BAB 4
PEMBAHASAN
4.1.
Mekanisme Pembahasan Penelitian Pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian. Pertama, dimulai dengan mengelompokkan terlebih dahulu objek penelitian berupa seluruh bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) ke dalam dua golongan, yaitu Bank Swasta dan Bank Pemerintah. Dilanjutkan dengan bagian kedua yang memaparkan mengenai kondisi objek penelitian di tahun 2011, yaitu saat sebelum tanggal efektif penerapan PSAK 50 revisi 2010, PSAK 55 revisi 2011, dan PSAK 60 pada 01 Januari 2012. Agar ringkas, dalam pembahasan selanjutnya ketiga PSAK tersebut disebut sebagai PSAK revisi terbaru mengenai instrumen keuangan. Sedangkan untuk PSAK 50 revisi 2006 dan PSAK 55 revisi 2006 selanjutnya disebut sebagai PSAK revisi terdahulu mengenai instrumen keuangan. Bagian ketiga menjelaskan mengenai perbedaan-perbedaan apa saja yang terdapat pada PSAK instrumen keuangan revisi terbaru dibandingkan dengan revisi terdahulu. Dari perbedaan-perbedaan tersebut ditentukan beberapa hal yang menjadi kriteria untuk melihat apakah suatu bank telah atau belum mengimplementasikan PSAK instrumen keuangan revisi terbaru. Kemudian peneliti melakukan penilaian terhadap perusahaan perbankan dalam menerapkan PSAK instrumen keuangan terbaru sesuai dengan kriteria
32
implementasi yang telah diputuskan serta melihat terjadi atau tidaknya penyimpangan. Terakhir, peneliti menjelaskan dampak penerapan PSAK revisi terbaru mengenai instrumen keuangan yang terhadap perusahaan perbankan dari segi pelaporan keuangan.
4.2.
Sumber Data Penelitian Data yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan yang bergerak di bidang industri perbankan dan merupakan bank yang telah mencatatkan dirinya di Bursa Efek Indonesia, yaitu berupa laporan keuangan tahunan yang telah diaudit untuk tahun pembukuan yang berakhir di 31 Desember 2011 dan 31 Desember 2012. Periode tersebut merupakan waktu sebelum dan sesudah PSAK 50 (revisi 2010), PSAK 55 (revisi 2011), dan PSAK 60 mengenai instrumen keuangan seharusnya diterapkan. Laporan keuangan perusahaan diperoleh dengan mengunduhnya dari situs resmi BEI (http://www.idx.co.id) dan juga situs resmi perusahaan bila laporan keuangan yang dicari tidak tersedia di website BEI. Setelah mendapatkan seluruh laporan keuangan yang dibutuhkan, penelitian dijalankan dengan fokus peneliti terhadap instrumen keuangan pada setiap laporan keuangan beserta catatan atas laporan keuangan yang terkait dengan instrumen keuangan. Pada tabel berikut disajikan daftar nama-nama bank yang menjadi objek penelitian beserta kode perusahaannya masing-masing di BEI. Pada penyajian tabel pembahasan selanjutnya data menggunakan kode bank 33
sebagai identitas perusahaan (kecuali untuk tabel 4.2 mengenai ikhtisar klasifikasi bank). Terdapat total 32 bank yang diuji dalam penelitian ini.
Tabel 4.1 Nama dan Kode Bank Terdaftar di BEI No.
Kode Bank
Nama Bank
1
AGRO
Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk
2
BABP
Bank ICB Bumiputera Tbk
3
BACA
Bank Capital Indonesia Tbk
4
BAEK
Bank Ekonomi Raharja Tbk
5
BBCA
Bank Central Asia Tbk
6
BBKP
Bank Bukopin Tbk
7
BBNI
Bank Negara Indonesia Tbk
8
BBNP
Bank Nusantara Parahyangan Tbk
9
BBRI
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
10
BBTN
Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk
11
BCIC
Bank Mutiara Tbk
12
BDMN
Bank Danamon Indonesia Tbk
13
BEKS
Bank Pundi Indonesia Tbk
14
BJBR
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk
15
BJTM
Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk
16
BKSW
Bank QNB Kesawan Tbk
17
BMRI
Bank Mandiri (Persero) Tbk
18
BNBA
Bank Bumi Arta Tbk
19
BNGA
Bank CIMB Niaga Tbk
20
BNII
Bank Internasional Indonesia Tbk
21
BNLI
Bank Permata Tbk
22
BSIM
Bank Sinarmas Tbk
23
BSWD
Bank of India Indonesia Tbk
24
BTPN
Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk
25
BVIC
Bank Victoria International Tbk
26
INPC
Bank Artha Graha Internasional Tbk
27
MAYA
Bank Mayapada Internasional Tbk
28
MCOR
Bank Windu Kentjana International Tbk
29
MEGA
Bank Mega Tbk
30
NISP
Bank OCBC NISP Tbk
31
PNBN
Bank Pan Indonesia Tbk
32
SDRA
Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk
Sumber : www.idx.co.id
34
4.3.
Pengelompokan Objek Penelitian Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998, struktur perbankan di Indonesia terdiri atas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Umum dalam kegiatan usahanya menganut dual bank system, yaitu dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi hanya dapat memilih salah satunya saja, melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Sesuai dengan pengertian mengenai Bank Umum dan BPR, serta berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 terkait klasifikasi bank, kesemua bank yang menjadi objek dalam penelitian ini, yaitu 32 bank yang terdaftar dalam BEI, merupakan Bank Umum. Pada umumnya, pada catatan atas laporan keuangan sub bagian pendirian bank terdapat pernyataan mengenai izin usaha entitas sebagai Bank Umum dengan dasar Surat Keputusan Menteri Keuangan dan Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia. Ketika terjadi situasi di mana pada catatan atas laporan keuangan perusahaan tidak terdapat penyataan tersebut, maka peninjauan dilanjutkan dengan melihat pada bagian lain dari catatan atas laporan keuangan yang menunjukkan ciri-ciri sebagai sebuah bank umum. Maksudnya adalah bank melakukan kegiatan operasional yang dibatasi pada jenis Bank Perkreditan Rakyat (seperti : menerima simpanan berupa giro / melakukan aktivitas penyertaan modal), dan atau bank menerapkan dual bank system dalam menjalankan kegiatan usahanya.
35
Gambar 4.1 Struktur Bank Umum Bank Umum
Bank Pemerintah
Bank Swasta
Bank Pemerintah Unit Usaha Syariah
Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Bank Umum Swasta
BPD Unit Usaha Syariah
Bank Umum Swasta Unit Usaha Syariah
Bank Umum Swasta Syariah
Sumber : www.bi.go.id
36
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.1, Bank Umum terbagi menjadi Bank Pemerintah dan Bank Swasta, di mana Bank Swasta terbagi lagi menjadi : Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Umum Swasta, dan Bank Umum Syariah. Peneliti kemudian menggolongkan objek penelitian yang semuanya telah diidentifikasi sebagai Bank Umum ke dalam dua kelompok, yaitu Bank Pemerintah dan Bank Swasta. Yang dimaksud dengan Bank Pemerintah adalah bank yang akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan yang dihasilkan bank menjadi hak pemerintah. Sedangkan Bank Swasta adalah bank dengan akte pendirian yang menunjukkan kepemilikan swasta dimana seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pihak swasta. Peneliti melakukan pembagian tersebut untuk mengetahui tingkat kepatuhan (compliance) bank milik pemerintah dibandingkan dengan bank milik swasta dalam hal menerapkan standar akuntansi yang berlaku. Tabel berikut menyajikan pengklasifikasian bank sesuai jenisnya sebagai Bank Umum.
Tabel 4.2 Ikhtisar Klasifikasi Bank Nama Bank Bank Swasta Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk
Bank Pemerintah Bank Negara Indonesia Tbk
Bank ICB Bumiputera Tbk
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Bank Capital Indonesia Tbk
Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk
Bank Ekonomi Raharja Tbk
Bank Mutiara Tbk
Bank Central Asia Tbk
Bank Mandiri (Persero) Tbk
Bank Bukopin Tbk Bank Nusantara Parahyangan Tbk Bank Danamon Indonesia Tbk
37
Nama Bank Bank Swasta
Bank Pemerintah
Bank Pundi Indonesia Tbk Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk Bank QNB Kesawan Tbk Bank Bumi Arta Tbk Bank CIMB Niaga Tbk Bank Internasional Indonesia Tbk Bank Permata Tbk Bank Sinarmas Tbk Bank of India Indonesia Tbk Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk Bank Victoria International Tbk Bank Artha Graha Internasional Tbk Bank Mayapada Internasional Tbk Bank Windu Kentjana International Tbk Bank Mega Tbk Bank OCBC NISP Tbk Bank Pan Indonesia Tbk Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk Sumber : hasil olahan peneliti
Dari tabel di atas terlihat bahwa perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI mayoritas merupakan Bank Swasta. Persentase dominasi jumlah Bank Swasta terhadap Bank Pemerintah digambarkan dengan grafik berikut ini :
Gambar 4.2. Persentase Jumlah Bank Sesuai Jenisnya
38
Jumlah Bank Swasta yang terdaftar di BEI adalah sebanyak 27 bank, sedangkan untuk Bank Pemerintah sebanyak 5 bank. Dalam 27 Bank Swasta tersebut, termasuk diantaranya adalah 2 Bank Pembangunan Daerah, yaitu : 1) Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk 2) Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk
4.4.
