BAB 4 ANALISIS KESEIMBANGAN TATA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Adanya pertumbuhan yang menyebabkan peningkatan produktifitas, kualitas sumberdaya manusia, pendapatan perkapita membuat pentingnya arti keseimbangan faktor persediaan dan kebutuhan terhadap s umberdaya alam. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang didasari oleh keseimbangan interaksi antara manusia dengan lingkungan seperti curah hujan yang menjadi penyedia atau sumber air, tapi besarnya potensi ketersediaan dan permintaan sangat terg antung oleh perilaku manusia terhadap lingkungannya. Bab IV berisikan hasil dan analisis dari penelitian keseimbangan tata air yang ada di Kawasan Bandung Utara. Analisis yang disajikan yaitu analisis potensi tambahan ketersediaan sumberdaya air, analisis
kebutuhan atau permintaan
sumberdaya air, serta analisis keseimbangan sumberdaya air. Dalam perhitungan analisis, selain menampilkan data aktual, selain itu juga menampilkan proyeksi perkiraan ke depan dengan harapan dapat memperoleh gambaran tentang keseimbangan dalam pemanfaatannya , serta interpretasi hasil dan pembahasannya.
4.1
Analisis
Pengaruh
Guna
Lahan
terhadap
Potensi
Tambahan
Ketersediaan Sumberdaya Air Analisis potensi ketersediaan sumberdaya air menggunakan pendekatan matematis dari Ffolliott (1980) yang dipengaruhi oleh jumlah curah hujan, penguapan (evapotranspirasi), serta luas guna lahan yang ada. Tiap guna lahan menggunakan koefisien limpasan permukaan yang berbeda -beda. Nilai koefisien limpasan permukaan yang digunakan dalam studi ini da pat di lihat pada tabel berikut:
69
70
TABEL IV-1 PENGGUNAAN NILAI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN Jenis Penggunaan Lahan 1 Sawah
Nilai Cro 0,5
2 Kebun
0,35
3 Tegalan
0,54
4 Hutan Primer
0,05
5 Hutan Sekunder
0,05
6 Industri
0,7
7 Permukiman
0,65
No.
8 Padang Rumput Perdagangan dan 9 Jasa Cadangan Area 10 Pengembangan Permukiman 11 Lain-Lain
Sumber
0,175
BUDSP (1984) dalam Kusuma (1988) Hasil rata-rata LU lahan garapan bervegetasi (US Fores t Service, 1980) dengan Lahan Kebun (Marsh, 1991) Hasil rata-rata LU lahan palawija (Marsh, 1991) dengan lahan sayur (BUSDP, 1984) BUDSP (1984) dalam Kusuma (1988) BUDSP (1984) dalam Kusuma (1988) , hutan primer dan sekunder dianggap sama Hasil rata-rata indutri berat dan industri ringan (Marsh, 1991: 118) Rata-Rata Kawasan kurang padat industri (US. Forest Service, 1980) dengan perumahan kota pinggiran (US. Forest Service, 1980) Soemarwoto (2001)
0,825
U.S. Forest Service (1980) dalam Asdak (1995)
0,325
U.S. Forest Service (1980) dalam Asdak (1995)
0,35
Soemarwoto (2001)
Nilai evapotranspirasi ditentukan dengan menggunakan metode Penman dimana metoda tersebut mempunyai nilai ketelitian pendugaan yang hampir mendekati hasil yang tepat karena banyak memperhatikan variabel -variabel yang disajikan pada tabel di bawah ini. Nilai evapotranspirasi yang akhirnya digunakan adalah nilai rata-rata yang dihitung dari data-data yang diperoleh di tahun 2001 dan 2005 yaitu sebesar 1.197,71 mm/th n dan di dukung oleh data dari Badan Meteorologi dan Geofisika pada tabel IV-2, yaitu:
71
TABEL IV-2 DATA IKLIM DAN HIDROLOGI KAWASAN BANDUNG UTARA Tahun
Stasiun
Temperatur RataRata (C)
Lembang Bandung Lembang 2005 Bandung Rata-Rata 2001
19,9 23,1 20,1 23,4 21,625
Curah Hujan (mm) 1871.60 2.449,30 2182,00 1932,40 1197,71
Hari Hujan (hari) 14 18 16 20 17
Kecepatan Angin 4,2 4,0 4,1
Kelembapan` nisbi (%) 86,4 78,3 86,1 82,0 83,2
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika tahun 2001 dan 2005
Selain data iklim, dalam perhitungan potensi ketersediaan sumberdaya air diperlukan data luas guna lahan. Data yang didapat adalah data guna lahan eksisting tahun 2001 dan 2005 yang kemudian dari data tersebut dapat dilihat laju pertumbuhan tiap-tiap guna lahan untuk diproyeksikan ke tahun 2013.
