BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Agency Theory Teori keagenan menggambarkan suatu hubungan antara pemegang saham (principals) dan manajemen (agent). Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Pihak manejemen yang dipilih harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”. Ketika pemilik (manajer) mendelegasikan otoritas pangambilan keputusan pada pihak lain, terdapat hubungan keagenan antara kedua belah pihak. Hubungan keagenan, seperti hubungan antara pemegang saham dengan manajer, akan efektif selama manajer mengambil keputusan investasi yang konsisten dengan kepentingan pemegang saham. Namun, ketika kepentingan manajer berbeda maka keputusan yang diambil oleh manajer kemungkinan besar akan mencerminkan preferensi manajer dibanding dengan pemilik (Pearce dan Robinson, 2008:47). Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen
Universitas Sumatera Utara
(Masdupi, 2005). Proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkanperusahaan. Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar diantara mereka. 2.1.2 Signalling Theory Teori sinyal menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk (Hartono, 2005). Signalling theory menjelaskan bahwa laporan keuangan pada dasarnya dimanfaatkan oleh perusahaan untuk memberi sinyal (baik positif maupun negatif) kepada para penggunanya. Signalling theory juga dapat membantu mengurangi asimetri informasi antar perusahaan (agent), pemilik (principal), dan pihak luar perusahaan melalui laporan keuangan yang berkualitas. Untuk memastikan pihak-pihak berkepentingan tentang keandalan suatu laporan keuangan, dibutuhkan pihak independen yang dapat memberikan opini atas kualitas laporan keuangan yang disajikan manajemen. Menurut Scott (2009), pengambilan keputusan investasi
Universitas Sumatera Utara
oleh investor dilakukan secara rasional dalam rangka memaksimalkan utilitasnya karena rata-rata para investor memanfaatkan informasi akuntansi keuangan sebagai pertimabangan keputusan investasinya sehingga diharapkan akuntan bisa menyediakan informasi akuntansi yang lengkap, akurat dan tepat waktu sehingga memberikan peluang bagi investor untuk mengambil keputusan secara rasional sehingga mencapai hasil sesuai yang diharapkan. 2.1.3 Pengungkapan Laporan Keuangan Pengungkapan secara sederhana dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi (the release of information). Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, pengungkapan (disclosure) mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha (Chariri dan Ghozali, 2003:235). Laporan keuangan dibuat berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (generally accepted accounting principles/GAAP), yang merupakan aturan dan panduan akuntansi keuangan (Wild et al., 2005) dan tanggung jawab utama dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan ini berada di tangan manajemen. 2.1.4 Level Pengungkapan Menurut Hendriksen (2004:432) secara umum pengungkapan informasi keuangan mendasarkan pada tiga level antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1.
Adequate disclosure (pengungkapan yang memadai) yaitu pengungkapan harus memadai, agar pemakai laporan keuangan tidak salah menafsirkan atas informasi yang disampaikan. Semua perusahaan publik diwajibkan untuk memenuhi pengungkapan mininum, tetapi secara substansial dalam hal jumlah tambahan informasi yang diungkapkan ke pasar modal pasti akan berbeda.
2.
Fair disclosure (pengungkapan yang wajar) yaitu pengungkapan secara wajar menunjukan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan.
3.
Full disclosure (pengungkapan yang penuh) yaitu penyajian semua informasi yang relevan. Penyajian informasi yang mendetail akan menyembunyikan informasi yang penting sehingga membuat laporan keuangan menjadi sulit diinterpretasikan.
