DETERMINAN PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA PERBANKAN (Studi Pada Bank Umum di Indonesia Tahun 2010-2014)
JURNAL ILMIAH
Disusun Oleh: Yana Raudhatul Jannah 125020100111030
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : DETERMINAN PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA PERBANKAN (Studi Pada Bank Umum di Indonesia Tahun 2010-2014) Yang disusun oleh : Nama
:
Yana Raudhatul Jannah
NIM
:
125020100111030
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 10 Februari 2016.
Malang, 10 Februari 2016 Dosen Pembimbing,
Eddy Suprapto, SE., ME. NIP. 19580709 198603 1002
DETERMINAN PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA PERBANKAN (Studi Pada Bank Umum di Indonesia Tahun 2010-2014) Yana Raudhatul Jannah Eddy Suprapto, SE., ME. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap pertumbuhan kredit modal kerja pada Bank Umum di Indonesia Tahun 2007-2014 dengan menggunakan metode analisis model regresi linier berganda. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel DPK mempunyai pengaruh positif dan signifikan, suku bunga kredit modal kerja mempunyai pengaruh negatif dan signifikan, inflasi mempunyai pengaruh negatif dan signifikan, PDB mempunyai pengaruh positif dan signifikan, serta suku bunga SBI mempunyai negatif dan tidak signifikan terhadap petumbuhan kredit modal kerja. Kata kunci: Pertumbuhan Kredit, Kredit Modal Kerja, DPK, Suku Bunga KMK, Inflasi, PDB, Suku Bunga SBI
A. LATAR BELAKANG Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting dalam mendukung perekonomian suatu negara melalui fungsi intermediasi. Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama dan sekaligus fokus perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Sebagai pihak intermediasi, bank dituntut agar mempunyai kemampuan untuk membagi alokasi finansial yang dimilikinya dengan pihak-pihak yang membutuhkan. Sehingga, perbankan diharapkan dapat menyalurkan kredit kepada kelompok yang dianggap layak dan mampu memanfaatkan dana tersebut khususnya pada sektor ekonomi produktif. Kredit perbankan memiliki peran penting dalam pembiayaan perekonomian nasional dan merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Selain itu bank memainkan peran penting dalam mengalokasikan dana dan melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa dana tersebut disalurkan pada kegiatan yang memberikan keuntungan yang optimal. Hal demikian tentunya berlaku pula pada perbankan di Indonesia, termasuk Bank Umum. Akan tetapi fakta menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir penyaluran kredit perbankan pada bank umum mengalami pertumbuhan kredit yang melambat. Survei uang beredar yang dilakukan Bank Indonesia (BI) menunjukkan, terjadi pelambatan pertumbuhan kredit pada Oktober 2015. Posisi kredit pada akhir Oktober 2015 tercatat sebesar Rp 3.954,1 triliun, tumbuh melambat dari 10,9 persen (yoy) pada September 2015 menjadi 10,1 persen (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada kredit produktif berupa kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI). Posisi KMK tercatat sebesar Rp 1.854,3 triliun, tumbuh melambat menjadi 8,6 persen (yoy) dibandingkan dengan September 2015 yang tumbuh 10,3 persen (yoy) (republika.co.id, 2015). Permintaan Pembiayaan yang masih cukup rendah pada awal tahun dan kebijakan penyaluran kredit baru yang lebih selektif untuk menekan peningkatan resiko kredit bermasalah atau Non Perfoming Loans (NPL) yang menjadi salah satu penyebab pertumbuhan kredit baru pada akhir periode 2015 ini melambat. Kredit menurut jenis penggunaan dapat dibagi menjadi kredit investasi, kredit konsumsi, dan kredit modal kerja. Dilihat dari posisi pinjamannya, semua kredit mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu tahun 2007-2014, di mana posisi pinjaman kredit terbesar dimiliki oleh kredit modal kerja. Posisi kredit modal kerja pada akhir periode 2014 tercatat sebesar Rp 1.273.052 miliar.
Gambar 1. Posisi Pinjaman Kredit Menurut Jenis Penggunaan Bank Umum Tahun 20072014 (Miliar Rupiah) 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 2007
2008
2009
Investasi
2010 Konsumsi
2011
2012
2013
2014
Modal Kerja
Sumber: Bank Indonesia, 2015, data diolah Posisi pinjaman terbesar yang dimiliki oleh kredit modal keja ini disebabkan karena dalam penyaluran kredit pihak perbankan lebih difokuskan pada kredit produktif. Karena kredit produktif dapat memberikan efek berganda (multiplier effect) yang efektif pada proses pembangunan khusunya dalam menciptakan lapangan kerja baru. Untuk itu penyaluran kredit modal kerja perlu mendapat porsi yang lebih besar dibanding jenis kredit lainnya. Sumber pembiayaan dunia usaha tergantung pada kredit produktif, khususnya kredit modal kerja. Askes kredit produktif ditujukan untuk membiayai produksi dan merupakan penyangga utama perekonomian suatu Negara. Dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi, salah satu fokus utamanya adalah pemberian kredit modal kerja bagi usaha kecil dan menengah (www.finasial.bisnis.com, 2015). Mengacu pada poin tersebut, maka dibuktikan bahwa kredit modal kerja memiliki peranan penting bagi perekonomian karena dukungannya pada sektor riil sangat berpengaruh. Adanya pertumbuhan kredit modal kerja yang melambat dan bahkan menurun pada setiap tahunnya akan mempengaruhi produktivitas dunia usaha yang akan berimbas pada kondisi perekonomian secara makro. Selanjutnya, pada gambar 1.3 dapat dilihat jika pertumbuhan kredit mengalami perlambatan untuk semua kredit menurut jenis penggunaan, yaitu mulai tahun 2008 sampai beberapa tahun terakhir. Namun, perlambatan terbesar utamanya terjadi pada kredit modal kerja. Gambar 2. Pertumbuhan Kredit Menurut Jenis Penggunaan Bank Umum Tahun 2008-2014 (%) Investasi
