BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agency Theory Teori Keagenan menggambarkan hubungan antara pemegang saham (principal) dan manajemen (agent).
Manajemen merupakan pihak yang
dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Pihak manejemen yang dipilih harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Menurut Jensen and Meckling (1976:308), teori agensi (agency theory) merupakan teori yang berkaitan dengan kontrak antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Pemilik (principal) dalam hal ini diartikan sebagai pihak yang membuat kontrak dan manajer (agent) dalam hal ini diartikan sebagai pihak yang menerima kontrak dan diberikan wewenang untuk menjalankan perusahaan. Agar hubungan kontrak ini dapat berjalan dengan baik maka pemilik akan mendelegasikan untuk otorisasi keputusan perusahaan kepada pihak manajer. Perencanaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan pemilik dan kepentingan manajer dalam hal kepentingan konflik inilah yang merupakan inti dari agency theory. 2.2 Capital Need Theory Capital Need Theory awalnya dimaksudkan bagi perusahaan untuk menarik pembiayaan eksternal untuk meningkatkan modal dengan cara utang ataupun dengan cara ekuitas. Capital Need Theory menunjukkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
dengan melakukan pengungkapan sukarela perusahaan dapat meningkatkan modal dengan biaya yang rendah (Choi,1973). Dalam Financial Accounting Standart Board (FASB) dijelaskan bahwa pengurangan biaya modal perusahaan dapat dicapai ketika investor dapat menafsirkan prospek ekonomi perusahaan melalui pengungkapan sukarela. Hubungan antara pengungkapan sukarela dengan biaya modal adalah positif dimana semakin tinggi pengungkapan informasi maka biaya modal akan semakin rendah. 2.3 Stakeholder Theory Menurut teori ini, kepentingan dari stakeholder yang berbeda bisa mempengaruhi operasi dan pelaporan yang akan dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan harus mampu mengidentifikasi kepentingan stakeholder untuk dapat mewujudkan apa yang menjadi strategi perusahaan (Freeman,1984). Perusahaan harus dianggap sebagai sekelompok stakeholder dan tujuan dari perusahaan itu harus mengelola kepentingan, kebutuhan, dan sudut pandang stakeholder. Terdapat dua perspektif di dalam stakeholder theory ini. Perspektif yang pertama adalah perspektif yang berpusat pada perushaaan (organization centered perspective). Perspektif ini muncul karena kepentingan setiap stakeholder perusahaan berbeda dan juga jenisnya yang beragam. Dalam hal ini perusahaan dituntut untuk bisa memenuhi semua kepentingan yang diinginkan oleh para stakeholder perusahaan. Namun pada kenyataan yang ada perusahaan sulit untuk memenuhi semua kepentingan yang dimiliki oleh
Universitas Sumatera Utara
stakeholder dan sulit juga memberikan perlakuan yang sama kepada setiap stakeholder. Berdasarkan hal tersebut penting bagi perusahaan untuk bisa mengidentifikasi kelompok stakeholder yang memiliki peran penting bagi perusahaan. Perusahaan harus bisa membina dan mengelola hubungan baik kepada kelompok stakeholder tersebut. Pengelolaan hubungan yang baik dengan stakeholder bisa dilakukan dengan cara pengungkapan sukarela (Henderson et al., dalam Ginting ,2012 ) Perspektif kedua adalah perspektif yang berdasarkan pada prinsip akuntabilitas. Dalam perspektif ini, perusahaan harus bisa memperhatikan hak dari semua stakeholder tidak hanya pada sekelompok stakeholder tertentu yang dianggap penting bagi perusahaan (Henderseon et al., dalam Ginting 2012). Dalam hal ini maka pengungkapan sukarela menjadi salah satu media bagi perusahaan untuk pertanggung jawaban pada seluruh stakeholder. 2.4 Luas Pengungkapan Pengungkapan atas informasi dalam laporan tahunan yang diberikan oleh manajemen perusahaan kepada para stakeholders ataupun pemegang saham adalah hal yang penting. Pengungkapan yang ada dalam laporan tahunan perusahaan yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan merupakan salah satu faktor yang digunakan oleh investor untuk menetapkan keputusan atas investasi yang dilakukan, begitu juga dengan investor baru yang akan melakukan investasi di perusahaan juga membutuhkan informasi-informasi tentang perusahaan, salah satu alat ukur yang dipakai adalah tingkat penungkapan yang dilakukan perusahaan. Untuk itu perusahaan berusaha
Universitas Sumatera Utara
untuk memberikan penjelasan yang sebenarnya atas bisnis yang dilakukan perusahaan dan juga kondisi keuangan perusahaan dan tidak melakukan manipulasi data atas laporan keuangan perusahaan kepada para pengguna laporan keuangan. Pengungkapan yang sesuai dengan yang ada dibagi atas dua jenis yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela atau yang disebut voluntary disclosure. Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) adalah pengungkapan minimum yang dilakukan oleh perusahaan di dalam laporan tahunan perusahaan sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pihak/lembaga yang terkait (BAPEPAM ,SAK, Menteri Keuangan, Pajak, dan lain-lain), sedangkan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan diluar dari peraturan yang ditetapkan oleh pihak/lembaga yang terkait (BAPEPAM , SAK , Menteri Keuangan, Pajak, dan lain-lain). Adapun yang bisa dimasukkan didalam pengungkapan sukarela oleh perusahaan seperti informasi yang terjadi setelah tanggal laporan, analisis manajemen perusahaan, prakiraan operasi dan keuangan di tahun yang akan datang, dan laporan keuangan tambahan yang mencakup ungkapan menurut segmen dan informasi lainnya diluar harga perolehan (Chairani:2015). Menurut Hendriksen (1992) terdapat tiga konsep dalam pengungkapan laporan keuangan yaitu: adequate disclosure, fair disclosure, full disclosure.
