1
BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian pertama akan menjabarkan tentang hubungan antara perkekonomian negara dengan industri manufaktur yang telah dijalankan oleh PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk., sebagai basis dari diskusi selanjutnya tentang performa PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk., dan analisa masalah yang ada.
1.1. Latar Belakang Dalam masa Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I dan II, pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat secara bertahap pada tingkat yang relative tinggi serta menunjukkan ketahanan yang kuat terhadap berbagai gejolak baik eksternal maupun dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004 adalah sebesar 5,0 persen, secara bertahap mengalami kenaikan dan mencapai 6,3 persen pada tahun 2007. Krisis keuangan global yang terjadi sejak petengahan tahun 2007 mengakibatkan perekonomian Indonesia melambat menjadi 6,0 persen pada tahun 2008 dan 4,6 persen pada tahun 2009 dimana pada tahun 2009 hanya beberapa negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi positif, diantaranya China, India, dan Indonesia. (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014)
1
2
Dengan berbagai kebijakan ini, pada tahun 2010 dan 2011 telah terjadi peningkatan percepatan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi kembali sedikit mengalami perlambatan menjadi 6,2 persen serta dalam waktu triwulan pertama tahun 2013 tumbuh 5,8 persen (y-o-y) yang dipengaruhi oleh krisis utang Eropa dan perlambatan ekonomi dunia. Meskipun melambat, pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi negara lain. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kesejahteran masyarakat — yang ditunjukkan oleh PDB perkapita — terus membaik, yaitu naik lebih dari tiga kali lipat, dari Rp 10,5 juta pada tahun 2005 hingga mencapai Rp 33,7 Juta pada tahun 2012. (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014)
Berdasarkan hasil laporan BPS mengenai pertumbuhan ekonomi nasional untuk triwulan ke 2 tahun 2014 yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) serta dibandingkan dengan triwulan I-2014, perekonomian Indonesia mengalami kenaikan mencapai 2,47 persen. Apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2013 mengalami pertumbuhan 5,12 persen. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I-2014 dibandingkan dengan semester I2013 mengalami pertumbuhan sebesar 5,17 persen. Hal ini menunjukan adanya kemajuan yang memuaskan dari kinerja Pemerintah di Bidang Perekonomian. (http://www.bps.go.id/brs_file/pdb_05agus14.pdf)
3
Walaupun pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia masih jauh di bawah negara China dan India, tetapi dari segi pertumbuhan ekonomi, Indonesia termasuk dalam tiga besar. Jumlah kelas menengah warga pun mencapai 36 juta orang dan relatif produktif. Sementara industri manufaktur menjadi salah satu komponen yang patut untuk di perhitungkan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. (http://www.mmindustri.co.id/manufaktur‐indonesia‐terkuat‐di‐asean/)
Pemerintah memperkirakan pertumbuhan industri manufaktur nasional pada 2014 mencapai 6%-7%, atau stagnan dibanding proyeksi tahun 2013 sebesar 6,5%-7%. Perkiraan tersebut mengacu pada target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 sebesar 6,4%-6,5% menyusul belum pulihnya ekonomi global dari krisis. Sektor industri yang termasuk yang terkena dampak dari lemahnya perekonomian global adalah industri baja. (http://www.kemenperin.go.id/artikel/7088/Perlambatan‐Ekonomi‐Global‐Bayangi‐ Industri‐Manufaktur)
Industri Baja Nasional Indonesia sebagai salah satu negara produsen baja di dunia mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi negara penghasil baja yang terkemuka. Indonesia memiliki sumber daya mineral yang sangat melimpah, termasuk mineral yang mengandung besi oksida (bijih besi). Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomer 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional menyebutkan
4
bahwa industri baja merupakan basis industri manufaktur. Industri baja diharapkan menjadi basis bagi pengembangan industri prioritas dan andalan, terutama untuk pengembangan industri mesin, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika serta sektor bangunan/infrastruktur.
