48
BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN
4.1
Simpulan Setelah menganalisa sejumlah buku pelajaran Mandarin terbitan dari 4 negara yang dikaitkan dengan teori pedoman penyusunan buku pelajaran Mandarin menurut Liu Xun dalam bukunya yang berjudul “Hanyu Zuowei Di Er Yuyan Jiaoxue Jianlun” terbitan Universitas Bahasa dan Budaya Beijing, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa buku ‘Hao Xuesheng Huawen’ ≪好学生华 文≫ terbitan Singapura lebih menitikberatkan materi pada teks pelajaran serta penulisan hanzi. Buku terbitan Singapura jilid 1 ini kurang mengajarkan dasar percakapan dalam Bahasa Mandarin, sehingga butuh inisiatif dari pihak pengajar untuk menambahkannya. Secara singkat komposisinya terdiri dari teks pelajaran, daftar kosakata, latihan membaca hanzi dan pinyin, daftar arti kosakata serta latihan singkat menulis hanzi. Lalu mengenai buku ‘Huawen Jiaoshi ’≪华文教室≫ terbitan Malaysia, penulis dapat menyimpulkan bahwa materi buku dititikberatkan pada pengenalan siswa terhadap kosakata berbentuk hanzi melalui ilustrasi. Dalam buku terbitan Malaysia yang penulis analisa, tidak ditemukan percakapan dasar sehari-hari yang melatih siswa untuk berkomunikasi dengan bahasa Mandarin ataupun latihan menulis hanzi. Secara singkat, komposisinya terdiri atas pengenalan kosakata tunggal, menjelaskan gambar dan tinjauan.
49
Setelah menganalisa buku ‘Wǒ de Hànyǔ’ ≪我的汉语≫ terbitan Indonesia, maka penulis menyimpulkan bahwa buku ini lebih menitikberatkan pada latihan dasar percakapan Mandarin. Secara singkat komposisi materinya adalah: pengenalan kosakata, pengenalan kalimat, percakapan dasar, teks pelajaran, tata bahasa dan latihan-latihan. Mengenai buku ‘Hanyu’ ≪汉语≫ terbitan China, setelah melakukan analisa, penulis dapat simpulkan bahwa buku ini menitikberatkan pada kemampuan siswa untuk menyusun kalimat, membaca dan menulis hanzi. Secara singkat komposisi materinya adalah: pengenalan bentuk hanzi, perluasan kata menjadi kalimat, teks pelajaran, daftar kosakata serta urutan guratan hanzi. Dari keempat jenis buku di beberapa 20 sekolah dasar swasta di Jakarta Barat yang telah penulis analisa tersebut, maka secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa materi buku pelajaran Mandarin kelas 1 yang digunakan di sekolah dasar yang satu dengan sekolah yang lain, terdapat perbedaan yang dirasa sangat jauh. Lalu mengenai pendidikan bahasa Mandarin di sekolah dasar Jakarta, penulis simpulkan bahwa pada saat ini baru kurikulum bahasa Inggris yang sudah disusun dan digunakan hampir seluruh tingkatan sekolah di Jakarta, sedangkan kurikulum Mandarin di sekolah dasar belum tersedia. Itu sebabnya, pelajaran bahasa Mandarin baru dijalankan oleh sebagian sekolah dasar swasta atas prakarsa sendiri, sebagai intrakurikuler atau ekstrakurikuler. Dari semua analisa yang dilakukan, baik analisa data wawancara serta analisa buku yang digunakan, penulis dapat simpulkan bahwa sebagian besar
50
sekolah-sekolah tersebut menggunakan buku pelajaran Mandarin terbitan luar negeri. Jika diurutkan adalah terbitan Malaysia terbanyak, kedua Singapura dan China, lalu yang ketiga adalah buku terbita lokal. Setelah penulis menyimpulkan hasil wawancara, ternyata alasan mereka menggunakan buku terbitan Singapura atau Malaysia adalah karena dirasa lebih mudah dimengerti dan kualitas fisik buku yang menarik, jika dibandingkan buku terbitan China yang mereka rasa masih sulit untuk diikuti oleh anak sekolah dasar ditambah kualitas fisik buku dengan pengaturan gambar dan warna yang masih kurang. Sedangkan mengenai buku pelajaran Mandarin terbitan lokal, penulis dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar dari 20 sekolah kurang berminat untuk menggunakan buku pelajaran Mandarin terbitan lokal, karena materi dirasa belum dapat menyamai standar pengajaran bahasa Mandarin. Beberapa dari pihak sekolah beralasan bahwa buku terbitan lokal masih terdapat kesalahan pengetikan hanzi atau kesalahan susunan tata bahasa, penggunaan kata dan kalimat Mandarin, sehingga mereka enggan menggunakannya. Pandangan masyarakat terhadap produk lokal pada umumnya masih cenderung negatif, sebaliknya pandangan terhadap produk luar negeri dirasa lebih mantap dan sesuai, padahal belum tentu demikian halnya. Setelah penulis mengadakan wawancara kepada 20 sekolah dasar swasta di Jakarta Barat, beberapa dari mereka yang menggunakan buku terbitan luar negeri mengaku masih menemukan kesulitan untuk menyesuaikan materi buku terbitan luar negeri tersebut dengan kemampuan dan latar belakang para siswanya dalam belajar bahasa Mandarin sebagai bahasa kedua. Singkat kata, buku-buku pelajaran Mandarin yang digunakan di 20 sekolah dasar swasta Jakarta Barat yang penulis survai mayoritas adalah terbitan
51
luar negeri.