Universitas Sumatera Utara
1. Pengungkapan yang cukup (adequate disclosure) Pengungkapan
informasi
yang
dilakukan
perusahaan
dalam
menyampaikan informasi tentang perusahaan. Informasi yang disajikan oleh perusahaan sesuai dengan standar minimum yang ditetapkan dalam peraturan yang dibuat oleh lembaga/pihak terkait agar tidak menyesatkan pengguna laporan keuangan. Pengungkapan jenis ini yang banyak digunakan oleh perushaaan 2. Pengungkapan yang wajar (fair disclosure) Pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan dengan memberikan informasi sesuai standar minimum yang telah ditetapkan dan ditambah dengan informasi yang berkaitan dengan perusahaan yang dapat memberikan nilai lebih pada pengguna laporan keuangan dan juga menghasilkan bentuk laporan keuangan yang wajar 3. Pengungkapan yang lengkap (full disclosure) Pengungkapan jenis ini adalah pengungkapan yang dilakukan secara lengkap dan juga memberikan informasi yang relevan. Informasi yang diberikan adalah informasi yang diwajibkan secara minimum ditambah dengan informasi yang diberikan secara sukarela oleh perusahaan yang dapat membantu pengguna laporan keuangan dan juga full disclosure ini bisa mengurangi informasi asimetri namun juga wajib diperhatikan jangan sampai pengungkapan tersebut justru berlebihan dan bisa menyesatkan pengguna laporan keuangan.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Peraturan Bapepam Sesuai dengan lampiran keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep134/BL/2006 tanggal 7 desember 2006, laporan tahunan wajib dikeluarkan begi emiten atau perusahaan publik. Dalam peraturan ini, laporan tahunan perusahaan-perusahaan diwajibkan memuat: 1. Tinjauan operasi per segmen usaha, antara lain membuat pembahasan mengenai: a. Produksi b. Penjualan/pendapatan usaha; c. Profitabilitas; d. dan peningkatan kapasitas produksi; 2. Analisis kinerja keuangan yang mencakup perbandingan antara kinerja keuangan tahun yang bersangkutan dengan tahun sebelumnya antara lain mengenai: a. Aktiva lancar, aktiva tidak lancar, dan jumlah aktiva; b. Kewajiban lancar, kewajiban tidak lancar, dan jumlah kewajiban; c. penjualan/pendapatan usaha; d. beban usaha; dan e.
laba bersih
3. Bahasan dan analisis tentang kemampuan membayar hutang dan tingkat kolektibilitas piutang perseroan;
Universitas Sumatera Utara
4. Bahasan mengenai ikatan yang material untuk investasi barang modal dengan penjelasan tentang tujuan dari ikatan tersebut, sumber dana yang diharapkan untuk memenuhi ikatan-ikatan tersebut, mata uang yang menjadi denominasi, dan langkah-langkah yang dilakukan perusahaan untuk melindungi risiko dari posisi mata uang asing terkait; 5. Bahasa dan analisis tentang informasi keuangan yang telah dilaporkan yang mengandung kejadian luar biasa dan jarang terjadi; 6. Komponen-komponen substantial dari pendapatan atau beban lainnya untuk dapat mengetahui hasil usaha perusahaan; 7. Jika Laporan Keuangan mengungkapan peningkatan atau penurunan yang material dari penjualan atau pendapatan bersih, maka wajib disertai dengan bahasan tentang sejauh mana perubahan itu dapat dikaitkan antara lain dengan jumlah barang/jasa yang dijual dan atau adanya produk/jasa yang baru; 8. Bahasan tentang dampak perubahan harga terhadap penjualan dan pendapatan bersih perusahaan serta laba operasi selama 2 (dua) tahun atau sejak perusahaan memulai usahanya, jika perusahaan memulai usahanya jika kurang dari 2 (dua) tahun; 9. Informasi dan fakta material yang terjadi setelah tanggal laporan akuntan 10. Prospek usaha dari perusahaan sehubungan dengan ekonomi, industri secara umum dan pasar internasional serta dapat disertai data pendukung kuantitatif jika ada sumber daya yang layak dipercaya;
Universitas Sumatera Utara
11. Aspek pemasaran atas produk dan jasa perusahaan, antara lain: strategi pemasaran dan pangsa pasar; 12. Kebijakan dividen dan tanggal serta jumlah dividen (kas per saham atau non kas) dan jumlah dividen per tahun yang diumumkan atau dibayar selama 2 (dua) tahun buku terakhir; 13. Realisasi penggunaan dana hasil penawaran umum secara kumulatif sampai dengan saat terakhir apabila belum dinyatakan habis. Dalam hal terdapat prospektus agar dijelaskan; 14. Informasi material, antara lain mengenai investasi, ekspansi, divestasi, penggabungan/peleburan usaha, akuisisi, restrukturisasi utang/modal, transaksi yang mengandung benturan kepentingan dan sifat transaksi dengan Pihak Afiliasi; 15. Perubahan
peraturan
perundang-undangan
yang
berpengaruh
signifikan terhadap perusahaan dan dampaknya terhadap Laporan Keuangan ( jika ada) dan; 16. Perubahan kebijakan akuntansi, alasan dan dampaknya terhadap Laporan Keuangan (jika ada). Pengaturan pengungkapan informasi yang wajib disampaikan oleh perusahaan publik ini, nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan analisis dalam pengambilan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Pengungkapan Wajib ( Mandatory Disclosure) Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) merupakan pengungkapan minimum mengenai informasi perusahaan yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan terutama bagi perusahaan yang sudah go public. Luas pengungkapan wajib antar negara berbeda. Negara maju yang ketat dengan regulasi lebih ketat, biasanya memiliki item wajib yang lebih banyak untuk diungkapkan dibandingkan negara berkembang. Kelengkapan dalam pengungkapan laporan keuangan tidaklah bersifat statis namun menyesuaikan dengan perkembangan pasar modal yang ada di negara tempat perusahaan tersebut ada. Di Indonesia aturan tentang pengungkapan wajib dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Pengawas Pasa Modal (BAPEPAM) yaitu melalui keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-134/BL/2006 tanggal 7 desember 2006, laporan tahunan wajib dikeluarkan begi emiten atau perusahaan publik. Seluruh perusahaan yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI) harus melakukan pengungkapan atas laporan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku apabila tidak melakukan sesuai dengan yang diwajibkan atas item-item pengungkapan maka dapat dikenai sanksi dari pihak yang terkait. 2.7 Pengungkapan Sukarela ( Voluntary Disclosure) Perusahaan diberikan kebebasan dalam melakukan pengungkapan sukarela. Sehingga setiap perusahaan memiliki kriteria masing-masing dalam menentukan pengungkapan di dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. Dengan kriteria yang dimiliki antar perusahaan itu berbeda maka akan timbul
