BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Implementasi Kepatuhan Proses Pemberian Kredit Modal Kerja dan Temuan Kepatuhan Divisi Terkait dengan Kredit 4.1.1
Tata Cara Pelaksanaan Proses Pemberian Kredit di PT. Bank X Pusat Dalam setiap pemberian kredit modal kerja yang diberikan oleh PT. Bank X
Pusat diperlukan beberapa prosedur yang harus dilakukan oleh setiap divisi yang terkait, agar meminimalisir terjadinya resiko kredit macet yang diakibatkan oleh beberapa faktor eksternal dan internal. Berikut ini merupakan implementasi dari prosedur pemberian kredit yang dilakukan oleh tiap- tiap divisi terkait sehubungan dengan pemberian kredit kepada debitur yang layak menerima kredit tersebut. 4.1.1.1 Implementasi Pemberian Kredit Oleh Auditee PT. Bank X Berikut ini adalah tata cara pelaksanaan pemberian kredit yang diberikan oleh PT. Bank X Pusat dimana data telah diolah oleh penulis: a. Proses pemberian kredit oleh Account Officer Account Officer yang bertugas sebagai in front liner ( auditee) , dimana Account Officer mencari nasabah ( debitur) yang berhak untuk menerima kredit dari PT. Bank X Pusat. Setelah Account Officer memiliki keyakinan bahwa debitur tersebut berhak menerima kredit, maka dilakukan wawancara oleh Account Officer
58
kepada debitur sehubungan dengan kredit yang diminta oleh debitur tersebut. Beberapa wawancara yang ditanyakan oleh Account Officer diantaranya tentang : i. Besarnya plafond kredit yang diminta oleh debitur, besarnya bunga yang diajukan, dan biaya administrasi yang harus dibayarkan kepada Bank X Pusat. ii. Bentuk jaminan yang diberikan oleh debitur ( jaminan perorangan ,jaminan tangible/berwujud, jaminan kebendaan non fisik) dalam hal ini, Account Officer akan meminta berkas file jaminan kepada bagian Appraisal dimana tugas Appraisal adalah : menilai Market value dan liquidation value sesuai dengan harga pada daerah jaminan tersebut diajukan serta informasi jaminan sesuai dengan fakta dilapangan. Penilaian Appraisal ini sangat penting , karena menyangkut penilaian analisa Credit pada tahap selanjutnya. iii. Latar Belakang dan usaha debitur. Latar belakang dan usaha debitur ini sangat penting untuk analisa berikutnya yang dilakukan oleh Credit Review sesuai dengan aspek 5C, 5P dan 3R . aspek yang disebut dengan analisis 5C yaitu: 1. Character Watak dan kepribadian dari calon debitur merupakan salah satu pertimbangan sebelum menetapkan pemberian kredit. Dalam hal ini Credit Review menganalisa latar belakang dari debitur 59
tersebut. Apakah debitur tersebut memiliki kelakuan baik dan pengechekan DHN ( Daftar Hitam Nasabah) dilakukan kembali untuk mengetahui calon debitur memiliki blacklist dalam BI atau tidak .dan permintaan SID BI cheking kepada Admin Kredit dimana secara tidak langsung, untuk mengetahui calon debitur ini pernah mengalami masalah dengan memenuhi kewajibannya atau tidak dengan 5 golongan Kolektibilitas yaitu : Lancar, DPK ( Dalam Perhatian Khusus) ,Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet. 2. Capacity Credit Review perlu mengetahui dengan pasti kemampuan usaha debitur. Berapa jumlah pendapatan debitur dalam sebulannya. Besarnya pendapatan tiap usaha tidak dapat ditentukan, tetapi pendapatan calon debitur yang mampu akan terus meningkat dan diharapkan kelak calon debitur akan mempu membayar kewajibannya kepada PT. Bank X 3. Capital ( Modal) Credit
Review
perlu
meminta
laporan
keuangan
dan
menganalisanya dengan cermat. Pada PT. Bank X Pusat, persyaratan jika calon debitur memiliki aset lebih dari Rp. 25 Milyar, maka Laporan keuangan harus di audited. Karena akan menyangkut pembelian kredit jangka pendek dan jangka panjang. 4. Condition of economy ( Kondisi ekonomi) 60
Kondisi yang sedang terjadi akan memberikan dampak positif atau negatif terhadap usaha calon debitur. Misalnya : tsunami, longsor, gempa bumi, dll. 5. Collateral ( Jaminan / Agunan) Jaminan merupakan bagian penting dalam kredit, jaminan perlu di teliti dengan cermat dengan maksud jika debitur tidak dapat melakukan kewajibannya dan tidak mampu menyelesaikan kreditnya maka agunan tersebut akan diambil alih. Jaminan yang dapat diterima sesuai dengan peraturan BI di Pada PT.Bank X Pusat berupa : a. Jaminan karena undang-undang dan karena perjanjian seperti jaminan umum, hak privelege dan hak retensi (UU KUHP perdata pasal 1132, pasal 1134 ayat (1)). Sedangkan jaminan karena perjanjian adalah jaminan yang diadakan oleh perjanjian yang diadakan pihak sebelumnya seperti gadai, hipotik, hak tanggungan dan fiducia. b. Undang undang Hukum Perdata pada pasal 1131 menyatakan bahwa segala kebendaan debitur, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru , menjadi tanggungan untuk segala perikatan perserorangan. Hal ini berarti seluruh harta kekayaan milik debitur akan menjadi jaminan pelunasan atas utang debitur kepada kreditur. 61