Kondisi Sebelum Penerapan PSAK Instrumen Keuangan Terbaru Kondisi yang ideal bagi perusahaan perbankan pada tahun 2011 dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah tengah menerapkan PSAK terdahulu, yaitu PSAK 50 (revisi 2006) mengenai penyajian dan pengungkapan instrumen keuangan dan PSAK 55 (revisi 2006) mengenai pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan. Pemaparan kondisi ini dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada pengguna penelitian mengenai bagaimana perlakuan para perusahaan perbankan terhadap instrumen keuangan dalam hal penyajian, pengakuan, pengukuran, dan pengungkapannya ketika belum menerapkan PSAK revisi terbaru.
4.4.1. Pengungkapan Penerapan PSAK 50/55 Revisi 2006 Pemaparan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, peneliti melakukan peninjauan terhadap catatan atas laporan keuangan bank dengan melihat apakah terdapat pengungkapan oleh pihak entitas bahwa perusahaan pada tahun 2011 menerapkan PSAK 50 (revisi 2006) dan PSAK 55 (revisi 2006). Pengungkapan dilihat dari adanya suatu bagian tersendiri pada catatan atas laporan keuangan entitas
39
yang menerangkan bank menerapkan PSAK 50 (revisi 2006) dan PSAK
55
(revisi
2006)
berikut
dengan
tanggal
efektif
penerapannya. Umumnya pengungkapan tersebut berupa paragraf penjelasan yang terletak di sub-bagian aset keuangan dan liabilitas keuangan pada catatan atas laporan keuangan perusahaan. Dari hasil peninjauan peneliti terhadap laporan keuangan yang diteliti, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.3 Ikhtisar Pengungkapan Penerapan PSAK Terdahulu Pada Laporan Keuangan Bank Tahun 2011 Jenis Bank Bank Swasta
Kode Bank
PSAK 50 (Revisi 2006)
PSAK 55 (Revisi 2006)
AGRO BABP BACA BAEK BBCA BBKP BBNP BDMN BEKS BJBR BJTM BKSW BNBA BNGA BNII BNLI BSIM BSWD BTPN BVIC INPC MAYA MCOR MEGA NISP PNBN SDRA
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak
Tanggal Efektif 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 23 April 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010
40
Kode Bank
PSAK 50 (Revisi 2006)
PSAK 55 (Revisi 2006)
BBNI BBRI BBTN BCIC BMRI
Ya Ya Ya Tidak Ya
Ya Ya Ya Tidak Ya
Jenis Bank Bank Pemerintah
Tanggal Efektif 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010 01 Januari 2010
Sumber : hasil olahan peneliti
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, peneliti mengindentifikasi sejumlah temuan. Pertama, tanggal efektif penerapan PSAK 50/55 revisi 2006 adalah per 01 Januari 2010, namun Bank Mayapada Internasional baru mulai menerapkannya pada tanggal 23 April 2010. Selain itu, terdapat Bank Internasional Indonesia yang tidak memberitahukan mengenai kapan tanggal Bank tersebut menerapkan PSAK 50/55 revisi 2006. Kedua, pada tahun 2011 tidak semua bank yang terdaftar di BEI secara khusus menyatakan dalam suatu ayat tersendiri pada catatan atas laporan keuangannya bahwa mereka saat itu telah menerapkan PSAK 50 revisi 2006 dan PSAK 55 revisi 2006. Terdapat dua bank yang diketahui tidak melakukan pengungkapan tersebut, yaitu Bank Mutiara Tbk dan Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk. Meskipun kedua bank tersebut dalam catatan atas laporan keuangannya tidak secara khusus menyatakan bahwa perusahaan menerapkan PSAK 50 revisi 2006 dan PSAK 55 revisi 2006, namun terdapat sejumlah indikasi yang menunjukkan (baik secara langsung maupun tidak langsung) bahwa bank-bank tersebut sudah menerapkan PSAK instrumen keuangan revisi terdahulu di tahun 2011.
41
Selanjutnya peneliti akan membahas masing-masing indikasi yang terdapat pada kedua bank tersebut. Pembahasan pertama dimulai dengan Bank Mutiara. Indikator yang menunjukkan bahwa Bank Mutiara menerapkan PSAK instrumen keuangan revisi terdahulu diantaranya yaitu Bank Mutiara mengklasifikasikan instrumen keuangannya sesuai dengan kategori menurut PSAK 55 revisi 2006 seperti yang ditampilkan oleh Bank Mutiara dalam bentuk tabel seperti berikut :
42
Tabel 4.4 Klasifikasi Instrumen Keuangan Bank Mutiara Pada Tahun 2011
Jenis Instrumen Keuangan Aset Keuangan
Liabilitas Keuangan
Kategori Menurut PSAK 55 (Revisi 2006)
Kas
Kredit yang Diberikan dan Piutang
Giro pada Bank Lain dan Bank Indonesia
Kredit yang Diberikan dan Piutang
Penempatan pada Bank Lain dan pada Bank Indonesia
Kredit yang Diberikan dan Piutang
Efek-efek
Salah satu dari; Aset Keuangan a.
Diukur pada Nilai Wajar melalui Laporan L/R
b.
Tersedia untuk Dijual
c.
Dimiliki Hingga Jatuh Tempo
Efek yang Dibeli dengan Janji Dijual Kembali
Kredit yang Diberikan dan Piutang
Kredit yang Diberikan
Kredit yang Diberikan dan Piutang
Tagihan Derivatif-Bukan Lindung Nilai
Aset Keuangan Diukur pada Nilai Wajar melalui Laporan L/R
Tagihan Akseptasi
Kredit yang Diberikan dan Piutang
Pendapatan Bunga yang Masih akan Diterima
Kredit yang Diberikan dan Piutang
Liabilitas Segera
Liabilitas Keuangan yang Diukur pada Biaya Perolehan Diamortisasi
Simpanan Nasabah
Liabilitas Keuangan yang Diukur pada Biaya Perolehan Diamortisasi
Simpanan dari Bank Lain
Liabilitas Keuangan yang Diukur pada Biaya Perolehan Diamortisasi
Efek yang Dijual dengan Janji Dibeli Kembali
Liabilitas Keuangan yang Diukur pada Biaya Perolehan Diamortisasi
Liabilitas Derivatif-Bukan Lindung Nilai
Liabilitas Keuangan yang Diukur pada Biaya Perolehan Diamortisasi
Liabilitas Akseptasi
Liabilitas Keuangan yang Diukur pada Biaya Perolehan Diamortisasi
Biaya yang Masih Harus Dibayar
Liabilitas Keuangan yang Diukur pada Biaya Perolehan Diamortisasi
Obligasi Konversi
Liabilitas Keuangan yang Diukur pada Biaya Perolehan Diamortisasi
Sumber : Laporan Keuangan Bank Mutiara
43
Sedangkan dalam hal perlakuan terhadap penyajian dan pengungkapan instrumen keuangan, baik laporan keuangan maupun catatan atas laporan keuangan Bank Mutiara memang tidak terdapat indikasi yang secara spesifik menyatakan adanya penerapan PSAK 50 revisi 2006. Tetapi pada Laporan Perubahan Ekuitas-nya tersaji akun dampak atas penerapan awal PSAK 50/55 di tahun 2010, dimana pada tahun tersebut merupakan tanggal efektif penerapan PSAK 50/55 revisi 2006. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Bank Mutiara juga telah menerapkan PSAK 50 revisi 2006 di tahun 2011. Pada Bank Himpunan Saudara, meskipun tidak terdapat suatu ayat yang menerangkan bank telah menerapkan PSAK instrumen keuangan revisi terdahulu, namun pada catatan atas laporan keuangan bank dijelaskan dalam suatu paragraf tersendiri mengenai dampak penerapan awal PSAK 50 (revisi 2006) dan PSAK 55 (revisi 2006), yang berarti Bank Himpunan Saudara pun telah menerapkan PSAK 50/55 revisi 2006 di tahun 2011. Kesimpulan yang diperoleh adalah pada tahun 2011 seluruh bank yang terdaftar di BEI telah menerapkan PSAK instrumen keuangan revisi terdahulu.
4.4.2. Kesesuaian Penerapan PSAK 50/55 Revisi 2006 Selanjutnya, peneliti menggali lebih dalam laporan keuangan dan catatan atas laporan keuangan bank untuk melihat apakah perlakuan perusahaan di tahun 2011 terhadap instrumen keuangan telah sesuai dengan PSAK revisi terdahulu.