Universitas Sumatera Utara
keragaman dalam laporan keuagan tahunan yang akan diterbitkan oleh perusahaan. Dalam melakukan pengungkapan sukarela perlu dipertimbangkan biaya dan manfaat yang diperoleh atas pengungkapan tersebut. Menurut Suripto dalam Anggraeni (2008) biaya yang harus dipertimbangkan terbagi atas dua jenis yaitu meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung (material) meliputi biaya yang didapat dari pengembangan dan penyajian yang dilakukan dalam pengungkapan sukarela seperti biaya pengumpulan, biaya pemrosesan, biaya pengauditan, biaya penyebaran informasi dan biaya waktu manajerial. Sedangkan biaya tidak langsung (strategic cost) adalah biaya yang ditimbulkan apabila informasi tersebut diungkapkan atau tidak. Contoh biaya yang timbul adalah biaya litigasi yaitu biaya yang timbul karena informasi yang diungkapkan adalah informasi yang menyesatkan dan propietary cost ( biaya persaingan kompetitif dan biaya politik). Biaya persaingan kompetitif adalah biaya yang timbul akibat informasi yang diberikan oleh perusahaan justru memperlemah keadaan perusahaan karena informasi tersebut dianggap menjadi kerugian oleh perusahaan dan informasi tersebut digunakan oleh perusahaan pesaing untuk melakukan inovasi agar lebih unggul dan memperkuat daya saing mereka. Sedangkan biaya politik adalah biaya yang timbul akibat adanya regulasi pemerintah yang diterbitkan karena informasi yang kita berikan. Jika regulasi tersebut menguntungkan perusahaan maka itu akan menjadi keuntungan namun jika sebaliknya maka yang terjadi adalah timbul kerugian bagi perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2.7.1 Motif Pengungkapan Sukarela Menurut Healy dan Palepu (2001) terdapat enam motif dalam melakukan pengungkapan sukarela. Motifnya adalah sebagai berikut: 1.
Capital Market Transaction Hypothesis Menurut Healy dan Palepu (2001) motif ini mempengaruhi perusahaan karena adanya persepsi dari pihak investor pada perusahaan untuk melakukan penerbitan atas sekuritas, public debt, ataupun mengakuisisi perusahaan lain. Persepsi yang dimiliki para investor dianggap penting oleh perusahaan untuk melakukan rencana ini. Akan tetapi perusahaan harus mengurangi asimetri informasi (Myers dan Majluf) (1984) dalam Healy dan Palepu (2001) karena apabila terdapat asimetri informasi akan menambah cost of equity. Akibatnya para manajer harus bisa mengantisipasi dan juga memiliki insentif untuk melakukan pengungkapan sukarela, hal ini dilakukan agar informasi perusahaan yang disampaikan pada investor sesuai dengan keadaan yang ada di perusahaan dan bisa mengurangi asimetri informasi. Manajer juga bisa mengurangi biaya modal mereka dan juga mengurangi risiko informasi dengan cara meningkatkan informasi dengan melakukan pengungkapan sukarela
Universitas Sumatera Utara
2. Corporate Control Test Hypothesis Menurut Healy dan Palepu (2001) motif ini timbul karena dewan direksi dan juga investor serta manajer bertanggung jawab atas kinerja saham saat ini. Warner et al. (1988) dan Weisbach (1988) dalam Healy dan Palepu (2001) menemukan bahwa ada hubungan yang berbanding terbalik antara pergantian CEO (CEO turnover) dengan kinerja saham yang buruk (poor stock performance), apabila kinerja saham buruk maka pergantian CEO akan sangat mungkin terjadi di perusahaan. Hal ini bisa menyebabkan kehilangan pekerjaan bagi pihak manajemen perusahaan karena kinerja saham perusahaan yang kurang baik. Dalam hal ini manajemen melakukan
pengungkapan
sukarela
untuk
menjelaskan
keadaan perusahaan dan memberikan alasan kenapa kinerja saham perusahaan berada dalam kondisi yang tidak baik dan mengurangi risiko bagi manajemen perusahaan untuk kehilangan pekerjaan. 3. Stock Compensation Hypothesis Menurut Healy dan Palepu (2001) motif ini muncul karena manajer mendapatkan penghargaan dalam bentuk saham dari pihak manajemen perusahaan. Dengan kompensasi dalam bentuk saham, maka para manajer perusahaan berusaha melakukan pengungkapan sukarela karena beberapa alasan.
Universitas Sumatera Utara
Pertama, manajer tertatik untuk memperdagangkan saham yang mereka miliki untuk itu mereka mengungkapkan informasi tambahan tentang perusahaan yang melebihi dari yang ditentukan dengan tujuan mengoreksi nilai saham yang undervalued
dan
juga
bisa
meningkatkan
likuiditas
perusahaan. Kedua, manajer yang juga bertindak sebagai pemegang saham melakukan pengungkapan sukarela untuk mengurang biaya kompensasi saham terhadap karyawan baru. Pada
akhirnya
manajer
bisa
memperoleh
keuntungan
tambahan atas transaksi saham yang mereka lakukan dengan cara pengungkapan sukarela. 4. Litigation Hypothesis Menurut Healy dan Palepu (2001) motif ini timbul karena pemegang saham memiliki ancaman litigasi yang dapat memiliki dua efek dalam pengungkapan yang dilakukan oleh manajer. Efek yang pertama adalah bahwa adanya tindakan hukum terhadap manajer yang tidak melakukan pengungkapan secara memadai atau terlalu cepat melakukan pengungkapan dapat mendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan sukarela.
