BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian ini membahas mengenai implementasi pelayanan kesehatan
hewan yang berlokasi di Kabupaten Sleman dengan fokus penelitian pada tahun 2012. Alasan utama yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah masih adanya keluhan dari para peternak/klien terkait pelayanan yang ada, baik berupa keluhan yang disampaikan melalui lisan untuk pemilik ternak (sapi, kerbau dan kambing/domba) maupun keluhan secara tertulis dari pemilik hewan kesayangan (anjing, kucing). Keluhan yang disampaikan peternak/klien berisi ungkapan atas rasa ketidakpuasan akan layanan kesehatan hewan yang mereka terima dari petugas. Instrumen pelayanan gratis yang sekarang diterapkan di Kabupaten Sleman sepertinya belum dapat menjanjikan kepuasan bagi para peternak/klien selaku konsumen. Penelitian tentang implementasi pelayanan kesehatan hewan ini difokuskan pada tahun 2012 dikarenakan pada tahun ini SOP pelayanan gratis sudah benar-benar mulai diterapkan. Melihat hal tersebut di atas, maka studi ini membahas tentang implementasi pelayanan kesehatan hewan yang ada di Kabupaten Sleman pada tahun 2012 serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pelayanan kesehatan hewan di Indonesia berpedoman pada UndangUndang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Peraturan perundangan ini merupakan pengganti dari undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
1
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pergantian undang-undang ini dilakukan karena undang-undang yang lama sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Undang-undang lama telah dibuat jauh sebelum diterapkannya otonomi daerah sehingga perlu dilakukan penyesuaian. Selain alasan di atas, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota maka pelaksanaan fungsi otoritas veteriner telah menjadi kewenangan kabupaten/kota. Dengan demikian kabupaten/kota bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan hewan di wilayahnya. Undang-undang baru ini mengamanatkan bahwa pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan dalam bentuk pengamatan dan pengidentifikasian, pencegahan, pengamanan, pemberantasan dan/atau pengobatan. Dalam penjabarannya urusan kesehatan hewan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Jika mencermati undang-undang1 ini, salah satu pasal menyatakan bahwa beberapa peraturan pelaksanaan Undang-undang ini adalah: (a) peraturan pemerintah dan peraturan presiden harus telah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini diundangkan; (b) peraturan atau keputusan menteri harus telah ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini 1
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 97.
2
diundangkan; dan (c) peraturan pemerintah daerah harus telah ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak peraturan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b ditetapkan. Tahun 2013 adalah tahun keempat diterbitkannya undang-undang ini, namun sepengetahuan penulis baru ada satu peraturan menteri yaitu Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Pedoman Pelayanan Jasa Medik Veteriner. Kabupaten Sleman sendiri tidak pernah membuat peraturan daerah yang terkait dengan pelayanan kesehatan hewan. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah kepada sub sektor peternakan terlebih lagi dalam hal penyediaan pelayanan kesehatan hewan. Pemerintah masih menganggap pelayanan kesehatan hewan bukanlah hal yang penting dan hanya sebagai pelengkap. Padahal sesungguhnya keberadaannya sangat penting. Selain dapat menjadikan ternak sehat sehingga produktivitasnya meningkat, ini juga berhubungan dengan upaya pencegahan adanya penyebaran penyakit zoonosis (penyakit hewan yang dapat menular ke manusia) seperti Anthrax, Tubercullosis, Avian Influenza. Selain berpedoman pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman juga berpedoman pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 64/Permentan/OT.140/09/2007 tentang Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan yang merupakan penyempurna dari peraturan sebelumnya2. Kedua peraturan ini tentunya masih bersifat sangat umum. Padahal sesungguhnya, tiaptiap daerah memiliki kharakteristik yang berbeda antara satu daerah dengan 2
Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri Nomor 639/Kpts/TN.510/10/93 dan Nomor 88 Tahun 1993 tentang Pos Kesehatan Hewan..