44
Untuk mengetahui hal tersebut peneliti menggunakan lima macam kriteria penilaian, yang merupakan hal-hal signifikan dalam pengimplementasian PSAK 50/55 revisi 2006. Berikut adalah uraian mengenai kelima kriteria tersebut : 1. Adanya pengklasifikasian instrumen keuangan. Instrumen keuangan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu: a. Aset keuangan atau kewajiban keuangan yang dinilai pada nilai wajar melalui laporan laba rugi (Fair Value To Profit Loss / FVTPL) b.Investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo (Held To Maturity / HTM) c. Pinjaman yang diberikan dan piutang (Loan and Receivables) d.Aset keuangan tersedia untuk dijual (Available For Sale / AFS) 2. Adanya
pengungkapan
kebijakan
akuntansi
mengenai
penghentian pengakuan instrumen keuangan. Pengalihan (transfer) aset keuangan dapat dibuktikan dengan memastikan apakah telah terjadi pengalihan risiko dan manfaat atas aset tersebut. Namun jika atas pengalihan aset tersebut sebenarnya secara substansial tidak terjadi pengalihan aset atau risiko dan manfaat atas aset keuangan tersebut maka penghentian pengakuan dapat ditentukan dengan memastikan apakah entitas masih memiliki pengendalian atau kontrol atas aset
45
keuangan tersebut atau tidak. Liabilitas keuangan dihentikan pengakuannya
ketika
liabilitas
telah
dilepaskan
atau
dibatalkan atau kadaluwarsa. 3. Adanya
pengungkapan
reklasifikasi
instrumen
kebijakan keuangan.
akuntansi
mengenai
Reklasifikasi
aset
keuangan dari kelompok dimiliki hingga jatuh tempo ke kelompok tersedia untuk dijual dicatat sebesar nilai wajarnya. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasi tetap dilaporkan dalam komponen ekuitas sampai aset keuangan tersebut dihentikan pengakuannya, dan pada saat itu keuntungan atau kerugian kumulatif harus diakui pada laporan laba rugi. 4. Adanya pengungkapan mengenai opsi nilai wajar. PSAK 55 (revisi 2006) memberikan opsi kepada entitas untuk menetapkan aset keuangan dan kewajiban keuangannya diukur dengan menggunakan nilai wajar (fair value) dan mengakui perubahan nilai wajarnya dalam laporan laba rugi pada awal perolehannya. Selanjutnya, penetapan ini tidak dapat diubah. 5. Adanya pengungkapan mengenai kerugian penurunan nilai. PSAK 55 (revisi 2006) menegaskan bahwa kerugian penurunan nilai aset keuangan diakui pada saat terjadinya untuk seluruh kategori instrumen keuangan. Berikut ini peneliti akan menampilkan tabel yang menyajikan hasil peninjauan peneliti terhadap laporan keuangan bank atas pemenuhan
46
kriteria implementasi PSAK terdahulu sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Di bagian akhir tabel dapat dilihat jumlah keseluruhan perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut, sedangkan persentase pemenuhan kriteria oleh perusahaan dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Peninjauan Implementasi PSAK Terdahulu Pada Laporan Keuangan Bank Tahun 2011 Jenis Bank
Kode Bank
Klasifikasi Intrumen Keuangan
Penghentian Pengakuan
Reklasfikasi Instrumen Keuangan
Opsi Nilai Wajar
Kerugian Penurunan Nilai
Bank Swasta
AGRO
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
BABP
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
BACA
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BAEK
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BBCA
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BBKP
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BBNP
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BDMN
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BEKS
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BJBR
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BJTM
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BKSW
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BNBA
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BNGA
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
BNII
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BNLI
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
BSIM
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BSWD
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BTPN
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BVIC
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
INPC
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
MAYA
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
MCOR
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
MEGA
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
NISP
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
PNBN
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
SDRA
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
47
Jenis Bank Bank Pemerintah
Kode Bank
Klasifikasi Intrumen Keuangan
Penghentian Pengakuan
Reklasfikasi Instrumen Keuangan
Opsi Nilai Wajar
Kerugian Penurunan Nilai
BBNI
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
BBRI
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
BBTN
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
BCIC BMRI Total Kesesuaian Bank Swasta Total Kesesuaian Bank Pemerintah Total Kesesuaian Bank Secara Keseluruhan
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
27
27
26
4
27
5
5
5
3
5
32
32
31
7
32
Sumber : hasil olahan peneliti
Gambar 4.3. Persentase Pemenuhan Kriteria Implementasi PSAK Terdahulu
Berdasarkan informasi yang dikemukakan pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa dari kelima kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti tidak semuanya sesuai atau diterapkan oleh ke-32 perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Ada tiga kriteria yang telah diterapkan sepenuhnya oleh industri perbankan, dan dua kriteria yang masih belum sepenuhnya diterapkan.
48
Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa kriteria yang 100% telah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan perbankan adalah : a. Klasifikasi instrumen keuangan, b. Penghentian pengakuan, dan c. Kerugian penurunan nilai. Sedangkan kriteria yang tidak 100% diterapkan adalah reklasifikasi instrumen keuangan dan opsi nilai wajar. Pada kriteria klasifikasi instrumen keuangan, mayoritas perusahaan atau sebanyak 93,75% mengkategorikan instrumen keuangannya menjadi empat kategori, yaitu aset keuangan atau kewajiban keuangan yang dinilai pada nilai wajar melalui laporan laba rugi, investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo, pinjaman yang diberikan dan piutang, dan aset keuangan tersedia untuk dijual. Sisanya, yaitu sebanyak 6,25% atau 2 perusahaan mengkategorikan instrumen keuangannya hanya ke dalam tiga kategori. Kedua perusahaan tersebut adalah Bank Bumi Arta Tbk dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. Mereka mengklasifikasikan instrumen keuangannya hanya pada kategori investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo, pinjaman yang diberikan dan piutang, dan aset keuangan tersedia untuk dijual, dan tidak mengklasifikasikan instrumen keuangan pada aset keuangan atau kewajiban keuangan yang dinilai pada nilai wajar melalui laporan laba rugi. Meski demikian, hal tersebut tidak berarti bahwa Bank Bumi Arta dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional telah tidak sesuai dengan ketetapan PSAK instrumen keuangan revisi terdahulu, karena pengklasifikasian
49
instrumen keuangan didasari oleh intensi yang kuat dari manajemen dan kemampuan manajemen untuk merealisasikan intensi tersebut. Sehingga bila manajemen merasa tidak memiliki intensi yang mencukupi
atas
suatu
kategori,
manajemen
tidak
harus
mengklasifikasikan instrumen keuangannya ke dalam kategori tersebut. Sedangkan terhadap kriteria penghentian pengakuan dan kerugian penurunan nilai, seluruh laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI telah mengungkapkannya dengan sesuai dan tanpa ada perbedaaan kondisi (kondisi lainnya) seperti pada ketentuan yang tercantum di PSAK. Dari dua kriteria yang tidak sepenuhnya atau 100% sesuai, kriteria opsi nilai wajar merupakan kriteria dengan persentase yang paling rendah. Hanya sejumlah 7 perusahaan dari total 32 perusahaan yang pada laporan keuangannya terdapat pengungkapan mengenai opsi nilai wajar, yaitu : 1. Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk 2. Bank ICB Bumiputera Tbk 3. Bank CIMB Niaga Tbk 4. Bank Permata Tbk 5. Bank Negara Indonesia Tbk 6. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 7. Bank Mandiri (Persero) Tbk
50
Opsi nilai wajar tersebut digunakan untuk pinjaman yang diberikan dan piutang tertentu yang dilindung nilai menggunakan credit derivatives atau swap suku bunga, namun tidak memenuhi kriteria untuk akuntansi lindung nilai. Jika tidak, pinjaman yang diberikan akan dicatat menggunakan biaya diamortisasi dan derivatif akan diukur menggunakan nilai wajar melalui laporan laba rugi. Rendahnya kesesuaian terhadap kriteria opsi nilai wajar tersebut mungkin dikarenakan penggunaan opsi nilai wajar tidak bersifat wajib, sehingga perusahaan yang memilih untuk tidak menerapkan merasa tidak perlu mengungkapkan kebijakan tersebut. Begitu pula dengan kriteria reklasifikasi instrumen keuangan, yang walaupun tidak sesuai 100% tapi berada pada angka kesesuaian yang cukup tinggi,yaitu sebesar 96,88% atau sebanyak 31 perusahaan. Satu-satunya perusahaan yang tidak mengungkapkan kebijakan akuntansi mengenai reklasifikasi instrumen keuangannya adalah Bank Mayapada Internasional Tbk. Perusahaan tidak menjelaskan alasan atas ketidaksesuaian yang terjadi. Kemungkinan yang menjadi penyebab Bank Mayapada Internasional tidak mengungkapkan kebijakan akuntansi tersebut adalah karena pada tahun 2011 perusahaan
tidak
melakukan
reklasifikasi
terhadap
instrumen
keuangannya sehingga perusahaan merasa tidak perlu mengungkapkan dalam kebijakan akuntansinya mengenai hal tersebut. Jumlah perusahaan yang laporan keuangannya sesuai semua dengan kelima kriteria penerapan PSAK 50/55 revisi 2006 adalah sebanyak 7 bank atau sebesar 21,88% dari total 32 bank yang menjadi
51
objek penelitian. Dari 7 bank tersebut termasuk Bank Swasta sebanyak 4 bank (Bank Rakyat Indonesia Agroniaga, Bank ICB Bumiputera, Bank CIMB Niaga, dan Bank Permata) dan Bank Pemerintah sebanyak 3 bank (Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Mandiri). Pada Gambar 4.4. yang peneliti sajikan di bawah, dapat dilihat bahwa persentase kelompok bank yang sesuai semua dengan kelima kriteria yang ada didominasi oleh Bank Pemerintah yang memiliki persentase lebih besar (sebanyak 60%) dibanding dengan Bank Swasta (sebesar 14,82%). Hal ini menunjukkan bahwa laporan keuangan yang diterbitkan oleh Bank Pemerintah memiliki tingkat pengungkapan yang lebih lengkap dalam hal penerapan PSAK instrumen keuangan revisi terdahulu.
