BAB 4 4.1.
Analisis Data
Pengumpulan data
4.1.1. Data produksi bulanan Adapun jumlah produksi selama periode tahun 2006 adalah sebagai berikut : 5000000 4500000 4000000
Rata-rata = 2.742.814
3500000 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0
jan
febr
mar
apr
may
jun
jul
aug
sept
oct
nop
des
jumlah produksi (pcs) 2395110 3224050 2909480 3197500 3181290 3323310 1568140 4839442 3010620 1992000 1754630 1518200
Grafik 4-1 : Jumlah produksi selama periode Januari~Desember 2006.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah produksi tidak stabil. Hal ini disebabkan oleh bervariasinya importer order. Jika dihitung, rata-rata importer order per bulan adalah 2.742.814 pcs parts. Ketidakstabilan produksi ini bisa menyebabkan masalah kesehatan pekerja dimana pada suatu bulan terdapat konsentrasi kerja berlebih, tetapi pada bulan yang lain konsentrasi kerja berkurang. Selayaknya kondisi
36
produksi harus stabil untuk menghindari masalah kesehatan pekerja. Namun hal ini sangat sulit dicapai karena bergantung pada permintaan konsumen.
4.1.2. Data kuantitas cacat 5000 4000 3000 2000 1000
Target = 50 pcs
0 jan06 feb06 mar06 apr06 may06 jun06 pcs
325
1052
462
2920
961
892
jul06 aug06 sep06 oct06 nov06 dec06 691
606
4138
88
71
34
Grafik 4-2 : Jumlah total cacat (kualitas, shortage, mixpart dan mispart) selama periode Januari~Desember 2006
Tabel jumlah cacat diatas menunjukkan bahwa cacat muncul secara bervariasi dan tidak berhubungan dengan jumlah produksi. Misalkan jumlah produksi tertinggi tercapai bulan Agustus 2006, tetapi cacat tertinggi justru muncul pada bulan September 2006. Secara lead time delivery, shipment membutuhkan waktu 1 minggu untuk diterima oleh konsumen dan kemudian di-supplai ke produksi reguler.
37
4.1.3. Data jenis cacat Bulan jan06 feb06 mar06 apr06 may06 jun06 jul06 aug06 sep06 oct06 nov06 dec06
Item shortage mispart mixpart kualitas total
200
325 1052 325 1052
38 20 404 462
100 2820 2920
1 760 961
768 30
161 10
262
94 892
520 691
344 606
400 96 1 3641 4138
20
68 88
24
20 11
47 71
3 34
Grafik 4-3 : Jenis cacat yang terjadi pada periode Januari~Desember 2006.
Dalam kesempatan ini, yang menjadi pokok bahasan adalah cacat shortage, mispart dan mixpart karena untuk cacat kualitas (misalnya short mould, beda warna, hole not center, spatter welding dan lain lain) telah tersedia tim tersendiri untuk melaksanakan Jishuken program yang bertujuan menyelesaikan masalah cacat kualitas tersebut.
4.2.
Pengolahan data Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Define (D) 2. Measure (M) 3. Analisys (A) 4. Improve (I). 5. Control (C) Dalam kesempatan ini tahap control tidak dibahas karena penelitian ini hanya merupakan usulan.
38
4.2.1. Define Pada tahap ini terlihat secara keseluruhan proses packaging meliputi penentuan input dan output proses produksinya. Alat-alat yang digunakan : 1. Pembuatan diagram alir proses (menggambarkan urutan kerja). Adapun flow chart proses packaging adalah sebagai berikut :
flow chart 4-1 : flow chart proses packaging.
39
2. Pembuatan diagram input-proses-output. Perbedaan dengan diagram alir proses adalah lebih terfokus pada karakter input dan output dari sebuah proses. Hal yang harus ditentukan pertama kali adalah karakteristik output-output yang diharapakan dari proses yang diamati. Karakter outputdiletakkan disebelah kanan proses. Kemudian mementukan faktor input yang diperlukan agar dapat menghasilkan input yang telah ditentukan.
Gambar 4-1 : Proses input dan output untuk proses produksi.