Namun ada kelebihan dan kekurangan dari penggunaan buku
terbitan luar negeri, setidaknya pendekatan jauh berbeda jika dibandingkan dengan buku terbitan lokal, baik pendekatan latar belakang maupun sosial budaya di Indonesia.
Menurut mereka, di satu sisi, buku terbitan luar negeri
lebih akurat bila dibandingkan dengan buku terbitan lokal, baik masalah tata bahasa maupun kosakata dan bentuk kalimat Mandarin. Namun di sisi lain, buku lokal memiliki pendekatan yang seharusnya lebih pas dengan kondisi / latar belakang siswa di Indonesia yang mempelajari bahasa Mandarin sebagai bahasa kedua.
Setelah mewawancarai seluruh responden, beberapa diantara mereka
mengatakan bahwa kendala yang dihadapi sekarang ini adalah masih jarangnya buku pelajaran Mandarin terbitan lokal yang mendapat perhatian khusus dari pihak pengajar atau sekolah dasar untuk digunakan sebagai bahan pelajaran Mandarin di sekolah.
Hal ini disebabkan masih kurangnya sumber daya
penyusun lokal serta beberapa kelemahan lain yang telah penulis sebutkan diatas.
4.2
Saran Setelah menganalisa dan menyimpulkan materi buku pelajaran Mandarin yang digunakan di 20 sekolah dasar swasta kelas 1 Jakarta Barat, ternyata penulis masih menemukan kelemahan dari materi masing-masing buku dan kebanyakan sekolah yang disurvai hanya berpatokan pada satu buku pelajaran Mandarin, maka penulis menyarankan kepada seluruh pihak sekolah, selama belum terbentuknya standar baku bahan pelajaran Mandarin, agar tidak hanya berpatokan pada satu buku pelajaran yang mereka gunakan saja, namun juga mempertimbangkan materi yang ada di buku lain, dengan demikian dapat saling
52
melengkapi materi. Setelah mengadakan penelitian, penulis merasa belum ada keseragaman antara materi buku-buku pelajaran Mandarin yang digunakan, maka penulis menyarankan agar para guru Mandarin yang ada di seluruh Indonesia umumnya atau Jakarta khususnya, melalui departemen pendidikan Indonesia dan bekerja sama dengan tim penyusun bahan pelajaran Mandarin dari China untuk segera menyusun standar materi buku pelajaran Mandarin yang diperuntukkan anak tingkat sekolah dasar di Indonesia. Memang kemampuan masing-masing siswa dalam belajar bahasa Mandarin berbeda, kebanyakan sekolah menggunakan buku yang tingkat kesulitan materinya telah disesuaikan dengan kondisi kemampuan dan latar belakang siswa dalam belajar bahasa Mandarin. Dengan kata lain, jika dalam satu sekolah mayoritas para siswa dari awal sudah memiliki dasar dalam berbahasa Mandarin, maka pihak sekolah akan menggunakan buku dengan tingkat kesulitan materi yang agak tinggi, dan sebaliknya jika mayoritas para siswa sama sekali belum memiliki dasar berbahasa Mandarin, maka pihak sekolah akan menggunakan buku yang materinya lebih sederhana, dengan maksud agar dapat diikuti oleh para siswa. Dengan demikian, jika forum diskusi tersebut sungguh sudah terlaksana, penulis menyarankan agar standar bahan pelajaran disusun sedemikian rupa agar sesuai untuk digunakan baik siswa sekolah dasar yang sudah dan belum memiliki dasar dalam bahasa Mandarin. Dari sekolah dasar yang penulis survai, ternyata mayoritas dari mereka hanya menyediakan 1 jam pelajaran Mandarin selama sepekan, menurut pendapat pribadi para guru bahasa Mandarin yang penulis wawancara, hal ini
53
sangat berpengaruh terhadap keefektifan buku.
Waktu yang hanya 1 jam
pelajaran dalam sepekan tidak akan cukup untuk menyelesaikan materi satu buku pelajaran dalam 1 tahun, selain itu para murid kelas 1 biasanya lebih mudah melupakan pelajaran minggu lalu. Menurut teori yang telah penulis kutip di muka, pengajaran bahasa asing akan berhasil jika diajarkan selama 6 tahun dengan 4 atau 5 jam seminggu, maka dari itu penulis menyarankan kepada sekolah-sekolah yang hanya menyediakan waktu 1 jam pelajaran Mandarin sepekan setidaknya meningkatkan menjadi 3 jam pelajaran dalam sepekan, sehingga semua materi buku pelajaran dapat diserap dan habis dipelajari siswa selama 1 tahun ajaran. Akhir kata, setelah mengetahui kondisi materi buku pelajaran Mandarin yang digunakan di sekolah dasar swasta kelas satu dengan Jakarta Barat sebagai wilayah sampling, penulis sangat berharap agar dalam waktu yang akan datang, pemerintah memberikan perhatian penuh terhadap pendidikan bahasa Mandarin, baik di Jakarta maupun di seluruh Indonesia dengan secepatnya merealisasikan standar baku materi buku pelajaran atau kurikulum Mandarin di setiap tingkat pendidikan. Sehingga dengan demikian, generasi penerus di Indonesia bukan saja dapat mengenal tetapi juga dapat menguasai bahasa Mandarin sebagai bahasa kedua mereka.