BAB 4 ANALISIS KAWASAN ARJUNA
4.1
Deskripsi Kawasan Perencanaan Kawasan Arjuna berada di bagian Barat Kota Bandung dan termasuk ke dalam
Wilayah Pengembangan Bojonagara. Kawasan ini merupakan salah satu Kawasan Cagar Budaya Industri di Kota Bandung. Kawasan perencanaan pada studi ini berada pada Kelurahan Arjuna dan Kelurahan Husein Sastranegara, Kecamatan Cicendo seluas 315.315 m2 (31,5 Ha).
Lokasi Perencanaan
Gambar 4.1 Lokasi Kawasan Arjuna pada Kota Bandung (Sumber RTRW Kota Bandung 2003-2013)
Lokasi kawasan berdekatan dengan Bandara Husein Sastranagara, Stasiun Kereta Api Bandung, Terminal Angkutan Umum Ciroyom dan Pasar Tradisional Ciroyom. Kawasan Perencanaan dibatasi oleh Jalan Pajajaran di sebelah Utara; Jalan Industri di sebelah Selatan; Jalan Pasar Besi Jatayu dan persil fungsi hunian pada Kelurahan Husein Sastranegara di sebelah Barat; Jalan Industri Dalam dan persil hunian dan industri pada Kelurahan Arjuna di sebelah Timur.
51
Gambar 4.2 Peta Lokasi Kawasan Arjuna (Sumber: Peta Digital Kota Bandung)
Kepemilikan tanah pada kawasan terdiri dari 60 % tanah milik Pemerintah Daerah dengan sistem sewa tanah dalam jangka waktu tertentu sesuai aturan yang berlaku dan pemanfaatan tanah Hak Guna Bangun (HGB) oleh swasta atau perorangan, sedangkan 40 % tanah milik perorangan dengan sertifikat hak milik (Sumber : RTRW kota Bandung tahun 2004)
Gambar 4.3 Foto Udara Kawasan Arjuna (Sumber: www.Google-earth.com)
52
Kawasan Arjuna bagian Utara dibangun pada tahun 1900-1945 oleh pemerintah Belanda sebagai kawasan hunian, yang dulunya merupakan perumahan orang Eropa. Pada saat ini masih tetap fungsinya sebagai hunian tetapi pada area sepanjang Jalan Pajajaran, Jalan Aruna dan Jalan Arjuna mulai berubah menjadi fungsi jasa dan pergudangan, sedangkan daerah aliran sungai pada area hunian ini telah dipenuhi oleh pemukiman kumuh. Untuk bagian lain kawasan pada perkembangan awal kota Bandung didominasi peruntukan industri dan pergudangan yang dikelola oleh swasta, selain itu terdapat fungsi komersial berupa pasar besi Jatayu dengan komoditi dagangan material besi (baru dan bekas) yang didirikan pada tahun 1956 dan pasar Hejo (berupa deretan beberapa kios pada lahan sekitar rel kereta api) dengan komoditi dagangan baju-baju tentara (rata-rata berwarna hijau). Kemudian bermunculan pedagangpedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang Jalan Arjuna, Jalan Aruna, dan Jalan Komodor Supadio dengan komoditi dagangan suku cadang kendaraan bermotor dan besi-besi tua. Tabel 4.1 Data Pasar Besi Jatayu DATA PASAR BESI JATAYU Lokasi Berdiri tahun Kondisi fisik
Jalan Komodor Supadio, Kelurahan Husen Sastranegara, Kecamatan Cicendo 1956
Luas Lahan
30 % belum pernah direnovasi oleh Pemerintah Kota Bandung 2.747 m2
Luas Bangunan
1.315 m2
Jumlah Kios
366
Jumlah Meja
3
Pedagang aktif
230 orang
Pedagang tidak aktif
35 orang
Sumber: Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandung, 2006
Pada tahun 2003-2004 dibangun Pasar Teknik Arjuna pada lahan milik swasta untuk menampung pedagang kaki lima yang berjualan secara tidak formal pada Kawasan Arjuna dengan komoditi dagangan alat-alat teknik, las besi dan material besi. Namun usaha memindahkan PKL ke Pasar Teknik Arjuna ini tidak berhasil. PKL
53
tetap berdagang memakai bangunan semi permanen yang dibangun pada badan jalan pada kawasan ini. Tabel 4.2 Data Pasar Teknik Arjuna DATA PASAR TEKNIK ARJUNA Lokasi Berdiri tahun
Jalan Arjuna, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo 2004
Kondisi fisik
100 % masih mendapat perawatan dari pengelola
Pengelola
Koperasi Sumber Rezeki
Kepemilikan lahan
swasta
Jumlah pedagang
+ 200 orang
Jumlah kios
+ 300 kios
Kios yang terisi
180 kios
Kepemilikan kios
HGB selama 30 tahun
Sumber: Pengelola Pasar Teknik Arjuna, 2007 Pada kawasan terdapat bangunan-bangunan Cagar Budaya dengan fungsi hunian pada bagian kawasan permukiman kolonial, beberapa pabrik yang masih beroperasi, dan rumah potong hewan yang keberadaan fungsinya sudah tidak sesuai pada kawasan karena menimbulkan limbah yang mengganggu lingkungan. Bangunan Cagar Budaya yang dimiliki kawasan Arjuna dapat menjadi potensi dalam pengembangan kawasan. 4.2
Analisis Kegiatan Kawasan dan Sekitar Kawasan Arjuna Pada kawasan terdapat beragam aktivitas dari mulai perdagangan, jasa,
industri, pemerintahan dan hunian. Adapun kegiatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Aktivitas perdagangan, secara formal (mempunyai izin usaha) dilakukan oleh para pedagang pada Pasar Besi Jatayu, Pasar Teknik Arjuna dan Pasar Hejo, selain itu terdapat aktivitas perdagangan informal (tidak mempunyai izin usaha/berdagang) yaitu pedagang kaki lima yang berjualan sepanjang jalan pada kawasan dengan komoditi dagangan beragam seperti: material besi, peralatan rumah tangga, suku cadang kendaraan bermotor, terpal, dan pakaian tentara.
54
Keterangan: Pasar Besi Jatayu Pasar Teknik Arjuna Pasar Hejo Pedagang Kaki Lima
Gambar 4.4 Peta Kegiatan Perdagangan Kawasan Arjuna Sumber: Hasil Analisis, 2007
Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung dan sekitarnya, menjadi potensi komersial yang masih dapat dipertahankan pada kawasan perencanaan. Tetapi karena aktivitas ini hanya berlangsung pada siang hari, maka diperlukan penambahan kegiatan yang dapat berlangsung sampai dengan malam hari untuk menghidupkan kawasan dan memenuhi kebutuhan masyarakat pada kawasan dan sekitarnya.
55
Kondisi Bangunan Pasar Parkir kendaraan tidak teratur di badan jalan yang yang kurang layak berbatasan langsung dengan bangunan pasar karena usia bangunan yang relatif tua Gambar 4.5 Pasar Besi Jatayu, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Pasar yang relatif baru lebih baik kondisi bangunannya dan jarak antar kios di dalam bangunan cukup leluasa untuk para pedagang beraktivitas di luar kios, parkir kendaraan berada pada persil bagian depan pasar. Gambar 4.6 Pasar Teknik Arjuna, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Keberadaan PKL yang memakai jalan pedestrian dan badan jalan untuk membuat kios dan kegiatan berdagang mengganggu sirkulasi pejalan kaki dan kendaraan, sekaligus memberikan kesan visual yang buruk bagi kawasan.