Konsumsi
Modal Kerja
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 2008
2009
2010
2011
Sumber: Bank Indonesia, 2015, data diolah
2012
2013
2014
Jika ditilik lebih dalam, perlambatan kredit ini utamanya terjadi pada kredit modal kerja (Kontan, 2015). Melambatnya pertumbuhan permintaan kredit terutama disebabkan oleh kontraksi pertumbuhan kredit konsumsi dan perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja (Laporan Survei Perbankan Triwulan I, 2015). Perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja jika dibandingkan dengan kredit investasi ini terjadi dikarenakan kredit modal kerja merupakan kredit yang diberikan untuk pemenuhan modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal satu tahun. Pemenuhan modal kerja ini dimaksudkan bahwa kredit diberikan kepada usaha yang sudah berjalan dan memiliki laporan keuangan dalam usahanya sehingga bank umum dapat memperhitungkan kapabilitas dari calon debitur. Dengan membandingan antara gambar 1.2 dengan gambar 1.3, terlihat bahwa terjadi peningkatan proporsi jumlah kredit modal kerja yang disalurkan Bank Umum dari tahun 20072014. Namun apabila dihitung, pertumbuhan kredit modal kerja yang disalurkan tersebut cenderung mengalami perlambatan dengan jumlah NPL yang semakin meningkat tiap tahunnya. Berkaitan dengan uraian dan data-data mengenai perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja di atas serta faktor internal dan eksternal yang diprediksi menjadi penyebab dari perlambatan tersebut, sehingga mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul, “Determinan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Perbankan (Studi pada Bank Umum di Indonesia Tahun 2007-2014)”. Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap pertumbuhan kredit modal kerja pada Bank Umum di Indonesia Tahun 2007-2014. B. KERANGKA TEORITIS Kredit Perbankan dalam Perannya terhadap Pembangunan Sektor Ekonomi Pemberian kredit diarahkan untuk meningkatkan produksi dalam negeri dengan mengutamakan pengusaha golongan ekonomi lemah. Kebijaksanaan pemberian kredit sejak tahun 1974 terutama ditujukan untuk lebih meningkatkan kegiatan usaha golongan ekonomi lemah serta memperlancar penyelenggaraan impor bahan-bahan baku dan penolong yang sangat diperlukan untuk menunjang laju pembangunan. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Keppres 14A, mulai tahun 1981 pemerintah telah memberikan keringanan persyaratan pinjaman kepada golongan ekonomi lemah yang melaksanakan proyek-proyek atau kegiatan yang dibiayai APBN baik untuk pinjaman investasi maupun modal kerja (Rahardja, 1997). Permintaan dan Penawaran terhadap Dana Pinjaman Perilaku permintaan kredit berasal dari para peminjam (borrowes), sedangkan perilaku penawaran kredit berasal dari pemberi pinjaman (lenders). Peminjam yang direpresentasikan oleh kurva permintaan adalah peminjam dari sektor rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Pemberi pinjaman langsung (bank dan lembaga keuangan lainnya) dan pembeli asset keuangan seperti obligasi (Widyawati, 2015). Berikut akan dipaparkan beberapa teori dan asumsi yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran kredit yang akan diuraikan pada bagian berikut. 1.
Melits dan Pardue (1973)
Menurut Melits dan Pardue (1973), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan bank umum untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat, dengan merumuskan model penawaran kredit sebagai berikut: ) (1) Keterangan: SK : jumlah kredit yang ditawarkan S : kendala-kendala yang dihadapi bank (cadangan bank) ic : tingkat suku bunga kredit ib : biaya oportunitas meminjam uang BD : deposito
2.
Stiglitz dan Weiss (1981)
Stiglitz dan Weiss (1981) mengatakan bahwa asumsi dasar yang harus dipahami untuk mengukur besarnya kredit yang disalurkan adalah adanya risiko kredit. Risiko kredit muncul karena bank menetapkan tingkat bunga atas pinjaman yang diberikan kepada debitur sebagai keuntungan untuk bank. 3.
Bernanke dan Blinder (1988)
Asumsi Bernanke dan Blinder (1988) menyatakan bahwa peminjam dan pemberi pinjaman memilih suku bunga sebagai instrument dalam memilih obligasi dan kredit. Jika adalah tingkat bunga pinjaman, adalah tingkat bunga obligasi dan adalah GNP, maka permintaan kredit ( ) adalah: (2) Sedangkan untuk penawaran kredit dapat dinyatakan sebagai berikut: (3) Dengan demikian, kondisi keseimbangan pada pasar kredit adalah: (4) di mana: (5) Keterangan: : Penawaran kredit : Permintaan kredit : Suku bunga kredit i : Suku bunga obligasi y : GNP : Pinjaman D : Deposito, dan : Rasio cadangan minimum bank 4.
Blundell-Wignall dan Gizycki (1992)
Spesifikasi umum fungsi penawaran kredit menurut Blundell-Wignall dan Gizycki (1992) adalah sebagai berikut: ( )
(
)
(6)
Komponen persamaan pertama menunjukkan bahwa penawaran kredit tergantung jumlah simpanan dan nilai buku modal yang dimiliki oleh bank pada awal periode ( ). Komponen persamaan kedua yaitu ( ) merupakan perbandingan harga saham sektor perbankan terhadap harga saham rata-rata di pasar. Komponen persamaan ketiga ( ), adalah kapitalisasi pasar dari modal perusahaan pada awal periode yang mempengaruhi nilai kekayaan perusahaan dan jaminan yang tersedia bagi perbankan. Komponen persamaan keempat ( ) , adalah tingkat bunga kredit dikurangi biaya dana. Komponen persamaan kelima , merupakan tingkat bunga kredit dikurangi tingkat bunga deposito yang menggambarkan resiko siklis. Komponen persamaan keenam , adalah pengembaliaan yang diharapkan pada portofolio kredit bank. Komponen terakhir , adalah yang merupakan tingkat inflasi yang diharapkan. 5.