Gambar 4.4. Persentase Bank yang Sesuai Semua Dengan Seluruh Kriteria Implementasi PSAK 50/55 Revisi 2006
Setelah menyelesaikan pemaparan pada tahap kedua ini, peneliti memperoleh
kesimpulan
akhir
yang
mendukung
kesimpulan
sementara pada tahap pertama, bahwa seluruh bank yang terdaftar di 52
BEI menerapkan PSAK instrumen keuangan revisi terdahulu pada laporan keuangan tahun 2011. Walaupun terdapat beberapa hasil yang menunjukkan ketidaksesuaian laporan keuangan bank yang terdaftar di BEI dengan kriteria yang ditentukan oleh peneliti, namun karena sifat dari ketentuan PSAK yang berkaitan dengan kriteria tersebut adalah opsional, maka perusahaan dapat memilih untuk tidak melakukan pengungkapan bila tidak memiliki kriteria tersebut.
4.5.
PSAK 50 (Revisi 2010), PSAK 55 (Revisi 2011), dan PSAK 60 4.5.1. PSAK 50 : Penyajian Instrumen Keuangan Pada revisi yang terbaru, yaitu tahun 2010, PSAK No. 50 mengalami pemisahan pengaturan. Sebelumnya, PSAK No. 50 revisi 2006 mengatur mengenai penyajian dan juga pengakuan instrumen keuangan, namun sekarang diubah untuk hanya mengatur mengenai penyajiannya
saja.
Mengenai
pengakuan
instrumen
keuangan
kemudian diatur dalam suatu PSAK tersendiri, yaitu PSAK No. 60. Selain pemisahan tersebut, masih terdapat perbedaan-perbedaan lain antara PSAK 50 revisi 2010 dengan revisi 2006. Pertama, perihal ruang lingkup. Pada revisi 2006 tidak termasuk “kontrak untuk imbalan kontijensi dalam kombinasi bisnis”, sedangkan di revisi 2010 memasukkan “kontrak untuk imbalan kontijensi dalam kombinasi bisnis” ke dalam ruang lingkup yang diatur. Kemudian perihal definisi. Pada revisi 2006 tidak terdapat definisi mengenai puttable instruments, serta terdapat sedikit perbedaan dalam definisi aset keuangan dan liabilitas keuangan yang
53
tidak menyatakan pengecualian terhadap puttable instruments dan kontrak untuk menyerahkan bagian pro rata aset neto saat likuidasi sebagai bagian dari suatu kontrak derivatif yang diselesaikan dengan instrumen ekuitas entitas. Selanjutnya, perbedaan juga terdapat pada definisi liabilitas keuangan revisi 2010 yang memasukkan rights, opsi, dan waran pro-rata untuk semua pemilik dalam kontrak derivatif yang diselesaikan dengan instrumen ekuitas entitas. Terakhir, perbedaan yang terjadi adalah pada revisi 2006 tidak diatur mengenai klasifikasi puttable instruments dan instrumen dengan kewajiban menyerahkan bagian aset neto secara pro rata saat likuidasi, dimana keduanya akan diklasifikasikan sebagai instrumen ekuitas apabila memenuhi syarat tertentu. PSAK 50 revisi 2010 mengatur mengenai reklasifikasi puttable instruments dan instrumen dengan kewajiban menyerahkan bagian aset neto secara pro rata saat likuidasi dari liabilitas keuangan ke instrumen ekuitas bila semua syarat terpenuhi, dan begitu pula sebaliknya. Sedangkan pada PSAK 50 revisi 2006 tidak diatur hal demikian. Dari perbedaan-perbedaaan yang telah disebutkan di atas, perbedaan paling signifikan adalah adanya pengaturan terhadap puttable instruments dan instrumen dengan kewajiban bagian aset neto secara pro rata saat likuidasi yang sebelumnya tidak diatur PSAK 50 revisi 2006.
54
4.5.2. PSAK 55 : Pengakuan dan Pengukuran Instrumen Keuangan Perubahan yang terjadi pada PSAK 55 revisi 2010 dari revisi sebelumnya (revisi 2006) tidaklah terlalu banyak. Secara umum perbedaan antara PSAK 55 revisi 2011 dengan revisi 2006 terdiri dari 3 hal. Pertama adalah perihal ruang lingkup. PSAK 55 revisi 2010 mengecualikan puttable instruments dan instrumen yang membayar bagian prorata aset neto ketika likudasi dari ruang lingkupnya, serta meniadakan pengecualian untuk kontrak pembayaran kontijensi dalam kombinasi bisnis dan juga pengecualian untuk investasi yang dilakukan oleh dana pensiun. Selanjutnya yang kedua adalah perihal definisi. Pada PSAK 55 revisi 2011 terdapat pengertian mengenai kontrak penjamin keuangan yang tidak ada pada PSAK 55 revisi 2006. Kontrak penjaminan keuangan dapat memiliki beberapa bentuk hukum, seperti jaminan, beberapa jenis letter of credit, credit default contract atau kontrak asuransi. Lalu
yang
terakhir,
perubahan
ketiga
adalah
perihal
reklasifikasi. PSAK 55 revisi 2011 mengatur mengenai reklasifikasi instrumen keuangan ke kategori pinjaman yang diberikan dan piutang, baik dari kategori diukur pada nilai wajar melalui laba rugi maupun dari kategori tersedia untuk dijual. Perubahan yang terakhir ini sekaligus merupakan perubahan yang paling signifikan pada revisi terbaru PSAK 55. Aset keuangan sebagai diukur pada nilai wajar melalui laba rugi atau sebagai tersedia untuk dijual dapat diklasifikasi ke pinjaman yang diberikandan piutang jika memenuhi ketentuan
55
sebagai pinjaman yang diberikan dan piutang dan terdapat intensi dan kemampuan untuk memiliki untuk masa mendatang yang dapat diperkirakan atau sampai jatuh tempo.
4.5.3. PSAK 60 : Pengungkapan Instrumen Keuangan Secara garisbesar PSAK 60 mengatur ketentuan atas pengungkapan instrumen keuangan dengan dua kategori sebagai berikut : a. Informasi mengenai signifikansi instrumen keuangan untuk posisi dan kinerja keuangan. b. Informasi mengenai sifat dan tingkat risiko yang timbul dari instrumen keuangan. Agar lebih jelas terhadap perubahan pada PSAK 60 dari PSAK 50 revisi 2006, peneliti akan memerincinya dalam beberapa aspek yang lebih detail. Berikut adalah persyaratan, pengaturan, dan penjelasan pada PSAK 60 yang tidak ada atau berbeda di PSAK 50 revisi 2006 : Pertama, ruang lingkup PSAK 60 mencakup kontrak untuk pertimbangan kontijensi dalam penggabungan usaha. Hal ini disebabkan PSAK 22 revisi 2010 mengenai Kombinasi Bisnis menyatakan bahwa pertimbangan kontinjensi dalam penggabungan usaha diukur dalam nilai wajar. PSAK 60 tidak mencakup ruang lingkup atas instrumen ekuitas tentang puttable instruments dan PSAK 60 berlaku untuk instrumen keuangan yang diakui seperti aset keuangan dan liabilitas keuangan serta instrumen keuangan yang tidak diakui seperti komitmen perjanjian.
56
Kedua, PSAK 60 mensyaratkan entitas untuk mengungkapkan informasi yang memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi signifikansi instrumen keuangan terhadap posisi dan kinerja keuangan. Ketiga, PSAK 60 mensyaratkan entitas untuk mengungkapkan nilai tercatat untuk setiap kategori instrumen keuangan dalam laporan posisi keuangan dan catatan atas laporan keuangan. Keempat, PSAK 60 mengatur hal-hal yang perlu diungkapkan jika entitas menetapkan suatu instrumen keuangan berupa : pinjaman yang diberikan dan piutang untuk diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi dan liabilitas keuangan pada nilai wajar melalui laporan keuangan. Kelima, PSAK 60 mensyaratkan entitas mengungkapkan jumlah reklasifikasi ke dan dari setiap kategori dan alasan reklasifikasi. Sedangkan pada PSAK 50 revisi 2006 hanya mensyaratkan untuk mengungkapkan alasan reklasifikasi. Keenam,
PSAK
60
mensyaratkan
entitas
untuk
mengungkapkan rekonsiliasi perubahan pos penurunan nilai selama periode berjalan untuk setiap kelompok aset keuangan. Ketujuh,
PSAK
60
mensyaratkan
entitas
untuk
mengungkapkanpos pendapatan, beban, keuntungan dan kerugian dalam laporan laba rugi komprehensif atau catatan atas laporan keuangan, berupa: 1. Laba atau rugi neto aset keuangan atau liabilitas keuangan 2. Total pendapatan bunga dan total beban bunga.