56
PKL yang membuat kios pada pedestrian atau sisi ruang milik jalan (rumija)
PKL yang berjualan onderdil kendaraan bermotor
PKL yang berjualan onderdil PKL yang berjualan pakaian PKL yang berjualan kendaraan dan jasa bengkel tentara (Pasar hejo) peralatan rumah tinggal Gambar 4.7 Kegiatan PKL pada Kawasan Arjuna, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Penataan PKL pada kawasan dengan memberikan wadah oleh pihak swasta merupakan salah satu antisipasi tetapi tidak berhasil karena para PKL tidak mampu untuk membeli atau menyewa kios yang disediakan. Apabila penataan dilakukan oleh pemerintah dapat diterapkan sistem subsidi silang agar PKL sebagai golongan ekonomi lemah dapat dibantu oleh golongan ekonomi menengah ke atas dalam pembelian/penyewaan tempat berjualan yang berada pada lahan milik Pemerintah Daerah. 2. Aktivitas Jasa, secara formal terdapat jasa pergudangan, jasa perkantoran dan kegiatan informal berupa jasa perbengkelan yang dilakukan di pinggiran jalan memakai area pedestrian dan badan jalan pada kawasan. Jasa pergudangan dan perkantoran di kawasan ini berlangsung dengan baik, sedangkan jasa perbengkelan yang memakai tempat di ruang sirkulasi kawasan menimbulkan permasalahan karena mengganggu kelancaran arus lalu lintas dan gangguan visual pada kawasan. 3. Aktivitas Industri: Pada kawasan masih tersisa beberapa kegiatan industri non polutan berupa pabrik garmen, pabrik sepatu, pabrik alat-alat dapur, dan beberapa industri yang masih menghasilkan limbah seperti pabrik tekstil dan pabrik karet sudah tidak cocok lagi berada pada kawasan karena menghasilkan polusi yang mencemari lingkungan. Sebagian besar aktivitas industri di kawasan ini beralih menjadi jasa pergudangan dan beberapa sudah tidak aktif lagi. 57
Gambar 4.8 Industri pada Kawasan, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2006
4. Aktivitas Potong Hewan: Pada kawasan terdapat Rumah Potong Hewan yang masih difungsikan sebagai tempat pemotongan hewan sapi dan babi yang akan dipasarkan di Bandung dan sekitarnya sejak tahun 1935. Aktivitas potong hewan menimbulkan limbah cair dan bau, sehingga lingkungan di kawasan tersebut terkena polusi karena fasilitas pengolahan limbahnya tidak dikelola dengan baik.
Gambar 4.9 FOTO UDARA RUMAH POTONG HEWAN
(Sumber: www.Google-earth.com) Gambar 4.10 RPH, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2006
5. Aktivitas Pemerintahan: Pada kawasan terdapat 2 (dua) kantor Kelurahan pada kawasan perencanaan yaitu Kantor Kelurahan Arjuna dan Kantor Kelurahan Husein Sastranegara. Selain itu terdapat Kantor Dinas Pertanian dan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) Potong Hewan yang berlokasi pada bangunan induk RPH bersebelahan dengan tempat pemotongan hewan. Aktivitas pemerintahan
58
pada Dinas Pertanian dan UPTD-nya sudah tidak layak lagi disatukan dengan fungsi potong hewan tersebut karena terganggu oleh polusi.
Kantor Kecamatan Cicendo
Kantor Kelurahan Arjuna
Kantor Kelurahan Husein Sastranegara
Gambar 4.11 Kantor Kecamatan, Kelurahan dan Kantor Dinas Pertanian Kota Bandung merangkap Rumah Potong Hewan. Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
6. Aktivitas Hunian, jenis hunian pada kawasan terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu hunian dengan pola persil yang teratur dihuni oleh masyarakat kelas menengah ke atas dan hunian dengan pola tidak teratur, padat dan kumuh yang terletak pada daerah aliran Sungai Citepus dihuni oleh masyarakat kelas bawah. Aktivitas dan interaksi sosial masyarakat penghuni kawasan hanya dilakukan pada halaman (ruang privat) dan ruang sirkulasi (ruang publik) di depan hunian mereka, karena kawasan tidak mempunyai ruang publik berupa ruang terbuka khusus yang dapat dipakai sebagai tempat bersosialisasi dan berekreasi untuk masyarakat (public realm).
Rumah Tinggal di Jl.Satrugna
Rumah Tinggal di Jl.Dasarata
Gambar 4.12 Foto Rumah Tinggal. Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
59
Rumah Tinggal di Jl. Arjuna Rumah Tinggal di Jl. Aruna Gambar 4.13 Foto Rumah Tinggal. Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Di luar kawasan pengembangan sebelah Timur Kelurahan Arjuna terdapat Rumah Susun Sewa Industri Dalam (RUSUN INDAL) (4 lantai) yang dikelola dengan baik dan mempunyai fasilitas tempat interaksi sosial dan fasilitas parkir offstreet di dalam persil RUSUN INDAL ini, dihuni oleh masyarakat menengah ke bawah sebanyak 152 KK (Hasil Survei, Februari 2007) dapat menjadi contoh hunian vertikal pada kawasan pengembangan untuk merelokasi hunian kumuh pada bantaran sungai. Daerah aliran Sungai Citepus dapat dikembalikan fungsinya menjadi ruang terbuka hijau dan masyarakat tidak mampu yang direlokasi ke hunian baru pada kawasan pengembangan dapat menyewa rumah susun dengan harga yang terjangkau.
Gambar 4.14 Rumah Susun INDAL (Industri Dalam), Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
60
Dengan aktivitas-aktivitas tersebut di atas, kawasan Arjuna telah mengalami penurunan vitalitasnya, sehingga memerlukan tambahan aktivitas yang dapat menghidupkan dan meningkatkan vitalitas kawasan. Untuk meningkatkan vitalitas kawasan, maka dilakukan pengalihan fungsi dan aktivitas-aktivitas eksisting ke dalam suatu objek/bangunan baru. Langkah yang dimaksud berupa: 1. Pengalihan hunian pada bantaran sungai yang kumuh ke rumah susun yang lebih layak huni dengan lokasi yang tidak terlalu jauh dari tempat asal pada kawasan tersebut. 2. Mempadukan fungsi hunian dengan public supporting service untuk mempermudah penghuni mendapatkan kebutuhannya sehari-hari. 3. Mempadukan fungsi komersial, jasa dan perkantoran dalam suatu area (mixed use) agar terjadi harmonisasi aktivitas pada area tersebut. 4. Menempatkan kegiatan penunjang pada level pedestrian agar pejalan kaki dapat secara menerus dan kontinu menjelajahi bagian-bagian dari kawasan yang menarik, misalnya pelayanan makanan (restoran dan kafe), penjualan impulsive good, hiburan (entertainment), dan penyediaan fasilitas lingkungan yang dapat menarik pemakai untuk menikmati lingkungan sekitarnya (Shirvani, 1985).