Skinner
(1994)
menyatakan
bahwa manajer
perusahaan dengan dengan berita laba yang buruk memiliki insentif dalam mengungkapkan informasi dan mengurang
Universitas Sumatera Utara
biaya litigasi yang mungkin timbul akibat adanya penundaan atas pengungkapan informasi yang merugikan bagi beberapa pihak. Efek yang kedua adalah adanya potensi bagi para manajer untuk memutuskan melakukan pembatasan informasi tertentu. Hal ini timbul karena perusahaan yakin bahwa perusahaan tidak akan melakukan kesalahan yang disengaja dan sistem hukum bisa membedakan jenis kesalahan yang diperbuat. 5. Management talent signaling hypothesis Trueman (1986) dalam Healy dan Palepu (2001) berpendapat bahwa manajer yang berbakat memiliki potensi untuk memberikan voluntary earning forecast. Nilai pasar dari sebuah perusahaan adalah fungsi dari persepsi para investor atas manajer perusahaan mengenai kemampuan manajer perusahaan untuk mengantisipasi perubahan lingkungan atas ekonomi perusahaan di masa depan. Semakin baik persepsi investor maka semakin tinggi pula nilai pasar dari sebuah perusahaan. 6. Propietary cost hypothesis Berdasarkan beberapa penelitan terdahulu bahwa keputusan perusahaan mengungkapkan informasi tentang perusahaan kepada investor dipengaruhi oleh tingkat kompetitif bisnis mereka dengan pesaing. Dikhawatirkan akan merusak
Universitas Sumatera Utara
kompetisi bisnis perusahaan dan menimbulkan kerugian bagi perusahaan (Verecchia,1983; Darrough dan Stoughton,1990; Wagenhofer,1990; Feltman dan Xie, 1992; New dan Sansing, 1993; Darrough, 1993; Gigler, 1994). Berbeda dengan lima hipotesis sebelumnya, propietary cost hypothesis
mengasumsikan
bahwa
tidak
ada
konflik
kepentingan antara manajer perusahaan dengan pemegang saham. Akibatnya pada hipotesis ini bahwa pengungkapan sukarela yang dilakukan dianggap selalu kredibel. Hayes dan Lundholm
(1996)
dalam
Healy
dan
Palepu
(2001)
berpendapat bahwa perusahaan cenderung akan melakukan pengungkapan
informasi
lebih
banyak
apabila
jenis
perusahaan tersebut dalam segmen industri yang sama 2.7.2 Manfaat Pengungkapan Sukarela Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan pengungkapan secara sukarela pada suatu perusahaan. Manfaatnya adalah sebagai berikut: 1. Berkurangnya cost of debt Saat perusahaan memberikan informasi yang transparan atas keadaan perusahaan kepada publik maka perusahaan akan dinilai memiliki nilai risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan pengungkapan tambahan. Penilaian risiko yang lebih rendah tersebut yang
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan rendahnya cost of debt (Chen dan Jian, 2007 dalam Juniarti dan Sentosa, 2009) 2. Berkurangnya cost of equity capital Botosan dalam Healy dan Palepu (2001) menemukan bahwa adanya pengaruh negatif antara pengungkapan sukarela dengan cost of equity capital. Dalam penemuan tersebut disebutkan bahwa apabila lebih banyak informasi yang diberikan perusahaan dalam pengungkapan sukarela maka akan menurunkan nilai cost of equity capital yang akan ditanggung oleh pihak perusahaan. 3. Peningkatan likuiditas saham Diamond dan Verrecchia (1991) serta Kim dan Verrecchia (1994) dalam Healy dan Palepu (2001) mengemukakan bahwa pengungkapan
sukarela
mampu
mengurangi
asimetri
informasi yang terjadi antara informed dan uninformed investor. Perusahaan yang melakukan pengungkapan sukarela yang menyeluruh dapat meyakinkan para investor bahwa transaksi saham yang terjadi pada perusahaan berada pada nilai yang wajar. Akhirnya bisa meningkatkan likuiditas saham perusahaan. 2.8 Audit Committee ( Komite Audit) Komite Audit adalah sebuah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk menjalankan tugas dan fungsinya di perusahaan. Selama menjalankan
Universitas Sumatera Utara
tugas dan fungsi tersebut maka komite audit bertanggung jawab pada dewan komisaris. Dalam menjalankan tugasnya maka komite audit harus memiliki karakteristik yang baik. Karakteristik komite audit antara lain adalah jumlah komite audit, komposisi komisaris independen dalam komite audit, jumlah pertemuan komite audit dan juga jumlah ahli keuangan dalam komite audit. Sesuai dengan lampiran keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep643/BL/2012 tanggal 7 Desember 2012 tentang “Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit” maka perusahaan publik atau emiten wajib memiliki komite audit. Jumlah keanggotaan komite audit minimal terdiri dari tiga orang dimana sebagian besar anggotanya adalah komisaris independen dan lainnya adalah anggota lainnya merupakan pihak diluar emiten dan perusahaan publik. Setidaknya satu diantara anggota komite audit memiliki keahlian di bidang akuntansi atau keuangan. Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, komite audit memliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Melakukan
penelaahan
atas
informasi
keuangan
yang akan
dikeluarkan Emiten atau Perusahaan Publik kepada publik dan/atau pihak otoritas antara lain laporan keuangan, proyeksi, dan laporan lainnya terkait dengan informasi keuangan Emiten atau Perusahaan Publik;
Universitas Sumatera Utara
2. Melakukan penelaahan atas ketaatan terhadap peraturan perundangundangan
yang
berhubungan
dengan
kegiatan
Emiten
atau
Perusahaan Publik; 3. Memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat
antara
manajemen
dan
Akuntan
atas
jasa
yang
diberikannya; 4. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai penunjukan Akuntan yang didasarkan pada independensi, ruang lingkup penugasan, dan fee; 5. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal dan mengawasi pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas temuan auditor internal; 6. Melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan oleh Direksi, jika Emiten atau Perusahaan Publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko di bawah Dewan Komisaris; 7. Menelaah pengaduan yang berkaitan dengan proses akuntansi dan pelaporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik; 8. Menelaah dan memberikan saran kepada Dewan Komisaris terkait dengan adanya potensi benturan kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik; dan 9. Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik.