2.1.5 Jenis-jenis Pengungkapan Pengungkapan yang sesuai dengan yang ada dibagi atas dua jenis yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela atau yang disebut voluntary disclosure. Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) adalah pengungkapan minimum yang dilakukan oleh perusahaan di dalam laporan tahunan perusahaan sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pihak/lembaga yang terkait (BAPEPAM ,SAK, Menteri Keuangan, Pajak, dan lain-lain), sedangkan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan yang dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
perusahaan diluar dari peraturan yang ditetapkan oleh pihak/lembaga yang terkait (BAPEPAM , SAK , Menteri Keuangan, Pajak, dan lain-lain). 2.1.6 Pengungkapan Wajib ( Mandatory Disclosure ) Pengungkapan
wajib
(mandatory
disclosure)
merupakan
pengungkapan minimum mengenai informasi yang harus diungkapkan oleh perusahaan. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi secara sukarela, maka pengungkapan wajib (mandatory disclosure) akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya.Di Indonesia, kewajiban pengungkapan informasi bagi perusahaan yang go public diatur oleh pemerintah atau badan pembuat standar (Ikatan Akuntan Indonesia/IAI dan Badan Pengawas Pasar Modal/Bapepam). Peraturan mengenai pengungkapan informasi yang diwajibkan ini pertama kali diatur dalam Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No. Kep17/PM/1995. Kemudian peraturan ini mengalami beberapa perubahan sehingga peraturan terbaru yang berlaku adalah Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-40/BL/2007 yang ditetapkan tanggal 30 Maret 2007. 2.1.7
Peraturan BAPEPAM Sesuai dengan lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-
134/BL/2006 tanggal 7 desember 2006, laporan tahunan wajib dikeluarkan begi emiten atau perusahaan publik. Dalam peraturan ini, laporan tahunan perusahaan-perusahaan
tersebut
diwajibkan
memuat
93
item
pengungkapan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.8
Profitability Profitability adalah salah satu dari rasio keuangan yang digunakan
sebagai salah satu indikator dalam mengukur baik atau buruknya kinerja suatu perusahaan. Rasio
profitability
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset maupun modal perusahaan (Fitriana,2014). Menurut Van Horne dan Machowicz dalam Chairani (2015) menyatakan bahwa terdapat dua jenis rasio profitabilitas yaitu profitabiltas yang terkait dengan penjualan dan profitabilitas yang terkait dengan investasi. 1. Profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan Pada rasio jenis ini yang perlu dicermati adalah margin laba kotor: Penjualan – harga pokok penjualan Penjualan Pada jenis rasio ini dijelaskan bahwa laba perusahaan di dapat dari penjualan perusahaan setelah dikurangi biaya untuk memproduksi barang. Rasio ini juga digunakan untuk mengukur efisiensi operasi perusahaan. Untuk mengukur profitabilitas dengan melihat penjualan bisa juga memakai margin laba bersih yaitu: Laba bersih setelah pajak Penjualan Bersih
Universitas Sumatera Utara
2.
Profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi Rasio jenis ini menghubungkan antara profitabilitas dengan investasi
perusahaan.
Ada
beberapa
jenis
cara
pengukuran
yaitu
tingkat
pengembalian atas investasi (Return on Invesment – ROI) , tingkat pengembalian atas aktiva (Return on Asset – ROA) , dan tingkat pengembalian atas modal sendiri (Return on Equity – ROE). a) Return on Investment ( ROI) Menurut Munawir (2004) dalam Chairani (2015), dinyatakan bahwa Return on Invesment adalah kemampuan perusahaan dengan seluruh dana yang ditanamkan dalam menghasilkan laba. Cara mengukurnya adalah dengan membagi antara laba bersih setelah pajak dengan kekayaan perusahaan b) Return on Asset (ROA) adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba terhadap total aset perusahaan setelah dikurangi beban bunga dan pajak. Semakin tinggi tingkat ROA maka kinerja perusahaan semakin baik karena tingkat pengembalian investasi yang semakin besar c) Return on Equity (ROE) adalah rasio yang menunjukkan ukuran profitabilitas diliat dari sudut pandang pemegang saham. ROE adalah rasio laba bersih setelah pajak terhadap modal sendiri yang dipergunakan untuk mengukur laba yang tersedia bagi pemegang saham Pada penelitian ini akan digunakan rasio dengan menggunakan Return on Asset (ROA) seperti penelitian sebelumnya oleh Fitriana, 2014.