c. Jaminan kebendaan : 1) Gadai diatur dalam KUH Perdata Pasal 1150-1161, yaitu suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan oleh debitur untuk mengambil pelunasan. 2) Hak tanggungan; UU No.4/1996, yaitu jaminan yang dibebankan hak atas tanah, atau tidak berikut benda-benda lain untuk pelunasan hutang debitur
yang memberikan kedudukan yang diutamakan
pada kreditur. 3) Fiducia, UU No.42/1999, yaitu hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagai agunan bagi pelunasan hutang debitur. Jaminan diatas merupakan hanya bisa dianggap sebagai jaminan tambahan dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/69/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/1/UKU masingmasing tanggal 7 September 1993 perihal Saham sebagai Agunan Tambahan Kredit. Jenis-jenis jaminan yang dapat diterima adalah : a) Bangunan : a. Rumah b. Ruko c. Gedung 62
d. Wisma e. Pabrik f.Gudang g. Apartemen h. Rusun i. Kios b) Tanah c) Mobil d) Deposito e) Piutang f) Mesin g) Saham h) Emas i) Stock Barang j) Jaminan Pribadi k) Jaminan Perusahaan l) Lainnya. Selain itu Prinsip 5P juga dilakukan oleh Credit Review dalam menganalisa kredit, diantaranya: a. Party ( golongan) Credit Review perlu menggolongkan calon debiturnya menjadi beberapa bagian
yaitu : character,capacity, dan capital . 63
Penggolongan ini diperlukan untuk memberikan arahan bagi Credit Review PT. Bank X bagaimana caranya untuk menyikapi calon debitur. Dan ketentuan Undang- undang yang mengatur tentang usaha debitur tersebut. b. Purpose ( tujuan) Tujuan penggunaan fasilitas kredit tersebut harus jelas dan sesuai dengan konsep “ economy conditions” . apakah sesuai dengan usaha yang sedang digeluti oleh debitur, dan dalam aspek ekonominya memiliki segi positif atau tidak. c. Payment ( pembayaran) Pendapatan
debitur
dapat
diperkirakan
cukup
untuk
pengembalian kredit serta bunga cicilannya. Pada PT. Bank X Pusat terlihat dari perhitungan WI Need debitur. d. Profitability ( kemampuan memperoleh laba) Setelah dianalisis , maka perlu diperhitungkan apakah debitur mampu memperoleh laba/ keuntungan dalam forecast usahanya yang diukur dengan jumlah bunga dan kredit yang dimiliki debitur. Jika debitur memiliki laba, maka dinyatakan bahwa usahanya tergolong baik.
e. Protection ( Perlindungan)
64
Credit Review perlu menganalisa jaminan calon debitur cukup aman atau tidak serta untuk menghindari peristiwa/resiko yang tidak dinginkan terjadi . Prinsip 3 R sebagai bahan analisa Credit Review dalam menganalisa kredit calon debitur yaitu : 1. Returns/Returning ( hasil yang dicapai) Hasil yang diperkirakan ( diestimasikan ) dari laporan keuangan debitur untuk mengukur analisa kecukupan pembalian kredit serta bunganya. 2. Repayment ( Pembayaran Kembali) Credit Review akan menghitung pembayaran kembali debitur yang harus sudah dapat diramalkan dan
rencana jadwal
pengembalian kreditnya kepada Bank. Dalam hal ini PT. Bank X memiliki standar untuk melihat kemampuan membayar debitur yang terlihat dalam Repayment Capacity dimana minimal RC menurut Intern Bank X Pusat adalah 1,5 kali, Sedangkan menurut aturan BI adalah 2,5 kali sebagai standar kecukupan pembayaran kembali. Repayment capacity sangat berhubungan Kredit Modal Kerja 3. Risk Bearing Ability
65
Pengandaian analisis jika calon debitur gagal/tidak mampu lagi membayar kewajibannya, maka untuk menutup kerugian tersebut, maka kredit tersebut dicover oleh jaminan atau asuransi. iv. Laporan Keuangan Debitur ( termasuk Laporan keuangan Neraca dan Laba /Rugi ) . Laporan keuangan debitur ini melibatkan aset dan utang debitur . untuk melihat RC dan WI need yang akan dianalisa oleh debitur. v. KTP,NPWP, SIUP, TDP atau berbagai surat yang berhubungan dengan usaha debitur yang melibatkan usaha debitur sudah terdaftar dalam undang- undang serta bersifat Legal. Setelah itu, beberapa dokument tersebut akan diproses dan setelah selesai akan dikumpulkan berupa file kredit. Sebelum file kredit tersebut diberikan kepada Credit Review , Account Officer akan melakukan pengchekan Daftar Hitam Nasabah yang diminta dari bagian Customer Service,setelah itu Account Officer melakukan permintaan SID BI cheking kepada Admin Kredit dan penilaian jaminan oleh bagian Appraisal. Setelah semua dokument lengkap dan data- data telah diproses oleh Account Officer, maka langkah selanjutnya adalah memberikan file kredit tersebut kepada Credit Review.