Hakim et. al., (2005)
Dalam menetukan besarnya jumlah kredit yang ditawarkan menurut Hakim et. al., (2005) harus memperhatikan kondisi di luar bank yang dapat mempengaruhi kondisi internalnya, seperti peraturan maupun efek kebijakan bank sentral. Hubungan DPK dan Kredit Perbankan Menurut UU perbankan RI No. 10 tahun 1998 tentang perbankan, Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertfikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. DPK sangat menentukan besarnya jumlah kredit yang
ditawarkan oleh perbankan, karena DPK sendiri merupakan salah satu sumber modal utama perbankan dalam menyalurkan kreditnya. Menurut Haryati (2009) pertumbuhan DPK pada bank-bank nasional yang beroperasi di Indonesia secara simultan mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Hal ini mengindikasikan bahwa bank tetap meningkatkan pelayanannya meskipun terjadi krisis ekonomi, sehingga masyarakat tetap percaya untuk menempatkan dananya dan atau mempertahankan simpanannya di bank. Dengan demikian DPK diprediksi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kredit perbankan. Hubungan Suku Bunga Kredit dan Kredit Perbankan Suku bunga kredit merupakan salah satu variabel yang paling banyak diamati dalam perekonomian. Hal ini disebabkan karena suku bunga kredit langsung yang memengaruhi keidupan dan mempunyai konsekuensi penting bagi kesehatan perekonomian. Pengaruh kenaikan suku bunga kredit akan berdampak pada beberapa masyarakat. Salah satunya dalam hal pinjaman kredit modal kerja. Suku bunga kredit adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank (Kasmir, 1998). Menurut Katja Gattin-Turkalj, dkk (2007), Hasil pengujian menunjukkan bahwa permintaan kredit di Kroasia dipengaruhi oleh suku bunga riil. Dengan demikian suku bunga kredit diprediksi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan kredit perbankan. Hubungan Inflasi dan Kredit Perbankan Menurut Puspopranoto (2004), inflasi adalah suatu kondisi ketika harga (agregat meningkat secara terus menerus, dan mempengaruhi individu, dunia usaha, dan pemerintah. Kenaikan dari satu atau dua jenis barang saja dan tidak menyeret harga barang lain tidak bias disebut inflasi. Kenaikan harga-harga secara musiman, misalnya menjelang lebaran, natal, dan tahun baru hanya sekali saja, serta tidak memiliki pengaruh lanjutan, tidak bias disebut inflasi. Kenaikan semacam ini tidak dianggap sebagai suatu ―penyakit ekonomi‖ yang memerlukan penanganan khusus untuk menaggulanginya (Latumaerissa, 2013). Bagi dunia usaha, inflasi yang tinggi menyebabkan ketidakpastian dan spekulasi sehingga dapat mengganggu perencanaan dan pencapaian target kredit perbankan. Teori ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2009), hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi mencerminkan stabilitas ekonomi, jika tingkat inflasi meningkat, masyarakat cenderung mengurangi saving/investasi, maka aset perbankan secara riil akan menurun, sehingga akan mengurangi operasi perbankan dalam menyalurkan kreditnya. Gejolak keuangan dan penurunan permintaan akibat krisis keuangan menyebabkan tekanan inflasi yang cuku kuat yang berdampak pada penyaluran kredit perbankan di Indonesia, sehingga mendorong Bank Sentral melakukan kebijakan moneter melalui peningkatan suku bunga. Dengan demikian inflasi diprediksi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan kredit perbankan. Hubungan PDB dan Kredit Perbankan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah perhitungan pendapatan nasional berdasarkan produkproduk yang dihasilkan oleh suatu Negara, tanpa memperhatikan apakah itu dimiliki oleh warga Negara yang asing atau bukan. PDB merupakan ukuran terbaik dari kinerja perekonomian karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu. Meningkatnya PDB merupakan signal positif bagi sektor riil sehingga ketika daya beli naik maka pelaku ekonomi berusaha untuk memperluas usaha. Perluasan usaha atau ekspansi usaha dapat dilakukan melalui permintaan kredit kepada lembaga keuangan, salah satu caranya adalah dengan melakukan permintaan kredit (baik itu kepada lembaga keuangan perbankan maupun lembaga keuangan non perbankan). Dengan kata lain, meningkatnya PDB akan meningkatkan permintaan kredit yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan kredit (Bangkit, 2011). Sesuai dengan penelitian Joseph Alcis Shcumpeter (dalam Arienda Erma, 2010) tentang pembangunan ekonomi bahwa pembangnan ekonomi merupakan suatu proses yang berjalan harmonis dimana menurut pendapatnya pertambahan dalam pendapatan Negara dari masa ke masa perkembangannya sangat tidak stabil dan keadaanya ditentukan oleh besarnya kemungkinan untuk menjalankan pembentukan modal yang menguntungkan yang akan dilakukan oleh pengusaha. Pembaharuan-pembaharuan yang selanjutnya akan meningkatkan output produksi akan tercapai apabila pengusaha mendapatkan kredit dari bank. Schumpeter merupakan pemikir awal tentang
pentingnya sektor keuangan khususnya bank dalam pertumbuhan dimana dalam teorinya dia banyak menekankan pentingnya kredit yang diberikan oleh bank kepada pengusaha. Dengan demikian PDB diprediksi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kredit perbankan. Hubungan Suku Bunga SBI dan Kredit Perbankan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang jangka pendek. Penerbitan SBI dilakukan atas unjuk dengan nominal tertentu dan penerbitannya berkaitan dengan operasi pasar terbuka (transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh BI dengan bank dan pihak lain), dalam rangka pengendalian moneter. Tingkat suku bunga ini ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang (PBI No.4/10/PBI/2002). SBI merupakan instrument yang menawarkan return yang cukup kompetitif serta bebas resiko (risk free) gagal bayar. Bank Indonesia memiliki SBI sebagai instrument utama yang digunakan dalam operasi pasar