BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan suatu negara sangat ditentukan dari pembangunan yang dilakukannya. Tidak ada suatu negara yang ingin maju tanpa dilakukannya pembangunan. Begitu pentingnya pembangunan sebagai faktor dari kemajuan, maka banyak pakar mulai meneliti dan merumuskan teori-teori pembangunan beserta dampak yang dihasilkan. Hasil dari berbagai penelitian yang telah dilakukan para ahli dijadikan landasan dalam menetapkan arah dan strategi untuk mencapai kemajuan sesuai dengan yang diharapkan. Indonesia sebagai salah satu negara yang sampai saat ini masih menyandang gelar negara berkembang sudah tentu akan sangat membutuhkan pembangunan yang tepat sasaran sebagai upaya untuk mempercepat langkah menuju terciptanya kemajuan di segala bidang. Untuk merealisasikan hal ini, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah termasuk di dalamnya yaitu otonomi daerah. Proses mencari format Undang-Undang pemerintahan daerah yang ideal di Indonesia telah berlangsung sejak diproklamasikannya kemerdekaan yang diawali dengan dikeluarkannya UU Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Kedudukan Komite Nasional Daerah, dan disusul silih berganti dengan diterbitkannya beberapa Undang-Undang dan Peraturan lainnya, hingga yang terakhir UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti dari UU Nomor 22 Tahun 1999. Setiap Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru, pada dasarnya merupakan koreksi dan penyempurnaan dari undang-undang dan peraturan yang lama, yang dianggap tidak sesuai lagi dengan amanah konstitusi dan perkembangan zaman. Begitu seterusnya, undangundang pemerintahan daerah baru selalu memuat ketenuan-ketentuan baru guna memenuhi tuntutan aktual masyarakat lokal sebagai stakeholder dan kehendak pemerintah pusat sebagai shareholder. Dampaknya, implementasi kebijakan otonomi daerah kita penuh dengan aneka eksperimen. Belum tuntas suatu undang-undang pemerintahan daerah dijalankan, sudah terbit lagi undang-undang yang baru yang menimbulkan berbagai kebingungan dan kekacauan dalam penyelenggaraan otonomi daerah .
Universitas Sumatera Utara
Ditandatanganinya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah oleh Presiden B.J. Habibie pada tanggal 4 Mei 1999, menandai berputarnya kembali roda otonomi daerah setelah 25 tahun dikepinggirkan pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto. sejak itu daerah mulai memperoleh kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan kepadanya baik dibidang politik, administrasi, keuangan, dan sosial budaya sesuai prinsip Desentralisasi, seraya meninggalkan prinsip tata pemerintahan lama yang sentralistis dibawah UU Nomor 5 Tahun 1974 yang tidak mampu memberikan kesejahteraan dan keadilan kepada rakyat Indonesia. Desentralisasi dan Otonomi Daerah yang timbul pada Reformasi ini pada awalnya bertujuan secara politik, yaitu untuk memperkuat Pemerintahan Daerah, menunjang kemampuan dan keterampilan berpolitik para penyelenggara pemerintah dan masyarakat untuk mempertahankan integrasi Nasional Serta bertujuan secara ekonomi untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam mengelola potensi ekonomi demi mewujudkan pembangunan daerah dan terciptanya kesejahteraan dimasing-masing daerah. 1 Ketimpangan pembangunan dan ketidakmerataan hasil pembangunan telah menjadi isu pokok dalam periode penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia sejak masa awal kemerdekaan. Penyelenggraan pemerintahan Indonesia semakin sentralistik akibat dominasi peranan pemerintah pusat dalam setiap sektor pembangunan. Sentralisasi kekuasaan ini menyebabkan terjadinya ketimpangan geografis dalam pembangunan perekonomian nasional. Pembanguan lebih terpusat di Jakarta dibandingkan daerah lainnya terutama daerah-daerah yang berada diluar pulau jawa. Politik desentralisasi telah membawa perubahan yang cukup besar bagi daerah dalam proses pengelolaan kekuasaan. Implikasinya adalah kelompok elit politik lokal atau kepalakepala daerah yang kini lebih memiliki akses dalam mengontrol sumber daya kekuasaan, dan lebih banyak terlibat dalam proses dan pengambilan kebijakan-kebijakan politik. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 merupakan dasar hukum berlakunya sistem desentralisasi ini. Menurut UU ini, Pemerintah Daerah diberikan hak dan kewajiban dalam mengatur dan mengelola daerahnya sendiri, hal ini disebut asas otonomi.
1
Ateng Syafrudin, Kapita Selekta: Hakikat Otonomi dan Desentralisasi dalam Pembangunan Daerah. Yogyakarta: Citra Media, 2006, hal.35.