b. Proses Kredit oleh Credit Review
66
Setelah file kredit diberikan oleh Account Officer, maka Credit Review akan memproses data tersebut untuk diolah dimana fungsi Credit Review untuk melengkapi kekurangan laporan yang dibuat oleh Account Officer dan membuat analisa kelayakan debitur untuk menerima kredit atau tidak
sebelum diserahkan kepada Risk
Manajement / komitee
kredit,
4.1.1.2 Implementasi Pemberian Kredit Oleh Audit Kepatuhan a. Risk Manajement Setelah file kredit dan lembar analisa telah diberikan oleh Credit Review, maka hal yang dilakukan oleh seorang risk
management adalah melakukan
SKMR . Kebijakan dan prosedur yang terdapat pada SKMR PT. Bank X Pusat adalah : i. Penyediaan dana pada satu debitur maupun group/kelompok usaha dengan fasilitas/plafond sbesar ≥ Rp. 5 Milyar, kreiteria pemberian pemberian kredit dapat berubah sesuai dengan SE direksi ii. Review oleh SKMR dilakukan setelah Analisa Kredit KP dilakukan oleh Credit Review. Hasil SKMR disetujui oleh direktur kepatuhan sebelum kredit dimintakan persetujuan kepada Komitee Kredit iii. Review yang dilakukan oleh SKMR berupa rekomendasi atas penilaian risiko yang terkandung dalam pemberian kredit , SKMR tidak memiliki wewenang sebagai pemutus kredit. 67
b. Compliance Setelah dari Risk Management dan sebelum kepada direktur kepatuhan, Analisa kredit dan review SKMR akan dilihat oleh Compliance dengan memberikan komentar sesuai dengan kepatuhan yang ada pada peraturan BI ataupun undang – undang yang berlaku di Indonesia. Tujuan dari complience dalam pemberian kredit adalah untuk mereview pekerjaan masing –masing divisi yang berkaitan dengan kredit sesuai dengan SOP dan peraturan Bank Indonesia ataupun perundang –undangan . Jika debitur kredit sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan undang – undang dan ketentuan BI, Setelah semua peraturan BI dan Undang –undang sudah dilakukan saksama oleh masing – masing divisi yang terkait dengan kredit maka akan dibuat suatu laporan kepatuhan kredit atas nama debitur tersebut apakah debitur sudah memenuhi persyaratan sesuai BI atau belum dan pihak Compliance dapat memberikan saran, dan setelah itu file kredit tersebut diberikan kepada direktur kepatuhan dan komitee kredit.
4.1.1.3 Implementasi Pemberian Kredit oleh Komitee Kredit Setelah dilakukan analisa oleh analisa kredit , Risk Management dan audit kepatuhan, maka komitee kredit akan melihat aspek- aspek dari debitur tersebut apakah layak atau tidak untuk diberikan kredit, maka dewan komitee akan memberikan komentar perihal tentang kredit tersebut . dan setelah itu file kredit tersebut akan diserahkan kembali kepada Credit Review untuk dibuat surat kuasa setelah adanya 68
keputusan dari rapat kredit yang dihadiri oleh komitee kredit, Dewan Komisaris, dan auditee tentang kredit tersebut. Setelah Dewan Komisaris menentukan keputusan apakah kredit tersebut diterima atau ditolak, maka jika kredit tersebut diterima , surat kuasa akan dibuat oleh Credit Review . jika kredit tersebut ditolak maka Account Officer akan membuat banding kredit kepada komitee kredit.
4.1.1.4 Implementasi Pemberian Kredit oleh Administrasi Kredit Setelah Surat Kuasa oleeh Credit Review dimana didalamnya tertera 2 nama dewan komitee kredit ( jika kredit kurang dari Rp. 5 Milyar) dan jika kredit ≤ Rp. 5 Milyar maka didalam surat tersebut akan tertera 3 nama dewan komitee kredit ( termasuk komisaris utama) . Setelah itu bagian Admin Kredit akan membuat Surat Keputusan Kredit dan setelah itu analisa kredit, file kredit, serta seluruh berkas kredit akan diberikan kepada bagian Admin Legal untuk diperiksa kembali jaminan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan undang- undang di Indonesia atau ada kekeliruan pemriksaan jaminan. Persyaratan yang diminta oleh Credit Review dan komitee kredit akan diminta lagi oleh bagian Admin Legal ini sebelum kredit tersebut cair. Setelah seluruh berkas di lengkapi, maka bagian Admin Kredit akan memberikan Surat Kuasa dan SPDK ini kepada Notaris untuk diresmikan secara hukum dan setelah itu kredit bisa langsung dicairkan.Setelah kredit cair maka akan dilakukan monitoring oleh pengawas kredit dan Pengendalian internal ( management kredit) yang dilakukan oleh SKAI. Berdasarkan wawancara yang telah diberikan oleh PT. Bank X Pusat dalam Pelaksanaan system pengendalian intern perkreditan yang efektif dapat membantu manajemen Bank 69
