Bab 4 Simpulan dan Saran
4.1 Simpulan Setelah melakukan analisis pada bab 3 sebelumnya, penulis membuat simpulan mengenai faktor-faktor psikologis yang berkaitan dengan hikikomori pada kasus-kasus remaja di Jepang tahun 2002 sampai dengan tahun 2006. Berdasarkan analisis penulis terhadap lima kasus mengenai hikikomori di Jepang yang diangkat dari beberapa artikel pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, penulis menyimpulkan hikikomori banyak terjadi diakibatkan tekanan sekolah. Dari lima kasus yang penulis angkat, terdapat bermacam-macam permasalahan yang mengakibatkan para siswa menjadi seorang hikikomori. Tetapi, berdasarkan analisis, hikikomori terjadi karena timbulnya masalah psikologi berupa fobia sekolah atau rasa takut terhadap sekolah. Kasus pertama yang telah dianalisis penulis pada bab 3 adalah mengenai seorang anak laki-laki yang mengurung dirinya di dapur rumahnya selama tiga tahun sejak ia berusia 14 tahun. Anak laki-laki tersebut menjadi seorang hikikomori disebabkan oleh masalah yang berhubungan dengan sekolah, yaitu ijime (perlakuan tidak menyenangkan dengan memperdaya, menganiaya dan melecehkan). Sejak mengalami ijime dari teman-teman sekolahnya, ia mulai melakukan toukoukyohi atau school refusal. Kemudian, karena merasa keberadaannya tidak berguna dan selalu dilecehkan oleh lingkungan, ia menderita social anxiety yang menjadikannya selalu merasa takut berhadapan dengan semua orang karena hilangnya rasa percaya diri.
42
Hal tersebut dikarenakan teman-teman sebaya bagi seorang siswa merupakan salah satu aspek khusus lingkungan sekolah yang berpengaruh pada keadaan emosionalnya. Pada kasus ini, penulis menyimpulkan bahwa terdapat kaitan antara fobia sekolah dengan hikikomori. Ia menjadi seorang hikikomori dikarenakan pada awalnya mengalami social anxiety sehingga ia menjadi fobia sekolah akibat tindakan ijime yang dialaminya. Kasus kedua mengenai seorang anak laki-laki bernama Hirokatsu Kobayashi yang menjadi seorang hikikomori selama tujuh tahun sejak ia gagal dalam melewati ujian masuk SMA. Ia tidak hanya mengasingkan dirinya dari kehidupan sosial, tetapi juga sering melakukan tindakan kekerasan terhadap keluarganya. Pada kasus ini, penulis menyimpulkan adanya tekanan sekolah yang dialami Hirokatsu dalam gogatsu byo yang berupa kegagalan dalam menempuh ujian masuk SMA, hingga membuatnya menjadi seorang social anxiety dan mengalami fobia sekolah. Perasaan takut terhadap sekolah maupun terhadap orang-orang di sekelilingnya karena hidupnya berubah dari yang ia rencanakan mendorongnya menjadi seorang hikikomori untuk menjauhi persoalan berupa tekanan yang sedang dihadapi. Kasus ketiga mengenai laki-laki bernama Kenichi Ito, yang menjadi seorang hikikomori sejak ia dikeluarkan dari SMA dan tidak mendapatkan pekerjaan paruh waktu untuk membantu perekonomian keluarganya yang semakin memburuk. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1984, yang berarti ia sudah mengasingkan dirinya selama lebih dari dua puluh tahun. Pada suatu hari Kenichi keluar dari kamarnya lalu mencekik kedua orangtuanya hingga tewas. Kenichi sebenarnya memiliki tujuan yang baik, ia ingin membantu perekonomian keluarga. Akan tetapi, ia selalu gagal dalam mendapatkan pekerjaan paruh waktu yang 43