Universitas Sumatera Utara
Ketika otonomi daerah digulirkan, banyak kalangan menyambutnya dengan sikap optimis. Rasa bosan dan trauma terhadap kekuasaan monopoli yang bertumpu di Jakarta, disadari atau tidak telah melahirkan Era Baru yang dinilai akan sanggup mensejahterakan rakyat. Otonomi daerah diharapkan akan mampu menumbuhkembangkan potensi genius lokal sehingga kesenjangan ekonomi antar daerah bisa dikurangi, tingkat kesejahteraan makin merata, rakyat makin makmur, bangsa kian mandiri, dan muncul semangat lokal berbasis global untuk memicu semangat baru dalam membangun tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Otonomi daerah dibuat dengan tujuan agar daerah-daerah dapat mengelola secara mandiri segala sumberdaya, keuangan, maupun sumber-sumber lain sebagai pendapatan bagi daerah. Tujuan utama penerapan otonomi daerah yang sebenarnya berintikan dua hal yakni untuk menciptakan kesejahteraan dan untuk mendukung demokrasi di tingkat lokal. Pada ranah implementasi pelaksanaan otonomi daerah justru jauh dari harapan. Hasil evaluasi pelaksanaan otonomi daerah oleh berbagai kalangan, termasuk LIPI (2007) dan UNDP (2008), memperlihatkan bahwa agenda ini lebih menunjukkan kegagalan daripada wujud kesuksesannya. Kegagalan yang sangat nyata adalah nampak dari terdesentralisasikannya korupsi ke daerah, sehingga banyak kepala daerah yang terlibat kasus korupsi. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa UU No 22 tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memicu kegairahan baru yang membuka ruang kebebasan lebih bagi masyarakat dan elite lokal. Namun, kebebasan itu justru dipahami berbeda oleh para elite lokal sebagai kebebasan dalam berbagai hal. 2 Siklus Pilkada lima tahunan
menjadi ajang
kompetisi untuk bersaing meraih kekuasaan. Praktik korupsi di era reformasi yang kian menyebar ke daerah dan melibatkan semakin banyak aktor. ini tentu menggambarkan sebuah ironi dari desentralisasi. Kekhawatirannnya adalah sebagian besar praktik korupsi di daerah justru dilakukan oleh kepala daerah dan anggota legislatif (DPRD). Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat dari 524 kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota), 173 di antaranya terlibat kasus korupsi pada tahun 2004-2012. 3 Sedangkan Menteri Dalam Negeri gamawan Fauzi dalam pembukaan Orientasi Kepemimpinan 2
Lukman santoso Az. Otonomi daerah dan Menjamurnya Korupsi di daerah; http;//investor.co.id/berita/otonomi daerah dan menjamurnya korupsi di daerah. diakses pada 4 April 2013 pukul 15.30 WIB. 3 Jupri S.H. desentralisasi dalam cengkraman korupsi di daerah;http;//negarahukum.com hukum/desentralisasi dalam cengkraman korupsi.html. diakses pada 23 Mei 2013 pukul 16.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
dan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Angkatan II/2013, menyatakan bahwa sudah ada 291 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi hingga Februari 2013 baik berstatus tersangka maupun terpidana.
Lonjakan
angka
kasus
korupsi
tersebut
dinilai
cukup
melambung
dan
mengkhawatirkan banyak pihak karena terkait dengan kelangsungan pemerintahan daerah yang seharusnya terfokus mensejahterahkan rakyat. Fenomena korupsi Kepala daerah tidak terlepas dari faktor penyelenggaraan Pilkada. Dewasa ini Pemilihan Kepala daerah dan wakil Kepala daerah sulit lepas dari masalah biaya politik dan terjadi politik uang. Biaya politik dan politik uang dapat bersumber dari pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah, partai politik dan sumbangan pihak-pihak lain (perseorangan dan atau badan hukum swasta). Besar kecilnya biaya politik dan politik uang dalam Pilkada sangat mempengaruhi sikap kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Semakin besar seorang kepala daerah dan wakilnya mengeluarkan biaya politik pada saat Pilkada, semakin besar pula dorongan atau tekanan kepada kepala daerah terpilih mengembalikan uang tersebut dengan segala strategi yang berujung pada pada perbuatan korupsi. Disamping itu, keinginan untuk melakukan korupsi saat kepala daerah dan wakil kepala daerah menyelenggarakan pemerintahan didorong keinginan diri sendiri atau orang lain, tidak tertutup kemungkinan didorong oleh keluarga, kroni-kroni, tim suksess dan penyandang dana(Pengusaha). Banyaknya kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi dikarenakan terlibat pendanaan Kampanye
oleh
investor/pengusaha
mengakibatkan
mereka
harus
memikirkan
cara
mengembalikan dana kampanye tersebut. Caranya adalah dengan korupsi atau menjual berbagai sumber daya alam dengan berbagai kebijakan kepala daerah yang harus membayar investasi dari penyandang dana. Akibatnya banyak aset SDA yang potensial di Indonesia dikuasai oleh para pengusaha asing seperti dari Jepang, China, Amerika, India, dan sebagainya. Fakta ini sesungguhnya sudah jauh dari nilai-nilai konstitusi, karena dalam konstitusi sudah diatur bahwa segala sumber daya alam, tanah, air dan semua yang terkandung didalamnya digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk diserahkan pengelolaanya kepada pihak asing atau swasta.
Universitas Sumatera Utara
Timbulnya masalah-masalah desentralisasi terkait dengan pengelolaan Sumber daya Alam pada umumnya tidak lepas dari potret kekuasaan kepala daerahnya yang tidak terkontrol. Kepala daerah dan wakil kepala daerah sangat menentukan perannya sebagai lokomotif majunya otonomi daerah. Maju mundurnya otonomi daerah dianggap sebagian besar tergantung pada kekompakan mereka, kepemimpinan, managemen serta bagaimana mereka melaksanakan program-program yang dibutuhkan rakyat. Berdasarkan uraian diatas Penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan pengelolaan sumber daya alam di Kabupaten Asahan. Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi sumber daya alam potensial di Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dengan melimpahnya kawasan Asahan akan sumber daya air, perkebunan, hutan, perikanan dan hasil tambang lainnya. Kabupaten Asahan merupakan salah satu sentral perkebunan di Provinsi Sumatera Utara, dan bahkan Provinsi Sumatera Utara menjadi penghasil kelapa sawit utama di Indonesia. Selain kelapa sawit dan karet, komoditi penting lainnya adalah kakao (coklat) dan kelapa. Hingga saat ini terdapat lebih dari 30 perusahaan perkebunan baik itu milik pemerintah, swasta nasional dan asing telah menguasai lahan lebih dari 140 ribu hektar dan menyerap sekitar 23 ribu tenaga kerja. 4 Wilayah Asahan juga memiliki beberapa potensi air terjun yang dapat di manfaatkan sebagai penggerak motor sumber daya listrik. Air terjun Asahan III dan Asahan IV merupakan alternatif yang dapat memberikan kontribusi kelistrikan yang memadai dalam skala besar serta adanya Sungai Asahan yang mampu mengadakan penyediaan air bersih dan sebagai objek wisata bagi masyarakat. Tetapi dengan Sumber Daya Alam yang melimpah itu, Asahan tidak tumbuh menjadi daerah yang maju. Pelayanan terhadap penyediaan air bersih masih buruk dan tidak memuaskan masyarakat. Pasokan air bersih oleh PDAM sering kali mengalami masalah dan menyebabkan masyarakat kecewa terhadap pemerintah yang tidak kunjung menyelesaikan masalah air tersebut. Begitu juga dengan krisis pengadaan listrik yang secara berkelanjutan mengalami masalah pemadaman dan secara umum Pembangunan sarana dan prasarana sosial juga berjalan lambat. Dari segi ekonomi dan sosial masyarakatnya juga jauh dari kata sejahtera dan masih banyak lagi 4
Herman akbar. Kabupaten Asahan Rambate Rataraya; http://bloggersumut.net/potensi-pariwisata/kabupaten-asahan-rambaterata-raya. diakses pada 1 november 2013 pukul 13.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
masalah terkait dengan pengelolaan sumber daya alam disana. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan pembenahan sistem pemerintahan, pengalihan investasi dan penyokongan ekonomi ke bidang industri lain, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pemberdayaan sumber daya alam. Permasalahan tentang pengelolaan sumber daya alam penting untuk diangkat sebab menyangkut masalah kebijakan kepala daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang menjadi tulang punggung bagi kemakmuran suatu daerah. Berdasarkan uraian diatas penulis akan melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Desentralisasi terhadap Kekuasaan Kepala Daerah (Studi Analisis Kekuasaan Bupati Asahan dalam Pengelolaan Sumber daya Alam tahun 2009 - 2014). 2.Perumusan Masalah Perumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecaahannya. Perumusan masalah merupakan penjabaran dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah. Dengan kata lain, perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan atas identifikasi masalah dan pembatasan masalah. 5 Dari latar belakang serta pemaparan diatas maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah Apa Pengaruh Desentralisasi terhadap Kekuasaan Kepala Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Kabupaten Asahan tahun 2009-2014 ? 2.1. Batasan Masalah Kekuasaan Kepala Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Sektor Pertanian Kabupaten Asahan. 3.Tujuan penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: Mengetahui dan menganalisis Kekuasaan Kepala daerah di Kabupaten Asahan terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Pertanian Alam tahun 2009-2014 . 4.Manfaat Penelitian 5
Husnaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi penelitian Sosial. Jakarta: Bumi aksara. 2009.hal.27.