TABEL IV-3 PERUBAHAN LUAS GUNA LAHAN DI KAWASAN BANDUNG UTARA No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Penggunaan Lahan Sawah Kebun Tegalan Hutan Primer Hutan Sekunder Industri Permukiman Padang Rumput Lain-Lain Total (Ha)
Luas Area (Ha) 2001 2005 5.536,65 5.453,80 12.226,93 11.979,35 6.385,32 7.022,13 6.787,14 5.635,02 323,13 591,80 31,31 31,17 5.191,29 5.549,69 1.856,61 1.855,79 184,39 404,03 38.522,76 38.522,76
LP (%) -0,84 -0,97 1,91 -4,56 19,50 -0,59 1,18 -0,49 28,14
Proyeksi (Ha) 2013 5.085,92 11.049,57 8.096,94 3.577,95 1.514,96 29,69 6.071,63 1.782,42 1.313,68 38.522,76
Sumber: Bappeda Jabar tahun 2001 dan 2005
Berdasarkan data tabel perubahan guna lahan di atas, guna lahan hutan primer mengalami penurunan sebesar -4,56% sedangkan guna lahan hutan sekunder mengalami peningkatan sebesar 19,50 %. Secara keseluruhan fungsi kawasan lindung
72
mengalami penurunan sebesar 2,29% dari tahun 2001 ke 2005 , dan mengalami penurunan lagi di tahun 2013 sebesar 3,03%. Hal ini disebabkan karena peningkatan guna lahan tegal dan permukiman. Perencanaan Tata Ruang wilayah merupakan suatu upaya mencoba merumuskan usaha pemanfaatan ruang secara optimal dan efisien serta lestari bagi kegiatan usaha manusia di wilayahnya yang berupa pembangunan sektoral, daerah, swasta dalam rangka mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu. Berikut ini disajikan rencana guna lahan yang dari RTRW Kota Bandung, Kabupatem Bandung dan Kota Cimahi di Kawasan Bandung Utara yang disajikan pada tabel IV-4 TABEL IV-4 RENCANA GUNA LAHAN KAWASAN BANDUNG UTARA TAHUN 2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Guna lahan Hutan Sawah Kebun Tegal RTH Permukiman Industri Perdagangan dan jasa Cadangan area pengembangan permukiman Total
Luas Lahan (ha) 10.528,59 4.502,91 5.292,70 6.755,81 1.813,30 6.995,21 89,07 782,28 1.762,91 38.522,76
Persentase (%) 27,33 11,69 13,74 17,54 4,71 18,16 0,23 2,03 4,58 100,00
Sumber: RTRW Kabupaten Bandung, RTRW Kota Bandung, RTRW Kota Cimahi
Pada tahun 2013, berdasarkan tabel IV-4, jika di bandingkan dengan ketetapan guna lahan di Kawasan Bandung Utara yang bersumber pada Keppres No. 32 Tahun 1990, guna lahan rencana masih cukup menyimpang, tetapi lebih baik keadaannya daripada keadaan guna lahan proyeksi berdasarkan kecender ungan eksisting 2001 dan 2005. Dalam ketetapan guna lahan yang bersumber pada Keppres No. 32 Tahun 1990, fungsi kawasan lindung di Kawasan Bandung Utara lebih besar
73
daripada fungsi kawasan budidaya yaitu sebesar 73,81%, sedangkan kawasan budidayanya sebesar 26,19%. Untuk guna lahan Kaw asan Bandung Utara di tahun 2013 berdasarkan RTRW, fungsi kawasan lindung lebih kecil daripada fungsi kawasan budidaya yaitu 27,33% sedangkan kawasan budidaya adalah sebesar 72,67%. Perbandingan antara fungsi kawasan guna lahan proyeksi dengan guna lahan RTRW, fungsi kawasan lindung pada guna lahan proyeksi adalah sebesar 13,22%, angka tersebut lebih kecil jika di bandingkan dengan fungsi kawasan lindung berdasarkan RTRW dan berdasarkan Keppres, sedangkan fungsi kawasan budid aya pada guna lahan proyeksi adalah sebesar 86,78% yang mana lebih besar jika di bandingkan dengan fungsi kawasan budidaya berdasarkan RTRW dan Keppres. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam rencana, pertumbuhan di Kawasan Bandung Utara lebih ditekan yang ditujukan agar tidak merusak fungsi Kawasan Bandung Utara yaitu sebagai kawasan resapan air.
4.1.1
Potensi Limpasan Air Permukaan Perhitungan potensi ketersediaan air dilakukan
dengan menggunakan
pendekatan matematis dari Ffolliott (1980). Dalam persamaan tersebut, diketahui bahwa potensi air dipengaruhi oleh curah hujan dan penguapan (evapotranspirasi), serta penggunaan lahan yang memberikan nilai koefisien limpasan permukaan yang berbeda-beda tiap guna lahan. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, dapat ditentukan besarnya potensi limpasan air permukaan di Kawasan Bandung Utara, yaitu seperti pada tabel IV-5, sedangkan untuk perhitungan secara lengkap dapat di lihat pada lampiran 1.
74
TABEL IV-5 KONDISI POTENSI LIMPASAN AIR PERMUKAAN DI KAWASAN BANDUNG UTARA Sumber Air
2001 (m3/th)
2005 (m3/th)
2013 (m3/th)
LP (%)
Potensi Limpasan Air Permukaan
140.916.557,54
163.244.272,28
158.325.007,70
-0,377
Sumber: Hasil Perhitungan tabel IV-1, IV.2 dan IV.3
Berdasarkan pada tabel di atas, terlihat b ahwa potensi limpasan air permukaan di Kawasan Bandung Utara cenderung me nurun dengan laju pertumbuhan sebesar 0,377% pertahun sejak tahun 2001 sampai 2005 , sehingga di tahun 2013, didapat perkiraan potensi limpasan air permukaan sebesar 158,325 juta m3/thn. Besar perkiraan potensi limpasan air permukaan sebesar 158 ,325%, 12,60% atau sebesar 19,95 juta m3/thn berasal dari Kota Bandung dan 87,40% atau sebesar 138,38 juta m3/thn dari Kabupaten Bandung. Meningkatnya potensi limpasan air permukaan dapat disebabkan karena penurunan luas guna lahan hutan. Yang menyebabkan kemampuan penyerapan air ke dalam tanah menjadi terganggu. Terganggunya proses penyerapan air ke dalam tanah juga dapat disebabkan bertambahnya guna tegal dan permukiman (tabel III-4) yang merupakan lahan terbuka. Hal itu akan meningkatkan nilai koefisien limpasan permukaan. Untuk melihat kecenderungan peningkatan volume limpasan air permukaan di Kawasan Bandung Utara, berikut di sajikan grafik volume limpasan air permukaan pada gambar 4.1. Data tahun 2013 adalah hasil perhitungan proyeksi dari tahun 2001 dan 2005.
75
GAMBAR 4.1 KECENDERUNGAN PERUBAHAN VOLUME LIMPASAN AIR PERMUKAAN DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Sumber: Hasil Perhitungan
4.1.2
Potensi Air Yang Meresap Ke Dalam Tanah Masih sama dengan perhitungan potensi limpasan air permukaan dengan
menggunakan pendekatan matematis dari Ffolliott (1980) yang dipengaruhi oleh guna lahan, curah hujan, evapotranspirasi , dan nilai koefisien limpasan air, hanya saja untuk penggunaan koefisien limpasan adalah 1-Cro (air yang terserap ke dalam tanah). Untuk perhitungan potensi air yang meresap ke dalam tanah di Kawasan Bandung Utara dapat dilihat pada tabel IV-6, sedangkan untuk perhitungan secara lengkap dapat di lihat pada lampiran 2 TABEL IV-6 KONDISI POTENSI AIR YANG MERESAP KE DALAM TANAH DI KAWASAN BANDUNG UTARA Sumber Air
2001 (m3/th)
2005 (m3/th)
2013 (m3/th)
LP (%)
Potensi Air yang meresap ke dalam tanah
229.957.500,59
235.366.134,54
226.417.235,48
-0,466
Sumber: Hasil Perhitungan tabel IV-1, IV-2 dan IV-3
76
GAMBAR 4.2 KECENDERUNGAN PERUBAHAN VOLUME POTENSI AIR YANG MERESAP KE DALAM TANAH DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Sumber: Hasil Perhitungan
Adanya peningkatan dari tahun 2001 ke 2005 , hal ini dapat disebabkan karena kenaikan curah hujan dari tahun 2001, yaitu sebesar 2160,45 dan di tahun 2005 menjadi sebesar 2.232,45. Hal ini dikarenakan erat kaitannya antara curah hujan dengan potensi air yang meresap ke dalam tanah . Besar curah hujan di tahun 2013 menggunakan nilai tengah curah hujan tahu n 2001 dengan besar curah hujan tahun 2005 dan angka tersebut lebih kecil dari pada angka curah hujan di tahun 2005, oleh karena itu garis kecenderungan potensi air yang meresap ke dalam tanah ke depannya memperlihatkan penurunan dengan laju sebesar -0,351% dan diperkirakan di tahun 2013, potensi air yang meresap ke dalam tanah adalah sebesar 226,42 juta m3/th. Besarnya potensi air yang meresap ke dalam tanah sebesar 235, 36 juta m3/thn diperkirakan 6,78% atau sebesar 15,3 5 juta m 3/thn berasal dari Kota Bandung dan 93,22% atau sebesar 219,066 juta m3/thn berasal dari Kabupaten Bandung Utara.