57
3. Pendapatan dan beban imbalan dari aset atau liabilitas keuangan dan aktivitas wali amanat 4. Pendapatan bunga dari aset keuangan yang mengalami penurunan nilai 5. Jumlah kerugian penurunan nilai Kedelapan, PSAK 60 mensyaratkan pengungkapan kebijakan akuntansi dan dasar pengukuran sesuai PSAK 1 revisi 2009 mengenai Penyajian Laporan Keuangan. Kesembilan, sehubungan dengan nilai wajar, PSAK 60 mensyaratkan hal-hal sebagai berikut: 1. Mengungkapkan tiga level hirarki nilai wajar. 2. Jika ada perbedaan nilai wajar saat pengakuan awal dengan jumlah yang ditentukan menggunakan teknik penilaian pada tanggal itu, maka mengungkapkan : kebijakan akuntansi untuk pengakuan perbedaan dan agregat perbedaan yang diakui dan rekonsiliasi perubahan saldo perbedaan. Kesepuluh,
PSAK
60
mensyaratkan
entitas
untuk
mengungkapkan informasi untuk mengevaluasi jenis dan tingkat risiko yang timbul dari instrumen keuangan. Kesebelas, PSAK 60 mensyaratkan pengungkapan kualitatif berupa: 1. Eksposur risiko dan bagaimana risiko timbul 2. Tujuan, kebijakan, proses pengelolaan risiko dan metode untuk mengukur risiko 3. Setiap perubahan nomor (1) dan (2) dari periode sebelumnya
58
Keduabelas, PSAK 60 mengharuskan pengungkapan sebagai berikut untuk setiap kelompok instrumen keuangan: 1. Jumlah paling mewakili nilai maksimal eksposur risiko kredit 2. Uraian agunan yang dimiliki sebagai jaminan dan peningkatan perikatan kredit 3. Informasi kualitas kredit aset keuangan yang lewat jatuh tempo atau mengalami penurunan nilai 4. Jumlah tercatat aset keuangan telah jatuh tempo atau penurunan nilai setelah negosiasi Sedangkanpada PSAK 50 revisi 2006 hanya mengungkapkan informasi eksposur risiko kredit, termasuk jumlah paling mewakili nilai maksimal eksposur risiko kredit. Ketigabelas, PSAK 60 mengharuskan pengungkapan sebagai berikut untuk setiap kelompok instrumen keuangan : 1. Analisa umur aset keuangan yang jatuh tempo tetapi tidak mengalami penurunan nilai 2. Analisa dan faktor penurunan nilai 3. Jumlah nomor (1) dan (2), uraian agunan dan peningkatan perikatan kredit Keempatbelas,
PSAK
60
mensyaratkan
entitas
ketika
memperoleh aset melalui pengambilalihan kepemilikan agunan yang dimiliki sebagai jaminan untuk mengungkapkan : jenis dan jumlah tercatat aset yang diperoleh dan kebijakan pelepasan aset ketika aset tidak siap dikonversi.
59
Kelimabelas, PSAK 60 menjelaskan bahwa entitas harus mengungkapkan : 1. Analisa jatuh tempo untuk non-derivatif liabilitas keuangan 2. Analisa jatuh tempo untuk derivatif liabilitas keuangan 3. Uraian pengelolaan risiko likuiditas melekat pada nomor(1) dan (2) Keenambelas, PSAK 60 mengatur pengungkapan : analisa sensitivitas untuk setiap jenis risiko pasar, asumsi dan metode yang digunakan dalam analisa sensitivitas, dan perubahan asumsi dan metode analisa sensitivitas. Terakhir, PSAK 60 mensyaratkan pengungkapan fakta dan alasan jika entitas tidak dapat merepresentasikan analisa sensitivitas. Dari perubahan-perubahan tersebut yang paling signifikan adalah mengenai masalah analisis sensitivitas. Dalam mengungkapkan risiko pasar, entitas diharuskan untuk menyusun analisa sensitivitas untuk setiap jenis risiko pasar dimana entitas terekspos pada akhir periode pelaporan, yang menunjukkan bagaimana laba atau rugi ekuitas terpengaruh oleh kemungkinan perubahan pada variabel risiko yang relevan pada tanggal itu.
4.6.
Kondisi Sesudah Penerapan PSAK Instrumen Keuangan Terbaru Pada bagian pembahasan ini, peneliti akan memaparkan kondisi perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI di tahun 2012, di mana per awal tahun tersebut bank-bank yang beroperasi di Indonesia seharusnya telah mulai menerapkan PSAK instrumen keuangan revisi terbaru. Pemaparan kondisi
60
dilakukan dengan melakukan peninjauan terhadap perusahaan apakah sudah menerapkan PSAK instrumen keuangan revisi terbaru atau belum, caranya dengan melihat dari pengimplementasian revisi PSAK terhadap laporan keuangan perusahaan. Tidak semua revisi yang terjadi digunakan sebagai alat penilaian, melainkan revisi yang merupakan poin signifikan dalam perubahan dan pengembangan yang terjadi. Dari penerapan atas revisi tersebut kemudian dilihat dampaknya, yang akan dibahas pada akhir bab penelitian ini.
4.6.1. Penerapan PSAK 50 Revisi 2010 Revisi yang menjadi poin signifikan dalam penerapan PSAK 50 revisi 2010 adalah mengenai diaturnya puttable instruments dan instrumen dengan kewajiban bagian aset neto secara pro rata saat likuidasi dalam suatu paragraf tersendiri. Suatu instrumen keuangan yang mempunyai fitur opsi jual (puttable instrument) mencakup kewajiban kontraktual bagi penerbit untuk membeli kembali atau menebus instrumen tersebut dan menerima kas atau aset keuangan lain pada saat melakukan eksekusi opsi jual tersebut. Oleh karena itu, menurut PSAK 50 revisi 2006 puttable instruments merupakan liabilitas keuangan. Namun pada PSAK 50 revisi 2010, puttable instruments dapat dikategorikan sebagai instrumen ekuitas apabila memiliki semua fitur berikut ini : a. Memberikan hak kepada pemegangnya atas bagian prorata aset neto entitas pada saat likuidasi entitas. b. Instrumen berada dalam kelompok instrumen yang merupakan subordinat dari semua kelompok instrumenlainnya.
61
c. Seluruh instrumen keuangan dalam kelompok instrumen yang merupakan subordinat dari semua kelompok instrumen lainnya memiliki fitur yang identik d. Selain kewajiban kontraktual bagi penerbit untuk membeli kembali atau menebus instrumen dan menerima kas atau aset keuangan lain, instrumen tersebut tidak termasuk kewajiban kontraktual untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain kepada entitas lain, atau untuk mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas keuangan dengan entitas lain dalam kondisi yang berpotensi tidak menguntungkan bagi entitas tersebut, dan bukan suatu kontrak yang akan atau dapat ditunaikan dengan instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas. e. Jumlah arus kas yang diharapkan dihasilkan dari instrumen selama umur instrumen didasarkan secara substansial pada laba rugi, perubahan dalam aset neto yang diakui atau perubahan dalam nilai wajar aset neto entitas yang diakui atau yang belum diakui selama umur instrumen (tidak termasuk dampak dari instrumen). Peneliti telah melakukan peninjauan penyajian puttable instruments pada laporan keuangan tahun 2012 yang dipublikasikan oleh bankbank yang terdaftar di BEI. Dari peninjauan tersebut didapat hasil seperti yang ditampilkan pada tabel 4.6.
62
Tabel 4.6 Klasifikasi Penyajian Puttable Instruments Pada Laporan Keuangan Bank Tahun 2012
Jenis Bank Bank Swasta
Bank Pemerintah
Kode Bank
Puttable Instruments
AGRO
X
BABP
X
BACA
X
BAEK
X
BBCA
X
BBKP
V
BBNP
X
BDMN
V
BEKS
X
BJBR
V
BJTM
X
BKSW
X
BNBA
X
BNGA
X
BNII
V
BNLI
X
BSIM
X
BSWD
X
BTPN
X
BVIC
X
INPC
X
MAYA
X
MCOR
X
MEGA
V
NISP
X
PNBN
V
SDRA
X
BBNI
X
Disajikan pada Liabilitas Keuangan
Instrumen Ekuitas
V V V
V
V V
BBRI
V
V
BBTN
V
V
BCIC
X
BMRI
X
Total (V) dari Bank Swasta
6
6
0
Total (V) dari Bank Pemerintah
2
2
0
Total (V) dari Keseluruhan
8
8
0
Keterangan : (V) = entitas menyajikan (X) = entitas tidak menyajikan Sumber : hasil olahan peneliti
63
Berdasarkan informasi yang dapat dilihat di tabel 4.6, jumlah bank yang memiliki puttable instruments adalah sebanyak 8 bank, yaitu : 1. Bank Bukopin Tbk (BBKP) 2. Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) 3. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) 4. Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII) 5. Bank Mega Tbk (MEGA) 6. Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) 7. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 8. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) Dari kedelapan bank yang mempunyai puttable instruments, semuanya mengkategorikan instrumen tersebut sebagai liabilitas keuangan. Penyebab tidak adanya puttable instruments yang dikategorikan sebagai instrumen ekuitas mungkin dikarenakan bank tidak dapat memenuhi fitur-fitur yang telah dijelaskan sebelumnya, sehingga bank tidak boleh mengkategorikan puttable instruments sebagai instrumen ekuitas.