Menteri Perindustrian, Bapak Hidayat mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil dalam tiga tahun terakhir yang mencapai lebih dari 5% dan kondisi makro Indonesia yang semakin membaik, antara lain dengan jumlah penduduk sebesar 240 juta jiwa pada tahun 2012, pertumbuhan kelas menengah terus meningkat dari 37,7% pada 2003 menjadi 56,5% pada 2010, serta PDB yang mencapai Rp 9.084,0 triliun pada 2013, sehingga menjadi pendorong meningkatnya nilai pasar konstruksi dari Rp 400 triliun pada 2013 menjadi sekitar Rp.500 triliun pada 2014, dimana porsi pekerjaan baja pada kegiatan konstuksi rata-rata sebesar 11,24% atau sekitar Rp.75 triliun pada tahun 2014. (http://sp.beritasatu.com/ekonomidanbisnis/konsumsi‐baja‐perkapita‐indonesia‐36‐ kg/53975)
Jika tinggi suatu peradaban atau kemajuan bangsa dapat dikaitkan dengan kemajuan ekonomi negara, maka konsumsi baja dapat diguakan sebagai indikator (WarellOlsson 2009; Walters 2012). Untuk mendukung peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional dalam mewujudkan kemakmuran bangsa dan kemandirian
5
pertahanan nasional, negara kita memiliki produsen baja yang dipelopori oleh pemerintah, yaitu PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
Pada tahun 2013 permintaan baja nasional mendekati 13 juta ton per tahun (t/y) meningkat dari tahun sebelumnya. Hal ini dapat diartikan, rata-rata konsumsi baja nasional 40 Kg/per kapita per tahun. Angka tersebut masih berada diatas negara seperti Singapura yang hanya 928,2 kg/kapita tetapi belum dapat menandingi negara berkembang seperti Korea Selatan yang konsumsi baja perkapitanya mencapai107,2 kg/kapita. (World Steel Asociation, 2011)
Dengan terus meningkatnya konsumsi baja Indonesia, tetapi hal ini tidak diikuti dengan peningkatan kapasitas produksi produsen utama PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.,(Persero) Tbk, hanya sebanyak 3.125.000 t/y ditambah dengan kapasitas produksi produsen utama lain, secara kumulatif masih belum bisa memenuhi kebutuhan baja lokal. Hal ini menyebabkan kelebihan permintaan tersebut diisi oleh produk impor dengan harga yang lebih kompetitif dan adanya FTA sehingga pasar baja domestik semakin terbuka.
Industri baja juga berperan dalam percepatan dan perluasan pembangunan nasional, sebagai salah satu sektor implementasi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Beberapa peran dan manfaat industri baja, diantaranya:
6
a. Penyokong infratruktur (jalan, gedung, jembatan) sebagai salah satu kunci utama pertumbuhan ekonomi nasional b. Penyokong industri transportasi dan alat berat c. Penyokong industri manufaktur berbasis logam yang aplikasinya digunakan sebagai penggerak ekonomi nasional d. Mendukung industri pertahanan untuk stabilitas keamanan dan kemandirian alutsista (senjata api, kapal perang, kendaraan tempur). e. Menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar baik secara langsung maupun tidak langsung; f. Termasuk pembayar pajak terbesar (PPN, PPh) sebagai masukan anggaran negara;
Berdasarkan dari pernyataan Direktur Utama KS, Irvan Kamal Hakim, beliau menjelaskan pada tahun 2013 produk baja KS, menghasilkan 42 persen kontribusi kepada kebutuhan baja nasional. Hal ini menjadikan produk baja KS menguasai pasar baja nasional. Dengan capaian seperti itu, Irvan menuturkan bahwa produk baja KS menjadi penguasa di pasar nasional serta menjadi yang terbesar di Kawasan Asia. Selain itu, dari sisi kebutuhan, Irvan mengungkapkan total kebutuhan produk baja nasional mencapai 10 juta ton hingga 11 juta ton di 2013. Irvan juga mengatakan, meski menguasai pasar baja domestik, tetap harus ada baja hasil impor. Hal ini menunjukan peranan penting yang dipegang oleh PT. Krakatau Steel.
7
1.1.1. Tentang PT. Krakatau Steel KS, diresmikan pada tahun 1977 oleh Presiden Soeharto. KS memiliki 7 pabrik utama yang terintegrasi dari hulu hingga hilir, yaitu Direct Reduction Plant, Slab Steel Plant (1&2), Billet Steel Plant, Hot Strip Mill, Cold Rolled Mill, Wire Rod Mill, dengan kapasitas produksi total mencapai 3,125 juta t/y.