3
daerah yang lain. Kabupaten Sleman seharusnya lebih mengetahui dan memahami segala sesuatu yang berhubungan dengan potensi, kondisi dan masalah yang ada di daerahnya dibandingkan pemerintah pusat. Peraturan daerah yang dibuat akan dapat lebih mengakomodir aturan-aturan yang sesuai dengan kondisi daerah. Peraturan daerah akan lebih bersifat spesifik dalam mengatur masalah pelayanan kesehatan hewan jika dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan ditetapkannya peraturan daerah, diharapkan pelayanan kesehatan hewan yang ada di Kabupaten Sleman dapat menjadi lebih baik. Dalam Undang-Undang3 ini juga disebutkan bahwa: Pengobatan hewan menjadi tanggung jawab pemilik hewan, peternak, atau perusahaan peternakan, baik sendiri maupun dengan bantuan tenaga kesehatan hewan. Senada juga dengan yang tertuang dalam permentan4 dimana disebutkan bahwa pemberian pelayanan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan puskeswan dapat dikenakan biaya yang besar dan tata caranya diatur dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sementara itu, pelayanan puskeswan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan program pengendalian dan/atau kejadian penyakit menular di wilayah kerjanya tidak dikenakan biaya. Memperhatikan pasal tersebut di atas, pemerintah pusat telah memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten/kota untuk dapat memungut retribusi jasa pelayanan kesehatan hewan. Pendapatan yang berasal dari retribusi jasa pelayanan ini dapat digunakan sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi pelayanan kesehatan hewan. Hal ini terkait 3 4
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009. Op. Cit. pasal 47 ayat 1. Permentan Nomor 64/Permentan/OT.140/09/2007. Op. Cit. pasal 19.
4
dengan pembiayaan dan penyelenggaraan puskeswan yang menjadi beban pemerintah kabupaten/kota sesuai tanggung jawab dan wewenangnya5. Dengan demikian daerah harus mampu menyediakan anggaran untuk membiayai program/kegiatan terkait pelayanan kesehatan hewan di daerahnya tanpa menggantungkan pada pemerintah pusat. Potensi peternakan di wilayah Kabupaten Sleman cukup tinggi. Data6 menyebutkan bahwa populasi ternak di Kabupaten Sleman untuk ternak besar sebanyak 59.579 ekor, ternak kecil sebanyak 113.573 ekor dan unggas sebanyak 7.082.485 ekor. Jumlah ini masih memungkinkan untuk dikembangkan mengingat sumber pakan ternak yang berupa pakan hijauan cukup melimpah di wilayah Kabupaten Sleman. Berdasarkan data7, luas lahan hijauan pakan ternak (HPT) di Kabupaten Sleman adalah 24.344 hektar, dengan produksi 302.876 ton/tahun. Selain itu, daerah lereng Gunung Merapi menjadi daerah yang cocok untuk pengembangan ternak sapi perah. Kabupaten Sleman juga menjadi produsen daging, susu dan telur. Berdasakan data, produksi daging di Kabupaten Sleman sekitar 21.183,5 ton, susu sebanyak 3.063,75 ton, dan telur sebanyak 16.265,13 ton8. Peternak, tentunya selalu berharap mendapatkan keuntungan dari usahanya. Peternak akan berupaya menjaga kesehatan dan meningkatkan produktivitas ternaknya. Kesadaran peternak untuk menjaga kesehatan ternaknya dalam hal ini adalah meminta pengobatan dan pelayanan dari petugas puskeswan di wilayah 5
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009. Op. Cit. pasal 18. Laporan Tahunan Bidang Peternakan, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman Tahun 2012. Hal. 4. 7 Bidang Peternakan, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman. 2013. 8 Kabupaten Sleman dalam Angka 2012/2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2013. Hal. 244. 6
5
Kabupaten Sleman cukup tinggi. Peternak dulunya hanya meminta layanan untuk pengobatan ternak yang sakit. Namun sekarang, dengan meningkatnya kesadaran peternak, maka mereka tidak hanya sekedar mengobatkan ternaknya yang sakit, akan tetapi lebih kearah pencegahan penyakit. Layanan yang mereka minta tidak hanya sekedar pengobatan, tetapi juga vaksinasi, penyuluhan/sosialisasi dan pemberian vitamin. Seiring dengan peningkatan populasi ternak dan kesadaran peternak akan kesehatan ternaknya, maka puskeswan harus mampu memberikan pelayanan sesuai dengan janji pelayanan yaitu: tanggap, cepat, tepat dan memuaskan.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis mencoba untuk
melihat implementasi pelayanan kesehatan hewan yang selama ini berlaku di Kabupaten Sleman. Oleh karena itu, maka penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan: a.
Bagaimanakah implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT.140/09/2007 terkait dengan pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman pada tahun 2012?
b.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT.140/09/2007 terkait dengan pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman pada tahun 2012?
6
1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan di atas,
maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: a.
Mengetahui implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT.140/09/2007 terkait dengan pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman pada tahun 2012.
b.
Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT.140/09/2007 terkait dengan pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman pada tahun 2012.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah
daerah Kabupaten Sleman dalam hal merumuskan kebijakan pelayanan kesehatan hewan di daerahnya sehingga kedepannya pelayanan kesehatan hewan yang diberikan oleh puskeswan dapat lebih baik dan menghasilkan kepuasan bagi para peternak/klien sebagai pengguna layanan kesehatan hewan.
