BAB I INTRODUKSI
Penelitian ini menjelaskan fenomena proses implementasi akuntansi berbasis akrual di pemerintah daerah. Bab introduksi akan menjelaskan latar belakang masalah, konteks penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan di bidang akuntansi pemerintahan merupakan bagian dari reformasi di bidang keuangan negara. Wujud perubahan tersebut berupa peralihan dari akuntansi basis kas menjadi basis akrual sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang tentang keuangan negara. Pasal 36 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Pasal 70 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya tahun 2008. Perubahan menuju akuntansi akrual dimaksudkan untuk memperkuat akuntabilitas dan meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan (Diamond, 2002). Sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, laporan keuangan pemerintah disusun berdasarkan sistem akuntansi pencatatan tunggal (single entry) berbasis kas (cash basis). Akuntansi berbasis kas memiliki beberapa keterbatasan, di antaranya laporan yang disajikan kurang informatif karena laporan posisi keuangan (neraca) tidak dapat disajikan (Tudor dan Mutiu, 2006). Selain itu, sistem akuntansi berbasis kas juga mengabaikan arus sumber daya lain karena 1
2
hanya berfokus pada arus kas periode berjalan. Oleh karena itu pengelolaan keuangan menjadi rawan penyelewengan dan korupsi. Dalam rangka menjembatani proses perubahan basis kas menjadi basis akrual, maka pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Peraturan tersebut mengatur pelaksanaan akuntansi berbasis kas menuju akrual (cash toward accrual). Langkah tersebut merupakan strategi yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka menerapkan akuntansi akrual secara bertahap (incremental approach). Keuntungan dalam menggunakan pendekatan bertahap adalah: (1) akuntansi akrual dapat diujicobakan selama beberapa tahun sampai diluncurkan sehingga permasalahan dapat diidentifikasi dan ditangani, dan (2) basis kas dapat dipertahankan secara paralel sehingga resiko kegagalan implementasi akuntansi akrual dapat dikurangi (Athukorala dan Reid, 2003). Pada tahun 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Peraturan tersebut mengatur pelaksanaan akuntansi akrual yang mulai berlaku pada tahun 2010 dan selambat-lambatnya tahun 2015. Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia mengubah atau berencana beralih dari sistem akuntansi berbasis kas menjadi sistem akuntansi berbasis akrual (Hoek, 2005). Negara yang menjadi pelopor pengadopsian sistem akuntansi akrual adalah Australia dan Selandia Baru (Carlin, 2005). Pada tahun 1991, semua departemen di Selandia Baru melakukan penganggaran dan pelaporan menggunakan basis akrual (Pallot, 2001). Sementara itu Australia telah menerapkan
3
akuntansi akrual terhadap semua lembaga pemerintahan sejak juli 1992 (Guthrie, 1998). Negara-negara tersebut sukses menerapkan akuntansi akrual tidak hanya untuk penyusunan laporan keuangan tetapi juga untuk penganggaran. Negara lain di dunia yang berhasil menerapkan akuntansi akrual dan telah merasakan manfaat dari implementasi tersebut adalah Turki dan Swedia. Turki telah mengimplementasikan akrual sejak tahun 2006 dan menghasilkan informasi keuangan yang lebih akurat (Kara dan Kilic, 2011). Informasi akuntansi akrual di Swedia digunakan sebagai alat manajemen, belum dimanfaatkan untuk penganggaran serta pembuatan kebijakan (Paulsson, 2006). Sebaliknya, ada beberapa negara yang belum berhasil menerapkan akuntansi akrual, terutama negara-negara berkembang seperti Nepal dan Fiji (Adhikari dan Mellemvik, 2011; Tickell, 2010). Hambatan utama yang dihadapi negara-negara tersebut berupa kurangnya dukungan politik dan terbatasnya sumber daya manusia dan keuangan. Di Indonesia, fenomena akuntansi akrual dimulai sejak terjadinya gerakan reformasi tahun 1998 dan di tetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Harun et. al, 2013). Proses implementasi tersebut tidak terlepas dari permasalahan dan kendala, terutama berkaitan dengan kurangnya sumber daya manusia akuntansi yang terampil dan peraturan tingkat pusat yang tidak selaras dengan peraturan di daerah (McLeod dan Harun, 2014). Oleh karena itu, langkah awal untuk mengantisipasi munculnya masalah tersebut adalah dengan menyiapkan strategi implementasi yang komprehensif. Sehubungan dengan hal tersebut, pada tahun 2015, Badan Pemeriksa
4
Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan kinerja terkait persiapan implementasi sistem akuntansi akrual kepada 109 pemerintah daerah. Pemeriksa menyimpulkan bahwa pemerintah daerah belum melakukan upaya efektif dalam mempersiapkan penerapan akuntansi akrual. Selain itu, hasil pemeriksaan mengidentifikasikan beberapa masalah, antara lain belum ada strategi komprehensif dalam penerapan akuntansi akrual, ketidakjelasan kebijakan mengenai penyajian laporan keuangan tahun 2014, ketidaksiapan sumber daya manusia dan sistem aplikasi, serta belum lengkapnya perangkat regulasi yang digunakan pemerintah (BPK, 2015). Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai keberhasilan implementasi akuntansi akrual pada pemerintahan berkaitan dengan komitmen yang tinggi, sumber daya manusia yang andal, dan dukungan information technology (Negara, 2015). Menurut
IFAC (2011), faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi akuntansi akrual berkaitan dengan adanya mandat yang jelas, komitmen politik, komitmen entitas pusat dan pelaku penting, ketersediaan sumber daya (sumber daya manusia dan keuangan), ketersediaan kapasitas teknologi dan sistem informasi, serta regulasi. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi proses implementasi akuntansi akrual pada masing-masing pemerintah daerah. Dari berbagai fenomena dan kondisi yang terjadi pada saat proses implementasi akuntansi akrual, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, menunjukkan bahwa penerapan akuntansi akrual tidak selalu berhasil dan berpotensi menimbulkan masalah. Oleh karena itu, penulis akan meneliti secara mendalam proses implementasi akuntansi akrual, khususnya pada pemerintah
5
daerah.
Lingkup
penelitian
meliputi
persiapan
implementasi
(strategi
implementasi), pelaksanaan implementasi, dan motivasi implementasi. Berkaitan dengan motivasi, penulis akan menganalisis motivasi pemerintah daerah dengan menggunakan teori isomorfisma kelembagaan yang dikembangkan oleh DiMaggio dan Powell (1983). Kelemahan utama dalam penerapan akuntansi akrual terletak pada biaya implementasi yang sangat tinggi dan meningkatnya kompleksitas penyusunan laporan keuangan (Bontas dan Petre, 2009). Sistem akuntansi akrual membutuhkan penilaian profesional yang lebih besar, baik dari penyusun laporan maupun auditor, terhadap pengakuan dan pengukuran pos-pos laporan keuangan. Basis akrual mengakui pendapatan dan belanja pada saat terjadi transaksi tanpa memperhatikan kas/setara kas diterima atau dikeluarkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis terhadap kesesuaian pengakuan transaksi keuangan menggunakan akuntansi akrual berdasarkan standar akuntansi pemerintahan.
1.2 Konteks Penelitian Penelitian ini menganalisis proses implementasi akuntansi akrual pada tingkat pemerintah daerah. Objek penelitian dilakukan pada Pemerintah Kabupaten Mempawah karena menerapkan akuntansi akrual pada batas akhir pelaksanaan, yaitu tahun 2015. Selain itu, opini BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Mempawah dalam 5 tahun terakhir dinilai wajar dengan pengecualian (WDP). Hal tersebut menandakan bahwa pengelolaan keuangan di Pemerintah Kabupaten Mempawah belum begitu baik. Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, penerapan akuntansi akrual pada Pemerintah Kabupaten
6
Mempawah
berisiko terhadap kewajaran penyajian
laporan keuangan
pemerintah daerah. Ruang lingkup penelitian meliputi (1) proses persiapan implementasi (strategi dan langkah-langkah implementasi), (2) motivasi pemerintah daerah dalam menggunakan akuntansi akrual, dan (3) proses pelaksanaan akuntansi akrual serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berkaitan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual, penulis akan menganalisis pemahaman penyusun laporan keuangan terhadap sistem pengakuan transaksi keuangan berbasis akrual pada Pemerintah Kabupaten Mempawah, kemudian membandingkan kesesuaiannya dengan standar akuntansi pemerintahan.
1.3 Rumusan Masalah Pemerintah daerah memerlukan strategi implementasi yang tepat agar penerapan akuntansi akrual berhasil. Prasyarat pelaksanaan strategi diperlukan agar tercapai kondisi yang ideal untuk mendukung penerapan akuntansi akrual. Prasyarat tersebut antara lain berkenaan dengan komitmen pimpinan, kompetensi sumber daya manusia, ketersediaan dana, dan ketersediaan sistem informasi berbasis IT. Kenyataannya masih banyak pemerintah daerah belum melakukan upaya efektif untuk menerapkan akuntansi akrual. Karakteristik pemerintah daerah mempengaruhi kondisi yang ideal dalam penerapan akuntansi akrual, seperti kurangnya sumber daya manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan akuntansi akrual di pemerintah daerah berpotensi menimbulkan masalah dan menghadapi hambatan.