Produk utama KS adalah Hot rolled Coil/Sheet (Baja canai lembaran panas), Cold Rolled Coil/Sheet (Baja canai lembaran dingin), Wire Rod Steel (Baja batang kawat). Melalui aplikasi dari masing-masing produk ini, KS, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan baja domestik, sesuai dengan Misi Perusahaan “Menyediakan produk baja bermutu dan jasa terkait untuk kemakmuran bangsa”.
Kualitas produk KS, sudah diakui dunia Internasional dengan diraihnya berbagai sertifikat dari bermacam negara, seperti sertifikat dari Jepang, JIS (Japan Industrial Standard), LRA (Lloyd Grade A), ABS (American Bureau Standard), dan CE Marking. Selain itu, keseluruhan proses produksi diatur oleh sistem management mutu ISO 9001:2000 dan ISO 14001:2004 untuk memastikan setiap produknya memiliki standar kualitas yang tinggi.
Untuk menunjang kinerja perusahaan, KS memiliki beberapa anak perusahaan yang sanggup
mendiversifikasi
usahanya
menjadi
usaha-usaha
penunjang
yang
menghasilkan berbagai produk baja bernilai tambah tinggi, seperti pipa spiral, pipa
8
ERW, baja tulangan, dan baja profil. Anak perusahaan yang lain juga mendukung dengan meyediakan industri bahan baku, industri utilitas (air bersih, tenaga listrik), industri infrastruktur (pelabuhan, kawasan industri), industri jasa teknik (konstruksi,
rekayasa),
teknologi
informasi,
serta
menyediakan
layanan
kesehatan (rumah sakit).
Diantara ketiga produk utama yang dihasilkan oleh PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk., produk Hot Rolled merupakan produk yang memiliki volume penjualan yang paling tinggi. Dengan presentase penjualan sekitar 60 persen dibandingkan dengan 2 produk lainnya (Cold Rolled dan Wire Rod), maka produk HR tentu saja memiliki andil yang cukup besar bagi keuntungan PT. Krakatau Steel. (http://www.krakatausteel.com/?page=content&cid=8)
Hot Rolled Steel Baja lembaran panas yang berupa coil dan pelat adalah jenis produk baja yang dihasilkan dari proses pengerolan panas. Pabrikan dan para pengguna jenis baja ini umumnya menyebut produk ini 'baja hitam' sebagai pembeda terhadap produk baja lembaran dingin yang juga biasa dikenal sebagai 'baja putih'.
Krakatau Steel juga memproduksi baja plain carbon dan baja micro-alloyed yang dapat digunakan untuk berbagai fungsi, dari kualitas umum atau komersial hingga kualitas khusus, seperti struktur rangka baja, komponen dan rangka kendaraan
9
bermotor, tiang pancang, komponen alat berat, fabrikasi umum, pipa dan tabung umum, pipa dan tabung untuk jalur pipa dan casing, tabung gas, baja tahan korosi cuaca, bejana bertekanan, boilers, dan konstruksi kapal.
Ketebalan pelat baja lembaran panas berkisar antara 0,18 hingga 25 mm, sedangkan lebarnya antara 600 hingga 2060 mm. Produk baja lembaran panas dapat diberikan dalam bentuk coil dan pelat. Kondisinya dapat berupa gulungan atau sebagai produk yang melalui proses pickling dan re-coiling (hot rolled coil-pickled oiled atau HRCPO).
PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk., mampu menghasilkan baja lembaran panas berkualitas tinggi untuk penggunaan khusus karena telah menjalankan proses kontrol thermomekanik dan proses desulfurisasi menggunakan ladle furnace. (Sumber: http://www.krakatausteel.com/?page=content&cid=17)
1.1.2. Kompetitor PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. Di Industri Baja Domstik, terdapat 3 nama perusahaan yang bersaing ketat dengan PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.,dalam memperebutkan pangsa pasar produk HR di Indonesia yaitu: a. Gunung Raja Paksi (GRP), dengan kapasitas produksi 1.500.000 t/y b. Gunawan Dianjaya Steel (GDS), dengan kapasitas produksi 400.000 t/y
10
c. Jaya Pari Steel (JPS), dengan kapasitas produksi 60.000 t/y d. PT Krakatau Posco, dengan kapasitas produksi 3.000.000 t/y Walaupun demikian KS tetap menjadi market leader dengan pangsa pasar 42,32%. 1.1.3. Kinerja PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.,Tahun 2013 Berdasarkan data laporan kinerja KS tahun 2013, perusahaan membukukan total volume penjualan sebesar 2,4 juta t/y, meningkat 3 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan pendapatan bersih menurun 8,9 persen dari tahun sebelumnya, dikarenakan rata-rata harga jual yang lebih rendah, dimana penurunan sebesar 13,8 persen dari harga jual HRC karena jatuhnya harga komoditas di tingkat dunia serta penurunan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika.
Sedangkan untuk keuntungan kotor menurun 21,9% YoY menjadi US$ 95,6 miliar. Penurunan juga terjadi pada biaya pendapatan sebesar 8,1%YoY. Tingginya harga bahan baku gas (15,0% dari PGN dan 43.0% dari pertamina) juga menambah tekanan keuntungan kotor.
Perusahaan juga membukukan kerugian yang diatribusikan ke perusahaan induk sebesar US$ 13,9 juta, diakibatkan marjin operasi yang lebih rendah dan kerugian dari assosiasi perusahaan sebesar US$ 12,3 juta, US$ 11,5 juta timbul dari perusahaann patungan PT Krakatau-Posco yang masih dalam tahap pembangunan hingga awal Desember 2013.
11
Total asset juga berkurang 7,1% dari tahun sebelumnya menjadi US$ 2,380 juta, karena kas dan setara kas yang jumlahnya lebih rendah dari piutang. Persediaan mengalami penurunan 20,4% dari tahun sebelumnya, menjadi US$ 519,1 juta.
Dari keterangan di atas kita bisa melihat bahwa kinerja KS di tahun 2013 kurang begitu baik. Hal ini bisa dilihat dari jumlah pendapatan yang menurun dari tahun sebelumnya sebesar 8,9%. Selain itu keuntungan perusahaan juga menurun cukup tinggi sebesar 21,9% dari tahun sebelumnya. Hal-hal tersebut diakibatkan oleh tingginya ongkos produksi yang disebabkan oleh tingginya harga bahan baku gas. Selain itu perusahaan patungan dengan perusahaan baja Posco dari Korea yang belum selesai juga menjadi salah satu penyebab kerugian KS.
1.2. Identifikasi Masalah Dilihat dari tahun 2009 sampai dengan 2013, pertumbuhan permintaan baja di Indonesia menunjukan peningkatan mencapai angka rata – rata 13,15%, yang didominasi oleh produk HR. Hal ini bisa terlihat dari permintaan baja di Indonesia tahun 2013 yang diperkirakan mencapai 12,5 jt ton. Data tersebut didapat dari Laporan Divisi Pengembangan Pasar KS. Sementara itu jika melihat prosentase volume penjualan KS dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, KS tidak menunjukan adanya peningkatan. Tahun 2009 adalah tahun dimana KS mampu mengisi pangsa pasar HR paling tinggi dalam kurun waktu
12
tersebut, yaitu sebesar 64%. Dengan penjualan sebesar 1.005.935 ton dari 1.576.684 ton konsumsi produk HR nasioal. Akan tetapi setelah periode tersebut, pangsa pasar KS terus mengalami penurunan. Pada tahun 2010, KS hanya mampu menjual 957.725 ton dibandingkan dengan konsumsi nasional yang mencapai 1.967.699 ton. Walaupun demikian KS masih mampu mengisi 49% pangsa pasar. Selanjutnya, di tahun 2011 pangsa pasar KS kembali menurun menjadi 43% dengan penjualan sebesar 1.156.774 ton dari 2.715.183 ton konsumsi baja nasional. Hal yang sama juga terjadi di tahun 2012. Dari 3.282.807 ton konsumsi baja nasional, KS hanya berhasil menjual sebesar 1.235.926 ton baja, yang berarti 38% dari pangsa pasar yang ada. Terakhir di tahun 2013 pangsa pasar KS mengalami kenaikan menjadi 40% dari 3.126.392 ton total konsumsi nasional. Walaupun kenaikan yang terjadi tidaklah signifikan, ini berarti KS mampu menjual 1.250.662 ton produk HR. Melihat dari data – data tersebut dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan konsumsi produk baja HR nasional yang terus mengalami kenaikan tidak diiringi dengan kemampuan KS dalam menjual produk HR nya. Apabila KS tidak mampu untuk mengimbangi pertumbuhan permintaan, maka gap antara permintaan dan kemampuan menjual semakin lebar, dan akibatnya pangsa pasar yang dimiliki KS akan semakin tergerus.