dalam menjaga aset Bank, menjamin tersedianya pelaporan perkreditan yang andal, meningkatkan kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta mengurangi risiko kerugian, penyimpangan dan pelanggaran aspek kehati hatian. Sistem pengendalian intern perkreditan meliputi : 1. Pengawasan oleh manajemen dan budaya pengendalian antara lain diwujudkan dalam penetapan tingkat risiko kredit yang dapat ditolerir oleh Komisaris, penetapan kebijakan dan strategi perkreditan oleh Direksi, mengevaluasi dan menindaklanjuti temuan dan rekomendasi dari Bank Indonesia, SKAI dan auditor ekstern, mengadakan pertemuan berkala antara Direksi, Komisaris dan pejabat eksekutif untuk membahas masalah masalah perkreditan. 2. Identifikasi dan penilaian risiko diwujudkan dengan penetapan limit risiko kredit dan membuat profil risiko kredit yang terus dikinikan secara periodik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko. Identifikasi dan penilaian risiko ini meliputi risiko kualitatif dan risiko kuantitatif. Secara berkala Satuan Kerja Manajemen Risiko melakukan kaji ulang untuk mengantisipasi adanya risiko yang belum dikendalikan. 3. Kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi diwujudkan dengan evaluasi berkala dari Direksi baik melalui pertemuan dengan pejabat Bank maupun melalui laporan kinerja operasional. Selain itu SKAI secara rutin juga melakukan kaji ulang operasional dan melaporkan hasilnya kepada Direksi. Kegiatan pengendalian juga mencakup kecukupan kebijakan dan prosedur perkreditan, mekanisme pengawasan ganda pada
70
setiap tahap proses perkreditan, pengamanan aset Bank dan debitur, serta system administrasi. 4. Sistem akuntansi, informasi dan komunikasi yang memadai diwujudkan dalam system pencatatan, penyediaan data debitur yang akurat dan konsisten. Informasi perkreditan harus dapat dijangkau oleh seluruh pihak yang berkepentingan baik ekstern maupun intern. Ketersediaan bukti dan dokumentasi perkreditan harus memadai untuk mendukung proses jejak audit. 5. Kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan. Secara berkala Bagian Pengawasan Kredit bersama SKAI melakukan pemantauan atas semua aspek perkreditan dan melaporkannya kepada Direksi. Apabila terdapat penyimpangan terhadap ketentuan atau prosedur perkreditan, harus segera ditindaklanjuti dan dimonitor penyelesaiannya oleh pengawas kredit.
4.1.1.5 Kredit Macet/ Bermasalah Setelah diadakan wawancara dengan bagian Legal kredit bagian kredit bermasalah di PT. Bank X Pusat, maka didapatkan laporan sebagai berikut: 1. Kredit yang dapat diajukan untuk dihapuskan (hapus buku dan atau hapus tagih) hanya untuk kredit yang telah diklasifikasikan macet dan telah dilakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali kredit yang diberikan antara lain penagihan kepada debitur, restrukturisasi kredit, meminta pembayaran dari pihak yang memberikan garansi dan penyelesaian kredit melalui pengambilalihan agunan. Serta minimal memenuhi salah satu kriteria berikut: 71
a. keadaan usaha dan keuangan debitur sudah tidak memungkinkan lagi bagi debitur untuk membayar sisa hutangnya, b. tidak terdapat sumber pembayaran lain yang dapat diandalkan debitur untukmelunasi hutangnya, c. tidak terdapat lagi agunan ataupun nilai agunan tidak lagi mencukupi untuk menutupi sisa hutang debitur, d. penyelesaian kredit telah diserahkan ke Pengadilan Negeri. Setiap permohonan penghapusan kredit, harus diajukan secara tertulis dengan mencantumkan jenis penghapusan kredit yang diinginkan (hapus buku dan atau hapus tagih), jumlah penghapusan dan alasan penghapusan. Permohonan penghapusan akan diverifikasi lebih dahulu oleh bagian Pengawasan Kredit sebelum mendapat persetujuan dari Direksi dengan diketahui oleh Komisaris. Persetujuan Direksi untuk penghapusan kredit akan dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi. Cabang wajib mengadministrasi dan mendokumentasi yang dihapus semua data dan informasi kredit yang dihapuskan. Data dan informasi tersebut mencakup namun tidak terbatas pada alasan dan atau dasar pertimbangan penghapusan dan upaya yang dilakukan untuk memperoleh kembali kredit yang diberikan seperti restrukturisasi kredit, meminta pembayaran dari pihak yang memberikan garansi, dan penyelesaian kredit melalui pengambilalihan agunan. Agunan Yang Di Ambil (AYDA) adalah aktiva non produktif yang diperoleh Bank baik melalui pelelangan maupun diluar pelelangan berdasarkan penyerahan Minimal setahun sekali bagian Pengawasan Kredit akan membuat laporan mengenai kredit yang telah dihapuskan kepada Direksi dan Komisaris. 72
Prosedur dan tata cara hapus buku dan hapus tagih diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Direksi.