64
Tabel 4.7 Detail Penyajian Puttable Instruments Pada Laporan Keuangan Bank Tahun 2012
Nama Bank
BBKP
Nama Akun Surat-surat Efek-efek yang Berharga yang Dijual Dengan Dijual Dengan Janji Dibeli Janji Dibeli Kembali Kembali
Multiple Step
V
BDMN
V
BJBR
V
BNII
V
MEGA
V
PNBN BBRI BBTN Total (V)
Penyajian Akun
1
Single Step
Nominal Tersaji Tahun 2012
Jenis Instrumen
V
X
-
V
V
Obligasi Pemerintah
V
-
X
Obligasi Pemerintah
V
V
Obligasi Pemerintah
V
V
V
Obligasi Pemerintah
V
V
X
Obligasi Pemerintah
V
V
V
-
7
5
7
V V
1
Keterangan : (V) = ya (X) = tidak Sumber : hasil olahan peneliti
65
Tabel 4.7 menampikan informasi lebih rinci mengenai penyajian puttable instruments yang dimiliki oleh kedelapan bank tersebut. Umumnya bank-bank itu menyajikan puttable instruments sebagai akun dengan nama efek-efek yang dijual dengan janji dibeli kembali, kecuali Bank Bukopin yang menyajikannya dengan nama akun suratsurat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali. Penyajian puttable instruments sebagai liabilitas adalah sebesar harga pembelian kembali yang disepakati dikurangi beban bunga yang belum
diamortisasi. Beban bunga yang belum
diamortisasi merupakan selisih antara harga jual dan harga pembelian kembali yang disepakati. Selisih antara harga jual dan harga pembelian kembali yang disepakati tersebut diamortisasi dengan menggunakan metode suku bunga efektif sebagai beban bunga selama jangka waktu sejak efek-efek tersebut dijual hingga saat dibeli kembali. Terdapat dua model penyajian puttable instruments yang teridentifikasi digunakan oleh kedelapan bank tersebut pada laporan posisi keuangannya. Pertama adalah single step, di mana penyajian saldo akun merupakan langsung nilai bersih, sehingga akun beban bunga yang belum diamortisasi tidak ditampilkan lagi. Ilustrasi single step : 2012
2011
2010
xxx
xxx
xxx
LIABILITAS DAN EKUITAS LIABILITAS Efek-efek yang dijual dengan janji dibeli kembali
66
Model penyajian yang kedua adalah multiple step, di mana penyajian saldo akun masih berupa nilai bruto, sehingga masih harus dikurangkan akun beban bunga yang belum diamortisasi untuk mendapatkan nilai bersih. Ilustrasi multiple step : 2012
2011
2010
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
LIABILITAS DAN EKUITAS LIABILITAS Efek-efek yang dijual dengan janji dibeli kembali Dikurangi : Beban bunga yang belum diamortisasi Efek-efek yang dijual dengan janji dibeli kembali - bersih
Dari delapan bank yang menyajikan puttable instrument, semuanya menggunakan model penyajian single step, kecuali Bank Internasional Indonesia yang menggunakan multiple step. Walaupun pada tahun 2012 kedelapan bank tersebut menyajikan akun puttable instrument pada laporan keuangan masingmasing, namun tidak semua akun mempunyai saldo nominal. Terdapat lima bank yang memiliki kondisi seperti itu, yaitu : 1. Bank Danamon Indonesia Tbk 2. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk 3. Bank Mega Tbk 4. Bank Pan Indonesia Tbk 5. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk Hal tersebut disebabkan pada tahun 2012 Bank sudah tidak memiliki puttable
instruments,
namun
pada
tahun
sebelumnya
masih 67
mempunyai instrumen keuangan tersebut. Bank tetap menyajikan akun pada laporan keuangannya meskipun tanpa saldo nominal untuk digunakan sebagai perbandingan antara laporan keuangan periode saat ini dengan laporan keuangan periode sebelumnya. Berdasarkan hasil penelusuran peneliti terhadap laporan keuangan kedelapan bank tersebut, peneliti memperoleh informasi mengenai jenis efek atau surat berharga yang digunakan sebagai puttable instrument oleh bank. Informasi itu didapat dari catatan atas laporan keuangan yang memuat mengenai perincian saldo instrumen. Berikut adalah contoh rincian saldo atas puttable instrument milik Bank Mega : 2012
Nasabah PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk
Jenis efek
Nilai nominal
Tanggal dimulai
Tanggal jatuh tempo
Obligasi Pemerintah FR020
650.000
27-Des12
20-Jan13
Liabilitas pembelian kembali
Beban bunga yang belum diamortisasi
Nilai tercatat
642.559
(2.413)
640.146
642.559
(2.413)
640.146
650.000
Dari delapan bank yang ada, jumlah bank yang mengungkapkan jenis efek atau surat berharga mereka yang digunakan sebagai puttable instrument adalah sebanyak lima bank, yaitu : 1. Bank Danamon Indonesia Tbk 2. Bank Internasional Indonesia Tbk 3. Bank Mega Tbk 4. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 5. Bank Pan Indonesia Tbk
68
Kelima bank tersebut mengungkapkan jenis efek atau surat berharga yang digunakan adalah obligasi pemerintah. Sementara tiga bank yang tersisa hanya mengungkapkan kode atas efek atau surat berharga yang dijadikan sebagai puttable instruments tersebut. Tiga bank tersebut adalah : 1. Bank Bukopin Tbk 2. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk 3. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Pada Gambar 4.5. dapat dilihat bahwa persentase Bank Pemerintah dalam hal kepemilikan puttable instruments lebih besar dibanding dengan Bank Swasta. Hal ini berarti Bank Pemerintah memiliki instrumen keuangan yang lebih beragam.
Gambar 4.5. Persentase Kepemilikan Puttable Instruments
PSAK 50 revisi 2010, selain mengatur mengenai syarat tertentu untuk pengklasikasian puttable instruments sebagai instrumen ekuitas, juga mengatur syarat tertentu untuk pengklasifikasian instrumen dengan kewajiban menyerahkan bagian aset neto secara pro rata saat likuidasi sebagai instrumen ekuitas. Aset neto entitas adalah sisa aset perusahaan pada saat likudiasi yang telah dikurangi semua 69
klaim pihak lain atas aset tersebut. Suatu instrumen yang mencakup kewajiban kontraktual bagi entitas penerbit untuk menyerahkan kepada entitas lain bagian prorata aset neto hanya pada saat likuidasi dapat dikecualikan dari kategori liabilitas keuangan dan dikategorikan sebagai instrumen ekuitas jika memiliki seluruh fitur berikut : a) Entitas memberikan hak kepada pemegang instrumen untuk bagian prorata aset neto entitas dalam hal likuidasi entitas. Suatu bagian pro rata ditentukan dengan membagi aset neto entitas pada saat likuidasi dalam unit jumlah yang sama dan mengalikan jumlah tersebut dengan jumlah unit yang dimiliki oleh pemegang instrumen keuangan. b) Instrumen ini berada berada pada kelompok instrumen yang merupakan subordinat dari semua kelompok instrumen lainnya. c) Seluruh instrumen yang berada pada kelompok instrumen yang merupakan subordinat dari semua kelompok instrumen lainnya harus memiliki kewajiban kontraktual identik bagi entitas penerbit untuk memberikan bagian prorata aset neto pada saat likuidasi. Hasil peninjauan peneliti terhadap penyajian instrumen dengan kewajiban menyerahkan bagian aset neto secara pro rata saat likuidasi menunjukkan 100% bank yang terdaftar di BEI memiliki instrumen keuangan tersebut, yaitu berupa saham biasa. Ke-32 bank yang ada mengklasifikasikannya sebagai instrumen ekuitas, yang berarti seluruh
70
fitur seperti yang telah dijelaskan sebelumnya terpenuhi. Berikut ini adalah contoh penyajian instrumen oleh Bank ICB Bumiputera : 2012
2011
2010
xxx
xxx
xxx
EKUITAS Modal saham – nilai nominal Rp 100 per saham (nilai penuh) Modal dasar20.000.000.000 saham Modal ditempatkan dan disetor penuh – 5.486.078.541 saham
4.6.2. Penerapan PSAK 55 Revisi 2011 Poin signifikan dalam revisi PSAK 55 tahun 2011 adalah adanya tambahan pengaturan mengenai ketentuan reklasifikasi aset keuangan, sebagai berikut : a. Aset keuangan sebagai diukur pada nilai wajar melalui laba rugi dapat diklasifikasi ke pinjaman yang diberikan dan piutang. b. Aset keuangan sebagai tersedia untuk di jual dapat diklasifikasi ke pinjaman yang diberikan dan piutang. Dari hasil peninjauan yang dilakukan peneliti, tidak ditemukan adanya bank yang terdaftar di BEI di tahun 2012 yang melakukan reklasifikasi instrumen keuangan tersebut. Hal tersebut mungkin disebabkan aset keuangan milik perusahaan yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi atau yang tersedia untuk dijual tidak memenuhi ketentuan sebagai pinjaman yang diberikan dan piutang dan tidak terdapat intensi dan kemampuan untuk memiliki untuk masa mendatang yang dapat diperkirakan atau sampai jatuh tempo. Apabila
71
entitas melakukan reklasifikasi aset keuangan dari diukur pada nilai wajar melalui laba rugi atau dari tersedia untuk dijual, maka aset keuangan tersebut direklasifikasi pada nilai wajar pada tanggal reklasifikasi.