1.5
Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pelayanan kesehatan hewan
sebagian besar membahas masalah teknis. Masalah teknis tersebut diantaranya berupa kajian mengenai penyebaran suatu penyakit seperti penelitian yang dilakukan oleh I. Ketut Diarmita (2005) dengan Judul ”Prevalensi Leptospirosis
7
pada Sapi Bibit di Pulau Lombok”9. Selain itu penelitian mengenai faktor penyebab suatu penyakit juga pernah diteliti oleh Muhlis Natsir (2010) dengan judul “Faktor Risiko Kejadian Flu Burung pada Peternakan Unggas Rakyat Komersial di Kabupaten Sidenreng Rappang 2007-2009”10. Penelitian lain membahas tentang dampak dari penyakit-penyakit hewan/ternak seperti penelitian yang dilakukan oleh Ketysia Imelda Tawernusa (2007) dengan judul “Dampak Penyakit Avian Influenza (H5N1) terhadap Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Sragen, 2004 (Studi Kasus Kecamatan Mondokan dan Sukodono)”11. Soeripto (2002) juga pernah menulis jurnal yang membahas tentang pentingnya vaksinasi yang diberi judul “Pendekatan Konsep Kesehatan Hewan Melalui Vaksinasi”12. Selain vaksinasi, evaluasi pasca vaksinasi juga pernah diteliti oleh Ni Made Arsani (2010) dengan judul penelitian “Evaluasi Lapangan Durasi Kekebalan Pasca Vaksinasi Antraks pada Sapi Bali di Pulau Lombok”13. Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa penelitian-penelitian tersebut diatas bersifat sangat teknis dan biasanya spesifik pada salah satu jenis penyakit.
9
I. Ketut Diarmita. (2005). Prevalensi Leptospirosis pada Sapi Bibit di Pulau Lombok. Yogyakarta: Program Studi Sain Veteriner Universitas Gadjah Mada. 10 Muhlis Natsir. (2010). Faktor Risiko Kejadian Flu Burung Pada Peternakan Unggas Rakyat Komersial di Kabupaten Sidenreng Rappang 2007-2009. Pare-Pare: Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian. 11 Ketysia Imelda Tawernusa. (2007). Dampak penyakit Avian Influenza (H5N1) terhadap Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Sragen, 2004 (Studi Kasus Kecamatan Mondokan dan Sukodono). Yogyakarta: Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada. 12 Soeripto. (2002). Pendekatan Konsep Kesehatan Hewan Melalui Vaksinasi. Jurnal Litbang Pertanian, 21(2), 2002. 13 Ni Made Arsani. (2010). Evaluasi Lapangan Durasi Kekebalan Pasca Vaksinasi Antraks pada Sapi Bali di Pulau Lombok. Yogyakarta: Program Studi Sain Veteriner Universitas Gadjah Mada.
8
Penelitian tentang kinerja pelayanan kesehatan hewan pernah dilakukan oleh Wening Bayu Kartika (2007) dengan judul “Kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam Penanggulangan Wabah Flu Burung pada Unggas di Kabupaten Sleman Tahun 2004-2006”14. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dalam penanggulangan flu burung pada tahun 2004 belum optimal sehingga menyebabkan kematian unggas yang sangat tinggi, hal ini dikarenakan adanya perubahan struktur dan responsibilitas yang kurang optimal (lalu lintas, vaksinasi dan desinfeksi), kurangnya koordinasi dan kurangnya pemahaman masyarakat. Sedangkan kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman dalam penanggulangan flu burung tahun 2006 sudah mengalami perbaikan dengan dilakukannya antisipasi, koordinasi lintas sektoral, sosialisasi dan melibatkan partisipasi masyarakat. Penelitian terkait dengan keuangan pelayanan kesehatan hewan pernah diteliti, seperti penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno (2002) dengan judul “Standar Analisis Belanja Pengeluaran Pemerintah Daerah pada Subsektor Peternakan dan Kesehatan Hewan di Propinsi Bengkulu”15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan seperti pelayanan eliminasi hewan penular rabies, inseminasi buatan, dan pelatihan petani tahun 2001 mengalami overfinancing (pengeluaran anggaran belanja pemerintah daerah di atas kebutuhan) sehingga membuat kinerja organisasi tidak efisien dan timbul pemborosan. Sementara itu 14
Wening Bayu Kartika. (2007). Kinerja Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam Penanggulangan Wabah Flu Burung pada Unggas di Kabupaten Sleman Tahun 2004-2006. Yogyakarta: Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada. 15 Sutrisno. (2002). Standar Analisis Belanja Pengeluaran Pemerintah Daerah pada Subsektor Peternakan dan Kesehatan Hewan di Propinsi Bengkulu. Yogyakarta: Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada.