4.1.2 Implementasi Kepatuhan Dalam Proses Pemberian Kredit Modal Kerja Kepatuhan dibutuhkan dalam proses pemberian kredit modal kerja dimana masing – masing divisi kredit yang terkait sudah menjalankan SOP ( standar operasional) dengan baik. Setelah diadakan wawancara dengan bagian Account Officer, Credit Review, Risk Management, Compliance, Legal, dan Admin Kredit, maka PT. Bank X Pusat sudah melaksanakan ketentuan sesuai dengan peraturan Bank Indonesia terhubung dengan pemberian Kredit Modal Kerja. Hal konkrit yang terlihat bahwa PT. Bank X telah melakukan kepatuhan dalam Proses alur Pemberian kredit yang sesuai dengan BI yaitu : i. PSAK 55 dimana aset dan laporan keuangan debitur bisa dipertanggung jawabkan dan dapat memenuhi kewajibannya kepada pihak kreditur ( PT. Bank X) dan memastikan aset keuangan dan Pengukuran aset keuangan yang mengalami penurunan nilai mencerminkan nilai wajar agunannya. Agunan tersebut tidak diakui sebagai aset secara terpisah dari aset keuangan yang mengalami penurunan nilai kecuali memenuhi kriteria pengakuan aset sesuai dengan PSAK lain. Misalnya : Laporan Keuangan (Neraca dan Laba rugi audited) dan dokumentasi yang terdaftar dalam undang – undang. ii. Sesuai dengan PBI No 5/8/PBI/2003 dan perubahan No. 11/25/PBI/2009 Risk Management telah melakukan tugasnya dengan membuat SKMR dan 73
analisa resiko. Serta Satuan Kerja Audit kepatuhan yang telah dilakukan oleh Compliance untuk mengetahui apakah masing – masing divisi sudah melakukan tugasnya sesuai dengan SOP atau belum yang bertujuan agar PT. bank X menjadi Bank yang sehat dan memiliki pertumbuhan aset yang meningkat. iii. Sesuai dengan PBI No 14/22/PBI/2012 dimana kredit tidak diperbolehkan overdraft
yang dilihat dari kinerja Account Officer dalam memeriksa
Rekening Koran
debitur agar tidak terjadi overdraft, dan jika terjadi
overdraft maka Account Officer akan membuat suatu laporan kepada Kantor Pusat dan ketentuan ( denda) sesuai dengan Undang- undang intern Bank yang berlaku. Selain itu dalam PBI tersebut tertulis bahwa kredit harus diikat dengan suatu perjanjian kredit ( akad kredit) dengan adanya materai. Dalam hal ini pihak Credit Review yang membuat Surat kuasa sehubungan dengan pengikatan kredit telah mencantumkan materai sebagai legalitas atas perjanjian kredit tersebut telah disetujui
dengan adanya tanda tangan
komitee kredit di atas materai tersebut. iv. Sesuai dengan undang- undang No. 30/17/UPPB tanggal 27 Februari 1998 penggolongan kolektibilitas kredit pada BI cheking ( SID). Dalam hal ini Admin Kredit PT. Bank X harus melakukan pengkinian pembayaran kewajiban oleh debitur telah berjalan lancar atau tidak dan dilaporkan pada BI, hal ini merupakan siklus yang penting pada kredit agar Account Officer dan Credit Review dapat menganalisa debitur tersebut memiliki reputasi 74
yang baik atau tidak untuk masa yang akan datang dalam pembayarannya kepada pihak Bank yang telah dilakukan dengan cermat oleh auditee PT. Bank X Pusat v. Sesuai
dengan
Surat
Keputusan
Direksi
Bank
Indonesia
Nomor
26/69/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/1/UKU jaminan gadai, hipotik, dan fiducia merupakan jaminan tambahan. Credit Review menganalisa jaminan dengan cermat sesuai dengan ketetapan BI tentang jaminan utama, dan jaminan tambahan. Penilaian jaminan sangat penting dalam kredit agar dapat mengantisipasi jika kredit tersebut bermasalah dan ketika jaminan tersebut dijual kembali tidak akan jauh berbeda dengan penilaian appraisal.
4.1.3 Studi Kasus Berikut ini adalah studi kasus Lembar Kerja analisa yang dilakukan oleh Credit Review (berdasarkan NRK ,MAK, Laporan Keuangan yang didapat dari Account Officer dan penilaian jaminan oleh Appraisal), Risk Management, Compliance ( kepatuhan), Temuan SKAI yang terkait dengan sample salah seorang debitur yang mengajukan kredit kepada PT. Bank X Pusat . Lembar kerja beberapa divisi tidak dapat di lampirkan karena berdasarkan sistem komputerisasi.
Lembar Disposisi Credit Review 75
Surat Dari
PT.
BANK
X
CABANG
JAKARTA
BARAT Tanggal/No. Surat
12/12/13/0058/NRK/JKT/XII/2013
Perihal
KREDIT BARU , A/N RUDI
Diteruskan Kepada
Credit Review
Paraf komitee kredit
Xxxxx
Tanggal komitee kredit memberikan saran
Instruksi/ Informasi
Xxxxx KMK Baru sebesar Rp. 5.000.000.000,- , Loan
Demand
berjalan
sebesar
Rp.
1.000.000.000,-, suku bunga 15% p.a , provisi 0,5 % p.a , jangka waktu 12 bulan, pengikatan : Notariil,
Tujuan usaha :
Tambahan modal kerja. Jaminan KMK Baru :1). 1 unit T/B dengan SHM No. xxxxx. Luas Tanah : 400 M² dan Luas Bangunan : 370 M² ( IMB No. xxx atas nama Rudi ( debitur)). Letak jaminan di Jl. Melati 2, Jakarta Barat. Nilai Pasar Nilai Likuidasi
Rp. 4.500.000.000,Rp.3.950.000.000
76
2).