Universitas Sumatera Utara
Return on Asset mendeskripsikan besarnya hasil yang diperoleh perusahaan atas semua aktiva yang ditanamkan di perusahaan. Jika nilai dari ROA bernilai positif maka total aset yang dimiliki untuk menjalankan operasional
perusahaan
bisa
memberikan
laba
bagi
perusahaan.
Perusahaan juga dianggap mengelola aset serta hutang yang dimiliki perusahaan dan juga aktivitas dari perusahaan secara baik. Semakin tinggi tingkat profitabilitas maka perusahaan biasanya melakukan pengungkapan secara luas untuk menarik perhatian dari pihak eksternal untuk menanamkan modal karena dianggap memiliki kinerja yang baik dan dapat menghasilkan laba. Return on Asset juga banyak digunakan karena rumus yang digunakan lebih mudah dimengerti, lebih luas digunakan serta alat ukur prestasi manajemen yang sensitif terhadap setiap kondisi keuangan perusahaan . 2.1.9 Leverage Leverage dalam pengertian bisnis mengacu pada penggunaan aset (asset) dan sumber dana (sources of funds) oleh perusahaan dimana dalam penggunaan aset atau dana tersebut perusahaan harus mengeluarkan biaya tetap atau beban tetap. Penggunaan aset (aktiva) atau dana tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan potensial bagi pemegang saham (Martono dan Harjito, 2005). Rasio leverage menggambarkan sampai sejauh mana aktiva suatu perusahaan dibiayai oleh hutang. Suatu perusahaan dengan rasio leverage
Universitas Sumatera Utara
yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan banyak dibiayai oleh investor atau kreditur luar. Semakin tinggi rasio leverage berarti semakin besar pula proporsi pendanaan perusahaan yang dibiayai dari hutang. Berdasarkan teori agensi (agency theory) yang diungkapkan oleh Jensen dan Meckling (1976), perusahaan dengan proporsi hutang yang lebih banyak dalam struktur permodalannya akan mempunyai biaya pengawasan (monitoring cost) yang lebih besar. Oleh karena itu, perusahaan yang mempunyai leverage yang tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi kebutuhan informasi yang memadai bagi investor atau kreditur. Dua indikator pengukuran variabel leverage yang sering digunakan adalah debt to total asset ratio dan debt to equity ratio. Rasio hutang terhadap total aktiva (debt to total asset ratio) diukur dengan membagi antara total hutang dengan total aset, sedangkan rasio hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) diukur dengan cara membagi total hutang perusahaan dengan ekuitas. 2.1.10 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan adalah salah satu variabel yang paling sering digunakan dalam beberapa literatur untuk menjelaskan luas tingkat pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan.