Universitas Sumatera Utara
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : •
Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berfikir dan kemampuan menulis karya ilmiah yang sesuai dengan kaedah yang berlaku serta untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program Strata satu (S1) Departemen ilmu Politik Sumatera Utara .
•
Bagi Akademis, untuk memperkaya perbendaharaan pengetahuan dan referensi data-data yang dapat digunakan untuk membantu mengetahui bagaimana sebenarny pelaksanaan Desentralisasi secara umum di indonesia.
•
Bagi masyarakat, untuk menambah literature daftar kepustakaan bagi yang tertarik untuk meneliti tentang masalah desentralisasi dan Otonomi Daerah serta memperkaya khazanah pengetahuan.
5.Kerangka Teori Untuk menulis sebuah karya ilmiah ataupun penelitian sudah pasti harus memiliki sebuah landasan yang nantinya akan dijadikan sebagai acuan . adanya teori-teori yang dijadikan sebagai landasan berfikir membuat sebuah tulisan akan lebih bersifat ilmiah karena salah satu syarat karya ilmiah haruslah berpedoman kepada salah satu atau lebih dari suatu teori yang digunakan sebagai bahan acuan. 5.1. Demokrasi Pengertian demokrasi dalam tinjauan bahasa (etimology) baik asal kata maupun asal bahasanya adalah gabungan dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu “Demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu wilayah, dan “Cratein” atau “Cratos” yang berarti pemerintahan atau pemerintahan/otoritas, Sehingga demokrasi sederhananya mengandung arti berarti pemerintahan rakyat atau kedaulatan/otoritas rakyat. Joseph A.Schmeter menyebutkan, “demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai suatu keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk menentukan dan memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat”, sedangkan Sidney Hook, menyebutkan “demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dimana keputusankeputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Sedangkan Henry B. Mayo menyatakan, demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. 6 Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan di tangan rakyat yang mengandung pengertian tiga hal : pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat dan pemerintahan untuk rakyat. Tiga faktor ini merupakan tolak ukur umum dari suatu pemerintahan yang demokratis. Ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut; pertama, pemerintahan dari rakyat yang mengandung pengertian bahwa suatu pemerintahan yang sah adalah suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi, pemilihan umum. Pengakuan dan dukungan masyarakat bagi suatu pemerintahan sangatlah penting, karena dengan legitimasi politik tersebut pemerintahan dapat menjalankan roda birokrasi dan program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat kepadanya. Kedua, pemerintahan oleh rakyat memiliki pengertian bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan atas dorongan pribadi elite negara atau elite birokrasi. Selain pengertian ini, unsur kedua ini mengandung pengertian bahwa dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintah berada dalam pengawasan rakyat. Pengawasan dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung melalui para wakilnya di parlemen. Dengan adanya pengawasan para wakil rakyat di parlemen ambisi otoritarianisme dari para penyelenggara negara dapat dihindari. Ketiga, pemerintahan untuk rakyat mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat umum harus dijadikan landasan utama kebijakan sebuah pemerintahan yang demokratis. 6
U. Ubaidillah, Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, hal.40.
Universitas Sumatera Utara
Ditinjau dari sudut pandang ilmu politik modern, Leo Agustino menyebutkan beberapa ciri pokok suatu sistem politik yang demokratis, antara lain: 1) Adanya partisipasi politik yang luas dan otonom. Demokrasi pertama-tama mensyaratkan dan membutuhkan adanya keleluasaan partisipasi bagi siapapun baik individu maupun kelompok secara otonom. 2) Terwujudnya kompetisi politik yang sehat dan adil. dalam konteks demokrasi liberal, seluruh kekuatan politik atau kekuasaan sosial kemasyarakatan diakui hak hidupnya dan diberi kebebasan untuk saling berkompetisi secara adil sebagai penyalur suara masyarakat. 3) Adanya suksesi atau sirkulasi kekuasaan yang berkala, terkelola, serta terjaga dengan bersih dan transparan, khususnya melalui pemilihan umum. 4) Adanya monitor, kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan (eksekutif, legislatif, yudikatif, birokrasi dan militer) secara efektif, juga terwujudnya mekanisme cheks and balance diantara lembaga-lembaga negara. 5) Adanya tatakrama, nilai, dan norma yang disepakati bersama dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 7 Robert Dahl dalam tulisannya yang mengupas secara mendalam tentang demokrasi, menjelaskan bahwa demokrasi membutuhkan kondisi-kondisi awal yang memadai guna mewujudkan demokrasi itu sendiri, yaitu: 1) Adanya pemilihan umum yang bebas,adil, dan berkala; 2) Adanya kebebasan berpendapat; 3) Adanya akses ke sumber-sumber informasi yang luas dan beralternatif; 4) Adanya otonomi assosiasional; 5) dibangunnya pemerintah perwakilan; 6) Adanya hak warga negara yang inklusif. 8 Setidaknya ada sepuluh manfaat/keuntungan dari Demokrasi menurut Dahl, yaitu :1) demokrasi mencegah tumbuhnya pemerintahan oleh kaum otokrat yang tidak manusiawi; 2) demokrasi menjamin warga negaranya dengan sejumlah hak asasi yang tidak diberikan dan tidak dapat diberikan oleh sistem yang non-demokratis; 3) demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas bagi setiap warga negarany; 4) demokrasi membantu rakyat untuk melindungi kepentingan dasar mereka; 5) demokrasi membantu manusia mengembangkan manusia dirinya lebih baik dari alternatif sistem politik lain yang memungkinkan; 6) hanya pemerintahan yang
7 8
Agustino Leo, Politik dan Otonomi daerah , Serang Banten: Untirta press, 2005, hal.xiii. Robert Dahl, On democracy, New Harven: Yale University press, 1999, hal.115.