terbuka. Penjualan SBI oleh Bank Indonesia bertujuan untuk memenuhi target base money yang telah ditetapkan. Jika Bank Indonesia ingin mengurangi likuiditas pasar, maka jumlah penawaran dari perserta lelang SBI yang diambil lebih besar daripada jumlah SBI yang jatuh tempo, hal ini dapat meningkatkan ratarata tertimbang tingkat diskonto SBI dan sebaliknya (Puspopranoto, 2004). Teori ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Satria dan Rangga (2010), hasil penelitian menunjukkan sektor riil memiliki potensi risiko yang cukup besar sehingga menimbulkan perilaku kehati-hatian bank umum dalam menyalurkan kredit, yakni rentan terjadinya gagal bayar atas pembiayaan yang dilakukan oleh bank umum (kredit macet). Hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa bank umum cenderung memilih alternatif yang jauh lebih aman yaitu menempatkan likuiditasnya pada investasi jangka pendek, yaitu SBI walaupun suku bunga simpanan pada SBI lebih kecil dibandingkan dengan suku bunga kredit pada sektor riil, akan tetapi investasi pada SBI lebih menjanjikan keuntungan yakni pengembalian likuiditas yang pasti atau hampir tidak adanya risiko pengembalian non-lancar. Dengan demikian suku bunga SBI diprediksi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan kredit perbankan. Penelitian Terdahulu Sri Haryati (2009) melakukan peneltian dengan menguji pengaruh variabel makro ekonomi (suku bunga, tingkat inflasi, nilai tukar) dan variabel pertumbuhan ekses likuiditas (secondary reserve) serta variabel pengimpun dana yang terdiri dari dana pihak ketiga, pinjaman diterima dan modal sendiri (ekuitas) terhadap pertumbuhan kredit pada perbankan yang beroperasi di Indonesia menggunakan metodde regresi linear berganda. Penelitian ini mempunyai hasil bahwa variabel pertumbuhan ekses likuiditas, dana pihak ketiga, pinjaman diterima, ekuitas, suku bunga BI, inflasi dan nilai tukar secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit baik pada perbankan nasional maupun bank asing campuran. Dias Satria (2010) menguji pengaruh variabel internal bank umum (ROA, NPL, BOPO, CAR, DPK) dan variabel eksternal bank umum (penempatan dana pada SBI, dan market share) terhadap penyaluran kredit bank umum di Indonesia periode 2006-2009 dengan menggunakan model regresi panel data. Hasil penelitian menunjukkan penetrasi kredit perbankan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: CAR, ROA dan SBI. Selanjutnya beberapa faktor yang tidak mempengaruhi penetrasi kredit, antara lain: NPL, DPK, Market share dan BOPO. Katja Gattin-Turkalj, dkk (2007) melakukan peneltian dengan menguji determinan pertumbuhan kredit di Kroasia dengan menggunakan model regresi OLS sederhana. Hasil pengujian menunjukkan bahwa permintaan kredit di Kroasia dipengaruhi positif dan signifkan oleh PDB rill dan inflasi. Sedangkan suku bunga riil berpengaruh negatif dan signifikan. Akhmad Kholisudin (2012) menguji pengaruh suku bunga kredit, inflasi, nilai tukar, krisis global terhadap permintaan kredit pada bank umum di Jawa Tengah dengan menggunakan Analisis regresi berganda dengan metode OLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel suku bunga kredit, inflasi, nilai tukar dan krisis global berpengaruh signifikan terhadap permintaan kredit di Jawa Tengah tahun 2006-2010.
Hipotesis Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, hipotesis pada penelitian ini adalah diduga bahwa variabel DPK, suku bunga kredit modal kerja, inflasi, PDB, dan suku bunga SBI berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit modal kerja bank umum di Indonesia tahun 2007-2014. C. METODE PENELITIAN Populasi Penelitian dan Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder berbentuk time series dari triwulan I tahun 2007 sampai dengan triwulan IV tahun 2014. Data ini diperoleh dari perpustakaan, website, jurnal ataupun dari laporan-laporan penelitian terdahulu. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dalam penelitian ini, yaitu Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia. Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah model regresi linear berganda. Model regresi linier berganda ini digunakan karena dengan teknik regresi penulis dapat melihat dengan segera dampak perubahan nilai variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Oleh karena itu teknik regresi sangat membantu penulis yang membutuhkan alat untuk melakukan proyeksi (peramalan) (Prof. Gudono, 2012). Selanjutnya model regresi linier berganda dalam penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut: Di mana:
,
: Pertumbuhan Kredit modal kerja (KMK) : Dana Pihak Ketiga (DPK) : Suku Bunga Kredit Modal Kerja (SBK) : Inflasi (I) : Produk Domestik Bruto (PDB) : Suku Bunga SBI (SBSBI) : Konstanta/Intersep : Koefisien arah garis regresi : Kesalahan penganggu (disturbance term)
Uji Hipotesis Individual (t-test) Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah setiap independen variabel berpengaruh secara signifikan terhadap dependen variabel pada tingkat derajat keyakinan tertentu. Hipotesis yang digunakan adalah:
Selanjutnya nilai t-hitung dibandingkan dengan nilai t-tabel dengan kriteria: diterima, jika t-hitung < t-tabel, maka tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas teradap variabel tidak bebas. ditolak, jika t-hitung > t-tabel, maka ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas teradap variabel tidak bebas. Uji Hipotesis Berganda (F-test) Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah semua independen variabel berpengaruh secara serempak terhadap dependen variabel pada tingkat derajat kepercayaan tertentu. Hipotesis yang digunakan adalah:
Selanjutnya nilai F-hitung dibandingkan dengan nilai F-tabel dengan kriteria: diterima, jika F-hitung < F-tabel, maka tidak ada pengaruh yang signifikan secara serempak dari semua variabel bebas teradap variabel tidak bebas.