Selain itu ditentukan aktivitas yang masih dapat dipertahankan pada kawasan ini, aktivitas yang dihilangkan atau dialih fungsikan dan aktivitas yang dapat ditambahkan pada kawasan pengembangan dengan uraian sebagai berikut: 1. Aktivitas perdagangan/komersial dipertahankan dan ditambah komoditi lain yang dapat menunjang dan melengkapi kebutuhan kawasan karena aktivitas ini menjadi daya tarik utama yang dapat meningkatkan vitalitas kawasan. 2. Aktivitas jasa dipertahankan dan diusulkan penambahan ragam jenis usaha jasa pada kawasan agar usaha dalam bentuk jasa di kawasan menjadi penuh dinamika dan lebih berkembang. 3. Aktivitas industri dan pergudangan dialih fungsikan menjadi aktivitas komersial dan jasa. Aktivitas ini sudah tidak sesuai dengan kondisi kawasan yang harus lebih sehat, bebas polusi dan nyaman. 4. Aktivitas pemerintahan, untuk aktivitas kelurahan dapat dipertahankan, sedangkan Dinas Pertanian dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Potong Hewan dipindahkan ke luar kawasan pengembangan, karena menyesuaikan 61
dengan kebijakan tata ruang daerah dan menghindarkan polusi/limbah yang dihasilkan dari aktivitas potong hewan. 5. Aktivitas hunian yang teratur dan bangunan Cagar Budaya dipertahankan, sedangkan untuk pemukiman kumuh pada bantaran sungai diusulkan relokasi ke rumah susun baru. Diberlakukan sistem subsidi silang antara rumah susun hasil relokasi dengan rumah susun mewah hasil pengembangan kawasan, sehingga diharapkan semua hunian pada kawasan dalam kondisi layak huni dan sehat. 6. Penunjang kegiatan (support activity) ditambahkan pada kawasan berupa penunjang aktivitas yang ditempatkan pada bangunan atau ruang umum. Bentuk fisiknya dapat berupa bangunan pusat perbelanjaan, tempat peribadatan, bangunan bersejarah (penunjang wisata sejarah), ruang terbuka / plaza dan lain-lain, lebih ideal apabila kegiatan ini diadakan pada semua level dasar bangunan pada kawasan .
4.3
Analisis Tapak Kawasan Di bawah ini diuraikan analisis kawasan berdasarkan komponen/elemen
rancang kota yaitu Tata Guna Lahan; Massa Bangunan; Sirkulasi Kendaraan dan Parkir; Sirkulasi Pejalan Kaki; Ruang Terbuka, ditambah dengan Signifikansi Budaya yang menentukan langkah pelestarian pada kawasan. Adapun aspek yang dipertimbangkan dalam analisis tersebut mencakup: kesesuaian dan perlindungan Kawasan Cagar Budaya, kualitas lingkungan, kualitas estetika, aksesibilitas, dan kenyamanan dengan maksud menemukan sasaran bagi terciptanya kontekstual harmoni dalam pendekatan pelestarian kawasan Arjuna ini.
4.3.1 Analisis Peruntukan dan Tata Guna Lahan Analisis Peruntukan dan Tata Guna Lahan ini diawali dengan analisis kebijakan pengembangan kawasan yang telah disusun oleh Pemerintah Kota Bandung tahun 2006 sebagai berikut: 1. Berdasarkan arahan pengembangan RDTRK WP Bojonagara Kota Bandung Tahun 2010, selain untuk Industri Pesawat Terbang PT. Dirgantara Indonesia, di Wilayah Pengembangan Bojonagara tidak ada peruntukan lahan khusus untuk pengembangan industri lain. Oleh karenanya industri-industri besar dan menengah yang saat ini berlokasi di Jalan Komodor Supadio, Jalan Arjuna, Jalan Aruna, 62
Jalan Bima, secara bertahap perlu direlokasi ke wilayah perluasan Kota Bandung yaitu ke Wilayah Ujungberung dan Gedebage. Diamati dari kondisi eksisting, fungsi industri pada kawasan banyak yang sudah direlokasi ke daerah Cimahi sedangkan bangunannya berubah fungsi menjadi jasa perkantoran dan pergudangan. Beberapa pabrik yang masih operasional yaitu: Pabrik alat-alat dapur ‘Bima’ dan Pabrik Sepatu ‘Kalibaru’ yang berlokasi di Jalan Arjuna, Garment ‘Cemerlang Sinar Bandung’, Garment Jeans ‘Kartini’, Pabrik Karet ‘Teguh’, pabrik makanan, pabrik sepatu yang berlokasi di Jalan Aruna. Lahan dengan fungsi industri ini merupakan milik Pemerintah Daerah, hal ini akan lebih mempermudah proses alih fungsi industri menjadi fungsi lain. Keterangan: 30 % Fungsi industri yang masih aktif
70 % Alih fungsi dari industri ke fungsi lain
Gambar 4.15 Lokasi pabrik yang masih beroperasi. Sumber: Hasil survei, 2007
2. Peruntukan Kelurahan Arjuna Kecamatan Cicendo menurut RDTRK tahun 2007 adalah industri non-polutan, perumahan, perdagangan, jasa dan perkantoran, sedangkan
peruntukan
Kelurahan
Husein
Sastranegara
adalah
industri
berteknologi tinggi non-polutan, perumahan, perdagangan, jasa, kawasan bandara dan perkantoran. Untuk kegiatan perdagangan dan jasa di Unit Lingkungan Husein Sastranegara direncanakan di sepanjang Jalan Komodor Supadio, sedangkan untuk Unit Lingkungan Arjuna direncanakan di sepanjang Jalan Kesatriaan. Rencana pengembangan kawasan perumahan (menurut RTRW Kota Bandung 2003-2013) merupakan perumahan terencana berciri khas di wilayah Bandung Barat tetap
63
dipertahankan
dalam
kerangka
perlindungan
Cagar
Budaya.
Rencana
pengembangan untuk kawasan pergudangan di wilayah Bandung Barat dibatasi, dan lebih diarahkan ke wilayah Bandung Timur, sedangkan industri yang tidak berwawasan lingkungan diarahkan untuk menjadi industri berwawasan lingkungan atau dialihfungsikan menjadi kegiatan jasa dan perdagangan. Kebijakan ini sesuai dengan kondisi eksisting kawasan yang memerlukan alih fungsi. Fungsi industri menjadi fungsi jasa dan perdagangan. Fungsi hunian masih diperlukan untuk merelokasi pemukiman kumuh di daerah aliran sungai Citepus dan untuk mewadahi kebutuhan hunian untuk masyarakat menengah ke atas pada kawasan.
Kebijakan yang berkaitan dengan tata guna lahan pada kawasan pengembangan menurut RDTRK WP Bojonagara Kota Bandung salah satunya melakukan pelebaran jalan pada kawasan dan menentukan Garis Sempadan Bangunan agar terjadi keteraturan penempatan massa bangunan.