Universitas Sumatera Utara
demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi orang-orang untuk menggunakan kebebasan dalam menentukan nasibnya sendiri; 7) hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk menjalankan tanggung jawab moral; 8) hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat membantu perkembangan tingkat persamaan politik yang tinggi; 9) negara-negara demokrasi modern tidak berperang satu dengan lainnya; dan 10) negara-negara dengan pemerintahan yang demokratis cenderung lebih makmur daripada negara-negara dengan pemerintahan non-demokratis. 9 Salah satu elemen penting dalam perwujudan nilai-nilai demokrasi dalam suatu negara adalah adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk baik di eksekutif maupun di dalam lembaga perwakilan rakyat, karena hal itu bisa mencerminkan adanya keterlibatan warga negara dalam pengambilan keputusan politik dalam suatu negara, baik secara langsung atau tidak dengan melalui suatu lembaga perwakilan. Indonesia sebagai negara yang menganut asas demokrasi, tentunya mengedepankan aspek tersebut. Buktinya dapat dilihat bahwa Indonesia menerapkan sistem pemilihan umum secara langsung, dimana rakyat secara langsung aktif sebagai penentu siapakah kepala negara atau kepala daerah selanjutnya. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pemilihan umum untuk memilih secara langsung di Indonesia oleh penduduk yang ada di daerah tersebut yang telah memenuhi syaratsyarat tertentu. Adapun kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih berdasarkan UU No.32 tahun 2004 pasal 24 adalah: 1) Gubernur dan wakil gubernur untuk propinsi; 2) Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten; 3) Walikota dan wakil walikota untuk kota. Demokratisasi membawa perubahan dalam sistem pemerintahan daerah yang semula sentralistis (UU No.5 Tahun 1974) menjadi desentralistis. Implikasinya, terjadi pergeseran fokus kekuasaan dari pusat ke daerah. Setelah adanya Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan berbagai undang-undang atau peraturan lain yang mengatur akan pemilihan umum kepala daerah, maka hal tersebut menghapus tatanan lama dimana sebelumnya kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjadi dipilih langsung oleh rakyat. 10
9
Ibid., hal.63. Ni’matul Huda , Hukum Pemerintahan daerah . Bandung : Nusa Media .2009 hal.16.
10
Universitas Sumatera Utara
Sebelum tahun 2005, berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD). Sejak berlakunya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan juni 2005. Sejak berlakunya Undangundang Nomor 22 tahun 2007 tentang penyelenggara Pemilihan Umum, Pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada . pemilihan kepala daerah pertama diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007. Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggaraan pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah pemilihan Gubernur, bupati, dan walikota. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. ketentuan ini dirubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangn yang didukung oleh sejumlah orang. Undangundang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pada dasarnya, keberadaan Pemilihan Umum kepala daerah sangat dominan peranannya dalam penentuan sukses atau gagalnya proses otonomi di suatu daerah. Selain itu, sebagaimana diketahui, tiap-tiap penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah teremban misi desentralisasi kekuasaan dari pusat ke daerah-daerah. Sebanding dengan logika desentralisasi tersebut maka sudah seharusnya, dalam tiap pemilihan umum kepala daerah, kekuasaan politik semakin berada dekat dengan rakyat. Dengan demikian kebijakan pemerintahan daerah menjadi lebih sesuai dengan kehendak rakyat, bahkan, dapat dimajukan untuk melibatkan rakyat sebagai perencana, pelaksana, sekaligus pengawas pemerintahan. 11 5.2. Teori Kekuasaan 11 Haris Syamsuddin, Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokrasi & Akuntanbilitas Pemerintahan Daerah, Jakarta: LIPI Press, 2005, hal.36.