77
4.1.3
Total Potensi Tambahan Persediaan Sumberdaya Air Dari hasil perhitungan di atas, terjadi perubahan jumlah potensi sumberdaya
air dengan laju yang berlawanan an tara volume potensi limpasan air permukaan dan potensi air yang meresap ke dalam tanah. Volume potensi limpasan air permukaan mengalami peningkatan sedangkan volume potensi air yang meresap ke dalam tanah mengalami penurunan (dapat dilihat pada tabel IV-7).
TABEL IV-7 KONDISI POTENSI PERSEDIAAN AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA No Sumber Air 1 Limpasan air permukaan 2 Air yang meresap ke dalamtanah 3 Total
2001 (m3/th) 140.916.557,54 229.957.500,59 370.874.058,13
2005 (m3/th) 163.244.272,28 235.366.134,54 398.610.406,82
2013 (m3/th) 158.325.007,70 226.417.235,48 384.742.243,19
LP (%) -0,00377 -0,00475 -0,00435
Sumber: Tabel IV-4 dan IV-5
GAMBAR 4.3 KECENDERUNGAN PERUBAHAN VOLUME POTENSI AIR YANG MERESAP KE DALAM TANAH DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Sumber: Hasil Perhitungan
Meningkatnya jumlah potensi limpasan air permukaan dapat diartikan d engan meningkatnya luas lahan terbuka yang akan meningkatkan nilai koefisien permukaan,
78
yang berarti persentase air hujan yang menjadi limpasan (air permukaan) semakin besar. Semakin tinggi aliran permukaan, maka potensi air yang me resap ke dalam tanah berkurang. Hal ini dapat diartikan bahwa poten si air yang meresap ke dalam tanah akan berkurang dan dapat menyebabkan bencana banjir. Berdasarkan tabel dan gambar di atas, meskipun jumlah potensi limpasan air permukaan mengalami peningkatan dan jumlah potensi air yang meresap ke dalam tanah mengalami penurunan, laju pertumbuhan total air di Kawasan Bandung Utara mengalami penurunan, yaitu sebesar -9,73 x 10 -7 di tahun berikutnya. Meskipun seperti itu, diperkirakan di wilayah kajian masih memberikan potensi air sebesar 398,61 juta m3/thn di tahun 2013 yang diperkirakan 9,16% atau sebesar 36,524 juta m3/thn berasal dari Kota Bandung dan 90,84% atau sebesar 362,086 juta m3/thn berasal dari Kabupaten Bandung.
4.2
Analisis Kebutuhan Sumberdaya air Kriteria kebutuhan air yang digunakan dalam studi ini didasarkan pada
kriteria kebutuhan air yang ditetapkan oleh Dinas Pertambangan Propinsi Jawa Barat (1996) yang terdiri dari 4 kebutuha n, yaitu kebutuhan penduduk (rumah tangga), fasilitas sosial-ekonomi, kegiatan industri dan kegiatan pertanian. Unit satuan analisa yang dipakai pada studi ini adalah unit satuan analisa kecamatan y ang sudah dijumlahkan ke dalam A dministratif Kota dan Kabu paten dengan pendekatan perbandingan kawasan budidaya Kota dan Kabupaten Bandung dengan kawasan budidaya di Kawasan Bandung Utara.
4.2.1
Kebutuhan Penduduk Standar kebutuhan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga mengacu pada
standar yang dikeluarkan ol eh Ditjen Cipta Karya, DPU, 1990 (tabel II .6) yang disesuaikan dengan pengelompokkan kota berdasarkan jumlah penduduk. Kawasan Bandung Utara termasuk ke dalam Kota Besar pada tahun 2001 dan Kota
79
Metropolitan di tahun 2005 dan proyeksi di tahun 2013 . Dengan memperhatikan standar yang digunakan , dapat diasumsikan bahwa standar kebutuhan air untuk kebutuhan rumah tangga di lokasi tersebut adalah sebesar 62,05 m 3/jiwa/tahun di tahun 2001, sedangkan di tahun 2005 dan 2013 adalah sebesar 69,35 m 3/jiwa/tahun. Dengan pertimbangan akan jumlah penduduk dan standar kebutuhan air nya, diperoleh perkiraan jumlah kebutuhan air rumah tangga seperti pada tabel IV-8 TABEL IV-8 TABEL PERKIRAAN KEBUTUHAN AIR PENDUDUK Tahun
Jumlah Penduduk (jiwa)
2001 2005 2013
947.067 1.061.344 1.500.954
Pemakaian Air 3 (m /jiwa/th)
Volume Kebutuhan Air (m3/ th)
62,05 69,35 69,35
58.765.477,27 73.604.192.39 104.091.182,64
LP/Thn (%)
5,18
Sumber: Hasil Perhitungan
GAMBAR 4.4 PERKEMBANGAN KEBUTUHAN AIR UNTUK RUMAH TANGGA PENDUDUK DI KAWASA N BANDUNG UTARA
Sumber: Hasil Perhitungan
80
Berdasarkan tabel dan gambar di atas, kebutuhan air untuk rumah tangga penduduk mengalami peningkatan. Hal ini berbanding searah, yaitu dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan air untuk rumah tangga penduduk juga mengalami peningkatan, dan begitu pula dengan sebaliknya . Dengan peningkatan laju pertumbuhan sebesar 5,18%, maka didapat perkiraan kebutuhan air untuk rumah tangga penduduk di Kawasan Bandung Utara pada tahun 2013 adalah sebesar 104, 091 juta m3/ thn yaitu yang terdiri dari 60,043 juta m3/thn dari Kabupaten Bandung atau sebesar 57,68% dan 44,048 juta m3/thn dari Kota Bandung atau sebesar 42,32%. Meskipun luas wilayah Kota Bandung dalam Kawasan Bandung Utara adalah sedikit, yaitu sebesar 8,93% atau sebesar 3.326,79 ha, tetapi tingkat kepadatannya sangat besar, yaitu sebesar 142,94 jiwa/ha, sehingga perbandingan persentase kebutuhan air antara Kabupaten Bandung dan Kota Bandung tidak beda jauh.