diinginkannya, kemudian ia membunuh kedua orangtuanya dengan tujuan agar tidak harus terus-menerus merasa khawatir karena tidak mampu mewujudkan harapan kedua orangtuanya. Dalam kasus ini, penulis menyimpulkan tekanan sekolah berupa dikeluarkannya ia dari sekolah adalah penyebab utama yang membuatnya mengalami social anxiety sehingga takut untuk berhadapan dengan orang lain, kemudian mengalami fobia sekolah, sampai akhirnya menjadi seorang hikikomori hingga lebih dari dua puluh tahun yang menjadikannya sulit membangun kembali kepercayaan diri untuk masuk ke dalam kehidupan sosialnya. Kasus keempat tentang Hiroshi, seorang mahasiswa yang menjadi hikikomori selama dua tahun sejak ia berusia 24 tahun. Orangtuanya sangat berharap besar dengan mengharuskannya belajar keras di universitas. Sejak mengalami kegagalan dalam ujian presentasi lisan kenaikan tingkat, Hiroshi menjadi seorang penyendiri yang mengasingkan dirinya dari kehidupan sosial. Dalam kasus ini, penulis menyimpulkan adanya faktor-faktor psikologis yang menyebabkan Hiroshi menjadi seorang hikikomori. Ia menjadi fobia terhadap sekolah karena merasa putus asa pada kegagalannya melewati ujian presentasi lisan kenaikan tingkat. Fobia sekolah tersebut juga melibatkan faktor social anxiety yang juga disebut sebagai konsep taijin kyofusho oleh masyarakat Jepang, sebagai suatu bentuk ketakutan berhadapan dengan orang lain dikarenakan berbagai masalah yang tengah dihadapinya. Bentuk ketakutan tersebut disebabkan ia selalu berpikir negatif mengenai dirinya sendiri yang akhirnya membuat rasa percaya dirinya hilang dan merasa hidupnya tidak bermakna, sehingga ia menjadi seorang hikikomori.
44
Kasus kelima mengenai seorang anak berumur 14 tahun bernama Ken Murakami yang menjadi seorang hikikomori sejak empat tahun yang lalu. Suatu hari ia mengeluh pada sahabatnya yang bernama Atsushi bahwa ia merasa kesal kepada guru matematikanya yang selalu memberinya banyak tugas. Ia sangat percaya kepada Atsushi bahwa ia tidak akan memberi tahu mengenai rasa kesalnya kepada siapapun. Akan tetapi, kabar tesebut sudah menyebar dan sang guru yang mengetahui hal tersebut merasa tersinggung dan marah, yang kemudian membuatnya dijauhi oleh teman-teman sekelasnya. Hal ini membuatnya merasa tertekan dan tidak percaya pada orang lain yang membuatnya mengasingkan diri dari kehidupan sosial. Dalam kasus ini, penulis menyimpulkan adanya kaitan antara hikikomori dengan fobia sekolah yang dialami Ken Murakami. Ia melakukan school refusal atau biasa disebut toukoukyohi oleh masyarakat Jepang yang disebabkan ia mengalami social anxiety akibat tindakan ijime dari teman-temannya, dan juga rasa takut terhadap guru matematikanya. Hingga akhirnya ia menderita fobia sekolah lalu mengasingkan diri dari kehidupan sosial untuk menjadi seorang hikikomori akibat adanya berbagai permasalahan tersebut. Untuk mempermudah pembaca dalam memahami simpulan dalam skripsi ini, penulis menyimpulkan dalam tabel sebagai berikut:
Kasus ke-
Nama
1
-
2 3
Jenis Kelamin
Usia 14 Laki-laki tahun
15/16 Hirokatsu Laki-laki tahun 17/18 Kenichi Laki-laki tahun
Jangka Tingkat Waktu Pendidikan Hikikomori SMP
3 tahun
Lulus SMP
7 tahun
SMA
20 tahun
Latar Belakang Hikikomori Fobia sekolah akibat tindakan ijime Fobia sekolah akibat kegagalan dalam ujian masuk SMU Fobia sekolah akibat di keluarkan dari sekolah
45
4
Hiroshi
5
Ken
24 Laki-laki tahun 14 Laki-laki tahun
Universitas
2 tahun
SMP
4 tahun
Fobia sekolah akibat kegagalan dalam ujian kenaikan tingkat Fobia sekolah akibat tindakan ijime
4.2 Saran Penulis menyarankan untuk penelitian berikutnya agar dapat lebih spesifik lagi mengenai penanganan bagi para pelaku hikikomori untuk keluar dari tempat pengasingannya.
46