9
kegiatan yang mengalami underfinancing (pengeluaran anggaran belanja pemerintah daerah dibawah kebutuhan) adalah kegiatan pelayanan kesehatan ternak/hewan dan pelayanan vaksinasi rabies. Dengan dilakukannya penghitungan SAB tahun 2002 s/d 2010 maka akan dapat mengatasi ketidaksesuaian antara alokasi anggaran dengan kebutuhan (tidak mengalami underfinancing dan overfinancing) sehingga nantinya dapat sesuai dengan skala prioritas dan kebijakan dari unit kerja organisasi. Selain itu, ada juga penelitian dari Diah Aning Budiarti (2003) tentang “Implementasi Retribusi Pemeriksaan Kesehatan Hewan di Kabupaten Kendal”16. Hasil penelitian dapat menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi retribusi pemeriksaan kesehatan hewan di Pasar Hewan Kabupaten Kendal. Penelitian mendapatkan hasil bahwa tidak adanya hubungan antara isi (Perda Nomor 22 Tahun 2001 tentang Retribusi Jasa Usaha di Bidang Peternakan), kemampuan pelaksana, dan komunikasi dengan implementasi, namun ketiga variabel tersebut secara bersama-sama mempunyai hubungan yang sangat signifikan dengan implementasi retribusi pemeriksaan kesehatan hewan di Kabupaten Kendal. Penelitian lainnya yang membahas mengenai manajemen strategis, diantaranya adalah: Imanuel Takesan (2005) yang meneliti tentang “Strategi Dinas Peternakan dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan kepada Petani Ternak Kabupaten Timor Tengah Selatan”17. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 16
Diah Aning Budiarti. (2003). Implementasi Retribusi Pemeriksaan Kesehatan Hewan di Kabupaten Kendal. Semarang: Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Diponegoro. 17 Imanuel Takesan. (2005). Strategi Dinas Peternakan dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan kepada Petani Ternak Kabupaten Timor Tengah Selatan. Yogyakarta: Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada.
10
beberapa strategi yang perlu diterapkan untuk memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat tani ternak di Kabupaten Timor Tengah Selatan yaitu terdiri dari upaya optimalisasi kelembagaan petani ternak (kelompok formal dan non formal), perbaikan kualitas sumber daya manusia/aparatur, serta penambahan fasilitas pendukung bagi kelancaran kegiatan Dinas Peternakan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Rohidin (2002) lebih spesifik melakukan penelitian dengan lingkup Pos Kesehatan Hewan dengan judul “Analisis Program Revitalisasi Pos Kesehatan Hewan (POSKESWAN) “Manna” Kabupaten Bengkulu Selatan untuk Menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Mandiri”18. Penelitian ini membahas tentang cara melakukan revitalisasi Poskeswan “Manna” agar menjadi UPT yang mandiri dengan memperhatikan faktor-faktor strategis eksternal dan internal. Jurnal yang ditulis oleh Muhammad Iqbal (2011) dengan judul “Strategi Penguatan Kinerja Pelayanan Kesehatan Hewan dalam mendukung Sistem Kesehatan Hewan Nasional”19 juga mengemukakan bahwa secara mendasar penguatan kinerja puskeswan dapat dilakukan melalui tiga strategi, yaitu: (1) Strategi pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur); (2) Strategi peningkatan
kapasitas
sumberdaya
manusia
petugas;
dan
(3)
Strategi
penyempurnaan ketatalaksanaan organisasi. Masih sangat sedikit penelitian terkait pelayanan kesehatan hewan yang melihat dari aspek kebijakannya, untuk itu penelitian ini akan menganalisis 18
Rohidin. (2002). Analisis Program Revitalisasi Pos Kesehatan Hewan (POSKESWAN) “Manna” Kabupaten Bengkulu Selatan untuk Menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Mandiri. Bogor: Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor. 19 Muhammad Iqbal. (2011). Strategi Penguatan Kinerja Pelayanan Kesehatan Hewan dalam mendukung Sistem Kesehatan Hewan Nasional. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Vol. 9 (5371).
11
mengenai Implementasi Pelayanan Kesehatan Hewan yang ada di Kabupaten Sleman. Penelitian ini ingin melihat bagaimanakah implementasi Undang-Undang Nomor
18
Tahun
2009
dan
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor
64/Permentan/OT.140/09/2007 terkait dengan pelayanan kesehatan hewan di Kabupaten Sleman pada tahun 2012.
12