4.2.2
Kebutuhan Fasilitas Perkotaan Kebutuhan sumberdaya air perkotaan yaitu adalah kebutuhan sumberdaya air
akan fasilitas sosial-ekonomi di perkotaan. Kebutuhan tersebut dibedakan menjadi beberapa fasilitas, yaitu fasilitas pendidikan (SD, SMP, SMA), fasilitas kesehatan (rumah sakit dan puskesmas), fas ilitas peribadatan (mesjid, gereja, wihara, dll), fasilitas perdagangan (pasar), fasilitas transportasi (terminal) dan perkantoran. Untuk fasilitas pariwisata dalam studi ini tidak dimasukkan, hal ini dikarenakan dalam rencana tata ruang, tidak direncanaka n berapa fasilitas pariwisata (hotel). Data ketersediaan fasilitas sosial ekonomi pada tahun 1998 sampai tahun 2006 diperoleh dari buku Kabupaten Dalam Angka, Kota Bandung dalam angka dan laporan standar perencanaan pembangunan. Rekapitulasi perkiraan kebu tuhan air fasilitas sosial dapat di lihat pada tabel IV-9, dan rekapitulasi data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3
81
TABEL IV-9 TABEL PERKIRAAN KEBUTUHAN AIR FASILITAS SOSIAL No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Fasilitas Pendidikan Kesehatan Peribadatan Perdagangan Transportasi Perkantoran Total
2001 (m3/ thn) 94.316,00 5.748,75 27.229,00 44.712,50 1.825,00 203.670,00 377.501.25
2005 (m3/ thn) 94.462,00 6.478,75 30.441,00 50.187,50 1.825,00 228.855,00 412.249,25
2013 (m3/ thn) 101.762,00 9.125,00 43.508,00 72.087,50 2.737,50 332.880,00 562.100,00
LP (%) 0,97 5,11 5,37 5,45 6,25 5,68 4,54
Sumber : Hasil Perhitungan
GAMBAR 4.4 GRAFIK PERKEMBANGAN KEBUTUHAN AIR UNTUK FASILITAS PERKOTAAN DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Sumber: Hasil Perhitungan
Berdasarkan tabel IV-9 dan gambar di atas IV.4, kegiatan perkantoran membutuhkan air paling banyak dibandingkan fasilitas-fasilitas yang lain dan dengan laju pertumbuhan yang cukup besar, yaitu sebesar 5,68%. Kebutuhan sumberdaya air untuk fasilitas perkantoran paling besar berada pada Kabupaten Bandung, yaitu sebesar 69,63% dari keseluruhan kebutuhan fasilitas perkantoran. Fasilitas yang paling sedikit menggunakan sumberdaya air adalah fasilitas transportasi yang dihitung berdasarkan banyak terminal. Meskipun paling sedikit, fasilitas trans portasi
82
mempunyai laju pertumbuhan kebutuhan air yang paling besar, yaitu sebesar 6,25%. Selain perkantoran, fasilitas pendidikan adalah fasilitas kedua terbanyak yang membutuhkan sumberdaya air, tetapi laju pertumbuhan kebu tuhan air untuk fasilitas pendidikan adalah laju pertumbuhan yang paling kecil di antara fasilitas -fasilitas yang lainnya, yaitu sebesar 0,97%. Fasilitas pendidikan di Kawasan Bandung Utara meskipun luas wilayah dalam Kota Bandung di Kawasan Bandung Utara adalah minim, tetapi jumlah fasilitas pendidikannya hampir sama besar dengan jumlah fasilitas pendidikan di Kabupaten Bandung. GAMBAR 4.5 DIAGRAM PROPORSI PERKIRAAN KEBUTUHAN AIR FASILITAS PERKOTAAN TAHUN 2013 DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Sumber: Hasil Perhitungan
Besar kecilnya kebutuhan air untuk fasilitas perkotaan tergantung banyaknya jumlah fasilitas itu sendiri dan besar standar air yang dibutuhkan. B erdasarkan gambar 4.5, di tahun 2013, selain jumlah unit fasilitas perkantoran cukup banyak, standar kebutuhan untuk 1 unit fasilitas perkantoran juga cukup besar, yaitu 1.095 m3/unit/thn oleh karena itu, diperkirakan fasilitas yang paling banyak membutuhkan air adalah fasilitas perkantoran yaitu sekitar 59,22%. Keadaan fasilitas transportasi (banyaknya terminal) di Kawasan Bandung Utara sangat sedikit, oleh karena itu
83
fasilitas yang paling sedikit menggunakan air adalah fasilitas transportasi , yaitu sebesar 0,49%.
4.2.3
Kebutuhan Industri Dalam perhitungan kebutuhan sumberdaya air untuk industri tidak
dipertimbangkan jenis industri dan luas lahan. Hal ini dikarenakan terbatasnya data yang didapat. Aktivitas industri dibagi menjadi 2, yaitu industri besar dan kecil dan, tetapi untuk penggunaan standar kebutuhan airnya digunakan standar rata -rata per unit. Dalam suparmoko (1997), standar kebutuhan air untuk industri adalah 2 -3 m3/hari/unit, yaitu 912,5 m 3/jiwa/th. Hasil perhitungan kebutuhan sumberdaya air untuk aktivitas industri, dapat dilihat pada tabel IV-10, sedangkan grafik kecenderungan perubahan kebutuhan airnya dapat dilihat pada gambar 4.6.
TABEL IV-10 TABEL PERKIRAAN KEBUTUHAN AIR INDUSTRI Tahun
Jumlah Industri (unit)
Pemakaian Air (m3/unit/th)
2001 2005 2013
140 138 152
912,5 912,5 912,5
Sumber : Hasil Perhitungan
Volume Kebutuhan Air (m3/ thn)
LP (%)
127.750 125.925 138.700
1,27
84
GAMBAR 4.6 PERKIRAAN KEBUTUHAN AIR FASILITAS INDUSTRI DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Sumber: Hasil Perhitungan
Persebaran kebutuhan sumberdaya air di untuk kebutuhan industri di Kawasan Bandung Utara adalah terdiri dari 64,88% atau sebesar 89.983,06 m3/thn dari Kabupaten Bandung dan 35,12% atau sebesar 48.716,94 m3/thn dari Kota Bandung. Terjadinya penurunan jumlah unit industri dari tahun 2001 ke 2005 ( tabel IV-10) menyebabkan berkurangnya kebutuhan air untuk kegiatan industri, tetapi dengan mempertimbangkan data unit industri dari tahun 19 98 sampai tahun 2006 (lampiran 5) dan maka diperkirakan di tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah kebutuhan air untuk kegiatan industri dari 125.925 m3/thn di tahun 2005, menjadi 138.700 m3/thn di tahun 2013 dengan laju pertumbuhan sebesar 1,27% .