1 unit T/B dengan SHM No. xxxxx.
Luas Tanah : 240 M² dan Luas Bangunan ( 2 lantai) : 270 M² ( IMB No. xxx atas nama Rudi ( debitur)). Letak jaminan di Jl. Melati 3, Jakarta Barat. Nilai Pasar Nilai Likuidasi
Rp. 2.500.000.000,Rp. 1.870.000.000,-
Sehingga total jaminan KMK Baru menjadi: Nilai Pasar Nilai Likuidasi
Rp. 7.000.000.000,Rp. 5.820.000.000,-
Perhitungan CR : 7.000.000.000 x x100%:140% 5.000.000.000 Perhitungan CR : 5.820.000.000 x100%:116 5.000.000.000
Jaminan PTX-OD berjalan 1 bilyet deposito Bank X dengan no. reg xxxxx atas nama Rudi ( debitur), suku bunga 14%, jangka waktu 29-04-2014 dengan nominal RP. 1.000.000.000 ( CR : 100%) . Perhitungan CR : 1.000.000.000 1.000.000.000
x 100%
CR= 100%
77
Latar Belakang debitur Debitur berusia 48 tahun memiliki istri yang bernama Ina berusia 46 tahun, dan telah dikaruniai 2 orang anak. Debitur memiliki usaha yang bergerak di bidang kontraktor “ PT.Sinar” selama 10 tahun yang dalam operasionalnya dibantu oleh anak dan beberapa rekannya. Susunan kepengurusan berikut : Rudi –Direktur Utama
adalah sebagai
Ani- Wadirut Yudi –Direktur Trade Cheking Supplier : Contact person : Bp. Gunawan ( Tlp. 3687551) Contact person : Bp. Harry ( Tlp. 2579866) Hasil BI Checking a/n. Rudi ( Direktur Utama)
posisi
data
terakhir
tgl.
31.10.2013, diketahui : Bank : X , fasilitas : Loan Demand dengan plafond sebesar Rp 5.000.000.000,- dengan o/s sebesar Rp. 4.890.000.000,- dengan status Kol. 2 Hasil BI Checking a/n. Ani ( Wakil Direktur Utama)
posisi
data
terakhir
tgl.
78
31.10.2013, diketahui : Bank : ZX , fasilitas :
KK
dengan
plafond
sebesar
Rp
100.000.000,- dengan o/s sebesar Rp. 99.000.000,- dengan status Lancar Hasil BI Checking a/n. Yudi ( Direktur I) posisi
data
terakhir
tgl.
31.10.2013,
diketahui : Bank : Y , fasilitas : KK dengan plafond sebesar Rp. 70.000.000,- dengan o/s sebesar Rp. 69.000.000,- dengan status Lancar. Hasil BI cheking atas nama PT. Sinar : Nihil AKTIVITAS KEUANGAN R/K Bank X acc. 123456789 atas nama debitur periode ( Agustus s/d oktober'13) Rata mutasi kredit : Rp. 1.689.000.000,Rata mutasi debit : Rp. 4.409.635.866,Rata-rata Saldo pemakaian
:Rp.
4.900.000.000,- / 98 % dari plafond
Perhitungan rata- rata saldo pemakaian yaitu : Rp. 4.900.000.000,- x 100% = 98% Rp. 5.000.000.000,Estimasi Repayment Capacity Pendapatan : Rp. 5.480.000.000,- ( menurut L/R cabang ) Hpp (90%) : Rp. 4.932.000.000,- (-) Gross profit: Rp.
548.000.000,-
SGA exp
: Rp.
139.000.000,-
EBIT
Rp.
547.861.000,-
KMK Bank X Rp.
62.500.000,-
79
NPBT
Rp. 458.361.000,-
RC 8.7 kali
Estimasi Repayment Capacity Pendapatan : Rp. 4.932.000.000,- ( konservatif 90% L/R cabang ) Hpp (90%) : Rp. 4.438.800.000,- (-) Gross profit: Rp. SGA exp
: Rp.
EBIT
Rp.
KMK Bank X Rp. NPBT
493.200.000,139.000.000,354.200.000,62.500.000,- (-)
Rp. 291.700.000,-
RC 5.6 kali
Perhitungan Repayment capacity ( RC) EBIT
: Rp. 547.861.000 : 5.6 kali
Total kewajiban Rp 62.500.000,-
SARAN 1. usaha debitur sudah berjalan selama 10 tahun 2. Terdapat Kol. 2 pada Bank X dengan fasilitas PTX- OD 3. Aktivitas R/K Bank X dengan Rata- rata mutasi kredit sebesar Rp. 1.689.000.000,- dengan frekuensi sebanyak 7 kali 4. RC menurut L/R cabang sebesar 8,7 kali dan RC berdasarkan konservatif 90% dari L/R cabang yaitu sebesar 5,6 kali.