7
Persoalan lain dalam penerapan akuntansi akrual ialah meningkatnya kompleksitas penyusunan laporan keuangan. Salah satu tingkat kesulitan atau kerumitan akuntansi akrual bertumpu dalam hal memenuhi kriteria pengakuan dan pengukuran transaksi keuangan sehingga memerlukan kompetensi akuntansi sumber daya manusia yang memadai. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan fenomena dan permasalahan proses implementasi sistem akuntansi berbasis akrual pada Pemerintah Kabupaten Mempawah, penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1.
Bagaimana proses implementasi akuntansi berbasis akrual pada Pemerintah Kabupaten Mempawah?
2.
Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi proses implementasi akuntansi akrual pada Pemerintah Kabupaten Mempawah?
3.
Bagaimana kesesuaian pengakuan pos-pos laporan keuangan basis akrual pada Pemerintah
Kabupaten
Mempawah
berdasarkan
standar
akuntansi
pemerintahan?
1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan: 1.
Menganalisis proses implementasi akuntansi berbasis akrual pada Pemerintah Kabupaten Mempawah.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi akuntansi akrual pada Pemerintah Kabupaten Mempawah.
8
3.
Menganalisis kesesuaian pengakuan dan pengukuran pos-pos laporan keuangan basis akrual pada Pemerintah Kabupaten Mempawah dengan standar akuntansi pemerintahan.
1.6 Motivasi Penelitian Perkembangan opini BPK menunjukkan trend yang membaik. Pada tahun 2014, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sebesar 49,80%, meningkat pesat dibandingkan tahun 2010 yang hanya 6,5%. Hal ini menandakan bahwa pengelolaan keuangan pada pemerintah daerah sudah baik. Meskipun demikian, opini tersebut berpotensi menurun dan sulit dipertahankan karena penerapan akuntansi akrual pada tahun 2015. Beberapa kerumitan akrual, di antaranya jumlah komponen laporan keuangan bertambah menjadi tujuh jenis dari yang sebelumnya hanya empat jenis, jumlah rekening yang semakin banyak, dan kompleksitas kriteria pengakuan serta pengukuran transaksi keuangan. Disamping itu, penerapan akrual juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komitmen pimpinan, sumber daya manusia, dan sarana pendukung (Simanjuntak, 2005; Harun dan Robinson, 2010; McLeod dan Harun, 2014). Hal tersebut mengakibatkan proses penerapan akrual berbeda-beda pada masing-masing pemerintah daerah. Oleh karena itu, fenomena dan dinamika proses implementasi akuntansi akrual pada pemerintah daerah merupakan sesuatu yang penting untuk diteliti.
9
1.7 Kontribusi Penelitian Hasil penelitian mengenai proses implementasi sistem akuntansi akrual pada Pemerintah Kabupaten Mempawah diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut: 1.
Kontribusi Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur akuntansi sektor publik tentang bukti empiris implementasi akuntansi akrual di pemerintah daerah. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
2.
Kontribusi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak berikut ini: a. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Mempawah: menambah pemahaman bagi Kepala SKPD dan pranata laporan keuangan SKPD mengenai manfaat akuntansi akrual, serta membantu mengidentifikasi masalah implementasi yang muncul pada tingkat SKPD. b. Pemerintah Kabupaten Mempawah: membantu daerah mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul selama proses implementasi akuntansi akrual, memberikan rekomendasi berupa strategi dan langkah yang dapat dilakukan daerah guna mengatasi permasalahan yang muncul. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi manajer daerah dalam mengambil keputusan terkait kelanjutan pelaksanaan
10
implementasi akuntansi akrual. c. Pemerintah Pusat (Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri): memberikan bukti kronologis yang menjelaskan proses implementasi akuntansi akrual pada tingkat daerah. Selanjutnya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan tentang pelaksanaan akuntansi akrual ke depan.
1.8 Sistematika Penulisan Penelitian ini menggunakan sistematika penulisan yang terdiri dari bagian utama yang dibagi menjadi bab-bab dengan rincian sebagai berikut: Bab I Introduksi Bab ini berisi latar belakang masalah, konteks penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi peneltiaian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka Bab ini menginformasikan teori-teori dan penelitian terkait implementasi akuntansi akrual pada pemerintahan. Bab III Desain Penelitian Bab ini menjelaskan latar belakang konstekstual pemilihan objek penelitian dan metode penelitian yang digunakan (seperti jenis penelitian, teknik pengumpulan dan analisis data).
11
Bab IV Analisis dan Diskusi Bab ini menjelaskan hasil analisis data dan diskusi temuan yang diperoleh di lapangan. Hasil tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian. Bab V Konklusi dan Rekomendasi Bab ini merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian yang merupakan solusi masalah penelitian.