ditolak, jika F-hitung > F-tabel, maka ada pengaruh yang signifikan secara serempak dari semua variabel bebas teradap variabel tidak bebas. Evaluasi Model Regresi Linier a) Autokorelasi Autokorelasi artinya adalah berhubungan dengan dirinya sendiri. Istilah lain sering juga digunakan adalah korelasi serial (serial correlation). Autokorelasi bisa bersifat positif maupun negatif. Korelasi serial tidak akan berakibat pada konsistensi koefisien regresi tetapi standard error yang sesungguhnya. Akibatnya koefisien regresi menjadi lebih signifikan dari pada yang sesungguhnya atau dengan kata lain ada kecenderungan untuk menolak . Untuk mendeteksi adanya autokolerasi pada suatu data maka dapat dilakukan beberapa uji statistik. Di mana dalam penelitian ini dilakukan dua uji statistik, yaitu uji Durbin-Watson (DW) dan Runs test. b) Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah keadaan di mana varians (dalam hal ini varians residual) tidak stabil (konstan). Misalnya, situasi seperti itu terjadi manakala residual semakin membesar sejalan dengan semakin besarnya nilai independen variabel. Heteroskedastisitas juga dapat terjadi bilamana efek variabel independen pada variabel dependen berbeda pada dua kelompok sampel yang berbeda. c) Multikolenieritas Jika jumlah variabel independen lebih dari satu, bukan tidak mungkin antarvariabel independen tersebut akan terdapat korelasi yang cukup tinggi (signifikan). Jika hal ini terjadi maka pengaruh variabel independen (=b) terhadap variabel dependen akan rendah walaupun nilai F model secara keseluruhan kelihatan tinggi. Hal tersebut akan berakibat pengujian koefisien akan gagal menolak walaupun peranan variabel tersebut sebetulnya penting. Inilah masalah yang timbul bila terjadi multikolenieritas. Peluang terjadinya multikolenieritas ini akan semakin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah variabel independen. Salah satu cara untuk menguji adanya multikolenieritas adalah dengan menghitung variance inflation factor (VIF). d) Normalitas Distribusi normal adalah distribusi yang bentuknya mengikuti fungsi Gauss, dalam arti berbentuk seperti lonceng dan simetris. Analisis regresi berganda mensyaratkan bahwa populasi residual berdistribusi normal. Bilamana residual berdistribusi normal, maka (1) sebenarnya akan terlihat acak, dan (2) jika digambar dengan normal probability plot akan terlihat titik-titik grafik plot tersebut relatif berhimpitan dengan sumbu diagonal. Dengan grafik normal probability plot tersebut jika pola titik-titik membentuk ―bow-shaped‖, maka distribusinya skewed (asimetris/tidak normal). D. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Asumsi Klasik Berdasarkan tabel 1, dapat dijelaskan bahwa variabel dan model yang digunakan telah lolos uji asumsi klasik sehingga memnuhi syarat BLUE (Best Linier Unblassed Estimator). Tabel 1: Hasil Uji Asumsi Klasik Data terdistribusi normal berdasarkan grafik histogram, grafik Normalitas normal probability plot, dan uji Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan uji Durbin-Watson, nilai DW sebesar 1.863 dan Autokorelasi hasil runs test dengan nilai Asymp. sig. (2-tailed) sebesar 0,369, yang menandakan tidak terjadi autokorelasi. Berdasarkan grafik Scatterplot terlihat bahwa data menyebar Heteroskedastisitas yang menunjukkan data heterogen. Tolerance di atas 0,1 dan VIF di bawah 10, yang menandakan Multikolinearitas tidak terjadi multikolinearitas.
Sumber: Olahan Peneliti (2016)
Hasil Uji Analisis Regresi Linier Berganda a) Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t) Hasil dari analisis regresi linear berganda dapat dilihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2: Hasil Perhitungan untuk Regresi Linear Berganda Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 8.742 8.601 1.267E-6 .000 .305
Model 1 (Constant) DPK Suku Bunga Kredit -1.020 Modal Kerja Inflasi -3.016 PDB 1.451 Suku Bunga SBI -.096 Sumber: Output SPSS versi 23, data diolah
t Sig. 1.016 .319 2.062 .049
.495
-.282 -2.061
.049
.987 .536 .265
-.321 -3.056 .289 2.709 -.043 -.362
.005 .012 .721
Dari hasil perhitungan SPSS versi 23 regresi linear berganda pada tabel 4.6, maka dapat ditulis model regresi dari hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang dapat dirumuskan dalam persamaan berikut: Y = 8,742 + 1,267E-6 X1 – 1,020 X2 – 3,016 X3 + 1,451 X4 – 0,96 X5 Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.8 diperoleh hasil sebagai berikut, di mana t tabel (α = 0,05 ; df residual = 27) adalah sebesar 1,3137: a. t test antara X1 (Dana Pihak ketiga) dengan Y (Pertumbuhan Kredit Modal Kerja) menunjukkan t hitung = 2,062. Karena t hitung > t tabel yaitu 2,062 > 1,3137 atau sig. t (0,049) < α = 0,05 maka pengaruh X1 (Dana Pihak ketiga) terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja adalah signifikan pada alpha 5%. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dapat dipengaruhi secara signifikan oleh Dana Pihak ketiga atau dengan meningkatkan Dana Pihak ketiga maka Pertumbuhan Kredit Modal Kerja akan mengalami peningkatan secara nyata. b. t test antara X2 (Suku Bunga Kredit) dengan Y (Pertumbuhan Kredit Modal Kerja) menunjukkan t hitung = 2,061. Karena t hitung > t tabel yaitu 2,061 > 1,3137 atau sig. t (0,049) < α = 0,05 maka pengaruh X2 (Suku Bunga Kredit) terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja adalah signifikan pada alpha 5%. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dapat dipengaruhi secara signifikan oleh Suku Bunga Kredit atau dengan meningkatkan Suku Bunga Kredit maka Pertumbuhan Kredit Modal Kerja akan mengalami penurunan secara nyata. c. t test antara X3 (Inflasi) dengan Y (Pertumbuhan Kredit Modal Kerja) menunjukkan t hitung = 3.056. Karena t hitung > t tabel yaitu 3.056 > 1,3137 atau sig. t (0,005) < α = 0,05 maka pengaruh X3 (Inflasi) terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja adalah signifikan pada alpha 5%. Hal ini berarti H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dapat dipengaruhi secara signifikan oleh Inflasi atau dengan meningkatkan Inflasi maka Pertumbuhan Kredit Modal Kerja akan mengalami penurunan secara nyata. d. t test antara X4 (Produk Domestik Bruto) dengan Y (Pertumbuhan Kredit Modal Kerja) menunjukkan t hitung = 2.709. Karena t hitung > t tabel yaitu 2.709 > 1,3137 atau sig. t (0,012) < α = 0,05 maka pengaruh X4 (Produk Domestik Bruto) terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja adalah signifikan pada alpha 5%. Hal ini berarti H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dapat dipengaruhi secara signifikan oleh Produk Domestik Bruto atau dengan meningkatkan Produk Domestik Bruto maka Pertumbuhan Kredit Modal Kerja akan mengalami peningkatan secara nyata. e. t test antara X5 (Suku Bunga SBI) dengan Y (Pertumbuhan Kredit Modal Kerja) menunjukkan t hitung = 0,362. Karena t hitung > t tabel yaitu 0,362 > 1,3137 atau sig. t (0,721) > α = 0,05 maka pengaruh X5 (Suku Bunga SBI) terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja adalah tidak signifikan. Hal ini berarti H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan
bahwa Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dapat dipengaruhi secara tidak signifikan oleh Suku Bunga SBI. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hanya variabel suku bunga SBI yang tidak signifikan berpengaruh secara parsial. Sedangkan variabel lainnya, yaitu Dana Pihak ketiga, Suku Bunga Kredit, Inflasi, dan Produk Domestik Bruto, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja secara parsial. Selanjutnya, dapat diketahui bahwa dari kelima variabel bebas tersebut yang paling dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan kredit modal kerja adalah inflasi karena memiliki nilai koefisien paling besar. b) Pengujian Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F) Dalam pengujian koefisien regresi secara simultan merupakan pengujian terhadap pengaruh variabel bebas secara serempak terhadap variabel terikat. Pengaruh variabel-variabel bebas secara serempak terhadap variabel terikat ditunjukkan oleh besarnya nilai F-statistik yang ditunjukkan oleh tabel 3 berikut. Tabel 3: Hasil Uji Statistik F Sum of Model Squares df Mean Square F 1 Regression 299.525 5 59.905 17.108 Residual 91.040 26 3.502 Total 390.565 31 Sumber: Output SPSS versi 23, data diolah
Sig. .000b
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.9, nilai F-hitung sebesar 17,108. Sedangkan F tabel (α = 0,05 ; db regresi = 5 : db residual = 26) adalah sebesar 2,59. Karena F hitung > F tabel yaitu 17,108 > 2,59 atau nilai Sig. F (0,000) < α = 0,05, maka model analisis regresi adalah signifikan. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa secara serempak variabel bebas, yaitu DPK, suku bunga kredit modal kerja, inflasi, PDB, dan suku bunga SBI, dipengaruhi secara signifikan oleh variabel terikat, yaitu pertumbuhan kredit modal kerja. Artinya, jika terjadi perubahan-perubahan dalam variabel bebas secara serempak, maka akan terjadi pula perubahan dalam besarnya pertumbuhan kredit modal kerja Bank umum di Indonesia. Interpretasi Hasil Penelitian 1.