4.2.2. Measure Bertujuan untuk melakukan pengukuran terhadap fakta-fakta yang akan menghasilkan data dan akan berguna sebagai feedback untuk meningkatkan kualitas : 1. Penentuan karakteristik critical to Quality (CTQ). Karakteristik kritis adalah semua jenis cacat yang mungkin terjadi pada proses dan menjadi pokok bahasan : shortage, mispart, mixpart (CTQ = 3). Jumlah CTQ ini
40
yang akan digunakan untuk menghitung nilai defect per million opportunities (DPMO). 2. Pembuatan peta kendali (control chart). Data jumlah produksi dan jumlah cacat (shortage, mispart dan mixpart) per bulan adalah sebagai berikut : Jumlah produksi
Jumlah cacat
(n)
(np)
1
2395110
0
2
3224050
0
3
2909480
58
4
3197500
100
5
3181290
201
6
3323310
798
7
1568140
171
8
4839442
262
9
3010620
497
10
1992000
20
11
1754630
24
12
1518200
31
Bulan
Tabel 4-1 : Jumlah produksi dan cacat shortage, mispart dan mixpart periode Januari~Desember 2006.
41
Berdasarkan tabel diatas, untuk cacat shortage, mispart dan mixpart, cacat terbesar terjadi pada bulan Juni 2006 yang terdiri dari 30 pcs mispart dan 768 pcs shortage. Untuk mengetahui kondisi dalam proses produksi, maka dapat digambarkan peta kendali. Adapun perhitungan dalam peta kendali adalah sebagai berikut : Jumlah produksi (n)
Jumlah cacat (np)
Proporsi cacat (np/n)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2395110
0 0
0.00000000
3224050 2909480
58
0.00001993
3197500
100
0.00003127
3181290
201
0.00006318
3323310
798
0.00024012
1568140
171
0.00010905
4839442
262
0.00005414
3010620
497
0.00016508
1992000
20
0.00001004
1754630
24
0.00001368
1518200
31
0.00002042
Total
32913772
2162
Bulan
0.00000000
Tabel 4-2 : Penghitungan proporsi cacat shortage, mispart dan mixpart periode Januari~Desember 2006
p=
∑ np = 2162 = 0.000065686 ∑ n 32913772
CL = p = 0.000065686 UCL = p + 3
p (1 − p ) n
42
LCL = p − 3
p (1 − p ) n
Dari rumus diatas, didapatkan tabel perhitungan sebagai berikut : Jumlah Upper Jumlah Proporsi cacat Bulan cacat Control level produksi (n) (np/n) (np) (UCL) 2395110 1 0 0 0.00008140 3224050 2 0 0 0.00007923 58 2909480 3 0.00001993 0.00007994 100 3197500 4 0.00003127 0.00007928 201 3181290 5 0.00006318 0.00007932 798 3323310 6 0.00024012 0.00007902 171 1568140 7 0.00010905 0.00008510 262 4839442 8 0.00005414 0.00007674 497 3010620 9 0.00016508 0.00007970 20 1992000 10 0.00001004 0.00008291 24 1754630 11 0.00001368 0.00008404 31 1518200 12 0.00002042 0.00008542
Lower Control Level (LCL) 0.00004998 0.00005215 0.00005143 0.00005209 0.00005205 0.00005235 0.00004627 0.00005463 0.00005167 0.00004846 0.00004733 0.00004595
Tabel 4-3 : Hasil penghitungan UCL dan LCL untuk cacat shortage, mispart dan mixpart periode Januari~Desember 2006
Data diatas akan lebih mudah dipahami jika ditampilkan dalam bentuk grafik peta kendali. Adapun grafik peta kendali dari tabel diatas adalah sebagai berikut :
43
0.000250000
0.000200000
0.000150000
CL=0.000065686
0.000100000
0.000050000
0.000000000
jan
febr
march
apr
may
jun
jul
aug
sept
oct
nop
dec
prop. cacat 0.000000000 0.000000000 0.000019935 0.000031274 0.000063182 0.000240122 0.000109046 0.000054138 0.000165082 0.000010040 0.000013678 0.000020419 UCL
0.000081396 0.000079227 0.000079940 0.000079283 0.000079317 0.000079023 0.000085102 0.000076738 0.000079698 0.000082913 0.000084041 0.000085418
LCL
0.000049976 0.000052145 0.000051432 0.000052089 0.000052055 0.000052349 0.000046270 0.000054634 0.000051674 0.000048459 0.000047331 0.000045954
Grafik 4-4 : Peta kendali untuk cacat produksi shortage, mispart dan mixpart periode Januari~Desember 2006
Dari peta kendali diatas, hanya terdapat 2 data yang masuk dalam range UCL ~ LCL yaitu bulan Mei dan Augustus 2006, sedangkan data bulan yang lain tidak masuk dalam range UCL ~ LCL. Data diatas menunjukkan bahwa performa produksi tidak tercontrol, sehingga proses produksi harus dievaluasi lebih lanjut untuk mencari sebab terjadinya proses produksi yang tidak terkontrol. 3. Perhitungan defect per million opportunities (DPMO) untuk menunjukkan level sigma suatu perusahaan. Tahapannya : h. Unit (U) adalah jumlah produksi yaitu sebesar 32913772 pcs.