Dalam
penelitian
Fitriani (2001) terdapat tiga alternatif yang digunakan untuk menghitung ukuran perusahaan, yaitu total aset, penjualan bersih dan kapitalisasi pasar. Fitriani (2001) menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan mempunyai positif terhadap kelengkapan pengungkapan. Jadi semakin
Universitas Sumatera Utara
besar ukuran perusahaan maka akan semakin tinggi pengungkapannya. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan didasarkan pada total aktiva, karena berdasarkan penelitian Fitriani (2001) total aktiva lebih menunjukkan ukuran perusahaan dibandingkan kapitalisasi pasar (Market Capitalization). Ukuran perusahaan juga bisa diliat dari segi operasional perusahaan dan juga luas jangkauan produk usaha yang dimiliki. Perusahaan besar biasanya memiliki tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang memadai bahkan tak jarang perusahaan besar merekrut tenaga ahli untuk suatu bidang tertentu. Perusahaan besar cenderung menjadi sorotan publik. Untuk itu perusahaan akan melakukan pengungkapan secara luas untuk mengurangi pandangan negatif atas perusahaan dan juga untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul atas perusahaan dan juga merupakan bagian dari akuntabilitas publik. Perusahaan besar juga pada umumnya memiliki sumber daya yang besar pula. Dengan sumber daya yang besar tersebut maka perusahaan perlu menyediakan informasi bagi pihak internal dan perusahaan dan juga informasi tersebut bisa menjadi bahan untuk melakukan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal. Hal ini menyebabkan perusahaan tidak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan pengungkapan secara lengkap (Sudarmadji dan Sularto, 2007:3). Ada beberapa cara untuk mengetahui ukuran perusahaan:
Universitas Sumatera Utara
1. Ukuran total aset dalam suatu perusahaan terbagi atas dua jenis yaitu aset tetap dan aset lancar. Jika suatu perusahaan memiliki aset tetap yang besar maka operasional perusahaan dapat berjalan dengan dengan baik karena didukung dengan aset yang besar dan juga jumlah revenue yang besar pula. 2. Hasil penjualan bersih Analisa dalam sebuah penjualan biasanya dilihat dalam hal pertumbuhan penjualan perusahaan dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan bukan hanya jumlah unit produk yang terjual saja yang ingin dicapai perusahaan. 3. Kapitalisasi pasar Semakin tinggi penjualan yang dicapai suatu perusahaan maka perputaran uang perusahaan semakin besar dan nilai kapitalisasi pasar semakin besar serta perusahaan semakin dikenal oleh publik. 2.1.11 Proporsi Dewan Komisaris Independen Komisaris independen adalah adalah bagian dari dewan komisaris perusahaan yang bertanggungjawab dalam mempekerjakan, melakukan evaluasi dan melakukan pemecatan untuk para manajer puncak (KNKG, 2006). Secara lebih luas tugas komisaris independen adalah mengawasi dewan direksi perusahaan dalam mencapai kinerja dalam business plan dan memberikan nasihat kepada direksi mengenai penyimpangan pengelolaan usaha yang tidak sesuai dengan arah yang ingin dituju oleh perusahaan (Alijoyo dkk, 2004). Manajemen laba pada perusahaan terjadi karena adanya conflict of interest yang dimiliki antara agen dan principal.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini komisaris independen dapat meminimalisir conflict of interest karena akan bersikap objektif dalam pengambilan keputusan, dimana komisaris independen akan memberi masukan jika terjadi penyimpangan pengelolaan usaha sehingga adverse selection dan moral hazard dapat dihindari. Dengan semakin baiknya dan banyaknya jumlah dewan komisaris independen, maka pengawasan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan akan lebih baik, objektif dan ketat. Laporan keuangan yang disajikan akan lebih bisa diminimalisir dari potensi kecurangan oleh manajer. 2.2
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai kualitas dan luas pengungkapan telah
banyak dilakukan. Subiyantoro (1997) melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara karakteristik perusahaan dengan tingkat kelengkapan laporan tahunan perusahaan (yang diwujudkan dalam bentuk tingkat kelengkapan
pengungkapan
laporan
keuangan
yang
dibuat
setiap