Universitas Sumatera Utara
Istilah kekuasaan (power) yang berarti sanggup untuk membuat sesuatu, sanggup untuk mempengaruhi orang, sanggup untuk membuat perubahan dan tanpa kekuasaan sesuatu itu tidak akan terjadi. Kekuasaan juga diartikan sebagai kapasitas yang dapat mendorong, memaksa atau mempengaruhi pihak lain untuk mengubah tingkah laku atau untuk mengerjakan apa yang tidak dikehendaki. bertolak dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep kekuasaan sebenarnya menunjukkan kelebihan atau kemampuan pribadi seorang pemimpin yang tercermin dalam berbagai aspek khususnya di dalam interaksi personal, sehingga seseorang memiliki kekuasaan dapat merealisasikan keinginannya melalui orang lain. Menurut Laswell kekuasaan merupakan salah satu tipe dari pengaruh dimana seseorang dapat memiliki power dan pengaruh jika yang bersangkutan memiliki kemampuan, reputasi, dan popularitas yang dapat meyakinkan orang lain untuk melakukan sesuatu. Konsep ini lebih berkonotasi positif
karena sumber pengaruh tersebut biasanya berasal dari keahlian dan
keteladanan. berbeda halnya dengan konsep paksaan (coercion) yang lebih berkonotasi negatif, karena sumbernya cenderung pada kedudukan resmi atau karena memegang suatu jawaban. Namun demikian, istilah-istilah itu dalam operasionalnya sulit untuk dipisahkan karena keduanya masing-masing memiliki tempat dalam situasi tertentu. Demikian halnya dengan kekuasaan (power) dan kepemimpinan sulit untuk dipisahkan karena keduanya mengandung interaksi antara A (seseorang) yang mempengaruhi B (orang lain). 12 Kekuasaan (power) dapat terwujud dalam bentuk otoritas, pengaruh, dan paksaan . istilah kekuasaan (power) seringkali digunakan silih berganti dengan istilah wewenang (authority), namun tidak berarti kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, karena wewenang / otoritas hanya bagian dari kekuasan, yaitu tercakup dalam salah satu variabel kekuasaan yang disebut kekuasaan resmi. Otoritas merupakan suatu kekuasaan yang sah untuk melakukan tindakan atau membuat peraturan untuk memerintah orang lain. dengan kata lain bahwa wewenang/otoritas diperoleh karena adanya power/kekuasaan yang dimiliki seseorang yang menimbulkan pengaruh bagi orang lain . Ada beberapa sumber kekuasaan yaitu :
12
J, Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah : Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 106.
Universitas Sumatera Utara
1. Kekayaan, cara memperolehnya adalah dengan menguasai sumber-sumber ekonomi, warisan, dan pemberian. 2. Kedudukan,
cara
memperolehnya
dengan
kekerasan
fisik,
pewarisan,
penunjukkan/pengangkatan dan sebagainya. 3. Kepercayaan, cara memperolehnya dengan meraih dukungan dari masyarakat. Di dunia Barat, khususnya Eropa Barat sudah menjadi kebiasaan untuk memisahkan kekuasaan negara kedalam tiga bidang kekuasaan, yaitu; kekuasaan Legislatif, kekuasan Eksekutif, dan kekuasaan Yudikatif . orang pertama yang mengemukakan teori pemisahan kekuasaan Negara tersebut adalah Jhon Locke, yang dalam bukunya “Two Treatises on Civil Government “ memisahkan kekuasaan Negara dalam tiga bidang, yaitu: a. Kekuasaan dalam bidang pembuatan Undang-Undang(Legislatif) b. Kekuasaan dalam melaksanakan /menjalankan Undang-Undang (Eksekutif) c. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, perjanjian atau perserikatan dengan orang-orang, lembaga atau negara-negara (Federatif). Beberapa puluh tahun kemudian tampillah Montesquieu, yang mengemukakan teori pembagian kekuasaan Negara kedalam tiga bidang yang terpisah satu sama lain, yaitu: a. Legislatif (perundang-undangan), yaitu kekuasaan dalam pembuatan Undang-Undang dalam arti formal. b. Eksekutif (pelaksana), ialah kekuasaan yang berwenang melaksanakan segala tindakan yang telah diperintahkan oleh Undang-Undang dan/atau yang diperlukan guna terselenggaranya tujuan-tujuan yang tersirat dalam Undang-Undang itu. c. Yudikatif (Peradilan), yaitu kekuasaan yang berwenang menjaga agar Undang-Undang itu dapat dijalankan sebagaimana mestinya, dengan memberikan reaksi (dengan cara menimbang dan mengadili) terhadap tindakan-tindakan yang bertentangan dari UndangUndang atau tindakan menghalangi tercapainya tujuan-tujuan daripada peraturan perundang-undangan tersebut. 13
13
Mashuri Maschab, Kekuasaan Eksekutif di Indonesia ,Yogyakarta : PT. Bina Aksara , 1983, hal.2.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Montesquieu, kemerdekaan setiap individu hanya bisa dijamin apabila tiga kekuasaan tersebut tidak berada dalam satu badan. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut menimbulkan keseimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Trias politika adalah konsep pemisahan kekuasaan yang banyak dianut oleh banyak negara. Konsep dasarnya adalah kekuasaan disuatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah dilembaga-lembaga negara yang berbeda. Kekuasaan politik itu merupakan representasi dari legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pemisahan kekuasaan perlu dilakukan dikarenakan: a. Kekuasaan eksekutif cenderung korup atau tidak adil. Sejauh kekuasaan pemerintah berada di tangan satu orang atau satu lembaga saja, ada kemungkinan sangat besar bahwa ia akan menyalahgunakannya, karena tidak ada kekuasaan lain yang cukup untuk mengontrolnya. b. Jika tidak ada pemisahan kekuasaan, kekuasaan eksekutif cenderung menjadi sangat kuat dan karena itu sulit sekali untuk menjamin adanya kebebasan bagi warganya. c. Betapapun baiknya oknum pemerintah, mereka bukan tidak punya kepentingan pribadi. Karena itu sangat mungkin mereka melakukan ketidakadilan, bahkan tanpa disadarinya. Mereka bisa saja melanggar hak warganya, bahkan tanpa niat untuk melakukan demikian. Dalam beberapa literatur yang ada, kekuasaan telah dikonsepkan berbeda-beda oleh berbagai pakar, namun French dan Raven menggunakan konsep kekuasaan untuk menjelaskan proses interaksi antara dua orang atau dua pihak. menurut kedua pakar tersebut bahwa secara normal hubungan dua orang atau dua pihak ditandai oleh sejumlah variabel kualitatif yang merupakan dasar-dasar kekuasaan. Mereka membagi kedalam 5 jenis kekuasaan itu, yaitu: 14 1. Kuasa Paksaan (Coercive Power) adalah kemampuan untuk menghukum atau memperlakukan seseorang yang tidak melakukan permintaan atau perintah. Diperoleh dari salah satu kapasitas untuk membagikan punishment pada mereka yang tidak mematuhi permintaan atau perintah. Kekuasaan ini juga bisa dibilang kekuasaan karena rasa takut oleh seseorang yang memiliki kuasa dalam suatu hal. Karena hal
14
Ibid.,hal.9.