1
Tabel 4.3 Ketentuan GSB dan Lebar Jalan pada Kawasan DIMENSI (m) LEBAR NAMA JALAN GSB JALAN GSB KANAN KIRI RENCANA Jalan Arjuna 10 30 10
2
Jalan Pajajaran
3
NO
5-7
20
5-7
Jalan Komodor Supadio
7
15
7
4
Jalan Bima
5
11
5
5
Jalan Rama
5
11
5
6
Jalan Dastarata
3
6
3
7
Jalan Barata
3
6
3
8
Jalan Ayuda
3
4
3
9
Jalan Aruna
10
16
10
10
Jalan Sinta
3
4
3
11
Jalan Pajajaran
5,5
22
5,5
12
Jalan Sadewa
4
10
4
13
Jalan Industri
10
15
Rel KA
14
Sungai Citepus
2
15
2
Sumber: RDTRK WP.Bojonagara Kota Bandung , 2006
64
Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan lebar jalan eksisting belum sepenuhnya memenuhi aturan di atas, tetapi keberadaan bangunan Cagar Budaya relatif aman terhadap pembebasan/pelebaran jalan maupun ketentuan GSB tersebut.
1
Tabel 4.4 KDB dan KLB pada Kawasan KONDISI EKSISTING RTRW KOTA BANDUNG PERUNTUKKAN KDB KLB KDB KLB Perumahan 50 – 90 % 0.5 – 13.5 40 – 80 % 1.2 – 1.6
2
Perdagangan dan jasa
70 – 100 %
0.6 – 4.0
50 – 70 %
0.6 – 4.0
3
Perkantoran
50 – 70 %
0.5 – 2.1
40 – 50 %
1.2 – 1.6
4
Industri
40 – 70 %
0.4 – 1.4
40 – 60 %
0.8 – 1.2
5
Pendidikan
60 – 80 %
0.5 – 8.4
50 %
1.0 – 2.0
6
Fasilitas Umum
0 – 60 %
0 – 1.2
NO
Sumber: RDTRK WP. Bojonagara Kota Bandung, 2006
Dengan ketentuan RTRW tahun 2003 maka dapat dilihat bahwa Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) eksisting dan yang direncanakan masih terdapat perbedaan. Kondisi ini dapat dibenahi apabila dalam pengembangan kawasan mengikuti arahan tersebut atau dilakukan sistem transfer of development right (TDR) yaitu menyesuaikan kelebihan luas dasar bangunan dengan mengkonversikan terhadap luas lantai bangunan keseluruhan.
KLB 1,2
KLB 0,5 KDB 50 %
KDB 40 %
Ketentuan
Eksisting
Gambar 4.16 Ilustrasi TDR, yaitu dengan mengkonversikan kelebihan luas dasar bangunan terhadap luas lantai bangunan keseluruhan sehingga KDB-nya berkurang dan KLB-nya bertambah sehingga sesuai dengan ketentuan RTRW. Sumber: Hasil Analisis, 2007
65
Dilakukan TDR misalnya karena ketentuan pelestarian bangunan Cagar Budaya pada suatu bagian kawasan maka batasan KDB dan KLB tidak dipergunakan secara optimal sehingga terdapat kelebihan KDB dan KLB. Kelebihan tersebut dapat diberikan kepada bagian kawasan lain yang pengembangan luas lantai bangunannya masih dapat dilakukan secara fleksibel, tetapi masih dalam pengelolaan pihak yang sama. KONDISI PERUNTUKAN LAHAN EKSISTING Sumber: Hasil Analisis, 2007
RDTRK WILAYAH BOJONAGARA KOTA BANDUNG TAHUN 2006-2011, Sumber: Dinas Tata Kota Bandung
Hunian
Industri
Jasa
Pendidikan
Perdagangan
Ruang Terbuka Hijau
Pemerintahan
PKL
Gambar 4.17 Peruntukan Lahan. Sumber: Hasil Analisis & Dinas Tata Kota Bandung, 2007
Berdasarkan rencana pengembangan dari Pemerintah Kota Bandung (Gambar 4.17) dapat terlihat bahwa peruntukan industri diarahkan untuk dialihfungsikan menjadi komersial dan jasa. Peruntukan pemerintahan dan rumah potong hewan dialihfungsikan menjadi komersial. Peruntukan hunian sebagian besar masih dipertahankan tetapi persil-persil yang berada pada jalur sirkulasi dapat diubah menjadi jasa. Rencana
pengembangan
tersebut
apabila
diterapkan
pada
kawasan
pengembangan secara tegas belum tentu dapat mengintegrasikan kawasan, karena penggunaan sistem zoning di perkotaan seperti ini menjadikan kawasan yang kaku dan aktivitas yang terjadi tidak berlangsung selama 24 jam. Apabila tidak disertai
66
dengan elemen pengait antar fungsi satu dengan lain (linkage kawasan satu dengan kawasan lain) maka akan terjadi fragmentasi kawasan. Oleh karena itu perlu diterapkan peruntukan mixed use pada kawasan pengembangan agar beragam fungsi dapat dipadukan baik secara horisontal maupun vertikal dan aktivitas kawasan dapat berlangsung selama 24 jam. Apabila terdapat zona atau cluster yang tidak memungkinkan diterapkan mixed use dapat diantisipasi dengan memberikan elemen pengait antar cluster sehingga dapat terjadi integrasi atau kontekstual yang harmoni dalam segi aktivitas, fungsi maupun visualnya.
4.3.2
Analisis Signifikansi Budaya Dengan membedah nilai-nilai Kawasan Arjuna sebagai kawasan cagar budaya,
maka didapatkan penilaian signifikansi budaya sebagai berikut : 1. Nilai Estetika Kawasan Arjuna mempunyai bangunan-bangunan lama yang dibangun dengan gaya arsitektur Art Deco yaitu Rumah Potong Hewan, Sharp Building dan pabrik tekstil, berikut beberapa rumah tinggal yang berada di Jalan Arjuna dan Aruna, semuanya merefleksikan suatu gaya arsitektur yang mempunyai bentuk, skala, tekstur dan material yang khas. Dilihat dari segi estetika, ketiga cagar budaya ini memiliki elemen arsitektural yang unik dan menarik. Perincian
lokasi
bangunan,
nama
bangunan, fungsi semula, tahun dibangun, jenis langgam arsitektur dan pemilik bangunan dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini. Tabel 4.5 Data Bangunan Bersejarah pada Kawasan Arjuna Lokasi Bangunan Jalan Arjuna no.45 Jalan Arjuna no.53 Jalan Arjuna no.57 Jalan Arjuna no. 95, 97, 99, 101, 103, 105, 107, 109, 111 Jalan Aruna 111
Nama Bangunan Rumah Potong Hewan Pabrik Tekstil Sharp Building Rumah tinggal
Rumah tinggal
Fungsi semula Varkenslachthuis
Tahun Jenis Langgam Dibangun Arsitektur 1935 Art Deco
Pemilik
Pabrik Tekstil
1925
Art Deco
Pemerintah Kota Bandung Swasta
Pabrik - Gudang
1935
Art Deco
Swasta
Rumah tinggal
1930
Arsitektur Modern (tropis) Indonesia
Swasta
Rumah tinggal
1930
Arsitektur Swasta Modern (tropis) Indonesia Sumber : Data Bangunan Bersejarah Kota Bandung 1997, Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung & Bappeda Daerah Tk.II Kotamadya Bandung, 1997
67
Jenis langgam arsitektur bangunan pada kawasan beragam, terdiri dari 3 (tiga) jenis langgam, seperti: a. Arsitektur Modern Fungsional (Art Deco) yaitu bangunan menggunakan elemen dekoratif, rata-rata dibangun antara tahun 1920-1935. b. Arsitektur Modern (Tropis) Indonesia, rata-rata dibangun antara tahun 19351940. c. Arsitektur
Modern
Internasional
(Art
Deco)
yaitu
bangunan
yang
menggunakan elemen decoratif, rata-rata dibangun antara tahun 1920-1940.
