, diterima oleh pekerja dan pengusaha). Partisipasi ergonomis diharapkan untuk membiasakan dengan alat engrek baru dan posisi kerja yang baru. Persepsi yang baik dari pekerja dan pengusaha diharapkan agar perbaikan
yang
dilakukan
tidak
hanya
dapat
mencegah
gangguan
11
muskuloskeletal, tapi juga dapat meningkatkan produktivitas pada tenaga kerja pemanen sawit di Provinsi Kalimantan Barat.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian 1. Apakah alat engrek baru lebih baik dari alat engrek yang lama dari segi teknis, yaitu komposisi bahan, kekerasan/kekuatan, ketajaman dan berat alat. 2. Apakah alat engrek baru lebih baik dari alat engrek lama dalam perbaikan posisi kerja yang ergonomis. 3. Apakah skor gangguan muskuloskeletal pemanen sawit yang menggunakan alat engrek baru dan posisi kerja baru lebih kecil dibandingkan dengan yang menggunakan alat engrek lama dan posisi kerja lama. 4. Apakah jumlah produktivitas kerja pemanen sawit yang menggunakan alat engrek baru dan posisi kerja baru lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan alat engrek lama dan posisi kerja lama. 5. Apakah skor gangguan muskuloskeletal pemanen sawit yang menggunakan alat engrek baru dan posisi kerja baru lebih kecil lagi dibandingkan dengan yang menggunakan alat engrek lama
dan posisi kerja lama, setelah
mempertimbangkan variabel karakteristik responden (umur, pendidikan, masa kerja, pengalaman, jam kerja dan status gizi).
12
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengkaji alat engrek baru secara teknis dan perbaikan posisi kerja yang ergonomis. Mengkaji skor gangguan muskuloskeletal dan produktivitas kerja pemanen kelapa sawit.
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengkaji alat engrek baru dilihat dari aspek teknis (komposisi bahan, kekerasan/kekuatan, ketajaman dan berat alat) dan posisi kerja saat memanen kelapa sawit. 2. Mengkaji skor gangguan muskuloskeletal pemanen sawit yang menggunakan alat engrek
baru dan posisi kerja baru dibandingkan dengan yang
menggunakan alat engrek lama dan posisi kerja lama. 3. Mengkaji jumlah produktivitas kerja pemanen sawit yang menggunakan alat engrek baru dan posisi kerja baru dibandingkan dengan yang menggunakan alat engrek lama dan posisi kerja lama. 4. Mengkaji skor gangguan muskuloskeletal pemanen sawit yang menggunakan alat engrek baru menggunakan
dan posisi kerja baru alat
engrek
lama
dan
dibandingkan dengan yang posisi
kerja
lama,
setelah
mempertimbangkan variabel karakteristik responden (umur, pendidikan, masa kerja, pengalaman, jam kerja dan status gizi).
13
1.2 Keaslian Penelitian Banyak penelitian tentang gangguan atau keluhan muskuloskeletal pada tenaga kerja di berbagai tempat kerja, diantaranya sebagaimana dalam Tabel 1. Tabel 1. Penelitian tentang gangguan atau keluhan muskuloskeletal pada tenaga kerja di berbagai tempat kerja No 1.
Peneliti Wijanarko (2004)
Tujuan Mengetahui hubungan sikap kerja berdiri terhadap keluhan muskuloskeletal pada operator mesin loom weaving V PT.A (Bawen) Semarang.
Metode Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional. Jumlah responden 24 orang.
Hasil Ada hubungan antara sikap kerja berdiri dengan keluhan muskuloskeletal pada operator mesin loom weaving V PT.A (Bawen) Semarang.
2.
Kusrini (2005)
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal pada petugas cleaning service rumah sakit X kota Semarang.
Penelitian deskriptif eksplanatory dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian 25 orang petugas cleaning service rumah sakit.
Ada hubungan antara sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada petugas cleaning service.
3.
Finda (2007)
Melakukan identifikasi untuk mendeskripsikan hubungan antara posisi kerja dengan muskuloskeletal pada operator kerja duduk dan berdiri bagian produksi PTPN IX PG Tasik Madu.
Survei dengan pendekatan cross sectional, subjek penelitian operator kerja duduk dan berdiri bagian produksi.
Ada hubungan yang bermakna antara posisi kerja dengan keluhan muskuloskeletal.
4.
Tana et al., (2009)
Mengevaluasi keluhan otot rangka leher dan ektremitas atas pada pekerja perempuan berdasarkan lokasi dan jenis keluhan dan hubungannya dengan faktor pekerjaan dan faktor individu.
Menggunakan rancangan Cross sectional Subjek Penelitian 632 orang tenaga kerja perempuan.
Persentase keluhan otot rangka leher dan ekstremitas atas pada pekerja perempuan perusahaan garmen di Jakarta Utara sebesar 75,7%, dengan persentase terbanyak pada tangan dan leher, dan jenis keluhan adalah rasa pegal, kesemutan dan nyeri.
14
Lanjutan Tabel 1 …..
No
Peneliti
Tujuan
Metode
Hasil
5
Karlina (2010)
Menganalisa hubungan antara aktivitas opatient handling dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat bangsal rawat inap RS Roemani Muhammadiyah Semarang.