Pengaruh Dana Pihak Ketiga Terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Dalam pengujian hipotesis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa dana pihak ketiga mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja pada bank umum di Indonesia. Hasil tersebut sejalan dengan asumsi Melits dan Pardue (1973) dan Bernanke dan Blinder (1988), jumlah deposito (DPK) menjadi faktor penentu penawaran kredit bank karena DPK merupakan sumber dana terbesar yang dimiliki bank, oleh karena itu sangat penting bagi perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat untuk meningkatkan penawaran kredit. DPK merupakan salah satu sumber dana terbesar bagi perbankan, sehingga keberadaannya menentukan besarnya jumlah kredit yang ditawarkan. Meskipun instrument-instrumen lain memiliki jatuh tempo yang lebih lama namun memiliki proporsi yang relatif kecil sehingga bank tetap menempatkan dananya pada DPK sebagai sumber utama dalam penyaluran kredit. Ketika jumlah DPK meningkat maka semakin besar pula sumber dana (loanable fund) yang dihimpun bank, menyebabkan kenaikan penawaran dana oleh masyarakat yang berdampak pada semakin tingginya jumlah penyaluran kredit oleh bank, sehingga meningkatkan pertumbuhan kredit modal kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Haryati (2009), Satria (2010), Yetty (2007), dan Pratama (2010) 2.
Pengaruh Suku Bunga Kredit Modal Kerja Terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Dalam pengujian hipotesis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa suku bunga kredit mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja pada bank umum di Indonesia. Hasil tersebut sejalan dengan asumsi Stiglitz dan Weiss (1981). Adanya kenaikan suku bunga kredit modal kerja akan mempengaruhi jumlah permintaan kredit modal kerja baru, baik bagi debitur lama yang akan memperpanjang kreditnya maupun bagi debitur baru yang akan mengajukan permohonan kredit modal kerja, karena biaya dari kredit akan
semakin mahal sehingga cicilan yang dibayar nasabah akan lebih berat. Jika diilustrasikan bahwa permintaan kredit sebagai harga, maka permintaan suatau barang akan semakin rendah jika harganya semakin tinggi, dan sebaliknya. Suku bunga sensitif terhadap permintaan kredit modal kerja bagi masyarakat, khususnya bagi dunia usaha sebagai penggerak sektor riil. Bagi pengusaha tingkat suku bunga kredit modal kerja menjadi pertimbangan yang wajib untuk melakukan investasi. Karena tingkat suku bunga kredit menggambarkan besarnya biaya yang harus dibayarkan atas pinjaman yang diminta. Jika keuntungan yang diterima pengusaha dari kegiatan ekonomi dengan menggunakan kredit lebih besar dibandingkan dengan kewajiban atas biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar bunga atas pinjaman maka dunia usaha akan menambah jumlah pinjaman mereka. Sebaliknya ketika bunga tinggi maka kewajiban membayar bunga atas pinjaman menjadi bertambah, hal ini dapat mengurangi pendapatan usaha. Hal tersebut akan mengurangi permintaan kredit modal kerja yang yang berdampak pada melambatnya pertumbuhan kredit modal kerja. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2009), Yetty (2007), dan Kholisudin (2012) 3.
Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Dalam pengujian hipotesis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa inflasi mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja pada bank umum di Indonesia. Hasil tersebut sejalan dengan asumsi Blundell-Wignall dan Gizycki (1992). Ketika harga barang-barang secara terus-menerus meningkat maka semakin besar pula modal usaha yang dibutuhkan. Artinya, biaya produksi suatu perusahaan akan semakin besar. Oleh karena itu, ketika terjadi inflasi menyebabkan biaya meminjam dana akan semakin besar pula. Hal ini menyebabkan perbankan akan mengurangi penyaluran kredit modal kerja dan hanya menyalurkan kepada debitur dengan usaha yang tetap mempunyai prospek baik saat laju inflasi tinggi untuk menjaga resiko gagal bayar oleh debitur. Sehingga pertumbuhan kredit modal kerja akan menurun. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2009), Yetty (2007), dan Turkalj, dkk (2007). Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholisudin (2012) yang menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap permintaan kredit. 4.
Pengaruh PDB Terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Dalam pengujian hipotesis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa PDB mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja pada bank umum di Indonesia. Hasil tersebut sejalan dengan asumsi Bernanke dan Blinder (1988) (dalam Diah dan Trinil, 2012). Bagi masyarakat dalam mengajukan permohonan kredit modal kerja salah satunya ditentukan oleh besarnya pendapatan masayarakat yang dapat dilihat dari PDB suatu Negara. Besarnya PDB menunjukkan besarnya daya beli masyarakat akan suatu barang sehingga perubahan pendapatan dapat mempengaruhi banyaknya jumlah perubahan permintaan suatu barang termasuk permintaan akan modal usaha. Dengan adanya permintaan modal usaha, masyarakat selanjutnya akan melakukan ekspansi usaha. Meningkatnya usaha masyarakat hal ini akan meningkatkan pendapatan yang mencerminkan kemampuan seseorang dalam melakukan kewajibannya. Dengan demikian pendapatan (PDB) juga penting bagi bank dalam meningkatkan pertumbuhan kredit modal kerja. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Turkalj, dkk (2007) yang menyatakan bahwa permintaan kredit di Kroasia dipengaruhi positif dan signifkan oleh PDB rill. 5.