Gambar 4.18 Beberapa macam bentuk massa dan langgam bangunan pada kawasan. Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Untuk langgam Arsitektur Modern pada rumah tinggal di kawasan ini termasuk langgam Dutch Colonial Houses dalam Arsitektur Modern. Langgam Dutch Colonial Houses dalam Arsitektur Modern dibagi menjadi 4 kategori langgam, yaitu Modern Indies, Modern Regionalism, International Style, dan Pengaruh Eropa (Widiastuti, 2001). Bangunan-bangunan hunian di kawasan Arjuna (Ekspresi Gempol-Arjuna) masuk dalam kategori Modern Regionalism pada langgam Dutch Colonial Houses Arsitektur Modern. (lihat Gambar 4.19). Dengan langgam yang khas maka bangunan
68
rumah tinggal pada kawasan Arjuna tidak kalah pentingnya untuk dilestarikan selain bangunan cagar budaya dengan fungsi lainnya. Pada langgam ini konsep modernisme dikombinasikan dengan unsur-unsur vernakuler. Sentuhan lokal Indonesia lebih banyak masuk pada tahap detil
dan aspek-aspek tektonik dari penggunaan seperti
material, pertukangan dan respon terhadap iklim tropis berupa penyelesaian dasar dan kusen bukaan atau kaki bangunan yang menggunakan material batu kali.
Gambar 4.19 Dutch Colonial Houses di Jalan Arjuna, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Selain langgam bangunan pada kawasan yang perlu dilestarikan, juga bentuk ruang kota pada kawasan yang mempunyai ciri khas. Terdapat area perumahan yang dibangun pada masa kolonial dengan pola peletakan massa bangunan, pola sirkulasi dan ruang terbuka yang didesain secara geometrik membentuk suatu kawasan berbentuk segi tiga yang unik dan khas. Pola seperti ini tidak dijumpai pada kawasan hunian kolonial lainnya yang seringkali berbentuk geometrik grid. Sedangkan ruang kota di sekeliling hunian tersebut mempunyai bentuk persil yang lebih besar, dengan fungsi industri.
2. Nilai Kesejarahan Di bawah ini diuraikan hasil penilaian signifikansi terhadap beberapa bangunan dan kawasan: A. Dengan menggunakan kriteria Signifikansi Budaya, maka bangunan Rumah Potong Hewan layak untuk dilestarikan dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan tempat pemotongan hewan pertama di kota Bandung (Varkenslachthuis) yang dirancang oleh Ir. G. Hendriks dan Ir. E. H. de Roo pada tahun 1935. Selain itu terdapat mesin pemotongan hewan sapi sumbangan dari kota Braunschweig (Rep. Federal Jerman) dalam rangka kerjasama antara kota Bandung dan kota Braunschweig dari 24 Mei
69
1960. Telah berusia 72 tahun (mengacu pada tahun pembangunan 1935). Maka bangunan ini memenuhi kriteria ‘memiliki nilai sejarah’ 2. Bangunan RPH sampai saat ini masih dalam kondisi relatif baik dan dapat dipergunakan, dari nilai ekonomi masih memenuhi kriteria. 3. Bangunan spesifik dengan langgam Art Deco dapat menjadi bangunan landmark
dengan bentuk bangunan langka dan unik sehingga dapat
memberikan sumbangan terhadap wajah kota.
Gambar 4.20 Gambar Site Plan Rumah Potong Hewan Sumber: I.B.T. Locale Techniek No.5 September 1936
70
Gambar 4.21 Gambar Bangunan RPH pada tahun 1936. Sumber: I.B.T. Locale Techniek No.5 September 1936
B. Dengan menggunakan kriteria Signifikansi Budaya, maka bangunan Sharp yang terletak di jalan Arjuna layak untuk dilestarikan dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Bangunan yang didirikan pada tahun 1935 yang dimiliki swasta 2. Hingga saat ini bangunan berada dalam kondisi relatif baik dan dapat dipergunakan, dari nilai ekonomi masih memenuhi kriteria. 3. Bangunan secara spesifik berlanggam arsitektur Art Deco yang sangat khas dan langka di kota Bandung, sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap wajah kota. Kedua bangunan di atas merupakan aset Cagar Budaya pada kawasan yang harus dilestarikan, gambar dan lokasi bangunan dapat dilihat pada peta bangunan Cagar Budaya pada kawasan berikut ini:
71
Sharp Building
Rumah Tinggal
Keterangan: Bangunan cagar budaya
Gambar 4.22 Lokasi bangunan cagar budaya, Sumber: Bandung Heritage, 2006
Rumah Potong Hewan C. Adapun ’Kawasan Rumah Potong Hewan dan Pasar Besi Jatayu’ setelah memakai kriteria Signifikansi Budaya layak pula dilestarikan dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Kawasan ini merupakan ruang kota yang di dalamnya terdapat fungsi RPH dan Pasar Besi dengan set back yang memberikan ruang antara berupa ruang terbuka hijau. 2. Kawasan dibangun pada tahun 1935 dengan ruang terbuka yang rindang mengelilingi bangunan bersejarah. 3. Hingga saat ini sebagian dari kawasan ini masih dalam kondisi relatif baik, sebagian lagi dalam kondisi fisik yang buruk tetapi keduanya mempunyai nilai jual yang sangat tinggi
72
4. Kawasan ini masih teratur karena pola ruangnya masih tetap dipertahankan sehingga bentuk kawasan masih mempunyai ciri khas dan keunikan tersendiri
Kawasan RPH dan Pasar Besi Jatayu dapat dilihat dari foto udara di bawah ini:
Pasar Besi Jatayu Rumah Potong Hewan
Gambar 4.23 Foto Udara kawasan RPH dan Pasar Besi Sumber : www.googleearth.com
D. Signifikansi ‘Kawasan Hunian Arjuna’ yang terdiri dari rumah-rumah tinggal di jalan Arjuna, Dasarata, Barata dan Satrugna yang dibangun pada tahun 1900 – 1945 setelah menggunakan kriteria Signifikansi Budaya layak dilestarikan dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Kawasan hunian ini merupakan perumahan pekerja kelas menengah Hindia Belanda di Kota Bandung bagian Utara yang dibangun pada tahun 1930. 2. Hingga saat ini kawasan berada dalam kondisi relatif baik dan mempunyai nilai jual / ekomoni yang sangat tinggi. 3. Kawasan ini merupakan ruang kota yang khas berbentuk geometrik segitiga, dan merupakan kawasan hunian yang masih teratur karena pola ruang masih tetap dipertahankan sehingga bentuk kawasan masih mempunyai ciri khas keunikan tersendiri dan memberikan sumbangan terhadap wajah kota.