tahunnya/pengungkapan wajib). Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 64 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) periode tahun 1994. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya ada tiga karakteristik perusahaan yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kelengkapan pengungkapan laporan keuangan tahunan, yaitu total aktiva, rasio ungkitan dan rasio likuiditas. Fitriani (2001) melakukan penelitian mengenai signifikansi perbedaan tingkat kelengkapan pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela pada 102
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1999. Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan wajib adalah ukuran perusahaan, status perusahaan, kelompok industri, net profit margin, dan Kantor Akuntan Publik. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan sukarela adalah sama dengan pengungkapan wajib kecuali kelompok industri. Penelitian Fitriani (2001) tidak berhasil membuktikan hubungan antara variabel leverage dan likuiditas dengan luas pengungkapan. Simanjuntak dan Widiastuti (2004) melakukan penelitian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Dengan mengambil sampel sebanyak 34 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2002, penelitian ini menggunakan variabel antara lain leverage, likuiditas, profitabilitas, porsi kepemilikan saham oleh publik, dan umur perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa secara bersama-sama kelima variabel tersebut mampu mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Sedangkan secara parsial hanya variabel leverage, profitabilitas dan porsi kepemilikan saham oleh publik secara signifikan mempengaruhi kelengkapan pengungkapan. Penelitian ini berhasil membuktikan hubungan variabel leverage terhadap luas pengungkapan yang tidak dapat dibuktikan pada penelitian Fitriani (2001). Penelitian yang dilakukan oleh Johan dan Lekok (2006) mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat kelengkapan pengungkapan informasi laporan
Universitas Sumatera Utara
keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode tahun 2002-2004, menunjukkan bahwa kelengkapan pengungkapan wajib dipengaruhi oleh likuiditas, ukuran perusahaan, dan jenis Kantor Akuntan Publik. Sedangkan kelengkapan pengungkapan sukarela hanya dipengaruhi oleh solvabilitas dan status perusahaan. Penelitian Rahmawati et al. (2007) mengenai pengaruh ukuran perusahaan, likuiditas, leverage dan profitabilitas terhadap pengungkapan wajib laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur dengan sampel 71 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2004 menemukan bahwa secara parsial pengungkapan wajib dipengaruhi oleh variabel ukuran perusahaan dan likuiditas. Sedangkan secara simultan tidak ditemukan adanya pengaruh antara variabel ukuran perusahaan, likuiditas, leverage dan profitabilitas terhadap pengungkapan wajib. Agus Sumarnadi Nugroho (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh karakteristik perusahaan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan. Penelitian ini mengambil total sampel sebanyak 72 laporan keuangan sektor industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2009. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (yang diproksikan melalui total aktiva) secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Sedangkan rasio likuiditas secara parsial tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kelengkapan laporan keuangan. Dalam penelitian ini ditunjukkan juga bahwa leverage secara parsial mempunyai pengaruh signifikan
Universitas Sumatera Utara
terhadap tingkat kelengkapan laporan keuangan. Namun indikator leverage yang digunakan dalam penelitian Agus Sumarnadi Nugroho adalah debt to equity ratio (DER), sedangkan dalam penelitian ini indikator leverage adalah debt total assets ratio (DTA). Prawinandi, W., D. Suhardjanto dan H. Triatmoko (2012), dalam penelitiannya yaitu Peran struktur corporate governance dalam tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS Indonesia menunjukkan bahwa struktur tata kelola perusahaan mempengaruhi tingkat pengungkapan wajib konvergensi IFRS. Semakin besar proporsi komisaris independen dalam suatu perusahaan, maka pengawasan yang dilakukan terhadap manajemen dapat berjalan efektif sehingga laporan keuangan yang dihasilkan menjadi semakin berkualitas. Berdasarkan penelitian tersebut juga didapatkan hasil bahwa proporsi komisaris independen
berpengaruh
signifikan
positif
terhadap
tingkat