Pengaruh Suku Bunga SBI Terhadap Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Dari hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan bahwa suku bunga SBI diduga memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja. Namun, dalam pengujian hipotesis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa suku bunga SBI mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja pada bank umum di Indonesia. Hal ini karena Kredit modal kerja biasa digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah yang kegiatan usahanya bergerak cepat, seperti modal untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan (contoh: biayai produksi dan gaji karyawan). Sehingga, jika dilihat dari segi debiturnya, kredit modal kerja bank umum mempunyai debitur yang didominasi oleh sektor UMKM, di mana debitur ini mempertimbangkan kecepatan proses dan kemudahan prosedur dibandingkan dengan besar tingkat suku bunga SBI (infobanknews). Dengan demikian,
walaupun suku bunga SBI berada pada tingkat yang lebih tinggi, debitur tetap melakukan permintaan terhadap kredit modal kerja. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2010), dalam penelitian menunjukkan bahwa peningkatan atau penurunan suku bunga SBI selama periode penelitian tidak mempengaruhi penyaluran kredit secara signifikan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Oktavia (2013) juga memiliki hasil yang sama. Dalam penelitiannya menunjukkan kebijakan suku bunga SBI lebih berpengaruh terhadap pembentukan suku bunga simpanan daripada suku bunga pinjaman. Hal ini dikarenakan rentang waktu suku bunga pinjaman yang umumnya lebih panjang dibandingkan dengan suku bunga simpanan. Selain itu, pembentukan suku bunga pinjaman tidak hanya dipengaruhi oleh suku bunga simpanan, tapi juga oleh faktorfaktor lain seperti biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit, marjin keuntungan yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan dan juga premi risiko. Maka dari itu, kebijakan moneter dengan menggunakan instrument suku bunga SBI tidak lantas direspon oleh suku bunga pinjaman, namun ada faktor-faktor lain yang juga menjadi pertimbangan. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Arifin (1998) yang menyatakan bahwa pilihan penggunaan suku bunga SBI sebagai instrument yang sering digunakan oleh Bank Indonesia karena dengan instrument tersebut dinilai lebih efektif dalam mengendalikan core inflation yang disebabkan oleh kenaikan harga dari sisi permintaan di mana kondisi tersebut merupakan target yang akan dicapai oleh Bank Indonesia. Kebijakan ini akan secara langsung akan mempengaruhi kondisi internal bank umum karena suku bunga SBI merupakan rujukan yang digunakan oleh bank umum dalam menentukan suku bunga simpanannya dan suku bunga pinjaman yang akhirnya mempengaruhi jumlah kredit yang ditawarkan.
1.
2.
3.
4.
5.
E. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan pembahasan adalah sebagai berikut: Meningkatnya jumlah dana pihak ketiga maka semakin besar pula sumber dana yang dihimpun bank, hal ini menyebabkan kenaikan penawaran dana oleh masyarakat yang berdampak pada meningkatnya pertumbuhan kredit modal kerja. Adanya kenaikan suku bunga kredit modal kerja akan mempengaruhi jumlah permintaan kredit modal kerja baru, karena biaya dari kredit akan semakin mahal sehingga cicilan yang dibayarkan oleh debitur akan lebih berat. Hal tersebut akan menurunkan jumlah permintaan kredit yang selanjutnya akan mengurangi pertumbuhan kredit modal kerja. Ketika harga barang-barang secara terus-menerus meningkat maka semakin besar pula modal usaha yang dibutuhkan. Artinya, biaya produksi suatu perusahaan akan semakin besar. Oleh karena itu, ketika terjadi inflasi menyebabkan biaya meminjam dana akan semakin besar pula. Hal ini menyebabkan perbankan akan mengurangi penyaluran kredit modal kerja dan hanya menyalurkan kepada debitur dengan usaha yang tetap mempunyai prospek baik saat laju inflasi tinggi untuk menjaga resiko gagal bayar oleh debitur. Sehingga pertumbuhan kredit modal kerja akan menurun. Besarnya PDB menunjukkan besarnya daya beli masyarakat akan suatu barang sehingga perubahan pendapatan dapat mempengaruhi banyaknya jumlah perubahan permintaan suatu barang termasuk permintaan akan modal usaha. Dengan adanya permintaan akan modal usaha, masyarakat selanjutnya akan melakukan ekspansi usaha. Meningkatnya usaha masyarakat hal ini akan meningkatkan pendapatan yang mencerminkan kemampuan seseorang dalam melakukan kewajibannya. Dengan demikian pendapatan juga penting bagi bank dalam menyetujui permintaan kredit, hal ini juga akan meningkatkan pertumbuhan kredit modal kerja. Suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit modal kerja pada bank umum di Indonesia. Hal ini karena Kredit modal kerja biasa mempunyai debitur yang didominasi oleh sektor UMKM, di mana debitur ini mempertimbangkan kecepatan proses dan kemudahan prosedur dibandingkan dengan besar tingkat suku bunga SBI. Dengan demikian, walaupun suku bunga SBI berada pada tingkat yang lebih tinggi, debitur tetap melakukan permintaan terhadap kredit modal kerja.