4.2.4
Kebutuhan Pertanian Kebutuhan sumberdaya air untuk kegiatan pertanian dalam studi ini terdiri
dari kegiatan pertanian lahan basah (sawah), pertanian lahan kering (kebun dan tegal), peternakan besar dan kecil serta perikanan (kolam/empang/tebat). Dalam perhitungan ini, guna lahan hutan tidak diikutsertakan, karena melihat fungsi hutan untuk sebagai penyimpan cadangan air.
85
Berdasarkan data hasil penelitian kebutuhan air u ntuk kegiatan pertanian, untuk kebutuhan tanaman padi dan palawija diperkirakan sebesar 63,01 m 3/hari/ha dan 18,14m 3/hari/ha (Rachmat, 1998). Dengan demikan untuk menghasilkan tanaman padi yang mana dalam 1 tahun dibutuhkan 2 kali tanam, maka standar kebut uhan airnya adalah sebesar 2 x 5.670,9 m 3/ha, sedangkan untuk tanaman palawija adalah sebesar 1 x 1.632,6 m 3/ha. Untuk hasil rekapitulasi perhitungan perkiraan kebutuhan air untuk kegiatan pertanian dapat dilihat pada tabel IV-11 di bawah ini.
TABEL IV-11 TABEL PERKIRAAN KEBUTUHAN AIR PERTANIAN No 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Kegiatan Pertanian Pertanian Lahan Basah (Ha) Pertanian Lahan Kering (Ha) Peternakan Besar (ekor) Peternakan Kecil (ekor) Perikanan (m 2)
2001 (m3/ thn) 62.795554,29 30.386.349,55 819.910,12 1.168.172,65 420.948,53
2005 (m3/ thn) 61.855.886,16 31.021.801,55 747.112,52 992.496,83 433.208,90
2013 (m3/ thn) 57.683.468,69 31.258.589,55 719.014,41 954.833,31 847.752,32
Sumber : Hasil Perhitungan
GAMBAR 4.7 PERKIRAAN KEBUTUHAN AIR KEGIATAN PERTANIAN DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Sumber: Hasil Perhitungan
LP (%) -0,843 0,095 -0,470 -0,474 11,961
86
Distribusi kebutuhan sumberdaya air untuk kegiatan pertanian, sebagian besar adalah berasal dari Kabupaten Bandung, yaitu sebesar 76,49%, sed angkan Kota Bandung hanya 23,41%. Hal ini dapat disebabkan besarnya luas wilayah Kabupaten Bandung di Kawasan Bandung Utara yaitu sebesar 91,37%. Tetapi lain halnya untuk kegiatan perikanan, kebutuhan sumberdaya air untuk perikanan sebagian besar dibutuhan di Kota Bandung, yaitu sebesar 99,87% dan Kabupaten Bandung hanya sebesar 0,13%. Pada tabel IV-11 dan Gambar 4.7, kebutuhan air untuk kegiatan pertanian mayoritas mengalami penurunan, penurunan kebutuhan air untuk kegiatan pertanian yang paling besar adal ah kegiatan pertanian lahan basah, yaitu sebesar -0,84%, sedangkan kebutuhan air untuk perikanan mempunyai laju pertumbuhan yang meningkat, yaitu sebesar 11,96%.
GAMBAR 4.8 DIAGRAM PROPORSI PERKIRAAN KEBUTUHAN AIR FASILITAS PERTANIAN TAHUN 2013 DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Sumber: Hasil Perhitungan
87
Pada gambar 4.8, di tahun 2013, meskipun kegiatan pertanian lahan basah mengalami penurunan laju pertumbuhan yang paling besar yaitu sebesar -0,84%, diperkirakan di tahun 2013, kegiatan pertanian lahan basah mas ih menjadi kegiatan pertanian yang membutuhkan air paling banyak, yaitu sebesar 63,07% karena dalam perhitungan kebutuhan air untuk kegiatan pertanian lahan basah dalam 1 tahun adalah 2 kali tanam, sehingga membutuhkan air 2 kali lipatnya, sedangkan pertan ian lahan kering hanya 1 kali tanam dalam 1 tahun. Pertanian lahan kering juga membutuhkan cukup banyak sumberdaya air dan untuk kedepannya akan lebih banyak membutuhkan sumberdaya air karena laju pertumbuhannya meningkat, yaitu sebesar 0,095%. Kegiatan pertanian yang paling sedikit menggunakan air di tahun 2013 adalah kegiatan peternakan besar yaitu sebesar 0,79% dan di tahun berikutnya akan mengalami penurunan kebutuhan karena laju pertumbuhannya mengalami penurunan yaitu -0,47%.
4.2.5
Total Kebutuhan Sumberdaya Air Dari seluruh perhitungan kebutuhan kegiatan yang diidentifikasi, maka toal
kebutuhan sumberdaya air di Kawasan Bandung Uta ra dapat dilihat pada tabel IV-12 TABEL IV-12 TABEL PERKIRAAN TOTAL KEBUTUHAN SUMBERDAYA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA No
Jenis Kegiatan 1. 2. 3. 4.
Penduduk Pertanian Industri Fasilitas Sosek Total
Sumber : Hasil Perhitungan
2001 (m3/ thn) 58.765.477,27 95.169.986,61 127.750.00 377.501.25 154.861.663,66
2005 (m3/ thn) 73.604.192,39 95.001.781,84 125.925,00 412.249,25 168.114.148.48
2013 (m3/ thn) 104.091.182,64 91.463.658,28 138.700,00 562.100,00 196.225.640,93
LP (%) 5,18 -0,42 1,27 4,54 2,0035
88
GAMBAR 4.9 PERKIRAAN TOTAL KEBUTUHAN SUMBERDAYA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Sumber: Hasil Perhitungan
Kebutuhan air di Kawasan Bandung Utara untuk tiap fasilitas dan kegiatan mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhan sebesar 2,0035%, kecuali untuk kegiatan pertanian yang mengalami penurunan yang disebabkan karena berkurangnya luas guna lahan pertanian dan meningkatnya perubahan guna lahan permukiman. Meskipun laju pertumbuhannya mengalami penurunan, angka perkiraan kebutuhan air untuk kegiatan pertanian di tahun 2013 adalah angka perkiraan kebutuhan yang terbesar ke 2 setelah kebutuhan air untuk rumah tangga pe nduduk. Lain halnya untuk industri, meskipun angka kebutuhan air di kegiatan industri tergolong kecil di antara yang lainnya dengan laju pertumbuhan yaitu sebesar 1,27%.