Berdasarkan data dan informasi diatas maka permohonan fasilitas kredit Baru a/n. Rudi Syarat : 1) Persyaratan Administrasi dan Legal sempurna sesuai ketentuan yg berlaku di Bank X 2) R/K di Bank X lebih aktif lagi dan tidak diperkenankan OD (Overdraf). 3) Selesaikan Kol. 2 pada Bank X dengan 80
fasilitas Loan Demand
(data diolah)
Lembar Kerja Kepatuhan 1.Nama Debitur
Rudi
2.Kantor Cabang
Jakarta Barat
3.Jenis Usaha
Kontraktor
4.Fasilitas Pinjaman
Baru
5.Dokumen kredit a. KTP b. SIUP c. TDP
Ada ( atas nama Rudi dan Ina ( istri debitur) ) Ada ( atas nama nama PT. Sinar ( usaha debitur)
Ada ( PT. Sinar)
d. NPWP
Ada ( PT. Sinar)
e. Lap. Keuangan
Ada ( Neraca dan L/R des 2013)
6. Plafon Kredit PRK Baru Rp. 5.000.000.00,-
7. Jenis Pinjaman 8. BI cheking
PRK Kol.2 ( DPK) pada PT Bank X dengan fasilitas KMK
9. Jaminan Ada (2 unit Tanah dan Bangunan )
10. Keterkaitan debitur dengan pengurus / kepemilikan Bank
Tidak Terkait
81
11. Batas Maksimum Pemberian kredit tersebut
Tidak Melanggar BMPK
(data diolah) Temuan SKAI 1. Dari hasil pemeriksaan debitur 1. Debitur memohon agar diberikan jangka Rudi dengan fasilitas PRK Rp. waktu agar dapat menyelesaikan Kol. 2 ( 5.000.000.000,-
dengan
tujuan DPK) agar dapat kembali lancar dikarenakan
modal kerja dan telah menjadi proyek debitur masih berbentuk piutang dan debitur di PT. Bank X sejak 29- belum dibayar oleh customernya. Pada saat 08-2012 . Sejak tertanggal 31-08- ini debitur memohon kredit baru KMK untuk 2013 sampai sekarang memiliki tambahan modal kerja proyek yang sedang Kol. 2 ( DPK) dengan fasilitas dijalani oleh debitur dan telah terlampir SPK PTX-OD dan belum diselesaikan.
proyek yang sedang dikerjakan.
2. Jaminan berupa 2 unit Rumah 2. tinggal debitur yang terdapat di jl. Melati
2.
Dichek
kembali
sehubungan dengan harga tanah dan bangunan.
Lembar Kerja Risk Management
82
Dengan perhitungan dan analisa yang telah dibuat Credit Review, maka Risk Management membuat laporan analisa resiko dengan kesimpulan yaitu pemberian kredit kepada Bapak. Rudi tergolong Moderate Risk
( Resiko
menengah).
4.1.4
Temuan Audit Kepatuhan
4.1.4.1 Permasalahan
Dari Temuan Audit
Kepatuhan Dalam
Proses
Pemberian Kredit Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari hasil wawancara dengan divisi kepatuhan terkait dengan pemberian kredit kepada debitur, maka diperoleh temuan sebagai berikut dimana data telah diolah oleh penulis ( Studi kasus 4.1.2)
Adanya human error dan ketidak patuhan yang dilakukan
mengakibatkan
dapat
potensi kerugian bagi badan usaha maupun potensi kredit
bermasalah pada pihak Bank. 1. Hasil review terlihat pada debitur Pak Rudi ( kolektibilitas 2), Audit Kepatuhan dan SKAI melihat adanya permasalahan yang terjadi yang dapat menyebabkan kredit bermasalah bagi pihak Bank.
Manipulasi
Rekening Koran yang dilakukan oleh debitur, hal ini membuat analisa menjadi tidak sesuai dengan implementasi usaha debitur. Dalam prosedur 83
yang di tetapkan seharusnya auditee melakukan penyelidikan sebelum data tersebut dianalisa dan diberikan kepada bagian divisi lain yang terkait dengan kredit tersebut. Dalam kasus ini dilakukan review yang lebih mendalam apakah auditee tersebut sengaja melakukan kecurangan atau tidak serta apakah pihak debitur yang sengaja melakukan kecurangan dengan mengganti beberapa rekening yang overdraft menjadi rekening yang aktif dalam aktivitas usahanya. Jika auditee tersebut sengaja melakukan kecurangan oleh dasar pemberian apapun yang diberikan oleh debitur kepada auditee maka tindakan auditee tersebut tidak terpuji dan dapat dikenakan sanksi ( dapat berupa PHK) 2.