Adapun area di luar fungsi hunian telah berubah bentuk dan fungsinya menjadi kawasan yang harus ditata ulang sehingga keberadaannya berkesinambungan dengan
73
kawasan hunian tersebut. Kondisi kawasan hunian tersebut dapat dilihat pada foto udara berikut ini:
Gambar 4.24 Foto Udara kawasan hunian Arjuna Sumber : www.googleearth.com
3. Nilai Keilmuan Dilihat dari segi keilmuan, Rumah Potong Hewan Arjuna merupakan salah satu contoh bangunan Pemotongan Hewan yang terancang dengan baik, memiliki pembagian zona yang teratur dan terencana dengan baik. Kemudian sistem ventilasi dan pencahayaan yang dimiliki RPH cukup efektif diterapkan pada bangunan ini. Ada pula kenyataan bahwa struktur RPH dan Bangunan Sharp yang sudah berusia lebih dari 50 tahun ini masih amat kuat hingga saat tulisan ini dibuat (2007). Kualitas konstruksi beton bangunan tersebut termasuk sangat baik apabila dibandingkan dengan bangunan baru.. Kawasan hunian kolonial mempunyai ciri khas yang dapat dijadikan contoh dari segi keilmuan yaitu dengan bentuk geometrik segitiga dan pola hunian yang teratur. Bangunan-bangunan Cagar Budaya yang berfungsi hunian merupakan bangunan dengan langgam arsitektur modern tropis Indonesia dan berperan sebagai elemen bangunan penting dalam suatu kawasan dilihat dari segi visualnya (Bandung Heritage, 1997). Bangunan hunian terdiri dari rumah-rumah ukuran kecil dengan pola 74
persil yang teratur, pada awalnya berbentuk segitiga dikelilingi villa-villa yang lebih besar.
Jalan Pajajaran
Jalan Aruna
Key Map
Jalan Arjuna
Gambar 4.25 Perumahan pada Kawasan Arjuna dibangun tahun 1900-1945 Sumber: Siregar, 1990
Kawasan dengan bentuk geometrik segitiga ini masih berfungsi sebagai hunian, tetapi di beberapa lokasi telah dilakukan penambahan terhadap massa dan bentuk bangunan. Deretan rumah tinggal sepanjang jalan utama dengan persil yang relatif besar sebagian telah berubah fungsi menjadi kantor, toko, pabrik dan gudang. Adapun massa dan bentuk bangunan serta bentuk persil sepanjang jalan Aruna dan jalan Pajajaran telah berubah. Untuk bangunan rumah tinggal maupun pabrik yang berada di sepanjang jalan Arjuna masih dipertahankan bentuk massa bangunannya walaupun fungsinya telah berubah.
4. Nilai Sosial Dari nilai sosial yang menonjol pada kawasan ini terdapat beberapa fungsi komersial berupa Pasar Besi Arjuna dan Pasar Hejo Arjuna yang didirikan pada tahun 1956 yang menyediakan komoditi dagangan khas telah dikenal di kota Bandung. Kawasan ini pada mulanya merupakan pemukiman yang diperuntukkan bagi orangorang Eropa yang bermukim di kota Bandung, sejalan dengan perkembangan waktu telah berpindah tangan kepada masyarakat pribumi.
75
Hasil analisis memakai kriteria Signifikansi Budaya di atas menghasilkan bangunan dan kawasan mana saja yang harus dilestarikan dan mana yang harus diperbaharui. Pembagian signifikansi budaya tersebut dapat dilihat dari gambar berikut ini:
II III I
IV
Gambar 4.26 Peta Signifikan Kawasan Arjuna. Sumber: Hasil Analisis, 2006
1. Kawasan I yaitu kawasan Rumah Potong Hewan dan Pasar Besi signifikan perlu dilestarikan dan terdapat Bangunan Cagar Budaya yang harus dilestarikan pula. Selain itu diperlukan penataan bangunan yang bukan Cagar Budaya sehingga tercipta kontekstual yang harmoni. 2. Kawasan II yaitu kawasan hunian kolonial signifikan perlu dilestarikan. 3. Kawasan III yaitu kawasan industri dan pergudangan tidak signifikan sehingga sangat perlu penataan baru yang kontekstual harmoni dengan kawasan yang signifikan. 4. Kawasan IV yaitu kawasan industri dan hunian kumuh pada bantaran sungai tidak signifikan sehingga sangat perlu penataan baru yang kontekstual harmoni dengan kawasan yang signifikan.
76
4.3.3
Analisis Massa Bangunan Massa bangunan dan ruang terbuka pada kawasan dapat diamati dengan
memakai cara figure ground yaitu dengan membedakan mana yang solid dan void pada kawasan seperti berikut ini: ANALISIS FIGURE GROUND ( solid – void ) Bagian Utara kawasan terdiri dari susunan massa bangunan yang relatif teratur tetapi tidak dilengkapi dengan ruang terbuka publik sebagai public realm, dapat diantisipasi dengan penataan daerah aliran sungai dengan dikembalikan fungsinya menjadi ruang terbuka hijau Area persimpangan jalan pada kawasan yang cukup luas dapat menjadi simpul kawasan dan pusat orientasi kawasan dengan penataan massa bangunan sudut simpangan dan penambahan suatu elemen estetis pada pusat /median simpangan jalan Kawasan dapat menjadi pusat untuk kawasan sekitar bila dilakukan penataan dalam kawasan dengan penambahan massa bangunan dengan fungsi yang beragam sehingga tercipta ruang-ruang terbuka yang terdefinisi dan terintegrasi dengan fungsi sekitar
Gambar 4.27 Peta Solid - Void Arjuna. Sumber: Hasil Analisis, 2006
Dapat dilihat bahwa massa dengan fungsi hunian mempunyai bentuk dan pola massa bangunan dan persil yang teratur dan relatif kecil, sedangkan fungsi lainnya mempunyai pola massa bangunan dan persil yang tidak teratur dan relatif lebih besar. Kondisi keberagaman massa dan pola bangunan, serta signifikansi bangunan yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya menjadi dasar dalam penanganan pelestarian kawasan dan bangunannya. Permasalahan yang menyangkut keberadaan massa bangunan eksisting adalah: 1. Perbandingan ketinggian massa bangunan dengan ruang terbuka sekitarnya di sebagian kawasan masih memberikan kesan yang luas bagi pejalan. 2. Jarak antar massa bangunan di kawasan belum teratur, terutama pada pemukiman kumuh di bantaran sungai sehingga bangunan tidak mendapatkan sinar matahari
77
Permasalahan di atas masih dapat diantisipasi, karena kawasan mempunyai potensi sebagai berikut: 1. Masih tersedia lahan untuk melakukan upaya perbaikan perbandingan antara ruang terbuka dengan ketinggian massa bangunan sehingga tercipta keharmonisan antara massa bangunan dan ruang luarnya. 2. Masih tersedia lahan bagi pembangunan hunian vertikal (rumah susun) untuk relokasi pemukiman kumuh yang peletakan massa bangunannya sangat padat.