Universitas Sumatera Utara
Dalam menjalankan tugasnya Komite Audit mempunyai wewenang sebagai berikut: 1. Mengakses dokumen, data, dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik tentang karyawan, dana, aset, dan sumber daya perusahaan yang diperlukan; 2. Berkomunikasi langsung dengan karyawan, termasuk Direksi dan pihak yang menjalankan fungsi audit internal, manajemen risiko, dan Akuntan terkait tugas dan tanggung jawab Komite Audit; 3. Melibatkan pihak independen di luar anggota Komite Audit yang diperlukan untuk membantu pelaksanaan tugasnya (jika diperlukan); dan 4. Melakukan kewenangan lain yang diberikan oleh Dewan Komisaris. Dengan adanya komite audit dalam suatu perusahaan maka pengungkapan terhadap laporan keuangan bisa transparan dan tugas Dewan Komisaris bisa terbantu dalam mengawasi operasional perusahaan. 2.9 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan biasanya digunakan untuk menunjukkan besar atau kecilnya suatu perusahaan dan struktur kepemilikan yang dipunyainya (Wijayanti, 2013:44). Ukuran perusahaan juga berkaitan dengan tingkat pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan besar yang telah terdaftar di Bursa Efek atau yang sudah go public biasanya akan melakukan pengungkapan lebih luas dibandingkan dengan perusahaan kecil ataupun
Universitas Sumatera Utara
tidak go public. Perusahaan melakukan pengungkapan yang lebih luas karena terkait dengan teori keagenan (agency theory). Perusahaan besar cenderung memililki biaya keagenen yang lebih besar dan biasanya perusahaan melakukan pengungkapan lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan ini. Ukuran perusahaan juga bisa diliat dari segi operasional perusahaan dan juga luas jangkauan produk usaha yang dimiliki. Perusahaan besar biasanya memiliki tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang memadai bahkan tak jarang perusahaan besar merekrut tenaga ahli untuk suatu bidang tertentu. Perusahaan besar cenderung menjadi sorotan publik. Untuk itu perusahaan akan melakukan pengungkapan secara luas untuk mengurangi pandangan negatif atas perusahaan dan juga untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul atas perusahaan dan juga merupakan bagian dari akuntabilitas publik. Perusahaan besar juga pada umumnya memiliki sumber daya yang besar pula. Dengan sumber daya yang besar tersebut maka perusahaan perlu menyediakan informasi bagi pihak internal dan perusahaan dan juga informasi tersebut bisa menjadi bahan untuk melakukan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal. Hal ini menyebabkan perusahaan tidak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan pengungkapan secara lengkap (Sudarmadji dan Sularto, 2007:3). Ada beberapa cara untuk mengetahui ukuran perusahaan: 1. Ukuran total asset Aset dalam suatu perusahaan terbagi atas dua jenis yaitu aset tetap dan aset lancar. Jika suatu perusahaan memiliki aset tetap yang
Universitas Sumatera Utara
besar maka operasional perusahaan dapat berjalan dengan dengan baik karena didukung dengan aset yang besar dan juga jumlah revenue yang besar pula. 2. Hasil penjualan bersih Analisa dalam sebuah penjualan biasanya dilihat dalam hal pertumbuhan penjualan perusahaan dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan bukan hanya jumlah unit produk yang terjual saja yang ingin dicapai perusahaan. 3. Kapitalisasi pasar Semakin tinggi penjualan yang dicapai suatu perusahaan maka perputaran uang perusahaan semakin besar dan nilai kapitalisasi pasar semakin besar serta perusahaan semakin dikenal oleh publik. Hubungan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan sukarela juga dijelaskan dalam stakeholder theory dimana kepentingan setiap stakeholder berbeda dan juga semakin banyak pihak-pihak yang memiliki pengaruh terhadap perusahaan, maka dari itu perusahaan melakukan pengungkapan lebih luas pula untuk memenuhi semua aspek kepentingan yang dimiliki. Perusahaan juga cenderung melakukan pengungkapan lebih luas daripada yan diwajibkan untuk memperoleh kemungkinan
keuntungan
yang
dapat
diperoleh
perusahaan.
Keuntungan yang mungkin di raih antara lain adalah kemudahan dalam memasarkan saham yang ada dan juga bisa mendapatkan dana dari pasar modal.
Universitas Sumatera Utara
2.10 Profitability ( Profitabilitas) Profitabilitas adalah salah satu dari rasio keuangan yang digunakan sebagai salah satu indikator dalam mengukur baik atau buruknya kinerja suatu perusahaan. Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset maupun modal perusahaan (Fitriana,2014).
2.10.1 Jenis Profitabilitas Menurut Van Horne dan Machowicz dalam Chairani (2015) menyatakan bahwa terdapat dua jenis rasio profitabilitas yaitu profitabiltas yang terkait dengan penjualan dan profitabilitas yang terkait dengan investasi. 1. Profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan Pada rasio jenis ini yang perlu dicermati adalah margin laba kotor: Penjualan – harga pokok penjualan Penjualan Pada jenis rasio ini dijelaskan bahwa laba perusahaan di dapat dari penjualan perusahaan setelah dikurangi biaya untuk memproduksi barang. Rasio ini juga digunakan untuk mengukur efisiensi operasi perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengukur profitabilitas dengan melihat penjualan bisa juga memakai margin laba bersih yaitu: Laba bersih setelah pajak Penjualan bersih 2. Profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi Rasio jenis ini menghubungkan antara profitabilitas dengan investasi perusahaan. Ada beberapa jenis cara pengukuran yaitu tingkat pengembalian atas investasi (Return on Invesment – ROI) , tingkat pengembalian atas aktiva (Return on Asset – ROA) , dan tingkat pengembalian atas modal sendiri (Return on Equity – ROE). a)
Return on Investment ( ROI) Menurut Munawir (2004) dalam Chairani (2015), dinyatakan bahwa Return on Invesment adalah kemampuan perusahaan dengan seluruh dana yang ditanamkan
dalam
menghasilkan
laba.
Cara
mengukurnya adalah dengan membagi antara laba bersih setelah pajak dengan kekayaan perusahaan b)
Return on Asset (ROA) Return on Asset adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba terhadap total aset perusahaan setelah dikurangi beban bunga dan pajak. Semakin tinggi tingkat ROA maka
Universitas Sumatera Utara
kinerja perusahaan semakin baik karena tingkat pengembalian investasi yang semakin besar c)
Return on Equity (ROE) Return on Equity adalah rasio yang menunjukkan ukuran profitabilitas diliat dari sudut pandang pemegang saham. ROE adalah rasio laba bersih setelah
pajak
terhadap
modal
sendiri
yang
dipergunakan untuk mengukur laba yang tersedia bagi pemegang saham Pada
penelitian
ini
akan
digunakan
rasio
dengan
menggunakan Return on Asset (ROA) seperti penelitian sebelumnya
oleh
Fitriana,
2014.