F. SARAN Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Dana pihak ketiga merupakan sumber pendanaan yang memiliki pengaruh besar dalam penyaluran kredit sekaligus merupakan porsi terbesar dalam dana perbankan. Sehingga pihak perbankan perlu memikirkan strategi yang bisa menghimpun DPK agar lebih besar di masa mendatang, bukan hanya dengan menaikkan suku bunga saja, karena akan berdampak pada permintaan kredit yang mengakibatkan fungsi intermediasi perbankan kurang berjalan dengan baik. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menarik nasabah dalam penarikan dana khususnya deposito adalah dengan memberikan insentif hadiah baik secara langsung maupun melalui undian, membuat produk deposito yang lebih unik dan beragam, serta membuat syarat, prosedur, dan proses sesimpel mungkin. Bank harus secara wajar (tidak terlalu tinggi mapupun tidak terlalu rendah) dalam menentukan tingkat suku bunga agar tidak menyulitkan nasabah maupun bagi pihak bank itu sendiri. Tingkat suku bunga yang terlalu tinggi akan menyebabkan kesulitan bagi nasabah, sedangkan tingkat suku bunga yang terlalu rendah menyebabkan keuntungan yang didapat oleh bank menjadi lebih kecil. Bank sebaiknya bisa lebih berhati-hati dalam spekulasi harga aset yang diakibatkan oleh inflasi. Hal ini karena inflasi akan mempengaruhi pihak bank dalam menentukan suku bunga dan menentukan kredit modal kerja yang disalurkan. Dengan demikian dapat menjaga pertumbuhan kredit modal kerja ditingkat yang telah ditentukan. Dalam menyalurkan kredit pihak perbankan seharusnya lebih memperbanyak porsinya pada penyaluran kredit produktif, salah satunya adalah kredit modal kerja. Hal ini karena kredit produktif dapat mendorong aktivitas di sector riil sekaligus memperluas kesempatan kerja. Meningkatnya kesempatan kerja akan meingkatkan laju pertumbuhan PDB. Bagi peneitian selanjutnya, diharapkan dapat membandingkan variabel-variabel independen yang digunakan terhadap pertumbuhan dua jenis kredit lainnya yaitu kredit investasi dan kredit konsumsi karena masing-masing jenis kredit memiliki karakteristik dan respon yang berbeda-beda.
UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga panduan ini dapat terselesaikan.Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan. DAFTAR PUSTAKA Ariefianto, Dr. Moch. Doddy. 2012. Ekonometrika: Esensi dan Aplikasi dengan menggunakan Eviews. Jakarta: Erlangga. Arienda, Erma. 2010. Analisis Pengaruh Variabel-variabel Moneter dan FIskal terhadap Pertumbuhan Sektoral di Indonesia. Ascarya. 2012. Alur Transmisi dan Efektivitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Vol. 14, No. 3. Badan Pusat Statistik. 2015. Inflasi. Oktober. www.bps.go.id. —. 2015. Produk Domestik Bruto. Oktober. www.bps.go.id. Bangkit, Andita. 2011. Pengaruh PDB, SUku Bunga SBI 3 Bulan, dan Inflasi IHK terhadap Permintaan kredit Perbankan pada Bank Umum di Indonesia. Bank Indonesia. 2015. Direktori Perbankan Indonesia. November 26. Diakses 26 November 2015. http://www.bi.go.id/id/publikasi/dpi/default.aspx. —. 2015. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Oktober. www.bi.go.id. Bernanke, Ben S., and Alan S. Blinder. 1988. Credit, Money, and Aggregate Demand. (American Economic Association) Vol. 78, No. 2.
Budisantoso, Totok, and Nuritomo. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat. Diah, Utari G.A, and Ina Nurmalia Kurniati Trinil Arimurti. 2012. Pertumbuhan Kredit Optimal. (Group Riset Ekonomi (BRE) Bank Indonesia) Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Finasial Bisnis. 2015. PAKET EKONOMI IV: Jokowi Targetkan Buka 7,4 Juta Lapangan Kerja. http://finansial.bisnis.com/read/20151016/9/482857/paket-ekonomi-iv-jokowi-targetkanbuka-74-juta-lapangan-kerja. Gattin-Turkalj, Katja, Igor Ljubaj, Ana Martinis, and Marko Mrkalj. 2007. Estimating Credit Demand in Croatia. Research and Statistics Area of Croatian National Bank. Hadad, Muliaman D. 2003. Studi Biaya Intermediasi Beberapa Bank Besar di Indonesia: Apakah Bunga Kredit Bank Umum Overpriced?. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Vol. 1, No. 3. Haryati, Sri. 2009. Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia: Intermediasi dan Pengaruh Variabel Makro Ekonomi. Jurnal Keuangan dan Perbankan Vol. 13, No. 2: Hal. 299 – 310. Judiseno, Rimsky K. 2005. Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia. Cetakan kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kasmir. 1998. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kementrian Perdagangan RI. 2000. PDRB. Diakses 8 November http://sipd.bangda.kemendagri.go.id/datacenter/index.php?page=pdrb.
2015.
Kholisudin, A. 2012. Determinan Permintaan Kredit pada Bank Umum di Jawa Tengah 20062010. Economics Development Analysis Journal. Kontan. 2015. Perbankan optimis, penyaluran kredit membaik. Jakarta: Kontan. —.
2015. Suku Bunga Deposito. http://pusatdata.kontan.co.id/bungadeposito/.
Diakses
7
November
2015.
Latumaerissa, J. R. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. 2013. Jakarta: Salemba Empat. Latumaerissa, Julius R. 2013. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat. Lipsey, M. W. 1990. Design Sensitivity: Statistical Power for Experimental Research. Newbury Park, CA: Sage Publications. Mankiw, G. N. 1997. Macroeconomics 4 th Edition. New York and Basingstoke: Worth Publishers. Neuman, L. W. 2003. Social Research Methods: Qualitative & Quantitative Approach. London: Sage. Nugraha, R. Aga. 2011. Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Bali terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia. Majalah Ekonomi Unair. Prof. Gudono, Ph.D., CMA. 2012. Analisis Data Multivariat. Yogyakarta: BPFE. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur. 2014. Laporan Tahunan 2014. Surabaya: PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. Puspopranoto. 2014. Keuangan Perbankan dan Pasar Keuangan. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Rahardja, Prathama. 1997. Uang dan Perbankan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Republika. 2015. Survei BI: Pertumbuhan Kredit Melambat. Desember 7. DIakses 14 Desember 2015. http://www.republika.co.id. Satria, Dias, and Rangga Bagus Subegti. 2010. Determinasi Penyaluran Kredit Bank Umum di Indonesia Periode 2006-2009. Jurnal Keuangan dan Perbankan Vo.14, No.3. Sugiarto, Agus. 2004. Mencari Struktur Perbankan yang Ideal. Jurnal Bank Indonesia. Widyawati, Sasanti. 2015. Determinan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Perbankan di Indonesia. (Universitas Brawijaya). Wijaya, Tony. 2013. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Graha ilmu.