kepatuhan
pengungkapan wajib konvergensi IFRS. Barkhah, Dickey Syaiful (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Leverage terhadap Mandatory Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia menunjukan bahwa secara parsial ukuran perusahaan, likuiditas, dan leverage tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan wajib (mandatory disclosure) laporan keuangan dalam tingkat yang signifikan. Sedangkan secara simultan ukuran perusahaan, likuiditas, dan leverage juga tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan wajib (mandatory disclosure) laporan keuangan dalam tingkat yang signifikan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 REVIEW PENELITIAN TERDAHULU 1. Subiyantoro (1997)
Hubungan Antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Dengan Karakteristik Perusahaan Publik di Indonesia
2. Fitriani (2001)
Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib Dan Sukarela Pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik
3. Simanjuntak dan Widiastuti (2004)
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
4. Johan
dan Analisa Faktor-faktor
a. Total Aktiva b.Total Penjualan c.Rasio Ungkitan d. Rentabilitas e.Profit Margin f.Rasio Likuiditas g.Tipe Industri a.Ukuran Perusahaan b. Leverage c. Likuiditas d.Net Profit Margin e. KAP f. Status Perusahaan g. Kelompok Industri
Total aktiva, rasio ungkitan, dan rasio likuiditas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kelengkapan pengungkapan laporan keuangan tahunan Faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan wajib adalah ukuran perusahaan, status perusahaan, kelompok industri, net profit margin, dan Kantor Akuntan Publik. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan sukarela adalah sama dengan pengungkapan wajib kecuali kelompok industri. a. Leverage Variabel yang b. Likuditas mempengaruhi c. Profitabilitas Luas d.Porsi pengungkapan Kepemilikan antara lain leverage, Publik e.Umur profitabilitas, dan Perusahaan proporsi kepemilikan saham publik a. Likuiditas Kelengkapan
Universitas Sumatera Utara
Lekok (2006)
Yang Mempengaruhi Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Informasi Laporan Keuangan
b. Solvabilitas c.Ukuran Perusahaan d.Proporsi Saham Publik e.Umur Perusahaan f.Profitabilitas g.Status Perusahaan h. Jenis KAP i.Struktur Modal a.Ukuran Perusahaan b. Likuditas c. Leverage d. Profitabilitas
pengungkapan wajib dipengaruhi oleh likuiditas, ukuran perusahaan, dan jenis kantor akuntan publik. Sedangkan kelengkapan pengungkapan sukarela hanya dipengaruhi oleh solvabilitas dan status perusahaan. Luas pengungkapan wajib dipengaruhi oleh variabel ukuran perusahaan dan likuiditas.
5. Rahmawati, Mutmainah, dan Haryanto (2007)
Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, Leverage, Dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Wajib
6. Prawinandi, W., D. Suhardjanto dan H. Triatmoko. (2012)
Peran Struktur Corporate Governance Dalam Tingkat KepatuhanMandatory Disclosure Konvergensi IFRS Indonesia.
struktur tata kelola perusahaan , konvergensi Keuangan Internasional Standar Pelaporan , tingkat kepatuhan pengungkapan wajib konvergensi IFRS dan layanan perusahaan .
Hasil penelitan Menunjukkan bahwa struktur tata kelola perusahaan Mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib konvergensi pengungkapan atau IFRS .
7. Barkhah, Dickey Syaiful (2013)
Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Leverage terhadap Mandatory Disclosure pada Perusahaan
a.Ukuran Perusahaan b.Likuiditas c. Leverage
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial ukuran perusahaan, likuiditas, dan leverage tidak
Universitas Sumatera Utara
Manufaktur yang
berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan wajib (mandatory disclosure) laporan keuangan dalam tingkat yang signifikan. Sedangkan secara simultan ukuran perusahaan, likuiditas, dan leverage juga tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan wajib (mandatory disclosure) laporan keuangan dalam tingkat yang signifikan.
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Sumber: Hasil Olahan Penelti, 2016
Universitas Sumatera Utara
2.3
Kerangka Konseptual Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan pustaka , dan tinjauan
penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan kerangka konseptual penelitian pada gambar 2.1.