Return
on
Asset
mendeskripsikan besarnya hasil yang diperoleh perusahaan atas semua aktiva yang ditanamkan di perusahaan. Jika nilai dari ROA bernilai positif maka total aset yang dimiliki untuk menjalankan operasional perusahaan bisa memberikan laba bagi perusahaan. Perusahaan juga dianggap mengelola aset serta hutang yang dimiliki perusahaan dan juga aktivitas dari perusahaan secara baik. Semakin tinggi tingkat profitabilitas maka perusahaan biasanya melakukan pengungkapan secara luas untuk menarik perhatian dari pihak eksternal untuk menanamkan modal karena dianggap memiliki kinerja yang baik dan dapat menghasilkan laba. Return on Asset juga
Universitas Sumatera Utara
banyak digunakan karena rumus yang digunakan lebih mudah dimengerti, lebih luas digunakan serta alat ukur prestasi manajemen yang sensitif terhadap setiap kondisi keuangan perusahaan . 2.11 Ukuran KAP Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik dinyatakan bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah bentuk usaha yang didirikan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia dan telah mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini. Akuntan Publik memberikan jasa Asurans yang meliputi: a. Jasa audit atas informasi keuangan historis; b. Jasa reviu atas informasi keuangan historis dan; c. Jasa asurans lainnya Selain jasa diatas, akuntan publik juga bisa memberikan jasa audit lainnya yang berhubungan dengan akuntansi, manajemen, dan keuangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) no 20 tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik menyatakan bahwa pemberian jasa audit atas informasi keuangan historis terhadap suatu entitas, maka akuntan publik dibatasi paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturutturut. Entitas yang diaudit adalah Industri di sektor pasar modal, bank umum, dana pensiun, perusahaan asuransi/reasuransi dan Badan Usaha Milik Negara
Universitas Sumatera Utara
(BUMN). Namun akuntan publik kembali dapat memberikan jasa audit atas infromasi keuangan historis setelah 2 (dua) tahun buku berturut-turut tidak memberikan jasa tersebut. Kantor Akuntan Publik dapat berbentuk perseorangan, persekutuan perdata, firma, ataupun bentuk badan usaha lainnya yang sesuai dengan karakteristik profesi akuntan publik, yang diatur dalam undang-undang. KAP berbentuk perseorangan didirikan dan dikelola oleh seorang akuntan publik, sedangkan KAP yang berbntuk persekutuan perdata ataupun firma hanya dapat dikelola dan didirikan apabila sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari seluruh Rekan adalah akuntan publik. Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) biasanya diukur dan dilihat apakah Kantor Akuntan Publik yang melakukan audit atas entitas termasuk the big four atau non-the big four atau apakah KAP yang melakukan audit terafiliasi dengan the big four. Adapun KAP yang termasuk dalam kategori the big four adalah: a. Ernst & Young b. Deloitte Touche Tohmatsu c. KPMG d. Price Waterhouse and Coopers Sejarah keempat kantor akuntan tersebut adalah berasal dari Eropa. Price Waterhouse dan Deloitte didirikan di Inggris, sedangkan Ernst & Young didirikan oleh seorang akuntan dari Skotlandia. KPMG merupakan
Universitas Sumatera Utara
produk gabungan dari dua kantor akuntan besar di Belgia dan Belanda. Namun penghasilan terbesar KAP berada di Amerika Serikat. Sedangkan Kantor Akuntan Publik di Indonesia yang terafiliasi dengan the big four adalah: a. KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja – affiliate of Ernst & Young b. KAP Osman Bing Satrio – affiliate of Deloitte c. KAP Sidharta, Sidharta, Widjaja – affiliate of KPMG d. KAP Haryanto Sahari – affiliate of Price Waterhouse and Coopers 2.12
Penelitian Terdahulu
1. Siti Ulfah Chairani (2015), yang melakukan penelitian tentang “Pengaruh karakteristik perusahaan terhadap voluntary disclosure perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah voluntary disclosure perusahaan dengan variabel independen adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage dan tipe kepemilikan publik. Objek penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013 dengan sampel penelitian sebanyak 54 perusahaan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dinyatakan bahwa secara simultan semua variabel independen memiliki pengaruh positif dan siginifikan terhadap voluntary disclosure, sedangkan secara parsial hanya leverage yang memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap voluntary disclosure, sedangkan variabel lain yakni ukuran perusahaan,
Universitas Sumatera Utara
profitabilitas dan tipe kepemilikan publik tidak memiliki pengaruh terhadap voluntary disclosure. 2. Noor Laila Fitriana (2014), yang melakukan penelitian tentang “Faktorfaktor yang mempengaruhi luas pengungkapan sukarela dalam Annual Report”. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah luas pengungkapan sukarela dan yang menjadi variabel independen yaitu profitabilitas, ukuran KAP, proporsi dewan komisaris independen, ukuran perusahaan, umur perusahaan, leverage. Objek penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2012 dengan sampel penelitian sebanyak 49 perusahaan. Hasil dari penelitian ini bahwa profitabilitas, ukuran KAP dan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan sukarela, sedangkan leverage memiliki pengaruh yang negatif terhadap luas pengungkapan sukarela, untuk ukuran perusahaan dan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan sukarela. 3. Adhika Nirmalasari Ginting (2012) yang melakukan penelitian tentang “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur di Indonesia”. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah Indeks Pengungkapan Sukarela dan yang menjadi variabel independen yaitu profitabilitas, ukuran perusahaan, leverage, nilai perusahaan dengan menggunakan variabel kontrol yaitu proporsi kepemilikan manajemen dan indeks pengungkapan sukarela tahun sebelumnya. Objek dari