89
GAMBAR 4.10 PERKIRAAN TOTAL KEBUTUHAN SUMBERDAYA AIR TAHUN 2013 DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Sumber: Hasil Perhitungan
Untuk perkiraan kebutuhan sumberdaya air tahun 2013, kegiatan rumah tangga penduduk membutuhkan sumberdaya air yang paling banyak diantara kebutuhan fasilitas yang lain yaitu sebesar 53,13%, dan diperkirakan ke dep annya akan terus mengalami peningkatan kebutuhan karena laju pertumbuhannya mengalami peningkatan yaitu sebesar 5,18% . Setelah rumah tangga penduduk, kegiatan pertanian juga membutuhkan paling banyak sumberdaya air yaitu sebesar 46,25% meskipun laju pertu mbuhan kebutuhannya mengalami penurunan sebesar 0,53%
4.3
Analisis Keseimbangan Sumberdaya Air Dalam analisis keseimbangan sumberdaya air, terdapat 3 keadaan yang bisa
terjadi, yaitu:
Keseimbangan sumberdaya air Angka persediaan kebutuhan air sama b esar dengan angka kebutuhan air,
90
Surplus sumberdaya Air Angka persediaan air lebih bes ar daripada angka kebutuhan air,
Defisit sumberdaya air Angka kebutuhan air lebih besar daripada angka persediaan air.
Untuk melihat kemungkinan keadaan tata air di Kaw asan Bandung Utara, berikut ini disajikan tabel keseimbangan sumberdaya air di Kawasan Bandung Utara pada tabel IV-13
TABEL IV-13 TABEL PERKIRAAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA Sumber Daya Air Tambahan ketersediaan sumberdaya air Kebutuhan sumberdaya air Volume air sisa yang belum termanfaatkan Indeks Penggunaan Air (IPA)
2001 (m3/ thn)
2005 (m3/ thn)
2013 berdasarkan Eksisting (m3/ thn)
LP (%)
370.874.058,13
398.610.406,82
384.742.243,19
-0,435
154.861.663,66
169.144.148,48
196.255.640,93
2,0035
216.012,394,47 229.466.289,39
188.516.602,26
-2,23
0,42
0,43
0,51
Sumber : Hasil Perhitungan IPA = Indeks Penggunaan Air (perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan air) IPA : 0 - 0,75, kondisi sumberdaya air wilayah tidak kritis IPA : 0,75 – 1, kondisi sumberdaya air wilayah kritis IPA : > 1, kondisi sumberdaya air wilayah tergolong sangat kritis
Pada tabel IV-13, potensi tambahan ketersediaan air mengalami penurunan dengan laju pertumbuhan sebesar -0,4357%. Hal ini dikarenakan adanya pertambahan luas lahan terbangun yang menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah menyerap air, sementara bertambahnya luas lahan terbangun menyebabkan bertambahnya kebutuhan sumberdaya air, yaitu sebesar 2,0035%. Berkurangnya ketersediaan air yang diikuti oleh peningkatan kebutuhan sumberdaya air, ternyata di tahun 2013 diperkirakan masih terdapat sisa pemanfaatan sumberdaya air (surplus) yang cukup
91
besar yaitu sebesar 188,616 juta m3/thn, tetapi dengan laju pertumbuhan volume sisa air sebesar -2,23%, maka sumberdaya air akan habis di beberapa tahun kemudian. Berdasarkan penilaian IPA, pada waktu 2001 menunjukkan nilai IPA sebesar 0,42 dan sebesar 0,43 pada tahun 2005 , dimana berdasarkan kriteria IPA, angka tersebut tergolong ke dalam kondisi wilayah yang t idak kritis. Di tahun 2013, diperkirakan dengan persediaan sebesar 384,74 juta m3/thn dan kebutuhan sebesar 196,255 juta m3/thn, mempunyai nilai IPA sebesar 0,51, dimana berdasarkan kriteria IPA, angka tersebut tergolong ke dalam wilayah yang tidak kritis.
4.3.1
Kondisi Potensi Limpasan Air Permukaan Berdasarkan tabel IV-3 dan tabel IV-4, luas lahan terbangun semakin
meningkat dan meningkatnya potensi limpasan air permukaan. Peningkatan lahan terbangun menyebabkan koefisien limpasan permukaan bertambah dan susahnya air menyerap ke dalam tanah. Agar penggunaan limpasan air permukaan lebih efisien, seharusnya peningkatan guna lahan terbangun harus diimbangi dengan peningkatan lahan pertanian, tetapi pada kenyataanya yang dapat dilihat pada tabel IV-3, lahan pertanian mengalami penurunan. TABEL IV-14 KESEIMBANGAN PEMANFAATAN LIMPASAN AIR PERMUKAAN Keseimbangan Potensi Limpasan Air Permukaan 1 Limpasan air permukaan 2 Kebutuhan Sisa Potensi Limpasan Air Permukaan No.
2001 (m3/th) 140.916.557,54 95.169.986,61
2005 (m3/th) 163.244.272,28 95.001.781,84
2013 (m3/th) 158.325.007,70 91.463.658,28
LP (%) -0,377 -0,466
45.746.570,93
68.242.490,44
66.861.349,42
-0,253
Sumber : Hasil Perhitungan
Peningkatan lahan terbangun menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah menyerap air. Selain terganggunya proses penyerapan air ke dalam tanah , limpasan air permukaan di Kawasan Bandung Utara juga mengalami penurunan dengan laju pertumbuhan limpasan air permukaan sebesar -0,377%. Sementara, terjadinya
92
penurunan luas guna lahan pertanian menyebabkan kebutuhan air untuk kegiatan pertanian mengalami penurunan sebesar -0,46%. Dengan keadaan tersebut, dapat dikatakan pola pemanfaatan limpasan air permukaan yang seperti itu adalah tidak efisien. Untuk keseimbangan limpasan air permukaan, jumlah potensi limpasan air permukaan di Kawasan Bandung Utara akan mengalami penurunan di tahun berikutnya karena laju pertumbuhannya meng alami peningkatan sebsar -0,253% dan diperkirakan di tahun 2013, sisa potensi limpasan air permukaan adalah sebesar 66,861 juta m3/ thn.