H1 Profitability
H2 Leverage Mandatory Disclousure
Ukuran Perusahaan
H3
Proporsi Dewan Komisaris Independen
H4
H5 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2016
Profitability menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan, sehingga mempengaruhi tingkat pengungkapan. Ditinjau dari signaling theory, profitabilitas yang tinggi merupakan sinyal untuk meyakinkan investor tentang kinerja manajemen dalam menghasilkan laba bagi
Universitas Sumatera Utara
perusahaan. Profitabilitas yang tinggi memicu pihak manajemen untuk mengungkapkan informasi yang lebih luas karena manajer perusahaan yang profitabilitasnya tinggi akan merasa bangga dengan pencapaiannya dan cenderung untuk mengungkapkan lebih banyak informasi kepada publik untuk memberi kesan positif pada kinerjanya. Semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan, maka akan semakin luas pula tingkat pengungkapan yang dilakukan. Hal ini didukung oleh temuan penelitian Simanjuntak dan Widiastuti (2004) yang menyatakan bahwa variabel profitabilitas mempunyai pengaruh yang positif terhadap luas pengungkapan. Rasio leverage menggambarkan sampai sejauh mana aktiva suatu perusahaan dibiayai oleh hutang. Rasio leverage yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan banyak dibiayai oleh investor atau kreditur luar. Artinya, semakin tinggi rasio leverage berarti semakin besar pula proporsi pendanaan perusahaan yang dibiayai dari hutang. Dalam penelitian Fitriani (2001) dan Rahmawati et al. (2007) tidak ditemukan adanya pengaruh signifikan antara rasio leverage suatu perusahaan dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan, namun dalam penelitian Agus Sumarnadi Nugroho (2011) ditemukan adanya pengaruh siginifikan rasio leverage suatu perusahaan dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan. Fitriani (2001), Johan dan Lekok (2006), dan Sihite (2010) menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap luas pengungkapan. Semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin tinggi tingkat pengungkapan. Berdasarkan teori agensi (agency theory),
Universitas Sumatera Utara
perusahaan besar memiliki biaya agensi (agency cost) yang lebih besar daripada perusahaan kecil, dikarenakan bahwa perusahaan besar memiliki rantai komando yang lebih tinggi atau lebih luas daripada perusahaan kecil sehingga biaya pengawasan yang timbul juga akan semakin besar. Untuk mengurangi biaya agensi (agency cost) tersebut, perusahaan akan melakukan pengungkapan yang lebih luas. Menurut Pedoman Good Corporate Governance Indonesia (2006), komisaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Butir 1-a dari Peraturan Pencatatan Efek No 1-A PT Bursa Efek Indonesia mengenai Ketentuan Umum Pencatatan Efek yang Bersifat Ekuitas di Bursa menyatakan bahwa jumlah komisaris independen harus proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh pihak yang bukan merupakan pemegang saham pengendali,
dengan
ketentuan
bahwa
jumlah
komisaris
independen
sekurangkurangnya 30% (tiga puluh persen) dari seluruh jumlah anggota komisaris. Semakin besar proporsi komisaris independen dalam suatu perusahaan, maka pengawasan yang dilakukan terhadap manajemen dapat berjalan efektif sehingga laporan keuangan yang dihasilkan menjadi semakin berkualitas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prawinandi, Suhardjanto, & Triatmoko (2012) didapatkan hasil bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib konvergensi IFRS.
Universitas Sumatera Utara
2.4
Hipotesis Penelitian Menurut Rochaety (2007 : 31), “hipotesis penelitian merupakan anggapan
peneliti terhadap suatu masalah yang sedang dikaji”. Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1.
H1:
Terdapat
pengaruh
antara
Profitability
terhadap
mandatory
disclousure pada laporan keuangan tahunan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2013-2015. 2.
H2: Terdapat pengaruh antara leverage terhadap tingkat mandatory disclousure pada laporan keuangan tahunan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2013-2015.
3.
H3: Terdapat pengaruh antara ukuran perusahaan terhadap tingkat mandatory disclousure pada laporan keuangan tahunan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2013-2015.
4.
H4: Terdapat pengaruh antara proporsi dewan komisaris independen terhadap tingkat mandatory disclousure pada laporan keuangan tahunan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2013-2015.
5.
H5: Terdapat pengaruh antara profitability, leverage, ukuran perusahaan, dan proporsi dewan komisaris independen secara simultan terhadap mandatory disclousure pada laporan keuangan tahunan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2013-2015.
Universitas Sumatera Utara