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 dan 2010 dengan sampel penelitian sebanyak 62 perusahaan. Hasil dari penelitian ini bahwa profitabilitas dan ukuran perusahaan mempengaruhi secara positif terhadap tingkat pengungkapan laporan tahunan perusahaan sedangkan leverage dan nilai perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan sukarela secara signifikan. Namun penelitian ini menemukan bahwa variabel kontrol yaitu proporsi kepemilikan manajemen dan indeks pengungkapan sukarela tahun sebelumnya memiliki pengaruh yang signifikan. 4. Ardi Murdoko Sudarmadji dan Lana Sularto (2007). Penelitian ini tentang “Pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, tipe kepemilikan perusahaan terhadap luas voluntary disclosure laporan keuangan tahunan”. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah luas voluntary disclosure dengan variabel independen adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan tipe kepemilikan perusahaan. Objek dan sampel dalam penelitian ini adalah 8 (delapan) perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur. Hasil dari penelitian ini bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan tipe kepemilikan perusahaan tidak memiliki pengaruh dalam luas voluntary disclosure. 5. Omar Juhmani (2013). Judul penelitian adalah “struktur kepemilikan dan pengungkapan sukarela perusahaan : bukti dari Bahrain”. Dalam penelitian ini struktur kepemilikan yaitu kepemilikan pemegang saham, kepemilikan manajerial dan kepemilikan publik sebagai variabel
Universitas Sumatera Utara
independen, sedangkan variabel kontrol dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Objek penelitian ini yaitu 41 (empat puluh satu) perusahaan yang ada di Bahrain yang dilakukan dengan pengumpulan data. Hasil dari penelitian ini bahwa struktur kepemilikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Selanjutnya ukuran perusahaan dan leverage berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pengungkapan sukarela. 6. Wahyuni Wijayanti (2013) yang melakukan penelitian tentang “Analisis pengaruh Corporate Governance dan karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) dalam laporan tahunan”. Dalam penelitian ini pengungkapan sukarela sebagai variabel dependen. Adapun yang menjadi variabel independen adalah proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage. Objek dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2009-2011. Penelitian ini menggunakan 58 (lima puluh delapan) perusahaan manufaktur yang telah diseleksi menjadi sampel. Hasil dari penelitian ini bahwa ukuran perusahaan berpengaruh secara positif dan signifikan sedangkan leverage berpengaruh secara negatif dan signifikan. Sedangkan untuk variabel proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan
Universitas Sumatera Utara
komisaris dan profitabilitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan. 7. Firda Amalia (2011). Penelitian ini berjudul “Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan voluntary disclosure ( pengungkapan sukarela) atas biaya audit yang dibayarkan pada auditor eksternal”. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keputusan pengungkapan sukarela atas biaya audit yang dibayarkan pada auditor eksternal, sedangkan variabel independen yaitu biaya politis, komite audit dan ukuran kantor akuntan publik (KAP). Objek penelitian adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009 dan sampel penelitian terdiri dari 33 ( tiga puluh tiga ) perusahaan. Adapun hasil dari penelitian ini bahwa variabel biaya politis, komite audit, dan ukuran KAP baik secara parsial
maupun
simultan
tidak
berpengaruh
terhadap
keputusan
pengungkapan sukarela atas biaya audit yang dibayarkan pada auditor eksternal. 8. Ibrahim M. Sweiti dan Osama F. Attayah (2013). Penelitian ini berjudul “Critical Factors Influencing Voluntary Disclosure: The Palestine Exchange
“PEX”.
Variabel
dependen
dalam
penelitian
ini
adalah voluntary disclosure, sedangkan variabel independen yang digunakan yaitu non-executive directors, audit committee, board size, number of shareholder, board activity. Objek penelitian ini adalah 48 perusahaan yang terdaftar di Palestine Exchange tahun 2011. Hasil dari penelitian ini bahwa non-executive directors, audit committee, board size,
Universitas Sumatera Utara
number of shareholder memiliki pengaruh positif terhadap voluntary disclosure sedangkan board size tidak memliki pengaruh terhadap voluntary disclosure. Tabel 2.1
No 1
2
Nama Peneliti Siti Ulfah Chairani (2015)
Noor Laila Fitriana (2014)
Ringkasan Penelitian Terdahulu Variabel Hasil Penelitian Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dinyatakan bahwa secara simultan semua variabel independen memiliki pengaruh positif dan siginifikan terhadap voluntary disclosure, sedangkan secara parsial hanya leverage yang memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap voluntary disclosure, sedangkan variabel lain yakni ukuran perusahaan, profitabilitas dan tipe kepemilikan publik tidak memiliki pengaruh terhadap voluntary disclosure. Hasil dari penelitian ini bahwa Dependen: Luas pengungkapan profitabilitas, ukuran KAP dan sukarela proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap luas Independen: Profitabilitas, ukuran pengungkapan sukarela, sedangkan KAP, proporsi dewan leverage memiliki pengaruh yang komisaris independen, negatif terhadap luas pengungkapan ukuran perusahaan, sukarela, untuk ukuran perusahaan umur perusahaan, dan umur perusahaan tidak leverage. berpengaruh terhadap luas pengungkapan sukarela. Dependen: Voluntary Disclosure Independen: Ukuran perusahaan,profitabilitas, leverage dan tipe kepemilikan publik
Universitas Sumatera Utara
No 3
Nama Peneliti Adhika Nirmalasari Ginting (2012)
4
Ardi Murdoko Sudarmadji dan Lana Sularto (2007)
5
Omar Juhmani (2013)
Variabel
Hasil Penelitian
Dependen: Indeks perngungkapan sukarela Independen: Profitabilitas, ukuran perusahaan, leverage, nilai perusahaan Kontrol: Proporsi kepemilikan manajemen dan indeks pengungkapan sukarela tahun sebelumnya.
Hasil dari penelitian ini bahwa profitabilitas dan ukuran perusahaan mempengaruhi secara positif terhadap tingkat pengungkapan laporan tahunan perusahaan sedangkan leverage dan nilai perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan sukarela secara signifikan. Namun penelitian ini menemukan bahwa variabel kontrol yaitu proporsi kepemilikan manajemen dan indeks pengungkapan sukarela tahun sebelumnya memiliki pengaruh yang signifikan.
Dependen: Voluntary Disclosure Independen: Ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan tipe kepemilikan perusahaan Dependen: Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) Independen: struktur kepemilikan (kepemilikan pemegang saham, kepemilikan manajerial dan kepemilikan publik) Kontrol: Ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage
Hasil dari penelitian ini bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan tipe kepemilikan perusahaan tidak memiliki pengaruh dalam luas voluntary disclosure.