4.6.3. Penerapan PSAK 60 Perubahan atau pengembangan signifikan yang terdapat pada PSAK 60 adalah adanya persyaratan kepada entitas untuk membuat analisa sensitivitas. Analisa sensitivitas adalah analisa yang digunakan untuk melihat seberapa peka sebuah bisnis dengan adanya perubahan pada salah satu variabel. Dalam hal pelaksanaan analisa sensitivitas, PSAK 60 paragraf 42 mengatur entitas untuk mengungkapkan : a. analisa sensitivitas untuk setiap jenis risiko pasar (jenis risiko pasar meliputi : risiko mata uang asing, risiko tingkat bunga, dan risiko harga lainnya) b. asumsi dan metode yang digunakan dalam analisa sensitivitas c. perubahan asumsi dan metode analisa sensitivitas Jika entitas menyusun analisa sensitivitas, seperti value-at-risk, yang mencerminkan saling ketergantungan antara variabel risiko (misalnya suku bunga dan nilai tukar) dan menggunakannya untuk mengelola risiko keuangan, maka entitas dapat menggunakan analisa sensitivitas tersebut menggantikan analisa yang ditentukan pada paragraf 42.
72
Dalam hal pelaksanaan analisa Value-at-Risk tersebut, entitas perlu mengungkapkan: a. penjelasan tentang metode yang digunakan dalam menyusun analisa sensitivitas, dan parameter dan asumsi utama yang mendasari data yang disajikan; dan b. penjelasan
dari
tujuan
metode
yang
digunakan
dan
keterbatasan yang dapat mengakibatkan informasi tidak secara penuh mencerminkan nilai wajar dari aset dan liabilitas yang terkait. Peneliti menggunakan syarat-syarat pengungkapan yang telah disampaikan sebagai kriteria untuk menguji implementasi perusahaan terhadap PSAK 60. Tabel 4.8 menampilkan hasil peninjauan peneliti terhadap laporan keuangan bank-bank yang terdaftar di BEI sehubungan dengan pengungkapan analisa sensitivitas yang dilakukan masing-masing bank. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa bankbank yang terdaftar di BEI tidak semuanya melakukan analisa sensitivitas pada risiko pasar yang dimiliki. Namun dapat dilihat juga bahwa ada sejumlah perusahaan yang melakukan analisa Value-atRisk, di mana perusahaan yang melakukan analisa itu dianggap sama dengan melakukan analisa sensitivitas.
73
Tabel 4.8 Pengungkapan Analisa Senstivitas Pada Laporan Keuangan Bank Tahun 2012 Pengungkapan Analisa Sensitivitas Jenis Bank
Bank Swasta
Kode Bank
Analisa Sensitivitas
Pengungkapan Untuk Setiap Jenis Risiko Pasar
Metode
Asumsi
Perubahan Asumsi dan Metode
Pengungkapan Analisa VaR
Analisa Value at Risk (VaR)
Metode
Asumsi
Tujuan
Keterbatasan
AGRO
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
BABP
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
BACA
x
x
x
x
x
v
v
x
x
x
BAEK
x
x
x
x
x
v
v
v
x
v
BBCA
v
v
x
v
x
v
v
v
v
v
BBKP
v
v
x
v
x
v
x
x
x
x
BBNP
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
BDMN
v
v
v
v
x
v
x
x
x
x
BEKS
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
BJBR
v
x
x
v
x
x
x
x
x
x
BJTM
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
BKSW
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
BNBA
v
v
x
v
x
v
v
x
v
x
BNGA
v
v
x
v
x
v
x
x
x
x
BNII
v
v
x
v
x
v
x
x
x
x
BNLI
v
x
x
v
x
v
v
v
x
v
BSIM
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
BSWD
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
BTPN
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
BVIC
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
INPC
v
v
x
v
x
v
v
x
x
x
74
Pengungkapan Analisa Sensitivitas Jenis Bank
Bank Pemerintah
Kode Bank
Analisa Sensitivitas
Pengungkapan Untuk Setiap Jenis Risiko Pasar
Metode
Asumsi
Perubahan Asumsi dan Metode
Analisa Value at Risk (VaR)
Pengungkapan Analisa VaR Metode
Asumsi
Tujuan
Keterbatasan
MAYA
v
x
x
v
x
x
x
x
x
x
MCOR
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
MEGA
v
v
v
v
x
x
x
x
x
x
NISP
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
PNBN
v
v
x
v
x
v
v
x
x
x
SDRA
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
BBNI
v
x
x
v
x
v
v
v
x
v
BBRI
v
v
x
v
x
v
v
v
x
x
BBTN
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
BCIC
v
v
x
v
x
x
x
x
x
x
v
v
x
v
x
v
x
x
x
x
Total (v) Bank Swasta
BMRI
23
20
2
23
0
11
7
3
2
3
Total (v) Bank Pemerintah
5
4
0
5
0
3
2
2
0
1
Total (v) Keseluruhan
28
24
2
28
0
14
9
5
2
4
Keterangan : (v) = entitas mengungkapkan (x) = entitas tidak mengungkapkan Sumber : hasil olahan peneliti
75
Gambar 4.6. Persentase Penerapan Kriteria Pengungkapan Analisa Sensitivitas
76
Berdasarkan tabel 4.8, diketahui terdapat empat bank yang tidak melaksanakan analisa sensitivitas. Namun dua bank diantaranya melakukan analisa Value-at-Risk (VaR), yaitu Bank Capital Indonesia Tbk dan Bank Ekonomi Raharja Tbk. Sedangkan dua bank sisanya juga tidak melakukan analisa VaR, yaitu Bank Nusantara Parahyangan Tbk dan Bank Pundi Indonesia Tbk. Meskipun pengungkapan analisa VaR
dapat
menggantikan
pengungkapan
analisa
sensitivitas,
sayangnya pengungkapan analisa VaR yang dilakukan oleh Bank Capital Indonesia dan Bank Ekonomi Raharja tidak lengkap. Terdapat kriteria yang tidak dipenuhi oleh Bank Capital Indonesia, yaitu kriteria untuk mengungkapkan asumsi dasar atas data yang disajikan dan tujuan dari metode analisa yang digunakan. Sedangkan Bank Ekonomi Raharja tidak mengungkapkan satu kriteria, yaitu kriteria tujuan. Jumlah bank yang melaksanakan analisa VaR tidak mencapai 50% dari total keseluruhan bank yang terdaftar di BEI, yaitu sebanyak 14 bank, di mana 5 bank di antaranya menyatakan adanya penggunaan analisa VaR tapi dalam melakukan pengungkapannya sama sekali tidak sesuai dengan syarat-syarat yang diatur oleh PSAK 60. Kelima bank tersebut adalah : 1. Bank Bukopin Tbk 2. Bank Danamon Indonesia Tbk 3. Bank CIMB Niaga Tbk 4. Bank Internasional Indonesia Tbk 5. Bank Mandiri (Persero) Tbk
77
Dari empat kriteria pengungkapan analisa sensitivitas, terdapat satu kriteria yang penerapannya tidak dilakukan sama sekali oleh bankbank yang terdaftar di BEI karena sifatnya kondisional. Kriteria tersebut adalah perubahan asumsi dan metode, dimana mensyaratkan bank untuk melakukan pengungkapan pada catatan atas laporan keuangannya apabila terjadi perubahan terhadap asumsi dan metode analisa sensitivitas yang digunakan. Gambar 4.6 menunjukkan bahwa penerapan terhadap kriteria pengungkapan metode juga sangat rendah, hampir sama seperti kriteria perubahan asumsi dan metode. Hanya terdapat dua perusahaan yang teridentifikasi mengungkapkan kriteria metode, yaitu Bank Danamon Indonesia Tbk dan Bank Mega Tbk. Pada catatan atas laporan keuangan Bank Danamon Indonesia diungkapkan bahwa terhadap
analisa
sensitivitas
risiko
mata
uang
asing,
bank
menggunakan metode simulasi data historis. Metode ini menggunakan data-data terdahulu untuk memperoleh nilai VaR. Sedangkan terhadap analisa sensitivitas risiko tingkat suku bunga, bank menggunakan metode EAR (Earning at Risk) dan EVE (Economic Value of Equity). Sementara Bank Mega terhadap analisa sensitivitas risiko nilai tukar menggunakan perhitungan rasio excess modal bank terhadap risiko nilai tukar melalui PDN (Pendapatan Devisa Neto) bank, dan terhadap analisa sensitivitas risiko suka bunganya menggunakan perhitungan rasio excess modal bank terhadap risiko suku bunga.
