BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN
4.1
Simpulan Masyarakat Jepang di kenal sebagai suatu masyarakat yang memegang kuat
nilai-nilai tradisionalnya. Sebelum Perang Dunia II, sistem keluarga Jepang didasarkan pada ie. Ie adalah sistem keluarga tradisonal Jepang. Ie dipimpin oleh seorang kepala yang disebut kachoo. Kepemimpinan ie ini biasanya akan digantikan oleh anak laki-laki pertama. Kepala keluarga mempunyai kekuasaan terhadap para anggota keluarganya, termasuk dalam memilih pasangan perkawinan bagi para anggota keluarganya. Perkawinan merupakan rencana untuk meneruskan keturunan untuk menjaga kesinambungan satu keluarga. Di Jepang perkawinan dilakukan untuk mempertahankan kelangsunngan ie. Kepala keluarga (kachoo) mempunyai kuasa untuk memutuskan kapan dan dengan siapa anggota keluarganya tersebut menikah. Dengan kata lain, perkawinan pada saat itu lebih didasarkan pada perjodohan (miai kekkon) bukan oleh daya tarik dan cinta. Setelah Perang Dunia II, terjadi perubahan dalam undang-undang mengenai sistem keluarga di Jepang yang menyatakan bahwa perkawinan dilaksanakan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak dan persamaan hak antara suami dan isteri (Shigetaka Fukuchi, 1972:269). Sejak adanya perubahan undang-undang tersebut, kini perkawinan telah menjadi urusan setiap individu, kapan dan dengan siapa individu tersebut akan menikah, mereke sendirilah yang menentukannya. Dengan perubahan tersebut, perkawinan berdasarkan daya tarik atau cinta yang dalam bahasa Jepang disebut dengan ren’ai kekkon pun menjadi semakin populer di kalangan masyarakat.
39 Sebelum tahun 1946, di Jepang terjadi diskriminasi yang kuat antara pria dan wanita, terutama dalam bidang pendidikan. Pada masa itu, wanita tidak dapat menerima pendidikan yang sama dengan pria, mereka hanya diberikan pendidikan terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan rumah tangga. Pengaruh Amerika dalam merubah sistem pendidikan Jepang sangat besar. Setelah tahun 1946 terjadi perbaikan dalam undang-undang mengenai sistem pendidikan Jepang. Sejak itu, pendidikan Jepang mengalami perkembangan pesat dan kaum wanita pun dapat mengikuti kesempatan pendidikan yang sama dengan pria. Tiga puluh lima tahun yang lalu di Jepang, seorang wanita muda diharapkan menikah pada usia antara 20-24 tahun. Apabila mereka pada usia tersebut belum menikah, akan dianggap aneh atau sebagai barang yang tidak laku oleh lingkungannya. Namun, akhir-akhir ini tekanan masyarakat kepada wanita untuk menikah pada umur tertentu dan kesadaran untuk menikah pada umur layak nikah di Jepang semakin melemah. Saat ini, banyak wanita Jepang yang menunda perkawinannya. Perkembangan pendidikan dan kemudahan-kemudahan yang dapat diterima oleh wanita Jepang telah membuat wawasan dan pandangan mereka luas dan terbuka. Kini, bagi wanita Jepang perkawinan merupakan salah satu pilihan dari sekian banyak pilihan yang tersedia. Perbaikan undang-undang
terutama dalam mengenai perkawinan dan
pendidikan, telah membuat masyarakat Jepang mengalami suatu transformasi. Sekarang ini masyarakat Jepang menjadi lebih demokratis dan pandangan mereka terhadap wanita bahwa wanita itu lemah dan hanya dapat menjadi ibu rumah tangga yang baik dengan menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk urusan rumah tanggga, semakin lama
40 semakin terkikis. Kemudian, masyarakat pun mulai berpandangan bahwa wanita dan pria itu sama martabatnya dan memiliki hak yang sama. Dari berbagai kasus yang penulis analisis tentang penyebab penundaan perkawinan oleh wanita Jepang, sebagian besar disebabkan oleh faktor pendidikan tinggi dan tingkat kesuksesan yang dapat diterima dan diraih oleh wanita Jepang saat ini. Kemudian dari berbagai sumber yang penulis dapat mengenai jawaban mereka atas pertanyaan kenapa wanita Jepang saat ini menunda perkawinannya sebesar 40 % karena di antara mereka masih ingin belajar, bekerja dan menikmati hobi. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan, membuat semakin besar keinginan wanita untuk terjun ke tengah masyarakat. Saat ini bagi wanita Jepang bekerja bukan lagi sebagai suatu kewajiban, melainkan suatu pilihan. Sejak perusahaanperusahaan mulai menerima pekerja wanita lulusan universitas, telah mendorong wanita Jepang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kini, wanita Jepang ingin mengembangkan potensinya secara maksimal. Kesuksesan dan penghasilan tinggi yang mereka dapat, membuat mereka menjadi wanita yang mandiri. Hal tersebut terlihat dari 24% alasan mereka menunda perkawinannya karena tanpa ikatan perkawinan mereka dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Saat ini, pandangan tradisional bahwa wanita Jepang harus menikah pada usia layak nikah antara 20-24 mulai terkikis dan penundaan perkawinan ini telah berpangaruh terhadap populasi Jepang. Saat ini wanita Jepang tidak lagi ingin menjadi wanita yang menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk menjadi ibu rumah tangga. Akan tetapi, wanita Jepang modern selain menjadi ibu rumah tangga, mereka juga berharap tetap dapat mengembangkan karirnya dalam dunia kerja. Mereka tidak lagi mau sepenuhnya
41 bergantung pada suami tetapi mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga memiliki potensi yang besar baik dalam pendidikan dan juga dalam dunia kerja. Diskriminasi dan keterbatasan yang dialami oleh wanita Jepang pada generasi terdahulu, telah membuat wanita Jepang pada generasi sekarang ini untuk lebih lama lagi menikmati kebebasan yang mereka terima lebih lama dengan melakukan berbagai hal yang mereka sukai dan mendukung dalam mengembangkan potensinya. Dari uraian-uraian yang telah dikemukan oleh penulis melalui data-data berupa buku panduan dari pendapat-pendapat para ahli dalam bidang ini, dan beberapa kasus mengenai beberapa wanita Jepang menunda perkawinannya yang penulis dapatkan dari beberapa artikel, penulis menarik kesimpulan bahwa penundaan perkawinan yang banyak terjadi pada wanita Jepang saat ini disebabkan oleh faktor pendidikan tinggi dan tingkat kesuksesan. Pendidikan tinggi yang diterima oleh wanita Jepang telah memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupannya. Melalui pendidikan, mereka dapat belajar membebaskan dirinya sebagai seorang manusia yang seutuhnya secara individu, mengenai persamaan martabat, kebebasan memilih dan membuat mereka lebih berpikiran maju. Kemudian, tingkat kesuksesan yang mereka capai telah membuat mereka menjadi wanita yang mandiri dan percaya diri. Tingkat kesuksesan wanita Jepang telah menjadi cermin bagi masyarakat bahwa kaum wanita juga memiliki potensi yang besar dan dapat sukses tanpa bergantung pada seorang pria. Perbedaan gender antara pria dan wanita di kalangan masyarakat Jepang yang telah menjalani proses waktu yang panjang telah mulai melemah dan kaum pria Jepang pun mulai belajar menghormati kaum wanita dengan persamaan hak asasi manusia.
42
4.2
Saran Penundaan perkawinan pada wanita Jepang yang terus meningkat jumlahnya,
pemerintah harus lebih memperhatikan kaum wanita karena penundaan perkawinannya ini mengakibatkan turunnya jumlah populasi. Jika jumlah populasi terus menurun, negara Jepang tidak akan mendapat generasi-generasi baru untuk menjaga dan memajukan negaranya. Pria Jepang saat ini harus dapat berpikiran lebih modern terhadap kaum wanita dengan tetap terus mendukung perkembangan karirnya disamping posisinya sebagai seorang istri. Selain itu, pria Jepang saat ini diharapkan mau tahu dan dapat membantu dalam pekerjaan rumah tangga karena wanita Jepang saat ini berharap adanya kerjasama antara suami dan isteri. Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mencari sumber-sumber data dari perpustakaan Japan Foundation karena disana banyak buku-buku yang membahas masalah perkembangan pendidikan dan penyebab penundaan perkawinan yang akhirakhir ini banyak dilakukan oleh wanita Jepang. Kemudian, selama menyusun penulisan skripsi ini, penulis menemukan beberapa catatan yang penting untuk dibagikan kepada setiap orang yang akan meneliti tentang bankonka (penundaan perkawinan) bahwa penelitian ini tidak hanya dapat berupa penjabaran dan memasukkan data-data, tetapi juga dibutuhkan analisis penulis sendiri dari beberapa kasus untuk membuktikan data-data yang penulis dapat tersebut. Dan dari kasus-kasus itu dihubungkan dengan teori yang ada dan contoh-contoh yang ada dalam masyarakat Jepang.