4.3.2
Kondisi Potensi Air yang Meresap ke dalam Tanah Dari hasil perhitungan sebelumnya mengenai potensi air yang meresap ke
dalam tanah (tabel IV-5) dan perkiraan kebutuhan air untuk rumah tangga penduduk, industri dan fasilitas sosial-ekonomi, ternyata sampai tahun 2013 (proyeksi) masih terdapat sisa potensi air yang meresap ke dalam tanah yang belum termanfaatkan, tetapi nilai kecenderungannya menurun laju dengan laju pertumbuhan sebesar 3,49% (dapat dilihat pada tabel IV-15) TABEL IV-15 KESEIMBANGAN PEMANFAATAN POTENSI AIR YANG MERESAP KE DALAM TANAH No 1
Keseimbangan Potensi Air Yang Meresap Ke Dalam Tanah Air yang meresap ke dalam tanah
Kebutuhan air (penduduk, industri, fasilitas kota) Sisa pontensi air yang meresap ke dalam tanah 2
2001 (m3/th)
2005 (m3/th)
2013 (m3/th)
LP (%)
229.957.500,59
235.366.134,54
226.417.235,48
-0,475
59.270.728,52
74.142.366,64
104.791.982,64
5,167
170.686.772,07
161.223.767,90
121.625.252,84
-3,070
Sumber : Hasil Perhitungan
Selain terjadi pengurangan potensi air yang meresap ke dalam tanah karena terganggunya penyerapan air, peningkatan lahan terbangun juga menyebabkan meningkatnya kebutuhan air akan kegiatan dari lahan terbangun tersebut yang
93
diambil dari potensi air yang meresap ke dalam tanah. hal tersebut menyebabkan penurunan laju pertumbuhan potensi air yang meresap ke dalam tanah sebesar 0,475% di Kawasan Bandung Utara, sedangkan laju pertumbuhan kebutuhan akan air
yang meresap ke dalam tanah meningkat sebesar 5,17%. Secara keseluruhan sisa potensi air yang meresap ke dalam tanah di tahun 2013 diperkirakan akan terdapat sebesar 121,625 juta m3/thn dan akan berkurang di tahun -tahun ke depannya karena mengalami laju pertumbuhannya mengalami penurunan yaitu sebesar -3,070%. Kondisi kecilnya potensi air yang meresap ke dalam tanah dapat menyebabkan kekeringan di musim kemarau. Hal ini dapat menimbulkan konflik sosial ekonomi dan persoalan lingkungan yang lebih jauh.
4.4
Analisis Data Kesesuaian Lahan Mengacu pada kesesuaian laha n yang ditetapkan di Rencana Tata Ruang
Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kota Cimahi untuk hasil analisis kesesuaian lahan di Kawasan Bandung Utara. Agar tidak terjadi perbedaan jumlah luas guna lahan di Kawasan Bandung Utara, maka di dapat guna lahan d i RTRW yang yang menggambarkan kondisi yang sesuai di Kawasan Bandung Utara tahun 2013. Karena data RTRW Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi adalah tahun 2010, maka untuk penyamaan tahun, dilakukan proyeksi ke tahun 2013 untuk RT RW Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi dengan laju pertumbuhan yang disamakan dengan laju pertumbuhan data eksisting jika laju pertumbuhan kriteria tersebut tidak ada. Berikut ini adalah rekapitulasi data ketersediaan air dapat di lihat pada tabel IV-16 dan dapat juga di lihat rekapitl iasi kebutuhan air RTRW dan proyeksi untuk perbandingan pada tabel IV-17.
94
TABEL IV-16 KONDISI POTENSI PERSEDIAAN AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA TAHUN 2013 SESUAI RTRW Luas Lahan (m3)
Jenis Guna Lahan
Hutan Sawah Kebun Tegal RTH Permukiman Industri Perdagangan dan jasa Back up area
105.285.869,81 45.029.054,71 52.926.957,37 67.558.068,32 18.132.998,94 69.952.065,24 890.703,36 7.822.780,84 17.629.131,41 Total
(P-ET)
Cro
1-Cro
0,99874 0,99874 0,99874 0,99874 0,99874 0,99874 0,99874 0,99874 0,99874
0,05 0,5 0,35 0,54 0,175 0,65 0,7 0,825 0,325
0,95 0,5 0,65 0,46 0,825 0,35 0,3 0,175 0,675
Volume Potensi Limpasan Air Permukaan (m3/ thn) 5.257.660,48 22.486.159,05 18.501.094,29 36.435.390,38 3.169.276,49 45.411.551,66 622.706,75 6.445.662,41 5.722.248,58 144.051.750,10
Volume Potensi Air Yang Meresap Ke Dalam Tanah (m3/ thn) 99.657.555,40 82.868.651,11 14.905.279,35 277.441,14 24.394.118,00 266.238,51 1.364.004,32 11.856.355,78 235.589.643,63 240.690.493,09
Sumber : Hasil Perhitungan
Pembangunan yang direncanakan dalam rencana tata ruang, dengan mempertimbangkan fungsi Kawasan Bandung Utara sebagai daerah resapan air, maka guna lahan di Kawasan Bandung Utara direncanakan sedemikian rupa menekan lahan terbangun. Oleh karena itu, berdasarka n RTRW, kondisi potensi limpasan air permukaan di Kawasan Bandung Utara adalah sebesar 144,051 juta m3/thn. Angka ini lebih kecil daripada angka kondisi potensi limpasan air permukaan guna lahan proyeksi. Untuk kondisi potensi air yang meresap ke dalam tan ah mendapatkan angka sebesar 240,69 juta m3/thn, yang mana angka tersebut lebih besar dari keadaan potensi air yang meresap ke dalam tanah guna lahan ekesisting. Total kebutuhan sumberdaya air di tahun 2013 berdasarkan RTRW adalah sebesar 384,742 juta m3/thn. Angka tersebut sama dengan keadaan sumb erdaya air guna lahan proyeksi.