Hasil dari penelitian ini bahwa struktur kepemilikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Selanjutnya ukuran perusahaan dan leverage berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pengungkapan sukarela.
Universitas Sumatera Utara
No
Nama Peneliti
Variabel
Hasil Penelitian
6
Wahyuni Wijayanti (2013)
Dependen: Pengungkapan sukarela Independen: proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage.
Hasil dari penelitian ini bahwa ukuran perusahaan berpengaruh secara positif dan signifikan sedangkan leverage berpengaruh secara negatif dan signifikan. Sedangkan untuk variabel proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan profitabilitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan.
7
Firda Amalia (2011)
Dependen: Keputusan pengungkapan sukarela atas biaya audit yang dibayarkan pada auditor eksternal Independen: Biaya politis, komite audit dan ukuran kantor akuntan publik (KAP)
Hasil dari penelitian ini bahwa variabel biaya politis, komite audit, dan ukuran KAP baik secara parsial maupun simultan tidak berpengaruh terhadap keputusan pengungkapan sukarela atas biaya audit yang dibayarkan pada auditor eksternal.
8
Ibrahim M. Sweiti dan Osama F. Attayah (2013)
Dependen: Voluntary Disclosure Independen: non-executive directors, audit committee, board size, number of shareholder, board activity
Hasil dari penelitian ini bahwa nonexecutive directors, audit committee, board size, number of shareholder memiliki pengaruh positif terhadap voluntary disclosure sedangkan board size tidak memliki pengaruh terhadap voluntary disclosure.
Sumber: Diolah oleh peneliti 2.13
Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang dibuat untuk mengetahui hubungan atau kaitan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang ada dalam penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Audit Committee, Ukuran Perusahaan, Profitability terhadap Voluntary Disclosure dengan Ukuran KAP sebagai Variabel Moderating Ukuran KAP (X4) Audit Committee (X1)
H1
Ukuran Perusahaan (X2)
H2
Profitability (X3)
H5
H6
Voluntary Disclosure H7
(Y)
H3 H4
Menurut Ginting (2012) dalam penelitiannya terdapat bahwa variabel profitabilitas dan ukuran perusahaan berpengaruh secara positif terhadap pengungkapan sukarela, namun hal berbeda terdapat di dalam penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2013) bahwa profitabilitas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela. Penelitian yang dilakukan oleh Sudarmadji dan Sularto (2007) menyatakan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage dan tipe kepemilikan perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap voluntary disclosure mungkin hal ini dapat terjadi karena terlalu minimnya objek penelitian yang digunakan oleh peneliti sehingga hasil yang didapat tidak
Universitas Sumatera Utara
maksimal. Menurut Fitriana (2014) dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ukuran KAP memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela namun hasil yang berbeda dapat dilihat dalam penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2011) yang menyatakan bahwa ukuran KAP tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan sukarela. Komite audit (audit committee) memiliki fungsi untuk membantu dewan komisaris dalam mengawasi perusahaan. Dalam peraturan yang dikeluarkan oleh BAPEPAM, bahwa tugas dan fungsi komite audit juga menganalisa laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Maka perusahaan harus melakukan pengungkapan yang sebenarnya dalam laporan keuangan. Komite audit juga mengawasi aktivitas operasi perusahaan dan juga menganalisa temuan oleh audit internal sehingga memperkecil kemungkinan kecurangan dalam pengungkapan. Komite Audit juga diharapkan bisa membantu direksi perusahaan untuk menjaga transparansi perusahaan Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) pada zaman sekarang dianggap penting bagi pihak perusahaan maupun pihak investor. Diharapkan dengan adanya pengungkapan secara sukarela yang dilakukan oleh perusahaan, bisa mengurangi asimetri informasi yang terjadi antara investor dan
manajemen
perusahaan
karena
pengungkapan
yang
dilakukan
diharapkan bisa menjawab semua rasa ingin tahu yang ada pada investor. Pengungkapan sukarela sangat membantu pihak investor maupun perusahaan dalam pengambilan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
Ukuran KAP juga menjadi salah satu acuan dalam tingkat pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan. Biasanya perusahaan besar akan memakai KAP yang telah dikenal dan dipercaya oleh banyak pihak termasuk oleh para investor agar pengungkapan yang dinyatakan tidak menimbulkan keraguan bagi para investor. Begitu juga dengan jajaran komite audit perusahaan juga akan menyarankan pada dewan komisaris untuk menggunakan kantor akuntan publik yang terpercaya dan independen agar laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan bisa dipertanggung jawabkan. Jika suatu perusahaan memiliki tingkat profitabilitas yang baik maka juga akan melakukan audit menggunakan kantor akuntan publik yang terpercaya agar data dan pengungkapan yang dihasilkan terhadap rasio laba perusahaan di dalam laporan keuangan ataupun laporan tahunan juga akurat dan bisa diketahui dari mana sumber laba tersebut didapatkan. Kantor Akuntan Publik yang digunakan oleh perusahaan terutama yang go public biasanya mengacu pada afiliasi dari The Big Four. Penggunaan Kantor Akuntan Publik besar dikarenakan
sudah
memiliki
standar
yang
sesuai
dengan
syarat
pengungkapan terhadap laporan keuangan perusahaan. 2.14 Hipotesis Penelitian Berdasarkan dengan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1:
Audit
Committee
berpengaruh
terhadap
voluntary
disclosure
(pengungkapan sukarela)
Universitas Sumatera Utara
H2:
Ukuran
Perusahaan
berpengaruh
terhadap
voluntary
disclosure
(pengungkapan sukarela) H3: Profitability berpengaruh terhadap voluntary disclosure (pengungkapan sukarela) H4: Audit Committee, Ukuran Perusahaan, Profitability berpengaruh secara simultan terhadap voluntary disclosure (pengungkapan sukarela) H5: Ukuran KAP memoderasi hubungan antara audit committee terhadap voluntary disclosure (pengungkapan sukarela) H6: Ukuran KAP memoderasi hubungan antara ukuran perusahaan terhadap voluntary disclosure (pengungkapan sukarela) H7: Ukuran KAP memoderasi hubungan antara profitability terhadap voluntary disclosure (pengungkapan sukarela)
Universitas Sumatera Utara