Menurut data dari Divisi Market Research KS, tingkat pertumbuhan impor produk HR terus meningkat dari tahun 2012 ke tahun 2013 sebesar 4,3 persen. Material impor yang paling banyak berasal dari Jepang dan Korea Selatan. Penyebab para pembeli lebih memilih untuk membeli produk baja impor, karena harga mereka yang lebih
13
kompetitif diabanding harga produsen lokal termasuk KS. Berikut adalah ilustrasi perbandingan antara permintaan HR nasional, produk HR import dan baja lokal dengan penjualan produk HR KS.
Gambar 1.1. Perbandingan produk HR di Indonesia. Dengan melihat situasi dan kondisi di atas, apabila KS dalam waktu 2 (dua) tahun tidak bisa mencari cara untuk mengimbangi pertumbuhan tingkat permintaan secepatnya, maka pangsa pasar yang ada akan semakin tergerus dan semakin dipenuhi oleh produk HR yang berasal dari impor.
14
Oleh karena itu, masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Strategi apakah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pangsa pasar KS? 2. Langkah – langkah apa saja yang harus dilakukan oleh KS untuk dapat meningkatkan pangsa pasar?
1.3. Objektifitas Objektif dari projek ini adalah untuk membantu KS dalam mengidentifikasi kelemahan dan ancaman serta melihat kekuatan KS yang berasal dari faktor internal dan eksternal. Dari faktor – faktor tersebut dapat dibuat sebuah strategi baru yang dapat membantu KS untuk meningkatkankembali pangsa pasarnya. itu pada penelitian ini juga mengidentifikasi peluang-peluang pasar yang dapat dituju, sehingga bisa meningkatkan volume penjualan dan pangsa pasar produk HR di Indonesia.
1.4. Manfaat Konsultasi ini diharapkan untuk menghasilkan beberapa keuntungan sebagai berikut : 1. Untuk KS – untuk membangun rencana strategi pemasaran yang dapat membantu PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.,dalam mencapai target penjualan. Konsultasi ini juga memberikan saran kepada PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.,dari segi akademis. 2. Untuk
Mahasiswa
–
projek
ini
merupakan
kesempatan
untuk
mengimplemetasikan teori – teori ilmu strategi pemasaran didalam dunia bisnis.
15
3. Untuk Binus Business School – Untuk menambah informasi mengenai industri baja nasioanal dan cara mengimplementasikan strategi pemasaran dilapangan. Selanjutnya, projek ini bisa digunakan kedepannya sebagai bahan penelitian untuk pra-sarjana dan doctorial di Binus Business School, dan juga sebagai bahan studi kasus.
1.5. Cakupan dan batasan konsultasi Konsultasi ini ditujukan untuk membantu KS dalam membuat dan mempersiapkan strategi pemasaran selanjutnya yang dibuat dari hasil analisa jumlah penjualan HR dari tahun 2009 sampai 2013. Projek ini hanya untuk membantu dalam penilaian operasional dari rencana nya yang sudah ada dan tidak termasuk membantu implementasi ataupun evaluasi. Tim projek juga tidak mengambil peran dalam pengambilan keputusan atau posisi di manajemen.
1.6. Penyampaian Tim projek konsultasi akan
memberikan hasil evaluasi dan alternatif
strategi pemasaran yang akan didokumentasikan dalam thesis ini.
rencana
16