78
Kriteria yang memiliki persentase penerapan paling tinggi adalah kriteria untuk mengungkapkan asumsi yang digunakan dalam metode analisa sensitivitas. Rata-rata perusahaan menggunakan asumsi bahwa variabel selain daripada yang diukur dianggap tetap atau konstan (tidak berubah). Kriteria ini telah diterapkan oleh semua perusahaan yang mengungkapkan penggunaan analisa sensitivitas pada risiko pasar masing-masing. Pada Gambar 4.6, grafik yang dihasilkan atas penerapan kriteria ini oleh Bank Swasta tidak mencapai persentase 100% karena faktor adanya bank yang tidak mengungkapkan menggunakan analisa sensitivitas. Bank-bank yang mengaku melakukan analisa sensitivitas ternyata tidak semuanya melakukan analisa tersebut terhadap setiap jenis risiko pasar yang dimiliki. Bank yang mengungkapkan analisa sensitivitas hanya pada satu jenis risiko pasar yang dimiliki adalah : -
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR)
-
Bank Permata Tbk (BNLI)
-
Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA)
-
Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI)
Keempat bank di atas mengungkapkan analisa sensitivitasnya hanya pada risiko tingkat bunga dan tidak mengungkapkan pada risiko nilai tukar yang dimiliki.
79
Gambar 4.7. Persentase Bank yang Sesuai Semua Dengan Seluruh Kriteria Pengungkapan Analisa Sensitivitas
Grafik di atas menunjukkan jumlah persentase kelompok bank yang pengungkapan analisa sensitivitasnya sudah sesuai semua dengan syarat pengungkapan yang telah ditentukan. Dapat dilihat bahwa jumlah kesesuaian secara menyeluruh sangatlah kecil, yaitu 7,41% untuk Bank Swasta dan bahkan 0% atau tidak ada sama sekali untuk Bank Pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa pengimplementasian PSAK 60 masih belum sepenuhnya dilakukan oleh perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Bank yang mewakili angka 7,41% tersebut adalah Bank Danamon dan Bank Mega.
4.6.4. Ringkasan Hasil Penelitian Atas Implementasi PSAK Terbaru Setelah melakukan peninjauan dan pembahasan terhadap laporan keuangan objek penelitian atas penerapan revisi terbaru PSAK instrumen keuangan per masing-masing nomor PSAK, peneliti merangkum
hasilnya
untuk
mempermudah
pembaca
melihat
penelitian secara keseluruhan.
80
Tabel 4.9 Ikhtisar Penerapan PSAK Instrumen Keuangan Revisi Terbaru Pada Laporan Keuangan Bank Tahun 2012
Jenis Bank
Bank Swasta
Kode Bank
AGRO
PSAK 50 (Revisi 2010) Kewajiban Untuk Menyerahkan ke Pihak Puttable Lain Bag. Aset Neto Instruments Entitas Secara Pro Rata Saat Likuidasi x v
PSAK 55 (Revisi 2011)
PSAK 60
Reklasifikasi Instrumen Keuangan
Analisa Sensitivitas
x
x
BABP
x
v
x
x
BACA
x
v
x
x
BAEK
x
v
x
x
BBCA
x
v
x
x
BBKP
v
v
x
x
BBNP
x
v
x
x
BDMN
v
v
x
v
BEKS
x
v
x
x
BJBR
v
v
x
x
BJTM
x
v
x
x
BKSW
x
v
x
x
BNBA
x
v
x
x
BNGA
x
v
x
x
BNII
v
v
x
x
BNLI
x
v
x
x
BSIM
x
v
x
x
BSWD
x
v
x
x
BTPN
x
v
x
x
BVIC
x
v
x
x
81
INPC
x
v
x
x
MAYA
x
v
x
x
MCOR
x
v
x
x
MEGA
v
v
x
v
NISP
x
v
x
x
PNBN
v
v
x
x
SDRA
x
v
x
x
x
v
x
x
BBRI
v
v
x
x
BBTN
v
v
x
x
BCIC
x
v
x
x
BMRI
x
v
x
x
Total (v) Bank Swasta
6
27
0
2
Total (v) Bank Pemerintah Total (v) Bank Keseluruhan
2
5
0
0
8
32
0
2
Bank Pemerintah
BBNI
Sumber : hasil olahan peneliti
82
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa pola kondisi penerapan yang mayoritas terjadi adalah : perusahaan tidak mempunyai puttable instrument, memiliki instrumen dengan kewajiban untuk menyerahkan ke pihak lain bag. aset neto entitas secara pro rata saat likuidasi, tidak melakukan reklasifikasi terhadap instrumen keuangannya ke dalam kategori pinjaman diberikan dan piutang, serta pengungkapan terhadap analisa sensitivitas tidak sesuai dengan persyaratan atau tidak melakukan analisa sensitivitas. Terdapat delapan bank dengan pola kondisi penerapan yang berbeda, yaitu : 1. Bank Bukopin Tbk (BBKP) 2. Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) 3. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) 4. Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII) 5. Bank Mega Tbk (MEGA) 6. Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) 7. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 8. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) Dimana
kedelapan
perusahaan
tersebut
mempunyai
puttable
instrument, dan khusus utuk Bank Danamon Indonesia dan Bank Mega melakukan pengungkapan analisa sensitivitas yang telah sesuai dengan syarat yang ditentukan.
83
4.7.
Dampak Penerapan PSAK Instrumen Keuangan Revisi Terbaru Dalam penerapan awal atas PSAK instrumen keuangan revisi terdahulu, dampak yang dihasilkan cukup signifkan terhadap laporan keuangan perusahaan, di mana perusahaan perlu melakukan perhitungan kembali atas Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Aset Keuangan yang dimiliki sesuai dengan ketentuan transisi. Perbedaan antara saldo cadangan tesebut dikreditkan terutama ke Saldo Laba Awal dan Aset Pajak Tangguhan. Berikut ini adalah contoh rincian penyesuaian saldo CKPN akun aset keuangan milik Bank Mandiri (dalam jutaan rupiah) :
Dilaporkan sebelumnya Pembalikan/(penyisihan) CKPN : - Giro pada bank lain - Penempatan pada bank lain - Efek-efek Tagihan lainnya - transaksi - perdagangan - Tagihan atas efek-efek yang dibeli dengan janji dijual kembali - Tagihan derivatif - Kredit yang diberikan - Tagihan akseptasi Jumlah
Penyesuaian dampak penerapan awal
Setelah disesuaikan
86.962 347.184 53.492
(73.098) (108.175) (2.354)
13.864 239.009 51.138
844.781
59.563
904.344
30.488 1.765 12.435.525 52.773 13.852.970
(30.488) (1.765) (65.395) (184) (221.896)
12.370.130 52.589 13.631.074
Selain itu, sehubungan dengan ketentuan transisi penerapan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006), bank memiliki kesempatan untuk meninjau ulang klasifikasi aset keuangan dan dapat melakukan reklasifikasi aset keuangan tanpa terkena sanksi “tainting rule”. Tainting rule yaitu larangan untuk mengklasifikasikan HTM selama 2 tahun jika entitas bermaksud menjual atau mereklasifikasi investasi HTM dalam jumlah pokok yang signifikan, kecuali jika sudah mendekati jatuh tempo, jumlah pokok hutang hampir seluruhnya tertagih atau ada kejadian tertentu di luar kendali.
84
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti, peneliti menilai dampak dari perubahan kebijakan akuntansi instrumen keuangan revisi terbaru tidak signifikan, kecuali untuk PSAK 60 mengenai pengungkapan instrumen keuangan. PSAK 50 revisi 2010 dan PSAK 55 revisi 2011 dinilai tidak berdampak signifikan karena perubahan atau pengembangan peraturan yang dihasilkan bersifat opsional dan kondisional, dengan kata lain tergantung pilihan manajemen untuk menerapkannya (tidak wajib). PSAK 60 menggabungkan dan memperluas sejumlah persyaratan pengungkapan yang telah ada sebelumnya di PSAK 50 Revisi 2006 dan menambahkan beberapa pengungkapan baru. Prinsip utama dari standar ini adalah untuk mengungkapkan informasi yang memadai yang membuat pengguna laporan keuangan mampu mengevaluasi kinerja dan posisi keuangan instrumen keuangan yang signifikan milik perusahaan. PSAK 60 berisi pengungkapan-pengungkapan baru atas risiko-risiko dan manajemen risiko dan mensyaratkan entitas pelaporan untuk melaporkan sensitivitas instrumen keuangannya terhadap pergerakan risiko-risiko tersebut. Beberapa peraturan baru yang penting antara lain: 1. Pengungkapan kualitatif dan kuantitatif atas dampak dari risiko-risiko, antara lain risiko pasar, risiko kredit dan risiko likuiditas; 2. Penambahan pengungkapan untuk item-item yang mempengaruhi jumlah laba komprehensif, dimana keuntungan dan kerugian dipisahkan berdasarkan kategori instrumen keuangan; dan 3. Pengungkapan nilai wajar untuk setiap kelompok aset keuangan dan liabilitas keuangan, serta pengungkapan hierarki nilai wajar untuk
85
instrumen keuangan yang diukur dengan nilai wajar pada tanggal pelaporan. Meskipun
penerapan
PSAK
60
berdampak
terhadap
pertimbangan
pengambilan keputusan stockholder, namun tidak berdampak pada hasil keuangan atau laba per saham karena perubahan pada kebijakan akuntansi hanya mempengaruhi aspek pengungkapan.
86