Universitas Sumatera Utara
itulah orang-orang yang menjadi bawahan atau pengikutnya, menjadi tunduk dan mau untuk melakukan perintah yang diberikan oleh orang yang berkuasa itu. Karena jika mereka tidak mengikuti apa yang diperintahkan, maka bawahan/pengkutnya tersebut akan mendapatkan sebuah hukuman. 2.Kekuasaan imbalan (Reward Power) Kekuasan imbalan adalah kekuasaan yang terwujud karena kemampuan pemimpin memberikan penghargaan dan imbalan baik materil maupun nonmateril kepada bawahan. pemimpin dipatuhi karena dapat memberikan imbalan positif kepada bawahan, seperti gaji, promosi, rekomendasi untuk kenaikan pangkat, rekomendasi mengenai kerja, atau penghargaan nonmateril lain. 3. Kekuasaan resmi ( Legitimate Power) Legitimate power adalah Pemimpin memperoleh hak dari pemegang kekuatan untuk memerlukan dan menuntut ketaatan. Seseorang yang telah memiliki legitimate power akan menuntut bawahan atau pengikutnya untuk selalu taat pada peraturannya. Karena legitimate power memiliki definisi lain, yaitu kekuatan yang bersumber dari otoritas yang dapat dipertimbangkan hak untuk memerlukan dan pemenuhan perintah. 4. Kekuasaan Pakar (Expert power) Kekuasaan berdasarkan pada kepercayaan target bahwa pemegang kekuatan memiliki keahlian dan kemampuan yang superior dalam bidangnya. Seseorang yang memang ahli dalam bidangnya, akan mudah untuk menguasai/ mempengaruhi orang lain. Para anggota dalam suatu kelompok, pasti memiliki skill dan kemampuan yang berbeda. Maka dari itulah, suatu kelompok tercipata untuk saling melengkapi kekurangan anggota kelompok lainnya. 15 5. Kekuasaan Keteladanan (Referent Power) Kekuasaan keteladanan adalah kekuasaan yang terbentuk karena sifat pribadi dari seorang pemimpin . kekuasaan keteladanan tergantung pada kepribadian pemimpin yang mampu menarik simpati bawahan atau pengikutnya. daya tarik dan kekaguman bawahan dapat memberikan identifikasi tersendiri terhadap pengaruh pimpinannya. pimpinan yang selalu tampil dengan 15
Samsul wahidin, Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia. Celeban Timur: Pustaka Pelajar.2007.hal.5.
Universitas Sumatera Utara
kepribadiannya yang jujur, satunya kata dengan perbuatan, taat pada agama, loyal pada undangundang negara, sederhana gaya hidup dan tutur katanya, mengutamakan kepentingan orang banyak daripada kepentingan kepentingan sendiri, pemimpin yang seperti itu umumnya mempunyai keteladanan yang tinggi. 5.3. Desentralisasi dan Otonomi Daerah Istilah otonomi daerah dan desentralissi sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda. Istilah otonomi lebih cenderung berada pada aspek politik kekuasaan negara, sedangkan desentralisasi lebih cenderung berada dalam aspek administratif negara. sebaliknya jika dilihat dari pembagian kekuasaan (sharing of power) kedua istilah tersebut mempunyai keterkaitan yang erat, dan tidak dapat dipisahkan, artinya, jika berbicara mengenai otonomi daerah, tentu akan menyangkut pula pada pembicaraan seberapa besar wewenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang telah diberikan sebagai wewenang daerah, demikian pula sebaliknya. Desentralisasi berasal dari bahasa latin, yaitu De yang berarti lepas, dan Centrum yang berarti pusat. Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. 16 Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Definisi tentang Desentralisasi tidak ada yang tunggal, banyak definisi yang dikemukakan oleh para pakar mengenai desentralisasi. Dari semua definisi yang ada, secara garis besar ada dua definisi tentang Desentralisasi, yaitu defenisi dari perspektif administratif dan perspektif politik. Berdasarkan perspektif administratif, desentralisasi didefinisikan sebagai the 16
Padjarta Dirdjosanjoto dan Herudjati purwoko, Desentralissi dalam Perspektif Lokal .Salatiga: Pustaka Percik, 2004, hal.55.
Universitas Sumatera Utara
transfer of administerative responsibility from central to local governments. Disini desentralisasi sesungguhnya kata lain dari dekonsentrasi sendiri, menurut Parson, adalah the sharing of power between members of the same ruling group having authority respectively in different areas of the state. Dalam bahasa UU Otonomi daerah, dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dalam perspektif politik, Mawhood mengatakan Desentralisasi adalah devolusi kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sedangkan Smith mengatakan desentralisasi adalah the transfer of power, from top level to lower level, in a territorial hierarchy, which could be one of government within a state, or office within a large organization. 17 Sistem desentralisasi melimpahkan kekuasaan dari pusat ke daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, hal ini mengindikasikan pembagian kekuasaan tidak lagi sekedar berada di pusat, Dalam hal ini adalah Pembagian Kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan. Carl J. Friedrich memakai istilah Pembagian Kekuasaan secara Teritorial (Territorial Division of Power). Pembagian kekuasaan secara vertikal melahirkan garis hubungan antara pusat dan daerah dalam 3 sistem yang dijelaskan pada UU No.22 tahun 1999 dan UU No.32 tahun 2004 pada pasal 1, yakni: 1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya. 2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; 3. Tugas Pembantuan, tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya. Pada hakikatnya desentralisasi adalah otonomisasi suatu masyarakat yang berada dalam teritoir tertentu. Sebagai pancaran paham kedaulatan rakyat, tentu otonomi diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat dan sama sekali bukan kepada daerah ataupun Pemerintah
17
Lili Romli, Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat lokal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hal.5.
Universitas Sumatera Utara
Daerah. Ketegasan pernyataan otonomi milik masyarakat dan masyarakat sebagai subyek dan bukan obyek otonomi perlu dicanangkan di masa depan untuk meluruskan penyelenggaraan otonomi daerah. Hal ini menegaskan bahwa otonomisasi suatu masyarakat oleh Pemerintah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi tetapi juga mendorong berkembangnya prakarsa sendiri dalam pembentukan dan pelaksanaan kebijakan untuk kepentingan masyarakat setempat. Dengan berkembangnya prakarsa sendiri tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi yaitu pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaiki nasibnya sendiri. 18 Dasar pemikiran yang melatarbelakangi desentralisasi adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal. Ada beberapa alasan mengapa pemerintah perlu melaksanakan desentralisasi kekuasaan kepada pemerintahan daerah. Alasan-alasan ini didasarkan pada kondisi ideal yang diinginkan, sekaligus memberikan landasan filosofis bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai sistem pemerintahan yang dianut oleh negara. Mengenai alasan-alasan ini, Joseph Riwu Kaho menyatakan sebagai berikut : 19 1) Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani; 2) Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi; 3) Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah 18
Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi daerah di Negara Republik Indonesia: Identifikasi faktor-faktor yang meempengaruhi penyelenggaraan Otonomi daerah . Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada ,1988, hal.5. 19 Bambang Yudhoyono, otonomi daerah: desentralisasi dan pengembangan SDM aparatur pemda dan anggota DPRD. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.2001. hal.21.