Eksplanatory reseach dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian 60 orang perawat.
Aktivitas mengangkat pasien secara bermakna berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal.
6
Kristianti (2010)
Mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat keluhan,mengidentifikasi berat badan dan menilai kelayakan usaha alternatif perbaikan sistem kerja.
Pengamatan langsung di lapangan, subjek penelitian adalah pekerja angkat angkut gudang persediaan pupuk Pusri Kediri, Desa Branggahan Kecamatan Ngadiluwih.
Kegiatan angkat angkut di gudang persediaan pupuk PUSRI Kediri berisiko tinggi terjadi keluhan muskuloskeletal
7
Mindayani (2010)
Mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada perajin sulaman tangan di Jorong Subarang Tigo Jorong Nagari Koto gadang.
Penelitian Desktiptif dengan desain cross sectional, subjek penelitian 50 orang pengrajin.
Keluhan muskuloskeletal dengan sikap kerja membungkuk adalah keluhan pada bahu kanan sebanyak 68%, pinggang sebanyak 84%, bokong 54% dan pantat sebanyak 56%.
Penelitian yang berhubungan dengan pekerja di sektor kelapa sawit khususnya di bagian produksi dan bagian panen masih sangat sedikit diantaranya pernah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Tabel 2.
15
Tabel 2. Penelitian tentang Muskuloskeletal di Perkebunan Sawit No
Peneliti
Tujuan
Metode
Hasil
1.
Hendra dan Rahardjo (2008)
Mengetahui tingkat risiko ergonomi pekerja pemanen dan hubungannya dengan keluhan MSDs.
Rancangan penelitian adalah cross sectional. Subjek penelitian 117 pekerja di kebun kelapa sawit PT.X di Sumatra Selatan.
Variabel yang berhubungan dengan keluhan MSDs adalah jenis pekerjaan (memanen dan memuat),umur dan lama kerja.
2
Munandar Untuk mengetahui (2008) hubungan sikap kerja tidak alami dengan keluhan muskuloskeletal pada tenaga kerja bagian produksi di PT.Kresna Duta Agroindo
Penelitian kuantitatif, pendekatan analisis cross sectional. Subjek penelitian 90 orang tenaga kerja produksi.
Ada hubungan yang bermakna antara sikap kerja yang tidak alamiah dengan keluhan muskuloskeletal.
Berdasarkan penelusuran literatur dan observasi di lapangan, belum ada penelitian seperti yang
peneliti lakukan. Perbedaan penelitian yang peneliti
lakukan dengan penelitian yang sudah ada adalah: 1.
Subjek penelitian adalah tenaga kerja yang melakukan pekerjaan memanen sawit yang menggunakan alat panen manual (engrek). Penelitian yang sudah ada, pada tenaga kerja di bagian produksi dan tenaga kerja di bagian kebun. Kegiatan panen yang diteliti untuk semua kegiatan proses pemanenan yaitu memanen, mengumpulkan hasil panen sampai dengan meneliti pekerja yang memasukkan ke dalam truk pengangkut tandan buah sawit.
2. Variabel penelitian yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya pada faktorfaktor yang berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, yaitu faktor
16
posisi kerja, lingkungan dan material handling. Variabel yang peneliti lakukan adalah alat panen engrek, posisi kerja dan karakteristik pemanen kelapa sawit terhadap gangguan muskuloskeletal dan produktivitas kerja. 3. Variabel pengaruh yang diukur penelitian sebelumnya
yaitu gangguan
muskuloskeletal saja, variabel pengaruh yang peneliti ukur meliputi gangguan muskuloskeletal dan produktifivitas kerja. 4. Jenis penelitian
yang dilakukan Randomized
Controlled
Trial (RCT),
penelitian sebelumnya adalah cross sectional. 5. Alat ukur yang digunakan untuk menilai posisi kerja menggunakan metode Ovako Working Analysis System (OWAS) dan lembar observasi posisi kerja.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Praktis 1.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada perusahaan tentang alat engrek baru, posisi kerja ergonomis dan karakteristik tenaga kerja terhadap skor gangguan muskuloskeletal dan produktivitas kerja.
2.
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi tenaga kerja pemanen sawit dalam rangka perbaikan alat engrek dan posisi kerja yang ergonomis, sehingga gangguan muskuloskeletal dapat dicegah dan produktivitas kerja dapat ditingkatkan.
3.
Memberikan masukan kepada Departemen Tenaga Kerja dan Kementerian Kesehatan tentang gangguan muskuloskeletal dan produktivitas kerja pada tenaga kerja pemanen sawit.
17
4.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi Instansi yang terkait dalam hal ini PT. Jamsostek dan Ikatan Pengusaha Pekebunan Kelapa Sawit Indonesia cabang Kalimantan Barat.
1.5.2 Manfaat Teoritis 1. Sebagai referensi bagi peneliti lain terkait dengan alat engrek, posisi kerja dan karakteristik tenaga kerja
terhadap gangguan muskuloskeletal
dan
produktivitas kerja. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan untuk mengkaji data epidemiologi kerja
pada perusahaan kelapa sawit untuk
pengembangan ilmu kesehatan kerja.