44
i. Opportunities (OP) adalah karakteristik cacat yang kritis terhadap kualitas (critiqal to quality). Dalam hal ini sebanyak 3 karakter yaitu shortage, mispart dan mixpart. j. Defect (D) adalah defect yang terjadi selama produksi yaitu sebesar 2162 pcs. k. Defect per unit (DPU) dinyatakan dalam rumus : DPU = D/U = 2162 / 32913772 = 0,000065686. l. Total opportunities (TOP) dinyatakan dalam rumus TOP = U x OP = 32913772 x 3 = 98741316. m. Defect per opportunities (DPO) dinyatakan dalam rumus DPO = D/TOP = 2162 / 98741316 = 0,000021895. n. Defect per million opportunities (DPMO) dinyatakan dalam rumus : DPMO = DPO x 1.000.000 = 0,000021895 x 1000000. = 21,895. Untuk menghitung nilai sigma, digunakan rumus : P ( y ) = e − DPU dimana e = 2.718. P ( y ) = 2,718 −0,000065686 P ( y ) = 0,9999343416 Berdasarkan fungsi normsinv pada Microsoft Office didapatkan nilai z = 3.823. Maka nilai sigma adalah = 3,823σ +1,5 σ = 5,323σ.
45
Jadi nilai DPMO sebesar 21,895 setara dengan nilai 5,323σ. 4. Perhitungan kapabilitas proses untuk menentukan tingkat kemampuan proses yang sedang berlangsung. Untuk meghitung kapablitas proses digunakan rumus : Final Yield (Yfinal) = 1 – proportion defective. Adapun rumus proportion defective adalah
jumlahdefect . jumlahunit
Dalam hal ini yang dimaksud proportion defective adalah DPU. Sehingga Yfinal = 1 – (0,000065686) = 0.9999343. Karena nilai Yfinal < 1 yang menunjukkan kapabiltas proses tidak baik, maka kapabilitas proses harus ditingkatkan agar mencapai angka 1 yang berarti proses sama dengan spesifikasi konsumen.
4.2.3. Analisis Untuk melakukan analisis, diketahui terlebih dahulu kondisi cacat pada periode Januari~Desember 2006. Data cacat sebagai berikut : Bulan Item shortage mispart mixpart
jan06 feb06 mar06 apr06 may06 jun06 jul06 aug06 sep06 oct06 nov06 dec06 200 38 20
100 1
768 30
161 10
262
400 96 1
20 24
Tabel 4-4 : Kejadian cacat shortage, mispart dan mixpart periode Januari~Desember 2006
20 11
46
Dari tabel diatas cacat terbesar terjadi pada bulan Juni 2006 sebesar 798 pcs, sedangkan pada bulan Januari dan Februari 2006 tidak terjadi claim apapun. Untuk mencari cacat pareto, maka dapat dihitung persentase dari masing-masing cacat. Adapun persentase masing-masing cacat adalah sebagai berikut : Urutan cacat 1 2 3
Jenis cacat Jumlah Persentase (%) Akumulatif (%) Shortage Mispart Mixpart
1831 309 22
84.69 14.29 1.02
84.69 98.98 100
Tabel 4-5 : Persentase cacat shortage, mispart dan mixpart.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa cacat shortage merupakan masalah terbesar dibandignkan dengan cacat mispart dan mixpart. Adapun diagram pareto untuk cacat shortage, mispart dan mixpart adalah sebagai berikut : 800 600 400 200 0
jan06
feb06
mar06
apr06
shortage mixpart
20
mispart
38
may06
jun06
jul06
aug06
sep06
oct06
200
768
161
262
400
20
1 100
nov06
dec06 20
1 30
10
96
24
Grafik 4-5 : Pareto cacat shortage, mispart dan mixpart.