95
Meskipun jumlah potensi sumberday a air di Kawasan Bandung Utara berdasarkan RTRW dan proyeksi adalah sama besar, tetapi dengan keadaan potensi limpasan air permukaan berdasarkan RT RW yang lebih kecil daripada keadaan proyeksi dan potensi air yang meresap ke dalam tanah berdasarkan RTRW lebih besar daripada keadaan proyeksi menunjukkan penyerapan air ke dalam tanah dengan keadaan guna lahan yang telah direncanakan adalah lebih baik d aripada keadaan proyeksi berdasarkan kecenderungan eksisting nya. TABEL IV-17 KONDISI POTENSI PERMINTAAN AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA TAHUN 2013 SESUAI RTRW DAN PROYEKSI No
Jenis Kegiatan
Banyaknya
Standar Kebutuhan Air
Volume Kebutuhan Air RTRW (m3/ thn)
Volume Kebutuhan Air proyeksi (m3/ thn)
1.479.075
69,35 (m3/jiwa/th)
102.573.880,86
104.091.182,64
- Pertanian Lahan Basah (ha)
4.502
2 x 5.670,9 (m 3/ha)
51.061.794,72
57.683.468,69
- Pertanian Lahan Kering (ha)
12.046
1 x 1.632,6(m 3/ha)
19.666.819,29
31.258.589,55
- Peternakan Besar (ekor)
71.787
3
9,125 (m /ekor/th)
655.057,61
719.014,41
- Peternakan Kecil (ekor) 2 - Perikanan (m3)
987.094
0,9125(m3/ekor/th)
900.723,69
954.833,31
360.499
3,1536 (m/th)
1.136.868,74
847.752,32
1 Penduduk (jiwa) Pertanian
3
397
912,5(m /hari.unit)
362.262,50
662.475,00
- Pendidikan
655
146 (m3//unit/th)
95.630,00
101.762,00
- Peribadatan
585
73(m3//unit/th)
42.705,00
43.508,00
3 Industri (unit) Fasilitas Sosial-Ekonomi (unit)
3
- Kesehatan
99
91,25(m //unit/th)
9.033,75
9.125,00
- Perdagangan
77
912,5(m3//unit/th)
3
- Transportasi
291
4 - Perkantoran Total Sumber : Hasil Perhitungan
70.262,50
72.087,50
3
2.737,50
2.737,50
3
318.645,00
332.880,00
176.896.421,17
196.255.640,93
912,5(m //unit/th) 1095(m //unit/th)
96
Pada tabel IV-17, dapat dilihat bahwa volume kebutuhan air berdasarkan RTRW lebih kecil yaitu sebesar 176,896 juta m3/thn, jika dibandingkan dengan volume kebutuhan air proyeksi yaitu sebesar 196,255 juta m3/thn. Dengan ditekannya pertumbuhan pembangunan yang dapat dilihat dari luas guna lahan terbangun dalam RTRW lebih kecil dari keadaan proyeksinya, diharapkan kebutuhan sumberdaya air dapat ditekan dan tetap menjaga fungsi Kawasan Bandun g Utara yaitu sebagai daerah resapan air.
4.5
Analisis Perkiraan Keseimbangan Sumberdaya Air Dalam analisis perkiraan keseimbangan sumberdaya air, dihitung kapan
persediaan air akan mengalami defisit dengan menggunakan rumus proyeksi linear. Berikut ini adalah data rekapitulasi kes eimbangan sumberdaya air di tahun 2013 berdasarkan proyeksi dan RTRW di Kawasan Bandung Utara ( tabel IV-18) . TABEL IV-18 PERBANDINGAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR ANTARA RTRW DENGAN PROYEKSI Keseimbangan Sumberdaya Air Tambahan Ketersediaan Air Kebutuhan Air Sisa Kebutuhan Air Indeks Penggunaan Air (IPA)
2013 (m3/ thn) 384.742.243,19 196.255.640,93 202.384.765,89 0.51
2013 RTRW (m3/ thn) 384.742.243,19 176.896.421,17 207.845.822,02 0,46
Perubahan (m3/ thn) 15.482.165,75 19.359.219,76 -5.461.056,13
Sumber : Hasil Perhitungan IPA = Indeks Penggunaan Air (perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan air) IPA : 0 - 0,75, kondisi sumberdaya air wilayah tidak kritis IPA : 0,75 – 1, kondisi sumberdaya air wilayah kritis IPA : > 1, kondisi sumberdaya air wilayah tergolong sangat kritis
Pada tabel IV-18, dapat dilihat bahwa dengan menggunakan pendekatan Ffolliot, angka tambahan ketersediaan air di Kawasan Bandung Utara adalah sama , tetapi berdasarkan penilaian IPA yang dilihat berdasarkan keseimbangan tambahan ketersediaan dan kebutuhan , keseimbangan sumberdaya air di tahun 2013 berdasarkan RTRW dan proyeksi, adalah sebesar 0,46 dan 0,51. Kedua angka
97
tersebut berdasarkan kriteria penggolongan IPA menunjukkan bahwa kondisi keseimbangan sumberdaya air Kawasan Bandung Utara berada dalam kondisi wilayah yang tidak kritis. Selain itu dapat dilihat bahwa pembangunan yang telah direncanakan dalam RTRW di tahun 2013 lebih terkendali daripada pembangunan yang diproyeksikan dari data proyeksi karena angka IPA berdasarkan RTRW lebih kecil daripada angka IPA berdasarkan proyeksi. Hal ini dapat dilihat dari sisa volume sumberdaya air yang telah dihitung dalam RTRW lebih besar daripada yang telah dihitung dari proyeksi data eksisting.
GAMBAR 4.11 PERKIRAAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR BERDASARKAN KECENDERUNGAN EKSISTING DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Sumber : Hasil Perhitungan
Meskipun tambahan potensi sumberdaya air di guna lahan yang mengacu pada guna lahan eksisting lebih besar, berdasarkan perhitungan analisis perkiraan keseimbangan sumberdaya air, keseimbangan sumberdaya air air akan mengalami defisit sekitar 1,22 juta m3/thn di tahun 2041 dimana angka ketersediaan sumberdaya air sebesar 340,54 juta m3/thn, sedangkan angka kebutuhan sumberdaya air adal ah sebesar 341,76 juta m3/thn. Hal ini disebabkan karena besarnya laju pertumbuhan kebutuhan sumberdaya air.
98
GAMBAR 4.11 PERKIRAAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR BERDASARKAN RTRW DI KAWASAN BANDUNG UTARA
Sumber : Hasil Perhitungan
Untuk perhitungan analisis perkiraan keseimbangan sumberdaya air guna lahan RTRW, menggunakan laju pertumbuhan yang dihitung dari keseimbangan sumberdaya air guna lahan RTRW tahun 2013 dengan keseimbangan sumberdaya air guna lahan tahun eksisting (2001 dan 2005). Hal ini disebabkan terbatasnya data yang di dapat. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa keseimbangan sumberdaya air akan mengalami defisit di tahun 2091 yaitu dengan angka ketersediaan sebesar 273, 86 juta m3/thn, sedangkan angka kebutuhan sebesar 276, 208 juta m3/thn sehingga mengalami defisit sebesar 2,34 juta m3/thn. Hal ini juga dapat disimpulkan bahwa keseimbangan tata air pada guna lahan yang mengacu pada RTRW mempunyai lebih bertahan lama daripada guna lahan yang mengacu pada kecenderungan guna lahan eksisting tahun 2001 dan 2005.