Audit Kepatuhan dan SKAI melihat adanya permasalahan yang terjadi dikarenakan nilai jaminan debitur yang terdiri atas tanah dan bangunan di buat lebih tinggi di banding harga pasar. Menurut laporan Account Officer dan Appraisal , jaminan tersebut dilakukan dengan cara survey dan melakukan wawancara dengan tetangga debitur mengenai perihal nilai tanah dan jaminan tersebut. Setelah diselidiki , permasalahan tersebut muncul di karenakan debitur melakukan kecurangan dengan meminta pertolongan kepada tetangganya agar melakukan suatu manipulasi tentang harga tanah dan bangunan di wilayah tersebut. Seharusnya pihak Account Officer dan Appraisal melakukan pengecekhan melalui badan pertanahan yang bisa dipercaya dalam pemeriksaan tanah dan bangunan tersebut. Jika ternyata ditemukan suatu tindakan kurang terpuji pihak 84
Account Officer dan pihak Appraisal agar kredit tersebut dapat diberikan maka pihak perusahaan akan memberikan sanksi. 3. Audit Kepatuhan melihat adanya human error yang dilakukan oleh divisi terkait ( back office) misalnya Credit Review dalam melakukan perhitungan ataupun analisa kreditnya dikarenakan Credit Review tidak melihat ke lokasi, tetapi hanya menerima laporan dari Account Officer dan Appraisal mengenai usaha debitur dan laporan keuangan debitur. Credit Review hanya memastikan bahwa debitur tersebut layak atau tidak mendapatkan kredit sebelum diserahkan kepada Komitee kredit. Pada PT. Bank X Pusat, Credit Review tidak terjun ke lapangan , hanya mengandalkan Account Officer dan Apprasial dalam laporan analisanya di karenakan , jumlah kredit yang sangat banyak dan tidak memungkinkan untuk meninjau ke lapangan ( tempat debitur) dan biaya transportasi dapat di minimalisir. Sedangkan human error yang terjadi pada Risk Management adalah kesalahan dalam menentukan berita yang berhubungan dengan usaha debitur ataupun kesalahan perhitungan yang terlampir pada SKMR yang telah di buat oleh Risk Management. 4. Audit Kepatuhan melihat adanya pelanggaran BWMK (Batas Wewenang Maksimal Kredit) yang diberikan Komisaris Utama kepada setiap cabang untuk memiliki wewenang terhadap memberikan batas maksimal kredit, adanya pelanggaran intenal terhadap pemberian batas kredit. Pelanggaran tersebut di lakukan oleh salah satu cabang yang melakukan tindakan yang 85
kurang terpuji. Pemberian kredit cabang XY dengan BWMK sebesar Rp. 500.000.000,- tetapi dalam prakteknya
cabang memberikan kredit
sebesar Rp. 400.000.000,- kepada debitur ( suami/Kepala rumah tangga) dan Rp. 200.000.000,- kepada istri debitur. Walaupun berbeda individu tetapi adanya ketentuan one obligor ( menjadi satu kesatuan) sehingga total kredit yang diberikan kepada sepasang suami istri tersebut sebesar Rp. 600.000.000,- . Cabang yang melakukan tindakan yang kurang terpuji tersebut diberikan sanksi dan dicabut BWMK yang telah diberikan selama beberapa periode. 4.2 Kelebihan dan Kekurangan Kepatuhan dalam Pemberian Kredit Modal Kerja di PT. Bank X Pusat
4.2.1 Kelebihan Kepatuhan Dalam Pemberian Kredit Modal Kerja di PT. Bank X Pusat Kelebihan yang terdapat pada fungsi kepatuhan dalam pemberian kredit modal Kerja di Bank X Pusat yaitu adanya Pengendalian Internal kredit yang membantu bank untuk meningkatkan kepatuhan terhadap undang – undang yang berlaku dengan memiliki tujuan agar Bank menjadi Sehat dan aman. PT Bank X Pusat telah menerapkan kepatuhan walaupun ada tindakan yang kurang terpuji yang dilakukan oleh sedikit Auditee tetapi seluruh pihak karyawan telah menerapkan aturan yang berlaku sehingga PT. Bank X menjadi bank yang sehat dan mengalami pertumbuhan aseet yang baik , dengan adanya laporan dari salah 86
satu Komitee Kredit yang menjelaskan bahwa PT. Bank X Pusat memiliki pertumbuhan aset yang meningkat yang sudah lebih dari 20 triliun dan persentase Kredit macet mencapai kurang dari 5% ( laporan secara real belum diberikan karena seluruh laporan masih di audit oleh auditor eksternal )
4.2.2 Kelemahan Kepatuhan Dalam Pemberian Kredit Modal Kerja di PT. Bank X Pusat a. Kelemahan pada kepatuhan yaitu belum optimalnya kepatuhan yang dilakukan oleh masing – masing divisi yang terkait dengan kredit tersebut di lihat dari kesalahan yang di sengaja ataupun yang tidak disengaja oleh staff kredit. Contohnya : terdapat salah perhitungan dalam Repayment capacity yang telah dilakukan oleh Credit Review, kesalahan informasi yang didapat Risk Management sehubungan dengan informasi usaha debitur sehingga mempengaruhi analisa SKMR.
4.3 Batas Maksimum Pemberian Kredit Menurut informasi dari Compliance ( kepatuhan) Pada Bank X terdapat BMPK yang sesuai dengan
peraturan Bank Indonesia , dan belum terdapat
pelanggaran pada BMPK internal Bank X Pusat karena kehati- hatian pada aktivitas BMPK internalnya agar dapat mengikuti peraturan Bank Indonesia. Sesuai dengan PBI No. 7/3/PBI/2005 tentang BMPK ketentuan umum, maka pihak Bank X Pusat memiliki ketentuan BMPK yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar 90% dari 20% 87
dari modal bank ( untuk individu/ pihak tidak terkait ) dan untuk group/ kelompok tidak terkait dengan ketetapan paling tinggi sebesar 90% dari 25% dari modal Bank.
88