Dari tabel diatas cacat terbesar terjadi pada bulan Juni 2006 sebesar 798 pcs, dan terlihat tidak berhubungan sama sekali dengan jumlah produksi terbesar yang tercapai
11
47
pada bulan Agustus 2006 yaitu sebesar 4.839.442 pcs. Hal ini menunjukkan bahwa proses tidak mampu mendeteksi dan mencegah cacat yang terjadi. Untuk mengetahui penyebab dari masing-masing cacat shortage, mispart dan mixpart, dapat dilakukan analisis faktor 4M (man, machine/tool, methode dan material) menggunakan diagram fishbone Adapun analisis terjadinya cacat shortage menggunakan fishbone adalah sebagai berikut : MACHINE/ TOOL
MAN MP cepat lelah karena proses kalkulasi dalam jumlah banyak
Penerangan tidak standard MP kurang training
tidak ada alat untuk inspeksi cacat shortage
Shortage Menggunakan metode hitung manual Metode inspeksi visual
METHODE
part kecil dan ringan dengan order besar
MATERIAL (PART)
Diagram 4-1 : Diagram fishbone untuk cacat shortage.
Secara faktor man (manusia) cacat shortage dapat disebabkan oleh : 1. Kurang training (pelatihan) : pelatihan yang dimaksud disini adalah pelatihan untuk memahami prosedure kerja, misalnya
48
pengetahuan tentang SOP (Standard Operation Procedure), teknik menghitung part dan kesalahan melihat jumlah part di part label. 2. Kelelahan : proses mengitung secara manual yang dilakukan dalam waktu lama membuat pekerja kelelahan sehingga menurunkan konsentrasi yang mengakibatkan kesalahan hitung. Secara faktor machine/tool cacat shortage disebabkan oleh : 1. Tidak adanya alat untuk inspeksi cacat shortage : proses shopping yang dilakukan secara manual mempunyai tingkat error yang besar sehingga membutuhkan alat untuk memastikan kebenaran hasil kerja. 2. Penerangan tidak standard : penglihatan manusia akan berkurang sesuai dengan berkurangnya intensitas cahaya. Oleh karena itu penerangan harus disesuaikan dengan standard yang berlaku. Secara faktor methode cacat shortage disebabkan oleh : 1. Menggunakan metode hitung manual : untuk part dengan jumlah lebih dari 40 pcs sangat besar kemungkinan untuk salah hitung. Oleh karena itu metode hitung manual selayaknya diganti dengan metode timbang untuk jumlah part yang lebih besar dari 40 pcs. 2. Metode inspeksi visual : jumlah part dapat dilihat pada part label. Karena beban kerja yang tinggi, kesalahan dalam melihat jumlah part sering terjadi. Hal ini bisa dicegah dengan cara menunjuk jumlah part pada part label dengan telunjuk pada saat proses shopping.
49
Secara faktor material cacat shortage disebabkan oleh bentuk part yang kecil dengan jumlah order yang besar sehingga memperbesar kemungkinan salah hitung. Misalnya screw dengan jumlah order sebanyak 200 pcs. Masalah ini bisa diselesaikan dengan cara menimbang screw 200 pcs dan membandingkan berat totalnya terhadap beart standard. Adapun analisis terjadinya cacat mispart menggunakan fishbone adalah sebagai berikut : MACHINE/ TOOL
MAN key point tidak ada MP kurang training
tidak ada penanda lorong untuk suplai tidak ada sample warna untuk part similar
penerangan tidak standard
Mispart Metode shoping dengan cara mencocokkan part no. pada label terhadap part no. di flow rack secara manual
Metode suplai dengan cara mencocokkan part no. pada kanban terhadap part no. di flow rack secara manual METHODE
banyak part serupa (similar )
MATERIAL
Diagram 4-2 : Diagram fishbone untuk cacat mispart.