Pada kawasan pengembangan dapat diklasifikasikan bentuk massa pada kawasan sebagai berikut: 1. Bentuk massa bangunan dengan ukuran kecil-kecil dengan fungsi hunian sepanjang bantaran sungai dan kawasan hunian berbentuk inner court. 2. Bentuk massa bangunan dengan ukuran sedang/menengah dengan fungsi hunian dan RUKO di sepanjang jalan Pajajaran, jalan Arjuna dan jalan Aruna, mengelilingi massa bangunan yang kecil-kecil. 3. Bentuk massa bangunan dengan ukuran besar-besar dan tidak beraturan dengan fungsi pabrik, gudang, pasar dan rumah potong hewan (RPH) berada di sebelah Selatan dan Barat kawasan. Bentuk massa bangunan kecilkecil Bentuk massa bangunan sedang/menengah Bentuk massa bangunan besarbesar Gambar 4.28 Klasifikasi bentuk massa bangunan pada Kawasan Sumber: Hasil Analisis, 2007
Hasil analisis di atas dapat digambarkan bahwa massa bangunan pada kawasan hunian kolonial berbentuk geometrik segitiga dan sepanjang bantaran sungai berbentuk kecil-kecil dikelilingi massa bangunan yang berukuran sedang (lebih besar), kemudian makin ke Barat dan Selatan ukuran massa bangunan lebih besar. Hal ini
78
memperlihatkan peralihan dari ukuran massa bangunan yang kecil, ukuran sedang, kemudian ukuran besar berupa gradasi dari kawasan segitiga ke kawasan yang lebih luar.
4.3.4
Analisis Aksesibilitas6 Kawasan Arjuna dapat diakses dengan berbagai moda transportasi baik
transportasi umum maupun pribadi. Moda transportasi umum yang melalui kawasan ini terdiri dari angkutan umum kota, kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor), becak dan ojek. Di sebelah selatan kawasan dilalui oleh jalur rel Kereta Api, Stasiun Ciroyom dan Terminal Angkutan Umum Ciroyom.(lihat Gambar 4.29) Kondisi lalu lintas di kawasan ini cukup lancar, kemacetan hanya terjadi pada persimpangan dengan jalur kereta api. Kelas jalan pada kawasan, rata-rata merupakan jalan lokal, sedangkan salah satu jalan yang merupakan batas kawasan sebelah Utara merupakan jalan kolektor. Aksesibilitas ke kawasan cukup mudah karena dilalui lebih dari 5 trayek angkutan umum kota, antara lain: Jurusan Sarijadi – Ciroyom; Jurusan Stasiun – Cimahi; Jurusan Ciroyom – Lembang; Jurusan Ciburial – Ciroyom; Jurusan Antapani – Ciroyom. Selain moda tersebut, kawasan dapat diakses dengan menggunakan ojek, becak, taksi, serta kendaraan pribadi. Kawasan ini bukan termasuk kawasan tertib lalu lintas. Kereta Api yang melalui sebelah selatan kawasan adalah kereta api antar kota, dan kereta api kelas ekonomi, namun saat ini hanya kereta api kelas ekonomi saja yang berhenti di Stasiun Ciroyom. Aksesibilitas ke kawasan dapat dilihat pada gambar berikut:
6
Analisis Aksesibilitas mencakup Sirkulasi Kendaraan, Pejalan Kaki & Parkir
79
Keterangan: Jalan lokal pada kawasan pengembangan Jalan utama pada kawasan pengembangan Jalan kolektor di luar kawasan pengembangan Persimpangan pada kawasan pengembangan Gambar 4.29 Peta Pencapaian ke kawasan Arjuna, Sumber: Hasil Analisis, 2007
Dengan keberadaan berbagai moda transportasi yang melintasi kawasan, maka kawasan memiliki potensi dan prospek untuk dikembangkan menjadi kawasan mixed use dengan mengandalkan transportasi umum massal. Dengan tersedianya sarana transportasi massal ini, maka pengembangan kawasan dengan intensitas tinggi memungkinkan untuk dilakukan tanpa menimbulkan eksternalitas negatif pada lingkungan. Kawasan Arjuna tidak mempunyai lahan khusus parkir kendaraan bermotor. Sarana parkir yang ada saat ini terbatas hanya pada persil bangunan maupun pada badan jalan. Bangunan umum yang menyediakan lahan parkir hanya Rumah Potong Hewan, Pasar Teknik Arjuna dan beberapa Pabrik di jalan Arjuna dengan jumlah parkir yang terbatas. Keberadaan PKL dan jasa perbengkelan yang melakukan kegiatan pada area pedestrian dan badan jalan akan menghambat kelancaran arus lalu lintas pada kawasan. Parkir on-street dan deretan kendaraan yang sedang diperbaiki oleh jasa perbengkelan menambah buruk kualitas visual pada ruang publik kawasan.
80
Gambar 4.30 Parkir dan jasa perbengkelan tepi jalan, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007
Pejalan kaki pada kawasan tidak diberi jalur khusus berupa pedestrian walau di beberapa tempat terdapat pedestrian tetapi dengan kualitas yang kurang baik (Gambar 4.31), sehingga harus berjalan pada badan jalan aspal. Kecuali pada Jalan kolektor (Jl.Pajajaran) terdapat pedestrian yang memadai.
Gambar 4.31 Pedestrian pada kawasan, Sumber: Dokumen Pribadi, 2007
Permasalahan yang terdapat pada kawasan adalah sebagai berikut: 1. Tidak terpisahkan secara tegas antara sirkulasi kendaraan, tempat parkir maupun sirkulasi pejalan kaki. 2. Belum disediakan tempat perpindahan moda pada kawasan. 3. Parkir on-street dan keberadaan jasa perbengkelan pada pinggir jalan kawasan mengganggu sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki. 4. Kondisi fisik pedestrian pada kawasan buruk dimana pada beberapa tempat tidak terdapat pedestrian untuk pejalan kaki sehingga menggunakan bahu jalan dan melintasi area parkir dan perbengkelan on-street. 5. Tidak tersedianya fasilitas pelengkap untuk jalur pejalan kaki.
81
6. Tidak ada penghubung berupa jalur pedestrian yang menghubungkan fungsifungsi yang ada pada kawasan. Sedangkan potensi kawasan dalam hal aksesibilitas sirkulasi dan parkir : 1. Terdapat cukup banyak jalur kendaraan umum yang melintasi kawasan sehingga kawasan mudah dicapai dengan mempergunakan kendaraan umum. 2.
Tersedianya beberapa ruang terbuka pada kawasan yang dapat dijadikan tempat parkir terpadu untuk kawasan.
3. Cukup banyak warga yang melakukan aktivitas berjalan kaki pada kawasan 4. Keberadaan elemen vegetasi eksisting menyebabkan kawasan cukup teduh dan nyaman bila melakukan kegiatan berjalan.