Universitas Sumatera Utara
semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan kepada daerah; 4) Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya; 5) dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintahan daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut. Rondinelli mengklasifikasikan desentralisasi berdasarkan tujuannya menjadi empat bentuk, yaitu desentralisasi politik, desentralisasi fiskal, desentralisasi pasar, dan desentralisasi administratif. 20 1. Desentralisasi politik, digunakan oleh pakar ilmu politik yang menaruh perhatian di bidang demokratisasi dan masyarakat sipil untuk mengidentifikasi transfer kewenangan pengambilan keputusan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah atau kepada masyarakat atau kepada lembaga perwakilan rakyat. Dengan demikian desentralisasi politik juga melimpahkan kewenangan pengambilan keputusan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah, mendorong masyarakat dan perwakilan mereka untuk berpartisipasi di dalam proses pengambilan keputusan. Dalam suatu struktur desentralisasi, pemerintah tingkat bawahan merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan secara independen, tanpa intervensi dan tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi. Desentralisasi politik bertujuan memberikan kekuasaan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan kepada masyarakat melalui perwakilan yang dipilih oleh masyarakat sehingga dengan demikian masyarakat dapat terlibat dalam penyusunan dan implementasi kebijakan. Biasanya desentralisasi dalam bidang politik merupakan bagian dan upaya demokratisasi sistem pemerintahan. 2. Desentralisasi pasar, umumnya digunakan oleh para ekonom untuk menganalisis dan melakukan promosi barang dan jasa yang diproduksi melalui mekanisme pasar yang sensitif terhadap keinginan dan melalui desentralisasi pasar barang-barang dan pelayanan publik diproduksi oleh perusahaan kecil dan menengah, kelompok masyarakat, koperasi,
20
Ibid., hal.7.
Universitas Sumatera Utara
dan asosiasi swasta sukarela. desentralisasi ekonomi, bertujuan lebih memberikan tanggungjawab yang berkaitan sektor publik ke sektor swasta. 3. Desentralisasi administratif, memusatkan perhatian pada upaya ahli hukum dan pakar administrasi publik untuk menggambarkan hierarki dan distribusi kewenangan serta fungsi-fungsi di antara unit pemerintah pusat dengan unit pemerintah non pusat (subnational government). Desentralisasi administratif, memiliki tiga bentuk utama yaitu dekonsentrasi, delegasi dan devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan efektif dan efisien 4. Desentralisasi fiskal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai sumber dana, meliputi pembiayaan mandiri, dan pemulihan biaya dalam pelayanan publik, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak secara lebih tepat, transfer dana ke daerah, utamanya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) secara lebih adil, kewenangan daerah untuk melakukan pinjaman berdasar kebutuhan daerah. Ada dua tujuan yang ingin dicapai melalui kebijakan desentralisasi yaitu tujuan politik dan tujuan administratif. Tujuan Politik akan memposisikan Pemda sebagai medium pend idikan politik bagi masyarakat di tingkat local dan secara nasional untuk mempercepat terwujudnya civil society. Sedangkan tujuan administratif akan memposisikan Pemda sebagai unit pemerintahan di tingkat local yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan masyarakat secara efektif dan ekonomis. Elemen utama Undang-Undang dari desentralisasi ini adalah: 21 1. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur wewenang serta tanggung jawab politik dan administratif pemerintah pusat, provinsi, kota, dan kabupaten dalam struktur yang terdesentralisasi.
21
Iskadir Chottob dan imam Suhardjo, Dari sentralisasi ke Otonomi, Jakarta: DPRD-DKI Jakarta ,2000, hal.27.
Universitas Sumatera Utara
2. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan dasar hukum bagi desentralisasi fiskal dengan menetapkan aturan baru tentang pembagian sumber-sumber pendapatan dan transfer antarpemerintah. Kemudian UU No. 12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah. Undang-undang di atas mencakup semua aspek utama dalam desentralisasi fiskal dan administrasi. Berdasarkan kedua undang-undang ini, sejumlah besar fungsi-fungsi pemerintahan dialihkan dari pusat ke daerah sejak awal 2001 dalam banyak hal melewati provinsi. Berdasarkan undang-undang ini, semua fungsi pelayanan publik kecuali pertahanan, urusan luar negeri, kebijakan moneter dan fiskal, urusan perdagangan dan hukum, telah dialihkan ke daerah otonom. Kota dan Kabupaten memikul tanggung jawab di hampir semua bidang pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan prasarana; dengan provinsi bertindak sebagai koordinator. Jika ada tugas-tugas lain yang tidak disebut dalam undang-undang, hal itu berada dalam tanggung jawab pemerintah daerah. Pergeseran konstitusional ini diiringi oleh pengalihan ribuan kantor wilayah (perangkat pusat) dan pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung mulai tahun 2005. Lebih penting lagi, Dana Alokasi Umum atau DAU yang berupa block grant menjadi mekanisme utama dalam transfer fiskal ke pemerintah daerah, menandai berakhirnya pengendalian pusat terhadap anggaran dan pengambilan keputusan keuangan daerah. DAU ditentukan berdasarkan suatu formula yang ditujukan untuk memeratakan kapasitas fiskal pemerintah daerah guna memenuhi kebutuhan pengeluarannya. Pemerintah Pusat juga akan berbagi penerimaan dari sektor Sumber Daya Alam (SDA) pertambangan, kehutanan, perkebunan, perikanan, dan sumber-sumber lain dengan pemerintah daerah otonom. Kewenangan akan pengelolaan Sumber daya Alam (SDA) oleh pemerintah daerah tersebut tercatum pada UU No.32 Tahun 2004 pasal 17 yang berbunyi: “ (1) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian; b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya;
Universitas Sumatera Utara
dan c. penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan. (2) Hubungan dalam bidang pemanfaatan.. sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah; b. kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam. Dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah; dan c. pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. (3) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan”. Otonomi daerah merupakan suatu wujud demokrasi yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah daerah untuk mengurus sendiri rumah tanggannya dengan tetap berpegang kepada peraturan perundangan yang berlaku. Otonomi dijadikan sebagai pembatas besar dan luasnya daerah otonom dan hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah untuk menghindari daerah otonom menjadi Negara dalam Negara. Daerah otonom adalah batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 22 Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan pemerintah daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan. Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengatur dan 22
Ibid, hal.29.