Secara faktor man (manusia) cacat mispart dapat disebabkan oleh : 1. Kurang training (pelatihan) : pelatihan yang dimaksud disini adalah pelatihan untuk memahami prosedure kerja, misalnya
50
pengetahuan tentang SOP (Standard Operation Procedure), teknik menghitung part dan kesalahan melihat jumlah part di part label. Secara faktor machine/tool cacat mispart dapat disebabkan oleh : 1. Tidak adanya key point : proses shopping yang dilakukan secara manual mempunyai tingkat error yang besar sehingga membutuhkan point penting untuk membedakan part-part yang mirip. Misalnya Bracket Steering Coloumn model Toyota Avanza versi Indonesia dan Toyota Avanza versi Phillipine yang hanya berbeda posisi lubang baut. 2. Penerangan tidak standard : penglihatan manusia akan berkurang sesuai dengan berkurangnya intensitas cahaya. Oleh karena itu penerangan harus disesuaikan dengan standard yang berlaku. 3. Tidak ada penanda lorong untuk supply : pada proses supply sangat besar kemungkinan terjadi kesalahan saat memasukkan part ke dalam lorong flow rack. Kesalahan ini bisa dicegah dengan menggunakan penanda lorong flow rack. 4. Tidak ada sample warna untuk part similar (mirip) : misalnya steering wheel untuk Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang hanya berbeda pada warnanya. Agar tidak terjadi mispart, pada lorong flow rack ditempelkan sampel warna agar pekerja bisa membedakan model steering wheel.
51
Secara faktor methode cacat mispart dapat disebabkan oleh : 1. Metode visual saat proses shopping : metode visual untuk mencocokkan part no. pada part label dan part no. pada flow rack berpengaruh besar terhadap terjadinya mispart. Hal ini bisa dicegah dengan cara menunjuk part no. pada part label dan part no. pada flow rack menggunakan telunjuk. 2. Metode visual saat proses supply : proses ini hampir sama dengan proses shopping. Secara faktor material cacat mispart dapat disebabkan oleh : 1. Banyaknya part serupa/mirip (similar) : misalnya Bracket, Front Bumper untuk model Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang hanya berbeda pada besarnya lubang baut. Hal ini bisa dicegah dengan cara part sample display pada lorong flow rack.
52
Adapun analisis terjadinya cacat mixpart menggunakan fishbone adalah sebagai berikut :
MACHINE/ TOOL
MAN
MP kurang training
key point tidak jelas
Mixpart
banyak part serupa (similar )
random chaeck dilakukan oleh quality receiving sehingga cacat mispart lolos check
METHODE
part sudah tercampur dari pemasok (supplier ) MATERIAL
Diagram 4-3 : Diagram fishbone untuk cacat mixpart.
Secara faktor man (manusia) cacat mixpart dapat disebabkan oleh : 1. Kurang training (pelatihan) : pelatihan yang dimaksud disini adalah pelatihan untuk memahami prosedure kerja, misalnya pengetahuan tentang SOP (Standard Operation Procedure), teknik menghitung part dan kesalahan melihat jumlah part di part label.
53
Secara faktor machine/tool cacat mixpart dapat disebabkan oleh : 1. Tidak adanya key point atau key point tidak jelas : pekerja akan sulit untuk membedakan part-part yang mirip di dalam lorong flow rack sehingga membutuhkan point penting untuk membedakan part-part yang mirip. Misalnya Bracket Steering Coloumn model Toyota Avanza versi Indonesia dan Toyota Avanza versi Phillipine yang hanya berbeda posisi lubang baut. Secara faktor methode cacat mixpart dapat disebabkan oleh : 1. Random check yang dilakukan oleh quality receiving : pada saat menerima part dari supplier, quality member melakukan random check 30% dari part yang diterima. Sehingga tidak bisa mendeteksi adanya part tercampur dari supplier.
Secara faktor material cacat mixpart dapat disebabkan oleh : 1. banyaknya part serupa/mirip (similar) : misalnya Bracket, Front Bumper untuk model Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang hanya berbeda pada besarnya lubang baut. Hal ini bisa dicegah dengan cara part sample display pada lorong flow rack. Sehingga pada saat proses supply, pekerja tidak salah dalam memasukkan part sehingga terjadi mixpart.
54
2. Part sudah tercampur dari supplier : part sudah tercampur dari supplier yang tidak terdeteksi oleh quality receiving bisa menyebabkan mixpart.
4.2.4. Improve Untuk melakukan perbaikan (improve), digunakan metode FMEA (Failure Modes & Effect Analysis). Pada metode FMEA ini dilakukan pembobotan sesuai dengan faktor tingkat keburukan (how bad), tingkat kepentingan (how important) dan kemudahan untuk dideteksi. Setiap bobot akan dikalikan dan menghasilkan nilai RPN. Nilai RPN terbesar menunjukkan hal-hal yang harus diselesaikan terlebih dahulu.
4.2.4.1. Tabel FMEA untuk cacat shortage. Adapun tabel FMEA untuk cacat shortage adalah sebagai berikut :
55
FMEA utk cacat shortage :
Deskripsi proses
Mode failure potensial
Pengaruh efek failure potensial
Severity, S (how bad)
Penyebab failure potensial
Occurrence , O (How important)
Pengendalian (how to detect?)
Detection, D
RPN
Aksi
MP cepat lelah saat kalkulasi dalam jumlah banyak.
cenderung melakukan kesalahan yang lain.
2
tidak adanya alat bantu hitung.
5
hitung manual.
3
30
menyediakan timbangan/ alat bantu hitung untuk memastikan jumlah part.
MP kurang training.
MP tidak mengetahui cara kerja sesuai standard.
2
sasaran follow up training tidak strategis.
2
melihat secara langsung kemampuan MP dalam melakukan kerjanya.
1
4
membagi periodisasi follow up training : 1. on the job training. 2. mampu melakukan pekerjaannya dengan pengawasan. 3. mampu melakukan pekerjaannya tanpa pengawasan.
Tidak adanya alat inspeksi untuk cacat shortage.
cacat shortage tidak terdeteksi sehingga delivery tidak sesuai dengan order.
2
belum ditemukan alat bantu inspeksi.
5
hitung manual.
3
30
menyediakan timbangan untuk memastikan jumlah part.
Penerangan kurang.
untuk part berwarna hitam ada potensi untuk salah hitung.
1
intensitas cahaya tidak sesuai dengan standard.
1
mengukur intensitas cahaya secara periodik.
1
1
standarisasi intensitas cahaya
Shoping
cara hitung manual
MP cepat lelah sehingga cenderung melakukan kesalahan yang lain.
2
tidak adanya alat bantu hitung.
5
hitung manual.
3
30
menyediakan timbangan/ alat bantu hitung untuk memastikan jumlah part.
Shoping
part kecil dan ringan dengan order besar
memperlama waktu hitung dan cepat lelah.
2
tidak adanya alat bantu hitung.
5
hitung manual.
3
30
menyediakan timbangan/ alat bantu hitung untuk memastikan jumlah part.
Shoping
Shoping
Tabel 4-6 : Tabel FMEA untuk cacat shortage.
Sumber : wawancara dengan Bapak Hasari di Quality, Divisi Packing & Vanning Sunter2 TMMIN). Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa hitung manual pada proses shopping berpengaruh besar pada cacat shortage dengan alternatif pemecahan masalah menggunakan timbangan sebagai alat untuk menghitung.
56
Sedangkan untuk training pekerja dapat dikatakan tidak berpengaruh besar dibandingkan dengan penggunaan timbangan. Tetapi tetap menjadi permasalahan karena berhubungan dengan sistem manual yang ada di proses packaging. Untuk penerangan atau intensitas cahaya terhitung berpengaruh kecil terhadap cacat shortage karena proses menghitung tidak membutuhkan pencahayaan yang terang sehingga mendapatkan prioritas lebih kecil untuk diperbaiki. Untuk mengetahui implementasi perbaikan yang dilakukan sebagai aksi untuk menyediakan timbangan/alat bantu hitung adalah sebagai berikut :
Gambar 4-2 : Timbangan digunakan untuk mengukur berat part sebagai ganti proses menghitung manual.
Dengan menggunakan timbangan ini, operator hanya mencocokkan standard berat part terhadap hasil pembacaan timbangan. Standard data berat part dicantumkan pada Packing Process Instruction. Adapun bentuk Packing Process Instruction adalah sebagai berikut :
57
Data berat Part label
Gambar 4-3 : Standard berat part dicantumkan pada Packing Process Instruction sebagai panduan operator untuk memastikan jumlah part.
Untuk part-part dengan berat yang sangat ringan, digunakan alat bantu (pokayoke) yang bisa mempermudah proses penghitungan yang dilakukan secara manual. Pokayoke ini berfungsi sebagai error proofing (alat pembuktian terjadinya error). Contohnya untuk menghitung screw dengan jumlah order sebanyak 60 pcs. Adapun alat bantu hitung yang digunakan adalah sebagai berikut :
Gambar 4-4 : Pokayoke (alat bantu proses hitung screw) sebelum proses penghitungan.
Alat bantu di atas mempunyai 6 kotak yang diberi penomoran 1 sampai dengan 6. Operator menghitung screw sebanyak 10 pcs kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing kotak. Hal ini akan mempermudah operator untuk menghitung tanpa
58
mengurangi kepenatan jika dibandingkan dengan harus menghitung screw sebanyak 60 pcs sekaligus.
Gambar 4-5 : Pokayoke (alat bantu proses hitung screw) setelah proses penghitungan.
Setiap 10 pcs screw menempati setiap kotak nomor 1 sampai dengan 6 sehingga jumlahnya 60 pcs. Dengan prinsip pemastian jumlah part seperti ini diharapkan tidak terjadi cacat shortage. Adapun implementasi pokayoke yang lain adalah untuk intake valve dengan order sebanyak 48 pcs adalah sebagai berikut :
Gambar 4-6 : Pokayoke untuk intake valve.
59
Jumlah 48 pcs akan terlihat jelas di dalam box, karena packaging material mempunyai lubang untuk pemasangan setiap intake valve. Lubang yang tidak terisi oleh intake valve menunjukkan jumlah part kurang dari 48 pcs.
4.2.4.2. Tabel FMEA untuk cacat mispart. Adapun tabel FMEA untuk cacat mispart adalah sebagai berikut : FMEA utk cacat mispart :
Deskripsi proses
Mode failure potensial
Pengaruh efek failure potensial
Severity, S (how bad)
Penyebab failure potensial
Occurrence , O (How important)
Pengendalian (how to detect)
Detection, D
RPN
Aksi
Shoping
MP kurang training.
MP tidak mengetahui perbedaan part terutama part similar.
2
sasaran follow up training tidak strategis.
2
melihat secara langsung kemampuan MP dalam melakukan kerjanya.
1
4
membagi periodisasi follow up training : 1. on the job training. 2. mampu melakukan pekerjaannya dengan pengawasan. 3. mampu melakukan pekerjaannya tanpa pengawasan.
Shoping
key point part proses shoping tidak ada.
jenis part delivery tidak sesuai dengan order.
2
key point part tidak dimasukkan ke dalam visualisasi part utk proses shoping.
5
MP mencocokkan part no. yang ada pada label terhadap part no. yang ada di flow rack.
3
30
merevisi semua key point untuk proses shopping.
Penerangan kurang.
untuk part berwarna hitam ada potensi untuk salah ambil saat proses shoping.
1
intensitas cahaya tidak sesuai dengan standard.
1
mengukur intensitas cahaya secara periodik.
1
1
standarisasi intensitas cahaya
tidak ada penanda lorong untuk shoping dan suplai.
jenis part delivery tidak sesuai dengan order.
2
secara design proses produksi, penanda lorong tidak dijelaskan.
2
untuk proses shoping : MP mencocokkan part no. yang ada pada label terhadap part no. yang ada di flow rack.
3
12
pengadaan penanda lorong untuk proses shoping dan suplai.
3
18
merevisi semua key point untuk proses shopping.
untuk proses suplai : MP mencocokkan part no. yang ada pada kanban terhadap part no. yang ada di flow rack.
Shopping
banyak part serupa (similar)
MP tidak bisa membedakan perbedaan part sehingga jenis part delivery tidak sesuai dengan order.
2
part serupa disebabkan adanya varian kendaraan. Part serupa bisa dibedakan melalui key point.
3
display key point.
Tabel 4-7 : Tabel FMEA untuk cacat mispart.
(Sumber : wawancara dengan Bapak Hasari di Quality, Divisi Packing & Vanning Sunter2 TMMIN).
60
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa key point pada proses shopping berpengaruh besar pada cacat mispart dengan alternatif pemecahan masalah pengadaan dan perbaikan semua key point untuk proses shopping. Penanggulangan kedua untuk cacat mispart adalah pengadaan penanda lorong flow rack sehingga pekerja tidak terlupa lorong flow rack tempat supply dan shopping. Tetapi tetap menjadi permasalahan karena berhubungan dengan sistem manual yang ada di proses packaging. Untuk penerangan atau intensitas cahaya dan kurangnya training terhitung berpengaruh kecil terhadap cacat mispart karena cacat mispart dipengaruhi secara langsung oleh key point dan penanda lorong flow rack sehingga mendapatkan prioritas yang lebih kecil untuk diperbaiki. Untuk mengetahui implementasi perbaikan yang dilakukan sebagai aksi untuk merevisi semua key point adalah sebagai berikut :
Gambar 4-7 : Key point untuk production view pada Packing Process Instruction.
61
Gambar 4-8 : Key point untuk quality view pada Packing Process Instruction.
Diharapkan dengan adanya key point ini, operator bisa membedakan setiap part meskipun terdapat part-part yang serupa similar. Sebagai jaminan bahwa tidak akan terjadi salah lorong pada proses supplai digunakan penanda lorong sebagai berikut :
Gambar 4-9 : Penanda lorong untuk mencegah salah lorong pada saat proses shopping di flow rack.
62
Gambar 4-10 : Penanda untuk mencegah salah lorong pada saat proses supplai.
4.2.4.3. Tabel FMEA untuk cacat mixpart. Adapun tabel FMEA untuk cacat mixpart adalah sebagai berikut : FMEA utk cacat mixpart :
Deskripsi proses Shoping
Shoping
Shopping
Mode failure potensial
Pengaruh efek failure potensial
Severity, S (how bad) 2
Penyebab failure potensial sasaran follow up training tidak strategis.
Occurrence , O (How important) 2
Pengendalian (how to detect?)
RPN
1
4
membagi periodisasi follow up training : 1. on the job training. 2. mampu melakukan pekerjaannya dengan pengawasan. 3. mampu melakukan pekerjaannya tanpa pengawasan.
0
meminta jishuk en team untuk melakukan pembenahan di suplier terkait.
Aksi
MP kurang training.
MP tidak mengetahui perbedaan part terutama part similar.
Part tercampur dari suplier
jenis part delivery tidak sesuai dengan order.
key point part proses shoping tidak ada.
jenis part delivery tidak sesuai dengan order.
2
key point part tidak dimasukkan ke dalam visualisasi part utk proses shoping.
2
MP mencocokkan part no. yang ada pada label terhadap part no. yang ada di flow rack.
3
12
merevisi semua key point untuk proses shopping.
Penerangan kurang.
untuk part berwarna hitam ada potensi untuk salah ambil saat proses shoping.
1
intensitas cahaya tidak sesuai dengan standard.
1
mengukur intensitas cahaya secara periodik.
1
1
standarisasi intensitas cahaya
banyak part serupa (similar)
MP tidak bisa membedakan perbedaan part sehingga jenis part delivery tidak sesuai dengan order.
2
part serupa disebabkan adanya varian kendaraan. Part serupa bisa dibedakan melalui key point.
3
display key point.
3
18
merevisi semua key point untuk proses shopping.
--
melihat secara langsung kemampuan MP dalam melakukan kerjanya.
Detection, D
MP quality receiving melakukan random check .
Tabel 4-8 : Tabel FMEA untuk cacat mixpart.
63
(Sumber : wawancara dengan Bapak Hasari di Quality, Divisi Packing & Vanning Sunter2 TMMIN).
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa key point pada proses shopping berpengaruh besar pada cacat mixpart dengan alternatif pemecahan masalah pengadaan dan perbaikan semua key point untuk proses shopping. Penaggulangan kedua untuk cacat mixpart adalah periodisasi follow up training mulai dari OJT (On the Job Training) sampai dengan mampu untuk melakukan pekerjaan tanpa pengawasan. Untuk penerangan atau intensitas cahaya terhitung berpengaruh kecil terhadap cacat mixpart. Tetapi tetap menjadi permasalahan karena berhubungan dengan sistem manual yang ada di proses packaging.
4.2.5. Control Jika diamati, control adalah akhir dari DMAIC, tetapi benar-benar merupakan awal dari peningkatan/perbaikan terus-menerus dan mengintegrasikan sistem six sigma. Pada tahap ini, kendali yang dilakukan adalah memastikan improvement yang dilakukan tetap efektif, memantau perubahan cacat yang terjadi, sampai dengan penghitungan kembali nilai sigma yang tercapai setalah improvement yang dilakukan. Pemantauan ini dilakukan dengan cara mengevaluasi kembali jumla cacat shortage,
64
mispart dan mixpart yang terjadi selama 1 bulan. Sehingga perlu disediakan check sheet harian untuk mengetahui trend terjadinya cacat shortage, mispart dan mixpart. Kumpulan check sheet harian dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat grafik cacat shortage, mispart dan mixpart setiap bulan. Adapun periode control tidak mempunyai batasan tertentu. Tetapi selama check sheet menunjukkan kenaikan cacat yang terjadi, maka sudah dapat dipakai acuan untuk melakukan evaluasi terhadap setiap improvement yang telah dilakukan. Selama setiap faktor yang telah diperbaiki dapat diketahui tidak menunjukkan adanya cacat yang bertambah, maka dapat disebut bahwa improvement yang kita lakukan masih efektif untuk masa saat itu.