4.3.5
Analisis Ruang Terbuka Hijau Secara morfologi, kawasan Arjuna dikembangkan oleh Belanda dengan
mengadopsi konsep kota taman. Hal tersebut dapat dilihat pada pola struktur jalan dan taman-taman kecil sebagai simpul. Sebagai pengarah sekaligus peneduh, kawasan ini memiliki deretan pepohonan yang memiliki kualitas cukup baik. Hingga saat ini pepohonan peneduh ini masih ada dan membentuk karakter kawasan hunian yang cukup asri. Selain pada kawasan hunian, pepohonan peneduh dengan kualitas cukup baik terdapat di dalam persil Rumah Potong Hewan. Keberadaan pepohonan ini diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Kebersihan Ketertiban dan Keindahan (K3) yang mencakup pelarangan penebangan pohon di wilayah Kota Bandung dengan diameter batang lebih dari 10 cm. Dengan adanya Perda tersebut, maka karakter kawasan yang terbentuk dengan keberadaan pepohonan ini harus tetap dijaga. Rencana pengembangan kawasan Arjuna juga harus memperhatikan karakter kawasan yang dibentuk oleh pepohonan dan ruang terbuka hijau ini, sehingga tanggap terhadap lingkungan. Pada kawasan masih ditemukan beberapa ruang kosong yang dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau, perkerasan maupun sama sekali belum dimanfaatkan (tanah kosong). Keberadaan ruang terbuka hijau merupakan salah satu faktor yang penting sebagai sarana ruang publik maupun sebagai elemen penyeimbang lingkungan. Bantaran sungai pada kawasan idealnya menjadi ruang terbuka hijau pada saat ini dipadati massa bangunan yang berfungsi hunian. Apabila dilakukan normalisasi sungai dan penataan bantaran sungai yang diawali dengan relokasi hunian kumuh di
82
atasnya maka akan memberikan kontribusi ruang terbuka hijau yang cukup luas pada kawasan. Keberadaan pepohonan dan ruang terbuka hijau kawasan cukup memadai dengan adanya deretan pohon-pohon pelindung di sepanjang jalan pada kawasan. Selain itu terdapat ruang terbuka hijau yang cukup luas pada area Rumah Potong Hewan dengan vegetasi yang rindang di dalamnya, dapat dilihat pada gambar berikut:
Ruang Terbuka Hijau Deretan Pepohonan yang berumur tua & rindang Gambar 4.32 Peta kondisi ruang terbuka dan vegetasi kawasan. Sumber: Hasil Analisis, 2007
Permasalahan mengenai ruang terbuka dan tata hijau yang dijumpai pada kawasan ini adalah sebagai berikut: 1. Keberadaan ruang terbuka berupa jalur kendaraan menyebabkan terputusnya hubungan antara ruang dan massa bangunan pada kawasan. 2. Tidak ada akses khususnya bagi pejalan kaki terhadap ruang terbuka eksisting pada kawasan berupa taman. 3. Fungsi ruang terbuka pada kawasan berupa taman, jalan dan pedestrian belum dapat mengakomodasi kegiatan dan aktivitas warga. 4. Peletakan beberapa massa bangunan yang tidak beraturan pada kawasan menyebabkan terciptanya ruang-ruang terbuka yang tidak terdefinisi dan mengakibatkan fragmentasi kawasan Arjuna ini.
Sedangkan potensi ruang terbuka dan tata hijau yang dimiliki kawasan ini adalah: 1. Kawasan dikelilingi oleh ruang terbuka berupa jalan kendaraan, kawasan menjadi lebih mudah dicapai. 83
2. Terdapat ruang terbuka berupa persimpangan jalan yang berlokasi di tengah kawasan dapat menjadi simpul kawasan dan bersama ruang terbuka pada area RPH dapat menjadi pusat orientasi kawasan. 3. Masih banyak ruang-ruang terbuka pada kawasan yang belum dimanfaatkan menjadi ruang terbuka yang dapat mengakomodasi kegiatan dan aktivitas warganya. Bagian Utara kawasan terdiri dari susunan massa bangunan yang relatif teratur tetapi tidak dilengkapi dengan ruang terbuka publik sebagai public realm, dapat diantisipasi dengan penataan daerah aliran sungai dengan dikembalikan fungsinya menjadi ruang terbuka hijau. Area persimpangan jalan pada kawasan yang cukup luas dapat menjadi orientasi kawasan dengan penataan massa bangunan sudut simpangan dan penambahan suatu elemen estetis pada pusat / median simpangan jalan Ruang terbuka di sekitar RPH memberikan keleluasaan pandangan terhadap bangunan bersejarah dan peralihan terhadap fungsi lainnya Gambar 4.33 Figure ground dapat mempetakan Ruang Terbuka pada Kawasan. Sumber: Hasil Analisis, 2006
4.4
Analisis Stakeholder Pada tahun 2006 telah dilakukan Analisis Stakeholder di Kawasan Arjuna.
Analisis stakeholder diawali dengan wawancara kepada masyarakat yang berada di kawasan Arjuna, baik penghuni dan tokoh masyarakat, para pedagang yang berjualan di Pasar maupun Pedagang Kaki Lima, para pemberi jasa service kendaraan, pengunjung dan unsur dinas/instansi pemerintah yang terlibat dalam penanganan penataan kawasan perkotaan. Isi wawancara mengenai kebutuhan dan kepentingan para stakeholder pada Kawasan Arjuna. Termasuk pendapat dan masukan terhadap Penataan Kawasan Arjuna yang terdiri dari penataan hunian, penataan pasar besi dan PKL, relokasi rumah potong hewan dan pelestarian bangunannya, alih fungsi atau penambahan fungsi lain, maupun penataan kawasan secara keseluruhan. Hasil wawancara tersebut menjadi masukan bagi pemetaan stakeholder kawasan lainnya.
84
dan analisis
Pemetaan stakeholder berguna untuk mengidentifikasi kawasan berdasarkan persepsi para stakeholder dan keterlibatan masing-masing stakeholder dalam proses pembangunan berdasarkan kemampuannya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa: 1. Pihak masyarakat dapat memberikan kontribusi berupa saran dan masukan bagi penataan kawasan dan dapat turut serta dalam pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pelestarian Kawasan Cagar Budaya. 2. Pemerintah dapat menjadi fasilitator dan penggerak dalam penataan kawasan, pemerintah dapat membentuk suatu tim atau lembaga sebagai koordinator penataan kawasan yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh investor/swasta. 3. Pihak swasta/investor diberi peluang oleh Pemerintah Kota untuk turut serta melakukan investasi pada penataan kawasan Arjuna dengan mengacu pada kriteria perancangan yang akan dihasilkan dari studi ini.
Setelah dilakukan analisis peruntukan dan tata guna lahan, analisis tapak kawasan, dan analisis stakeholder, maka dapat disimpulkan bahwa Kawasan Cagar Budaya Arjuna perlu mendapatkan penataan / revitalisasi dengan pendekatan konservasi agar citra dan karakteristik kawasan masih dapat dipertahankan. Dari hasil analisis diketahui bagian kawasan dan bangunan yang signifikan untuk mendapat penataan atau konservasi, selanjutnya dapat diketahui fungsi atau kegiatan yang perlu direlokasi, perlu dipertahankan, dan yang perlu ditambahkan untuk meningkatkan vitalitas kawasan. Setelah diketahui permasalahan dan potensi masing-masing komponen kawasan pada analisis tapak, maka diperlukan peningkatan kualitas tiap komponen kawasan dan keselarasan kontekstual semua komponen pada kawasan. Adapun dari hasil analisis stakeholder diketahui kepentingan dan kebutuhan para stakeholder pada penataan dan pengembangan kawasan, juga keterlibatan masingmasing stakeholder dalam proses pembangunan sesuai kemampuannya.
85