Universitas Sumatera Utara
mengurus rumah tangga daerah yaitu meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti: 1) Hubungan luar negeri; 2). Pengadilan; 3) Moneter dan keuangan; 4) Pertahanan dan keamanan; 5) agama; 6) perencanaan Nasional dan pengendalian pembangunan nasional secaa makro; 7) Sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara; 8) Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia; 9) Pendayaan teknologi tinggi yang strategis; 10) Konversi; 11) Standarisasi Nasional . Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini adalah menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah dan meningkatkan daya saing daerah. dengan demikian, dampak pemberian otonomi ini tidak hanya terjadi pada organisasi /administratif lembaga pemerintahan daerah saja, akan tetapi berlaku juga pada masyarakat(publik), badan atau lembaga swasta dalam berbagai bidang. Dengan otonomi ini terbuka kesempatan bagi pemerintahan daerah secara langsung membangun kemitraan dengan publik dan pihak swasta daerah yang bersangkutan dalam berbagai bidang. Secara lebih spesifik, ada enam tujuan negara-negara berkembang menerapkan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu: 1) untuk pendidikan politik; 2) untuk latihan kepemimpinan politik; 3) untuk memelihara stabilitas politik; 4) untuk mencegah konsentrasi kekuasaan dipusat; 5) untuk memperkuat akuntabilitas politik; 6) untuk meningkatkan kepekaan elite terhadap kebutuhan masyarakat. 23 Berangkat dari uraian diatas, maka inti pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya kekuasaan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreatifitas dan peran aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. disini masyarakat tidak saja dapat menentukan nasibnya sendiri melalui pemberdayaan masyarakat, melainkan yang utama adalah berupaya untuk memperbaiki nasibnya sendiri serta menikmati kekayaan potensi Sumber daya alam daerahnya melalui berbagai pembangunan daerah. 6. Metodologi Penelitian 6.1. Metode Penelitian
23
Edie Toet Hendratno, Negara kesatuan, desentralisasi dan federalisme. Jakarta: Graha Ilmu, 2009, hal.67.
Universitas Sumatera Utara
Metode adalah satu set prinsip-prinsip atau kriteria-kriteria yang dengannya para peneliti dapat meneliti kebenaran dari prosedur-prosedur penelitian. Metode penelitian menuntun dan mengarahkan pelaksanaan penelitian agar hasilnya sesuai realitas.
24
Metode Penelitian yang
digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif. Metode Penelitian Deskriptif ini merupakan proses pemecahan suatu permasalahan yang diselidiki dengan menggambarkan maupun menerangkan keadaan sebuah objek ataupun subjek penelitian seseorang, lembaga, maupun masyarakat pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta-faktayang ada. 6.2 Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena penelitian ini akan memecahkan masalah penelitian dengan terlebih dahulu memaparkan hal yang akan diteliti dalam hal ini adalah proses desentralisasi dan Otonomi daerah dan kemudian ditelaah dan diproses untuk menghasilkan suatu pembahasan yang berujung pada kesimpulan penelitian. pendekatan ini juga lebih menekankan analisisnya pada proses pengambilan keputusan secara induktif dan juga deduktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah. 6.3 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara. Di Kantor Bupati Asahan, jalan Jenderal Sudirman No.5 Kisaran. 6.4 Teknik pengumpulan Data Ada beberapa teknik pengumpulan data dalam suatu penelitian yang dapat digunakan antara lain, penelitian perpustakaan (library research), yang sering disebut metode dokumentasi, dan penelitian lapangan, seperti wawancara, angket dan observasi. 25 Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, digunakan teknik pengumpulan data primer dan data sekunder.
24 25
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama, 2009, hal.76. Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hal.130.
Universitas Sumatera Utara
a.
Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan. Dalam penelitian ini data primer didapatkan melalui wawancara mendalam kepada informan/pihak yang berhubungan dengan masalah penelitian.
b. Data sekunder adalah semua data yang diperoleh melalui studi kepustakaan .Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangankarangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, serta sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun tertulis lainnya yang dalam penelitian ini berkaitan dengan desentralisasi.
6.5 Teknik Analisa Data Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif , dimana teknik ini cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (Perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori digunakan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. 7.Sistematika Penulisan Untuk mendapatakan gambaran yang terperinci dari skripsi ini, maka penulis membagi sistematika penulisan kedalam 4 bab yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Dalam Bab ini berisikan latar belakang penulis yang dijelaskan mengapa peneliti memilih judul tersebut sebagai bahan yang diteliti, dan ada rumusan masalah serta manfaat yang dihasilkan dari penelitian yang dilakukan. Terdapat juga kerangka teori sebagai dasar dan landasan untuk mengemukakan berbagai pemikiran dari para ahli, ada juga metode penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN.
Universitas Sumatera Utara
Bab ini akan berisikan tentang gambaran umum mengenai lokasi penelitiaan yang meliputi keadaan geografis, ekonomi, sosial budaya serta hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. BAB III: PENGARUH DESENTRALISASI TERHADAP KEKUASAAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN ASAHAN. Dalam bab ini akan berisikan tentang hasil temuan penelitian serta analisis yang akan dikemukakan dengan berbagai teori dan data yang disajikan dalam memaparkan tentang pengaruh desentralisasi terhadap kekuasaan kepala daerah di Kabupaten Asahan terkait dengan Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Tahun 2009-2014. BAB IV: PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnya serta berisi saran-saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara