BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA Dalam bab ini, peneliti menjabarkan hasil wawancara dan pengamatan selama penelitian berlangsung serta analisis dari hasil penelitian. Data yang ditampilkan merupakan ringkasan dari hasil wawancara (skrip wawancara terlampir) peneliti dengan guru kelas dan guru pembimbing khusus SD Negeri 1 Sukorame serta hasil prestasi (skrip rapor terlampir) siswa berkebutuhan khusus SD Negeri 1 Sukorame. Kemudian data tersebut dianalisis dengan metode analisis interaktif dan mengkaitkannya dengan teori-teori yang sudah dibahas pada Bab I. 3.1
Profil Narasumber 1. Narasumber 1, Susilo Setyastuti, S.Pd, 56 tahun, Guru Pembimbing Khusus, Ketua Program Inklusi Ibu Susilo yang akrab dipanggil ibu Sus telah mengabdi di SD Negeri 1 Sukorame sejak tahun 1995. Ibu Sus telah menjadi guru sejak tahun 1980, akan tetapi baru menjadi guru pendidikan luar biasa setelah mendapat gelar sarjana dari Universitas Sebelas maret pada tahun 2003. Sejak saat itu, ibu Sus semakin mendalami tentang pendidikan inklusi dan dengan bantuan dari almamaternya, beliau mulai merintis SD Negeri 1 Sukorame menjadi sekolah inklusi. Tidak hanya itu, ibu Sus yang sebagai ketua program inklusi di SD Negeri 1 Sukorame juga memiliki banyak jabatan yang cukup penting dalam pengembangan program inklusi, antara lain:
1. Trainer Pendidikan Inklusi Kab. Boyolali Tahun 2005 – sekarang. 2. Koordinator Pelaksanaan Pendidikan Inklusi SD Negeri I Sukorame Tahun 2005 – sekarang. 3. Ketua Forum Guru Pembimbing Khusus Kab. Boyolali Tahun 2006 – sekarang. 4. Bendahara Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus (APPKh) Solo Raya Tahun 2008 – sekarang. 5. Konselor SD Negeri I Sukorame Tahun 2008 – sekarang. 6. Ketua 2 Forum Alumni PLB Kabupaten Boyolali Tahun 2007 – sekarang. 7. Pengurus APPKhI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 – sekarang. Dengan banyaknya pengalaman yang telah ibu Sus miliki tidak jarang beliau harus berkeliling Indonesia untuk mensosialisasikan program inklusi. Bersama dengan tim, ibu Sus telah melalukan pelatihan, seminar dan juga pendidikan tentang program inklusi. 2. Narasumber 2, Gavista, S.Pd, 25 tahun, Guru Pembimbing Khusus Karena di SD Negeri 1 Sukorame hanya memiliki dua guru pembimbing khusus, banyak yang membandingkan pak Gavista yang akrab dipanggil mas Vista ini dengan ibu Sus. Pria asli Solo ini memang dapat dibilang baru dalam dunia pendidikan khusus, tetapi tidak meredupkan semangatnya untuk selalu belajar dan mengabdi pada masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan setiap harinya ia memilih untuk
pulang pergi untuk bekerja, padalah rumahnya yang berada si Solo dan tempat kerjanya yang berada di Musuk, Boyolali dapat mencapai 200 km. Mas Vista yang juga merupakan alumni Universitas Sebelas Maret pada tahun 2013 ini, dulunya sempat menjadi tenaga pengajar di Sekolah Luar Biasa di Solo selama 1 tahun. Karena kebutuhan sekolah dan kurangnya tenaga pengajar berpendidikan khusus di sekolah inklusi ini, maka mulai 2 januari 2015 mulai menjadi guru pendidikan khusus di sekolah inklusi ini atas rekomendasi dari ibu Sus. Walaupun baru 8 bulan menjadi guru di SD Negeri 1 Sukorame, dengan berbekal latar belakang pendidikan luar biasa ia merasa dapat memahami situasi dan keadaan psikologis anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah tersebut. 3. Narasumber 3, Kuswatiningsih, S.Pd, 51 tahun, Guru Kelas 2 Guru wanita satu-satunya yang tidak berkerudung ini merupakan sarjana pendidikan sejak tahun 2010. Beliau adalah wali kelas 2 yang telah mengajar di SD Negeri 1 Sukorame sejak 1 November 1993. Wanita yang akrab dipanggil ibu Kus ini walaupun tidak memiliki latar belakang pendidikan PLB, tetapi beliau mencoba untuk dapat menangani dan mengatasi hambatan dalam proses belajar mengajar di kelas. Beliau berpendapat bahwa anak berkebutuhan khusus (ABK) itu seperti anak normal, jangan dibeda-bedakan. Karena menurutnya bila terjadi penggolongan selamanya mereka akan merasa termarginal. Dan itu tidak baik untuk konsep diri mereka.
4. Narasumber 4, Rum Handayani, S.Pd, 55 tahun, Guru Kelas 3 Guru yang telah menjalani profesinya selama 34 tahun ini sering dipanggil ibu Rum. Beliau telah mengabdi di sekolah ini sejak 1 Juni 1985 dan juga telah menjadi wali kelas 3 selama 31 tahun tersebut. Meski tidak memiliki pendidikan luar biasa, ibu Rum cukup dekat dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah ini. Terutama dengan Ikhsan yang telah menjadi muridnya selama 7 bulan terakhir. Dan karena memang beliau merasa sudah memiliki kedekatan dengan Ikhsan, jadi timbul rasa sayang pada Ikhsan. 5. Narasumber 5, Samsuri, S.Pd, 58 tahun, Guru Kelas 4 Pria separuh baya yang akrab dipanggil pak Sam telah menjadi wali kelas 4 sejak 1 November 2012. Walaupun belum ada 4 tahun mengajar di sekolah inklusi ini, pak Sam cukup sabar menghadapi anak berkebutuhan khusus (ABK) yang belajar di dalam kelasnya. Menurut pak Sam mengajar di sekolah inklusi merupakan hal baru baginya, akan tetapi beliau merasa senang karena berkesempatan memiliki pengalaman tersebut. Pria yang sudah menjalani profesi guru sejak tahun 1977 ini mengaku pada awalnya memang sulit untuk mengerti dan dekat dengan mereka, tetapi dengan kesabaran dan ketelatenan, perlahan-lahan akhirnya pak Sam dapat mulai memahami karakteristik mereka.
6. Narasumber 6, Nurani Istiprijanti, S.Pd, 43 tahun, Guru Kelas 5 Bu Rani adalah panggilan akrab dari ibu Nurani Istiprijanti. Guru yang telah memenangkan 2 kali berturut-turut sebagai guru teladan tingkat SD sekabupaten Boyolali ini merupakan wali kelas 5 di SD Negeri 1 Sukorame. Wanita bertubuh tinggi ini telah mengabdi di sekolah inklusi ini sejak 6 Oktober 2008 walaupun telah menjalani profesi guru sejak tahun 1998. Sama seperti guru kelas yang lain yang tidak memiliki latar belakang pendidikan luar biasa, bu Rani cenderung tidak mempersoalkan dengan adanya anak berkebutuhan khusus (ABK) yang berada di kelas yang beliau ajar. Adi, anak berkebutuhan khusus (ABK) yang berada dibawah naungan bu Rani justru sangat dekat dengan beliau. Sikap bu Rani yang terbuka dan blak-blakan membuat Adi merasa nyaman sehingga sampai menganggap bu Rani ibunya sendiri. 7. Narasumber 7, Adi Bakat Purnomo, 11 tahun, siswa kelas 5 Adi merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan ketunaannya adalah lamban belajar. 8. Narasumber 8, Lia Slamet Rahayu, 10 tahun, siswa kelas 4 Lia merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan ketunaannya adalah lamban belajar. 9. Narasumber 9, Ikhsan Dwi Hermanto, 9 tahun, siswa kelas 3 Ikhsan merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan ketunaannya adalah lamban belajar.
10. Narasumber 10, Haris Arga Maheswara, 8 tahun, siswa kelas 2 Haris merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan ketunaannya adalah berkesulitan belajar. 11. Narasumber 12, Aurora Kamila Umar, 8 tahun, siswa kelas 2 Kamila merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan ketunaannya adalahdown syndrome atau tuna grahita. Kamila adalah salah satu peserta didik yang berada di kelas khusus dan menggunakan PPI. 12. Narasumber 11, Aan Wahyu, 7 tahun, siswa kelas 1 Aan merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan ketunaannya adalah lamban belajar. Aan adalah salah satu peserta didik yang berada di kelas khusus. 13. Narasumber 12, M. Ichsal Zaki, 7 tahun, siswa kelas 1 Ichsal merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan ketunaannya adalah lamban belajar. Ichsanjuga merupakan salah satu peserta didik yang berada di kelas khusus.
3.2
Program Inklusi Sd Negeri 1 Sukorame Ada anggapan dalam benak masyarakat pada umumnya bahwa anak berkebutuhan khusus (ABK) termasuk dalam individu-individu yang tidak penting bagi mereka untuk memperoleh pendidikan seperti anak-anak normal pada umumnya. Menurut peneliti, anggapan miring tersebut
merupakan salah satu wujud ketidak pedulian masyarakat terhadap kelangsungan hidup dan kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK). Namun, tentunya nilai tersebut sangat besar artinya bagi mereka dan juga orang tua mereka. Meskipun mereka memiliki kekurangan bukan berarti mereka harus disingkirkan dari kehidupan bermasyarakat. Dengan kekurangan yang mereka miliki, tidak menutup kemungkinan bila mereka dapat menjadi orang-orang penting di masa depan. Oleh karena itu, hal ini tidak berarti memadamkan semangat dari anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk mengenyam pendidikan dengan segala kekurangannya. Di
sekolah
mereka
diajarkan
tentang
ilmu
pengetahuan,
keterampilan, agama, dan nilai-nilai moral yang tidak mereka dapatkan di rumah maupun tempat lainnya. Sekolah ini sebenarnya sama dengan sekolah umum lainnya, akan tetapi beberapa sistem didalamnya dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat bermanfaat bagi anak berkebutuhan khusus (ABK), seperti yang disampaikan ibu Sus sebagai ketua program inklusi SD Negeri 1 Sukorame: “Sekolah kami sama aja,mbak sama sekolah-sekolah SD negeri yang lain, cuma ada beberapa yang harus dirubah sedikit. Misalnya kayak standar kenaikannya angkanya sama tetapi bobotnya berbeda supaya bisa meningkatkan nilai anak tersebut.”(Wawancara Dengan Ibu Sus, tanggal 1 Februari 2016 bertempat di ruang kelas VI SD Negeri 1 Sukorame) Dalam sekolah inilah terbentuk kelompok anak berkebutuhan khusus (ABK) yang sadar akan kebutuhan pendidikan. Sekolah ini merupakan tempat anak berkebutuhan khusus (ABK) memenuhi kebutuhan untuk
belajar, bersosialisasi, dan berkomunikasi dengan sesama anak berkebutuhan khusus (ABK), dengan anak normal dan dengan para guru di sekolah ini. 3.2.1
Kurikulum Kurikulum adalah seperangkat rencana pembelajaran yang didalamnya menampung pengaturan tentang tujuan, isi, proses, dan evaluasi.Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus (ABK)di SD Negeri 1 Sukorame dapat dikelompokan menjadi tiga, yakni: 1. Model Kurikulum Reguler, yaitu
kurikulum
yang
mengikutsertakan
peserta
didik
berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama. Seperti yang disampaikan ibu Sus sebagai ketua program inklusi SD Negeri 1 Sukorame: “Kalo kurikulum ini itu ya seperti anak-anak normal itu, mbak. Istilahnya podo plek, nggak pake modifikasi sama sekali. Di sini ada sih, mbak yang yang pake model kurikulum regular, tapi cuma 1 anak untuk saat ini karena cuma mereka yang kemampuannya sudah bisa mengikuti sama temen-temennya yang normal. Si Eko yang duduk deket jendela itu.”(Wawancara Dengan Ibu Sus, tanggal 1 Februari 2016 bertempat di ruang kelas VI SD Negeri 1 Sukorame) 2. Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik
berkebutuhan khusus. Seperti yang disampaikan ibu Sus sebagai ketua program inklusi SD Negeri 1 Sukorame: “Setiap kelas kan ada kriteria ketuntasan minimal, KKM itu to,mbak misalnya PKn 60 ini berlaku untuk reguler dan berkebutuhan khusus. Jadi anak berkebutuhan khusus itu harus bisa melampaui ini, tetapi dengan ditambah metode yang tadi, mbak. Bobot soal yang dipermudah, jumlah soalnya dikurangi, dan waktu pengerjaannya yang saya tambah otomatis mereka kan bisa melampaui KKM itu walaupun sama dengan temannya yang regular.” (Wawancara Dengan Ibu Sus, tanggal 1 Februari 2016 bertempat di ruang kelas VI SD Negeri 1 Sukorame) 3. Model kurikulum PPI, yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait. Kurikulum ini juga tetap memerhatikan pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Seperti yang disampaikan ibu Sus sebagai ketua program inklusi SD Negeri 1 Sukorame: “Kalo yang pake program PPI itu memang pelajarannya sama dengan buku, mbak tapi harus diulang-ulang soalnya mereka kan cuma mengandalkan hafalan, ini untuk anak-anak yang signifikan ketunaannya. Nah, program PPI ini didasari dari identifikasi dan assesmen kemudian programnya dibuat oleh tim yang terdiri dari guru kelas, GPK seperti saya dan mas Vista itu, orang tua dan tim ahli miaslnya psikolog atau terapis. Kalo tim ahli saya itu dari puskesmas, psikolognya dari Lembaga Citra Indonesia
Solo, ABDI di Solo, terus PERTUNI dari Jogja. Jadi untuk membuat PPI itu prosedurnya gini dari pendaftaran siswa kelas satu waktu tahun ajaran baru itu masuk lalu kita adakan identifikasi dan assesmen oleh saya dan guru kelas, terus orang tua itu sebagai informan tentang anak itu. Terus dari hasil itu kita adakan konferensi kasus dengan tim ahli. Nanti kalau udah dari proses jaring-jaring itu dapat hasil misalkan dari anak kelas satu itu ada 40 anak ternyata yang berkebutuhan khusus ada 5 anak. Terus kan ketauan anak ini apakah autis, atau down syndrome, nah, dari situ baru kita baru bisa buatkan PPI.”(Wawancara Dengan Ibu Sus, tanggal 1 Februari 2016 bertempat di ruang kelas VI SD Negeri 1 Sukorame)
3.2.2
Sistem Layanan Pendidikan inklusif pada dasarnya memiliki dua macam model. Pertama yaitu model inklusi penuh (full inclusion). Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual dalam kelas reguler. Kedua yaitu model inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull out dengan bantuan dari guru pendamping khusus. Dalam praktiknya di SD Negeri 1 Sukorame, anak berkebutuhan khusus (ABK) disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka masing-masing. Anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat berpindah dari satu bentuk layanan ke bentuk layanan yang lain, seperti:
1. Inklusi Penuh Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama. Gambar 3.1FotoABK dalam Sistem Inklusi Penuh di SD Negeri 1 Sukorame
Sumber : Dok. Peneliti, 1 Februari 2016 di ruang kelas VI SD Negeri 1 Sukorame 2. Cluster In Class Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus. Gambar 3.2Foto ABK dalam Sistem Cluster In Class di SD Negeri 1 Sukorame
Sumber : Dok. Peneliti, 1 Februari 2016 di ruang kelas VI SD Negeri 1 Sukorame
3. Cluster Pull Out Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. Gambar 3.3Foto ABK dalam SistemCluster Pull Out di SD Negeri 1 Sukorame
Sumber : Dok. Peneliti, 25 Januari 2016 di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame 4. Kelas Khusus Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah
reguler.
Pada
kelas
ini
biasanya
adalah
anak
berkebutuhan khusus yang tingkat ketunaannya signifikan dan
Gambar 3.4Foto Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam Sistem Layanan Kelas Khusus di SD Negeri 1 Sukorame
Sumber : Dok. Peneliti, 26 Januari 2016 di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame 3.2.3
Pembagian Kelas Pembagian kelas di sekolah inklusi berbeda dengan sekolah umum lainnya. Sekolah inklusi ini menyediakan kelas-kelas khusus bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan tingkat kebutuhan yang sama dikelompokkan dalam satu kelas yang sama. Adapun setiap anak berkebutuhan khusus (ABK) yang akan masuk ke SD Negeri 1 Sukorame ini sebelumnya telah menjalani sejumlah assessment atau pengetesan untuk menempatkan anak di kelas yang sesuai dengan kebutuhannya. Di SD Negeri 1 Sukorame sendiri telah menempatkan anak berkebutuhan khusus (ABK) sesuai dengan tingkatan kebutuhannya yakni tingkat ringan dan sedang. SD Negeri 1 Sukorame membaginya dalam duapengelompokan kelas, yaitu :
1. Kelas Khusus Siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) yang masuk dalam kelas khusus ini adalah mereka anak berkebutuhan khusus (ABK) yang memiliki kebutuhan pada tingkat sedang dan merupakan kebutuhan yang signifikan. Mereka merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) yang memerlukan dampingan hanya dari guru pendidikan khusus. 2. Kelas Reguler Anak berkebutuhan khusus (ABK) yang masuk dalam kelas reguler adalah mereka anak berkebutuhan khusus (ABK) yang memiliki tingkat kebutuhan ringan dan tidak signifikan. Anak berkebutuhan khusus (ABK) pada kelas reguler merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) yang tidak harus selalu memerlukan dampingan dari guru pendidikan khusus, akan tetapi dapat didampingi oleh guru kelas yang tidak memiliki latar belakang pendidikan khusus.
3.2.4
Kegiatan Belajar Mengajar Berdasarkan hasil pengamatan atau observasi yang telah dilakukan peneliti pada tanggal 25Januari hingga 1 Februari 2016. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar baik dalam kelas
khusus maupun kelas reguler, SD Negeri 1 Sukorame membaginya dalam tiga fase, yaitu : 1. Fase Pembukaan (Opening) Fase opening merupakan fase dimana para peserta didik dan guru akan bersiap dan memulai kegiatan belajar mengajarnya. Dalam fase ini peserta didik dibiasakan dengan mengucapkan salam sebelum memasuki ruang kelas dan mencium tangan guru. Kemudian untuk membuka kegiatan belajar mengajar, guru memulai dengan salam dan dilanjutkan dengan berdoa bersama yang dilakukan
dengan sedikit
nyanyian.
Contoh
nyanyian dalam menuntut doa seperti berikut “Tanganku adadua, lima lima jarinya, kulipat keduanya, mari kita berdoa” dengan syair lagu “balonku ada lima”. Doa yang dituntun antara lain doa sebelum belajar dan Al-Fatihah. Dalam fase pembukaan diakhiri dengan sedikit interaksi antara guru dengan peserta didik. Biasanya dengan menanyakan kabar dan menanyakan kegiatan yang telah dilakukan sebelum pergi ke sekolah. Contohnya seperti “gimana kabar hari ini?”, “tadi kesekolah naik apa?”, “sudah sarapan belum?” (Observasi pada 25 Januari 2016).
2. Fase Inti a. Kelas Khusus Setelah fase pembukaan usai, fase inti dalam kegiatan belajar mengajar pun dimulai. Fase ini dimulai dengan metode tanya jawab mengenai pelajaran yang telah diterima pada hari sebelumnya antara guru dengan
peserta
didik.
Misalnya
ketika
guru
menanyakan mengenai pelajaran matematika yang telah mereka pelajari sehari sebelumnya (Observasi pada 25 Januari 2016), akan tetapi pada fase ini terdapat sedikit persamaan mata pelajaran maupun bobot kompetensi antara satu dengan yang lain, padahal di kelas khusus ini terdapat lima siswa yang berbeda tingkat kelasnya. Dua diantaranya merupakan siswa dengan program PPI yang berada ditingkat kelas 5 dan kelas 2, dan tiga yang lain masuk kedalam kelompok
anak
berkebutuhan
khusus
yang
menggunakan sistem layanan Cluster Pull Outyang ketiganya sama-sama berada ditingkat kelas 1. Pada fase ini, guru pertama-tama akan menjelaskan pelajaran sesuai dengan mata pelajaran pada hari tersebut, kemudian dilanjutkan dengan memberikan soal yang berhubungan dengan pelajaran tersebut.
Sementara peserta didik mengerjakan soal yang diberikan guru, guru beralih pada siswa dengan program PPI. Pertama guru akan menuntun anak Tunagrahita terlebih dahulu untuk belajar membaca dan menulis. Kemudian beralih kepada anak Tuna Rungu Wicara untuk belajar perkalian dan pembagian dengan bantuan alat hitung berupa sempoa. Tidak jarang bila pada fase ini guru sering menyelipkan beberapa pelajaran tata karma di selasela pelajaran. Misalnya ketika peserta didik mulai gaduh dan berbicara sendiri, guru akan menegur kemudian member nasihat-nasihat mengenai tata karma dalam mendengarkan orang lain yang sedang berbicara (Observasi pada 25 Januari 2016). Dalam fase ini juga diselipkan pembelajaran untuk melatih rangsangan otak seperti kegiatan menggambar dan mewarnai. Kegiatan ini juga merupakan reward kepada peserta didik karena telah menyelesaikan soal dengan benar. b. Kelas Reguler Tidak jauh berbeda dengan fase inti di kelas khusus, peserta didik pada kelas regularpun pada fase ini akan dimulai dengan metode tanya jawab mengenai
pelajaran yang telah diterima pada hari sebelumnya antara guru dengan peserta didik. Kemudian akan dilanjutkan dengan pelajaran sesuai dengan mata pelajaran apa yang akan siswa pelajari pada hari tersebut. Misalnya pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 3 mengenai awalan “me-“ dan “di-“ juga akhiran “-al”, “-ul” dan “-kan” (Observasi pada 28 Januari 2016). Dan pelajaran Ilmu Sosial di kelas 6 mengenai negara-negara Asean dengan bantuan peta Asean yang digantung dipapan tulis kelas (Observasi pada 1 Februari 2016). Dalam kelas regular pada fase ini tidak jauh berbeda dengan kelas-kelas regular pada sekolah lain yang bukan merupakan sekolah inklusi. Meskipun kadang guru
akan
menanyakan
kembali
kepada
anak
berkebutuhan khusus (ABK) yang terdapat dikelas yang guru ampu, apakah peserta didik tersebut sudah memahami pelajaran yang disampaikan guru. 3. Fase Penutupan Setelah kegiatan belajar usai, fase terkhir adalah fase penutup. Fase ini berisi peserta didik yang diminta menyebutkan
kembali
apa
kesimpulan
mengenai
pelajaran pada hari tersebut kemudian peserta didik akan
dituntun kembali untuk berdoa seperti doa sesudah belajar, doa keluar dari sekolah dan diakhiri dengan AlFatihah. Sebelum pelajaran usai, guru menyempatkan diri untuk mengucapkan kata maaf jika melakukan kesalahan kepada peserta didik. Kemudian peserta didik juga dibiasakan
untuk
bersikap
tenang
pada
waktu
meninggalkan ruang kelas. Guru akan memilih satu persatu dengan menyebutkan nama anak, siapa yang boleh pulang terlebih dahulu karena sudah bersikap tenang. Dan ketika meninggalkan ruang kelas, anak-anak akan mengucapkan salam dan mencium tangan guru kembali.
3.3
ProsesKomunikasi SD Negeri 1 Sukorame Proses komunikasi memiliki peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar di SD Negeri 1 Sukorame. Komunikasi menjadi sebuah media yang sangat efektif dalam menyalurkan pemahaman materi pelajaran kepada anak berkebutuhan khusus (ABK). Dengan proses komunikasi yang berkesinambungan diharapkan peserta didik dapat menangkap materi-materi apa yang diberikan oleh guru. Guru pun dapat menangkap respon dan keinginan anak dengan baik. Dengan komunikasi guru juga mampu menjangkau lebih jauh minat dan motivasi belajar peserta didik sehingga
tidak mustahil bila prestasi belajar siswapun akan meningkat. Seperti yang disampaikan ibu Sus sebagai ketua program inklusi SD Negeri 1 Sukorame: “Komunikasi sangat penting terlebih ke anak-anak yang berkebutuhan khusus gitu, mbak. Apalagi kalo anak-anak kan komunikasinya nggak hanya dengan bicara saja, kadang dengan gerakan atau bahkan dengan teriakan. Intinya komunikasi itu perlu banget, mbak. Otomatis dengan saya semakin banyak komunikasi dengan anak-anak kan mereka terus merasa dekat sehingga tidak ada rasa takut, adanya dia enjoy, suasananya juga kondusif dan sejuk dia akhirnya nyambung, minatnya sama belajar juga naik dan motivasinya juga makin banyak untuk belajar. Dia juga jadi berani bertanya jadi semakin memahami tentang materi yang saya berikan to. Dan dari situ jelas kalo prestasinya pasti akan meningkat, mbak.”(Wawancara Dengan Ibu Sus, tanggal 1 Februari 2016 bertempat di ruang kelas VI SD Negeri 1 Sukorame) Proses komunikasi antara guru dan peserta didik di SD Negeri 1 Sukorame memliki berbagai unsur komunikasi. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, unsur-unsur dasar dalam proses komunikasi antara guru dan peserta didik terdiri dari : 1. Komunikator (Pengirim Pesan) Dalam proses komunikasi di SD Negeri 1 Sukorame guru lebih dominan menjadi komunikator. Walaupun ada kemungkinan peserta didik juga dapat menjadi komunikator dalam proses komunikasi walaupun tidak dominan. Hal ini karena anak berkebutuhan khusus (ABK) terkadang belum memahami apa yang diperbincangkan oleh orang-orang disekitarnya yang normal, sehingga pemikiran dan tanggapan merekapun masih sangat sederhana. Sehingga interaksi memang lebih banyak dilakukan oleh guru. Guru juga harus mengutamakan penyampaian pesan dapat diterima dengan baik oleh
peserta didik. Oleh karena itu pertukaran pesan terbilang cukup lambat dan lebih mengutamakan penyampaian pesan yang jelas, terperinci, perlahan-lahan, tegas dan juga diulang-ulang daripada kecepatan proses komunikasi. 2. Komunikan (Penerima Pesan) Dalam proses komunikasi di SD Negeri 1 Sukorame, peserta didik cenderung lebih dominan menjadi komunikan. Hal inidikarenakan kemampuan komunikasi dan kecepatan penangkapan informasi peserta didik yang terbilang kurang membuat peserta didik jarang memberikan feedback yang terlalu signifikan. Meskipun terkadang peserta didik juga dapat memberikan feedbackyang sifatnya sederhana kepada guru sebagai komunikator, seperti penolakan akan banyaknya jumlah soal atau pertanyaan-pertanyaan sederhana yang sesungguhnya telah dibahas oleh guru sebelumnya. 3. Pesan Pesan
disampaikan
baik
oleh
komunikator
maupun
komunikanberupa bahasa verbal yaitu kata-kata kadang juga teriakan maupun nonverbal sepertibahasa tubuh (body language). Dari hasil observasi, guru lebih banyakmenggunakan bahasa verbal dan sesekali menggunakan bahasa non verbal, tergantung dengan materi apa yang diperbincangkan. Dalam penggunaan bahasa verbal, guru menggunakan beberapa bahasayaitu Bahasa Indonesia, Jawa, bahkan Inggris.Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa umum dalamkegiatan belajar
mengajar. Sedang penggunaan Bahasa Jawa khususnya Jawa Krama Alus juga tak kalah penting karena seringkalidigunakan untuk melatih tata karma peserta didik kepada orang yang lebih tua. SedangkanBahasa Inggris juga tidak kalah penting penggunaannya selain untuk memperkenalkan kepada peserta didik juga sebagai bekal masa depan anak berkebutuhan khusus (ABK) di era globalisasi yang makin pesat. Di samping penggunaan bahasa verbal, penggunaan bahasa non verbal juga tidak kalah penting. Guru menggunakan pesan non verbal sebagai pelengkap untuk memperjelas pesan yang ingin disampaikan. Karena dengan pesan yang sifatnya non verbal akan lebih mudah dimengerti oleh peserta didik karena biasanya pesan non verbal berupa contoh-contoh yang diperagakan guru. Pesan non verbal yang dilakukan antara lain dengan anggukan kepala, gelengan kepala, acungan jempol, menghitung dengan jari, berbagai ekspresi wajah, bahkan adu tepukan tangan untuk menunjukan bahwa peserta didik telah berhasil dalam mengerjakan sesuatu yang telah guru berikan. Hal ini lebih efektif karena anak berkebutuhan khusus lebih mudah memahami dan mudah mengikuti contoh daripada hanya sekedar penjelasan. 4. Umpan Balik (Feedback) Umpan balik yang diberikan biasanya berupa komunikasi verbal maupun non verbal. Misalnya ketika guru bertanya kepada peserta didik “anak-anak sudah sarapan semuanya belum?”. Ada anak yang memberikan respon secara verbal dengan menjawab “sudah, pak”, atau
hanya dengan komunikasi non verbal seperti menganggukan kepala atau semacamnya (Observasi pada 26 Januari 2016). Akan tetapi tidak jarang bila peserta didik juga akan memberi feedback berupa pertanyaan sesuai dengan konteks yang sedang diperbincangkan kepada guru. Misalnya ketika guru selesai memberikan penjelasan mengenai materi pelajaran Ilmu Alam tentang proses pernafasan tumbuhan kemudian salah satu peserta didik yang termasuk dalam anak berkebutuhan khusus (ABK) menanggapi hal tersebut dengan memberi pertanyaan “bu, kenapa pohon harus melakukan fotosintesis?” (Observasi pada 30 Januari 2016). 5. Efek Efek dari komunikasi yang terjadi di SD Negeri 1 Sukorame adalah agar peserta didik menjadi semakin mengerti, memahami dan mengetahui tentang berbagai macam materi pelajaran yang guru berikan sehingga pada akhirnya prestasi belajar baik akademik maupun bina diri mereka semakin meningkat. 6. Gangguan Proses komunikasi antara guru dan peserta didik tidak terlepas dari berbagai kendala. Kendala yang terjadi seringkali karena anak berkebutuhan khusus (ABK) seringkali susah berkonsentrasi dan juga karakteristik mereka sendiri yang belum tentu dimengerti oleh guru. Sehingga kadang terjadi misscommunication antar guru dan peserta didik, terlebih antara guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan
PLB dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Seperti yang disampaikan ibu Kus sebagai wali kelas II SD Negeri 1 Sukorame: “Kendala komunikasi buat anak berkebutuahn khusus itu yang sering dalam pemusatan perhatian. Jadi mereka susah konsentrasi, kalo udah buyar pikirannya gitu ya harus ngulang perintah yang tadi udah saya kasih. Perintahnya harus jelas dan diucapin pelan-pelan. Juga harus tegas sama anak, mbak, soalnya kadang mereka ada aja yang nawar kalo dikasih soal. Pokoknya harus diulang-ulang biar dia ngerti dan paham sama focus juga.”(Wawancara Dengan Ibu Kus, tanggal 27 Januari 2016 bertempat di ruang kelas II SD Negeri 1 Sukorame) 7. Suasana Menjadikan suasana yang kondusif menjadi tantangan dariguru karena
peserta
didik
seringkali
tidak
fokus
dalam
kegiatan
belajarmengajar. Seperti ketika peserta didik gaduh, guru akan memberikanaba-aba anak untuk melipat kedua tangannya atau dengan memanggil nama anak yang tengah gaduh tersebut. Hal ini berguna untuk menjaga suasana kelas tetap kondusif sehingga proses belajar mengajar akan lebih berjalan dengan lancar dan produktif.
3.4
Pola Komunikasi Pedagogik di SD Negeri 1 Sukorame 3.4.1
Metode Komunikasi Pedagogik Untuk memaksimalkan peningkatan prestasi belajar dengan penyampaian materi-materi pelajaran kepada para peserta didik, guru menggunakan berbagai metode guruan atau pola komunikasi. Selain metode tersebut, guru harus mengkombinasikan dengan komunikasi yang terarah supaya hasilnya lebih maksimal dan sesuai dengan apa
yang diharapkan. Salah satunya dengan komunikasi interpersonal. Perpaduan pola komunikasi dan komunikasi yang baik akan menimbulkan keefektifan dalam kegiatan belajar mengajar. Berikut berbagai metode guruan yang ditemui dalam kegiatan belajar mengajar di SD Negeri 1 Sukorame, yaitu : A. Kelas Khusus 1. Metode Ceramah Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dahulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Metode ceramah dalam kelompok memusatkan perhatian seluruh anggota terhadap satu objek yang sama yaitu guru sebagai komunikator. Dalam metode ini, peserta didik hanya berperan sebagai komunikan tanpa harus menimbulkan feedback.Metode ceramah dianggap sebagai
metode
pembelajaran
yang
paling
sering
digunakan guru, tidak memerlukan biaya banyak dan penyajiannya mudah, dan ekonomis dalam hal waktu. Ceramah termasuk metode pembelajaran yang efektif, metode ceramah merupakan metode yang paling umum yang
digunakandalam
pembelajaran,
dengan
guru
memberikan bahan melalui penuturan.1 Sesungguhnya baik di kelas reguler maupun kelas khusus, metode ceramah sebetulnya digunakan pada semua mata pelajaran, akan tetapi untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama hanyalah metode ini yang sering digunakan. Dari hasil observasi, metode ceramah memiliki kekurangan yang cukup signifikan. Metode ini sering digunakan
hanya
pada
awal
kegiatan
belajar
mengajar(Observasi pada 25 Januari 2016). Hal ini dikarenakan metode ceramah dirasa sangat membosankan untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) sehingga tidak jarang bila peserta didik justru akan mengalihkan perhatian mereka dan melakukan kegiatan yang mereka anggap lebih menarik. Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame: “Ceramah biasanya bikin anak-anak itu cepat bosen. Kalo saya cuma ngomong kadang mereka juga cuma bengong nggak tau pada ngerti atau nggak.” (Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame)
1
E. Mulyasa, Menjadi Guru Professional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008, Hlm. 109.
Karena kekurangannya tersebut, metode ceramah juga dianggap sia-sia karena peserta didik kurang memahami apa materi pelajaran yang dijelaskan oleh guru. Seperti yang di ungkapkan pula oleh Aan yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK)kelas I SD Negeri 1 Sukorameyang beranggapan jika metode ceramah sulit untuk dipahami dan terkesan sia-sia karena peserta didikpun sering tidak mengerti dan paham akan materi pelajaran yang dijelaskan dengan metode ceramah ini. Seperti yang disampaikan Aan yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas I SD Negeri 1 Sukorame: “Aku ra mudeng. Oponeh nek pak guru ngomonge kan kadang yo cepet-cepet. Biasane aku paling takon meneh opo seng dijelasne, mbak.” (Wawancara dengan Aan, tanggal 26 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) 2. Metode TIK Dalam metode ini, guru sebagai komunikator menggunakan media telekomunikasi informasi dan komunikasi berupa laptop dan LCD yang berguna untuk mempresentasikan menggunakan
media
materipelajaran. laptop
dan
Dengan
LCDsiswa
akan
mengenal hal baru serta pembelajarandirasa tidak
membosankan, peserta didik jugalebih aktif,walaupun tidak semua peserta didik akan aktif,akan tetapi dengan media inisiswasebagai komunikan menjadi lebih tertarik dan
bersemangat(Observasi
pada
26
Januari
2016).Seperti yang disampaikan Aan yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas I SD Negeri 1 Sukorame: “Aku seneng nek pak guru ngajare nganggo laptop, terus ngko iso metu gambare neng papan tulis dadi gede, mbak.” (Wawancara dengan Aan, tanggal 26 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Metode ini biasanya sering digunakan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam mengenai panca indera yang dibantu dengan bantuan media laptop dan LCDuntukmempresentasikan materi pelajaran yang akan disampaikan.Media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan pengirim pesan kepada
penerima
pesan,
sehingga
dapat
merangsangpikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikianrupa, sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan efektif danefesien sesuai dengan yang diharapkan.2Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri
2
Arief S. Sadiman, dkk.,Media Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 6.
1 Sukorame: “Anak-anak antusias banget kalo udah liat saya ribet masang-masang kabel laptop di kelas, mbak. Mereka seneng soalnya ngeliat gambar bergerak kan juga pasti lebih menarik kalo dibandingin ngeliatin saya ngomong melulu to, mbak. Biasanya sih saya pake laptop sama LCD kalo mau pelajaran bahasa Inggris, soalnya biasanya saya puterin video menghafal alphabet bahasa Inggris, atau kadang saya puterin video dokumenter alam itu.” (Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) 3. Metode Bernyanyi Metode ini lebih banyak digunakan hanya di dalam kelas khusus saja. Metode bernyanyi ialah suatu metode yang melafazkan suatu kata atau kalimat yang dinyanyikan.Metode bernyanyi juga merupakan suatu metode yang melakukan pendekatan pembelajaran secara nyata yang mampu membuat anak senang dan gembira melalui ungkapan kata atau nada.3Selain itu penggunaan metode ini juga sebagai bentuk pengalihan pembelajaran sehingga
peserta
didik
seperti
bermain
meskipun
sebenarnya sedang belajar(Observasi pada 25 Januari 2016). Mata pelajaran Matematika adalah mata pelajaran yang paling sering menggunakan metode ini. Dengan bernyanyi peserta didik mudah untuk menghitung.
3
Otib Satibi Hidayat, Metode Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama, Universitas Terbuka, Jakarta, 2005, hlm. 28
Disisi lain untuk anak berkebutuhan khusus (ABK), metode bernyanyi menjadi suatu keharusan untuk diterapkan di SD Negeri 1 Sukorame. Karena anak berkebutuhan khusus (ABK) terutama mereka yang masuk dalam tingkat signifikan tidak jauh berbeda dengan anak usia balita. Dan karena itu, dunia mereka lebih kedalam dunia bermain.Seperti yang disampaikan Aan yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas I SD Negeri 1 Sukorame: “Nek wes mulai nyanyi-nyani nyenegke, mbak. Lagune akeh lho. Aku paling seneng lagu boso Inggris. Macem-macem lagune enek seng buah, werno, benda ngono kui.” (Wawancara dengan Aan, tanggal 26 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Pernyataan serupa di ungkapkan pula oleh Ichsal yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK)kelas I SD Negeri 1 Sukorame. Seperti yang disampaikan Ichsal yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas I SD Negeri 1 Sukorame: “Nyanyinya sama tepuk tangan, mbak. Terus dadi iso ngekek-ngekek neng kelas karo koncokoncoku. Lagunya yo banyak we, mbak sing diajarke pak guru. Enek seng bahas Inggris, terus seko surat Al-Quran barang. Saiki aku dadi apal surat-surate nek nggon pengajian sore ngono kae.”(Wawancara dengan Ichsal, tanggal 26 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame)
Selain itu, guru yang merupakan komunikator akan jauh lebih mudah memberikan materi-materi pelajaran
melalui
komunikannya
bernyanyi
yaitu
peserta
dan
bermain
didik.
Seperti
kepada yang
disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame: “Kalo metode-metode seperti nyanyi sama bermain itu memang harus buat anak-anak berkebutuhan khusus gitu, mbak.Karena sebenernya anak berkebutuhan khusus itu kan mereka ya kaya anak balita tu lho, mbak. Pemikiran dan mental mereka masih sederhana dan nggak sesuai sama usia fisik mereka. Kan dunia anak itu dunia bermain, bercanda, bernyanyi seperti itu, makanya saya sering pake nyanyian atau tepukan tangan juga buat menghafalkan. Biar gerak motorik kasar anak itu juga berkembang. Jadi lebih mudah memberikan materi pelajaran lewat nyanyian dan permainan.”(Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Metode bernyanyi didalamnya juga diisi dengan memberikan contoh-contoh nyata sebagai pendukung pembelajaran, maka peserta didik akan lebih mudah memahami apa yang disampaikan guru. Dibuktikan dengan adanya umpan balik dari peserta didik, dan apa yang dianggap sulit bagi mereka dan tidak dipahami bisa menjadi
paham
dan
membantu
mereka
dalam
mengerjakan soal ujian.Seperti yang ditambahkan Aan
yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas I SD Negeri 1 Sukorame: “Aku apal lagu-lagune, mbak. Lagune yo enek nggon pertanyaan testing lho. Trus pas testing tak nyanyike wae alon-alon ben aku eling trus iso njawab soale.” (Wawancara dengan Aan, tanggal 26 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) 4. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah salah satu bentuk interaksi antara guru dan peserta didik yang berupa pertanyaan yang kemudian harus dijawab seperti soal lisan.
Dengan
metode
tanya
jawab,
komunikasi
interpersonal antara guru dan peserta didik sangat membantu untuk mengetahui karakter masing-masing anak berkebutuhan khusus (ABK). Sedangkan pola komunikasi interpersonal dua arah menjadi pola yang digunakan dalam metode ini. Metode inibiasanya lebih banyak digunakan pada mata pelajaran Matematika. Seperti hasil observasi misalnya ketika peserta didik dijelaskan tentang suatu materi pelajaran oleh guru, maka guru akan mencoba melakukan metode tanya jawab kepada peserta didik satu persatu
terutama
kepada
peserta
didiknya
yang
merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK). Guru akan bertanya seperti “tadi pak guru ngomong apa ya?” atau
“tadi apa aja ya yang dijelasin pak guru?” (Observasi pada
25
Januari
2016).Jika
peserta
didik
dapat
menjelaskan apa yang dijelaskan oleh guru hal tersebut berarti peserta didik dapat menangkap informasi yang disampaikan. Jika peserta didik tidak mengerti apa yang telah disampaikan guru, biasanya guru akan menjelaskan kembali kepada peserta didik apa yang telah guru sampaikan sebelumnya. Sehingga interaksi antara guru dan peserta didik dapat terjalin dengan baik. Metode ini juga merupakan salah satu metode bagi peserta didik berkebutuhan khusus dengan PPI. Seperti yang disampaikan Mila yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas IISD Negeri 1 Sukorame: “Pak guru suka banget tanya-tanya. Tanya udah bisa nulisnya, udah bisa bacanya belom. Gitu.” (Wawancara dengan Mila, tanggal 26 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan PPI merupakan siswa yang memiliki tingkat ketunaan yang signifikan sehingga metode pembelajaran agar mereka dapat menangkap materi pelajaran adalah cara yang intens dan hanya terfokus pada dirinya sendiri. Oleh karena itu, siswa dengan PPI biasanya lebih sering
menggunakan metode tanya jawab untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame: “Khusus untuk anak-anak yang PPI itu memang paling bisanya ya pake metode ini, mbak. Kan mereka belajarnya pake program khusus, jadi beda sama temen-temennya. Bahasan, tema sekaligus bobot mata pelajarannya kan beda. Makanya pasti belajarnya ya cuma interaksi tatap muka sambil tanya jawab sama saya aja gitu.”(Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) 5. Metode Bercerita Metode ini juga lebih banyak digunakan di dalam kelas khusus saja. Dalam metode bercerita, guru biasanya membentuk komunikasi timbal balik dengan peserta didik yang dua arah. Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi peserta didik dengan menceritakan sebuah kisah kepada peserta didik secara lisan.
Terkadang
peserta
didik
diminta
untuk
menggambar dan mewarnai yang sesuai dengan tema tertentu. Kemudian peserta didik secara bergantian diminta maju kedepan kelas untuk menceritakan apa maksud dari gambar yang telah mereka kerjakan.Dengan bercerita, rasa ingin tahu dan antusiasme pun akan meningkat.
Seperti
yang
disampaikan
Aan
yang
merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas I SD Negeri 1 Sukorame: “Seneng banget no, mbak nek pak guru ngekon cerito. Tapi sok aku isin nek dikon maju, tapi nek critone karo lungguh rapopo. Ngko koncokoncoku yo crito liyane, trus iso ngece-ngece.” (Wawancara dengan Aan, tanggal 26 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Dengan metode bercerita, peserta didik diajak untuk
secara
bersama-sama
mendengarkan
dan
memperhatikan cerita, baik alur maupun kata-kata yang digunakan. Selain itu, dalam metode ini, peserta didik dapat memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru yang belum diketahui sebelumnya. Seperti yang ditambahkan Aan yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas I SD Negeri 1 Sukorame: “Nek koncone seng liyo lagi crito, ra oleh gojekan dewe, ngko ndak pak guru nesu. Jare pak guru, kudu menghormati wong liyo seng lagi ngomong. Biyen Ian tau crito nek bar ndelok sapi neng kabupaten anyar, aku rung tau rono, mbak la adoh, bapaku mulehe yo bengi terus. Tapi goro-goro Ian crito, aku dadi mudeng nek neng kabupaten anyar enek sapi gedine, enek alun-alune barang saiki, mbak.” (Wawancara dengan Aan, tanggal 26 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Hal ini sama seperti yang telah diungkapkan oleh mas Vista selaku GPK di SD Negeri 1 Sukorame bahwa peserta didik lebih disiplin bila menggunakan metode ini.
Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame: “Anak-anak tetep harus tau tata karma, mbak. Kan nggak sopan kalo kita memotong pembicaraan orang lain. Dulu saya pernah marah karena salah satu anak itu langsung memotong pembicaraan temennya yang lain yang lagi cerita di depan kelas, sejak saat itu anak-anak mulai disiplin. Nggak Cuma kalo lagi dengerin temennya cerita aja malah.” ”(Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Biasanya metode ini lebih banyak digunakan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Seni Budaya. Sesuai dengan hasil observasi, dapat diambil contoh pada saat pelajaran Seni, mas Vista meminta anak-anak untuk menggambar dan mewarnai dengan tema benda-benda yang diciptakan manusia. Setelah selesai dengan kegiatan tersebut, mas Vista meminta peserta didik untuk maju kedepan kelas secara bergantian untuk menceritakan apa yang mereka gambar sebelumnya (Observasi pada 26 Januari 2016). Dengan metode bercerita diharapkan peserta didik agar dapat mempunyai kosakata yang melimpah dan lancar dalam berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu dapat melatih imajinasi dan daya kreatifitas mereka. B. Kelas Reguler
3. Metode Ceramah Sama seperti pada kelas khusus, metode ceramah juga digunakan pada kegiatan belajar peserta didik di kelas regular. Telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya apabila baik di kelas reguler maupun kelas khusus, metode ceramah sebetulnya digunakan pada semua mata pelajaran, akan tetapi untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama hanyalah metode ini yang sering digunakan. Seperti yang sudah dipaparkan pada sub bab sebelumnya apabila metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dahulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Dalam metode ceramah,sekelompok siswaakanmemusatkan perhatian seluruh anggotanya terhadap satu objek yang sama yaitu guru sebagai pusat komunikator. Dalam metode ini, peserta didik hanya berperan sebagai komunikan tanpa harus menimbulkan feedback.Dari hasil observasi, metode ceramah yang dilakukan pada kelas regular juga memiliki kekurangan yang signifikan. Metode ini juga seringnya digunakan hanya pada awal kegiatan belajar mengajar.Seperti yang
disampaikan ibu Kus sebagai wali kelas II SD Negeri 1 Sukorame: “Metode yang sering saya gunakan ya ceramah, saya lebih aktif menerangkan karena siswa kadang hanya beberapa aja yang memiliki buku paket, tapi juga paling waktu alwal-awal aja, mbak. Kalo lama-lama anak juga sudah nggak merhatiin. Udah bosen terus pasti malah main atau ngobrol sendiri gitu.”(Wawancara Dengan Ibu Kus, tanggal 27 Januari 2016 bertempat di ruang kelas II SD Negeri 1 Sukorame) Hal seperti ini dikarenakan metode ceramah dirasa sangat membosankan untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) maupun anak reguler yang berada di dalam kelas tersebut. Sehingga tidak jarang bila peserta didik justru akan mengalihkan perhatian mereka dan melakukan kegiatan sendiri(Observasi pada 27 Januari 2016). Seperti yang
disampaikan
Haris
yang
merupakan
anak
berkebutuhan khusus (ABK) kelas II SD Negeri 1 Sukorame: “Kulo mboten seneng nek bu guru mungnjelasken pelajaran neng ngarep kelas ngonten, mbak. Mergi marai bosen terus ngantuk, terus nek ngono kulo biasanemalah nyoret-nyoret buku, ngambar, ngobrol kalih konco-konco, bisik-bisik ngono, mbak.” (Wawancara Dengan Haris, tanggal 27 Januari 2016 bertempat di ruang kelas II SD Negeri 1 Sukorame) Hal serupa juga di ungkapkan oleh Ikhsan yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK)kelas III SD
Negeri 1 Sukorameyang beranggapan jika metode ceramah sangat tidak efektif untuk penyampaian materi pelajaran.
Seperti
yang disampaikan Ikhsan
yang
merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas III SD Negeri 1 Sukorame: “Ra seneng, mbak. Aku ra mudeng bu guru nerangke opo, ngomong opo.” (Wawancara dengan Ikhsan, tanggal 28 Januari 2016 bertempat di ruang kelas III SD Negeri 1 Sukorame) 4. Metode TIK Tidak
jauh
berbeda
dengan
yang
guru
pembimbing khusus (GPK) lakukan pada kelas khusus, dalam
metode
ini,
guru
sebagai
komunikator
menggunakan media telekomunikasi informasi dan komunikasi berupa laptop dan LCD yang berguna untuk mempresentasikan materipelajaran. Metode ini juga merupakan metode dimana proses komunikasi interpersonal guru dalam proses belajar mengajar dimana guru menggunaka media laptop dan LCD yaitu untuk mempresentasikan materi dalam mata pelajaran
Bahasa
Inggris
dan
Ilmu
Pengetahuan
Sosial(Observasi pada 30 Januari 2016). Dengan
menggunakan
media
laptop
dan
LCDpembelajarandirasa tidak lagi membosankan, dengan
media
inisiswasebagai
komunikan
menjadi
lebih
tertarikdengan materi yang diberikan dan bersemangat untuk belajar(Observasi pada 30 Januari 2016). Seperti yang
disampaikan
Adi
yang
merupakan
anak
berkebutuhan khusus (ABK) kelas V SD Negeri 1 Sukorame: “Aku seneng nek bu Raningajare nganggo laptop, terus ngko ditontonke seko papan tulis ngono. Gambare neng leptop dadi gedi, dadi neng papan tulis. Tur yo luwih cetho, mbak. Nggon leptope (power point) sok enek gambar kartune, enek Upin Ipin karo Masha.” (Wawancara dengan Adi, tanggal 30 Januari 2016 bertempat di ruang kelas V SD Negeri 1 Sukorame) Karenaguru
menyampaikan
pesan
materi
pelajaran yang juga menampilkananimasi dan karikatur yang banyak dikenali anak, sehingga tampilannya menarik dan peserta didikpun akan lebih mudah menangkap materi yang disampaikan dengan demikian akan mudah untuk menimbulkan feedbackyang dapat diartikan dengan adanya pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran
yang disampaikan
oleh
guru.Seperti yang disampaikan ibu Rani sebagai wali kelas V SD Negeri 1 Sukorame: “Kadang bila memungkinkan, metode yang saya gunakan dalam kelas yaitu ceramah yang sekaligus dengan memanfaatkan teknologi informasi misalnya yaitu laptop dan LCD, mbak.
Karena dengan memanfaatkan teknologi informasi ini anak-anak biasanya menjadi nggak bosan saat saya menjelaskan.Karena saya juga ngasih animasi-animasi dan karakter kartun yang baru ‘tren’ di power pointnya.Jadi mereka itu jadi tertarik untuk menyimak saat saya menerangkan.” (Wawancara Dengan Ibu Rani, tanggal 30 Januari 2016 bertempat di ruang kelas V SD Negeri 1 Sukorame) Selain lebih menarik dan mengena bagi peserta didik, metode ini juga dirasa sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Hal ini dikarenakan terkadang guru juga menampilkan sebangsa film-film pendek mengenai motivasi. Untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) yang merasa memiliki kekurangan pada dirinya, hal semacam ini cukup banyak mengena di hati dan pikirannya sehingga menimbulkan persepsi berbeda mengenai dirinya. Dari situ maka timbul motivasi untuk lebih mengoptimalkan prestasinya. Seperti yang ditambahkan Adi yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas V SD Negeri 1 Sukorame: “Kadang-kadang bu guru yo sok muter pilem, mbak.Sok pas awal pelajaran nekra pas wes meh rampung pelajarane. Pileme biasane tentang wong-wong hebat lho, mbak. Biyen tau pileme ki tentang wong cacat ra iso mlaku tapi iso menang lomba, entuk medali. Enek kata-katane ‘raih mimpimu setinggi mungkin’ ngono. Mosok aku seng ora cacat ra iso, trus aku dadi niat sinaune, mbak ben cita-citaku dadi pilot iso kewujud, amin.”(Wawancara dengan Adi, tanggal 30 Januari 2016 bertempat di ruang kelas V SD Negeri 1 Sukorame)
5. Metode Tanya Jawab Metode yang merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan peserta didik yang berupa pertanyaan yang kemudian harus dijawab seperti soal lisan
juga merupakan
metode pembelajaran
yang
digunakan oleh guru kelas pada kelas reguler. Dengan metode tanya jawab ini, komunikasi interpersonal antara guru kelas dan peserta didik sangat membantu untuk mengetahui karakter masing-masingpeserta didiknya baik siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) maupun siswa reguler. Sama seperti pada kelas khusus, pada kelas reguler metode ini juga sering digunakan pada mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris.Hasil observasi misalnya ketika peserta didik dijelaskan tentang suatu materi pelajaran oleh guru, maka guruakan mencoba melakukan metode tanya jawab kepada peserta didik satu persatu
terutama
kepada
peserta
didiknya
yang
merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK). Guru akan bertanya seperti “tadi pak guru menjelaskan apa?” atau “ngerti nggak tadi apa yang dijelaskan pak guru?” (Observasi
pada
29
Januari
2016).Seperti
yang
disampaikan Lia yang merupakan anak berkebutuhan
khusus (ABK) kelas IV SD Negeri 1 Sukorame: “Pak Sam sering, mbak tanya gitu. Apa aku udah mudeng, udah ngerti belom gitu. Kalo udah ngerti ya aku bilang ngerti tapi kalo belom ngerti pak Sam mesti mau nerangin lagi, mbak sengertinya aku.”(Wawancara dengan Lia, tanggal 29 Januari 2016 bertempat di ruang kelas IV SD Negeri 1 Sukorame) Hal serupa juga di ungkapkan oleh Adi yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK)kelas V SD Negeri 1 Sukorameyang beranggapan jika dengan metode tanya jawab lebih efektif dalam pertukaran informasi dalam proses belajar mengajar di kelas. Seperti yang disampaikan Adi yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas V SD Negeri 1 Sukorame: “Nek aku ra mudeng, oleh takon neng bu guru kok, mbak. Ngko karo bu guru dijelasne meneh sak mudengku. Nek ora sok bu guru takon meneh neng aku pas meh rampung pelajarane ngono, dadi kan ceto pelajarane.”(Wawancara dengan Adi, tanggal 30 Januari 2016 bertempat di ruang kelas V SD Negeri 1 Sukorame) Jika peserta didik dapat menjelaskan apa yang dijelaskan oleh guru hal tersebut berarti peserta didik dapat menangkap informasi yang disampaikan. Jika peserta didik tidak mengerti apa yang telah disampaikan guru, biasanya guru akan menjelaskan kembali kepada peserta didik apa yang telah guru sampaikan sebelumnya. Sehingga interaksi antara guru dan peserta didik dapat
terjalin dengan baik. Seperti yang disampaikan oleh pak Sam selaku wali kelas IV SD Negeri 1 Sukorame: “Biasanya kalau saya mau membagi tugas saya akan menghampiri anak yang berkebutuhan khusus dulu. Saya tanya lagi sama dia, sudah paham belum, sudah ngerti caranya belum, sudah ngerti yang saya perintahkan belum. Dari situ baru saya akan tahu apa dia sudah mengerti atau yang tidak. Jadi lebih jelas dan efektif juga.”(Wawancara Dengan Pak Sam, tanggal 29 Januari 2016 bertempat di ruang kelas IV SD Negeri 1 Sukorame)
Dari berbagai metode yang telah dilalukan diatas, mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame menyatakan
jika
metode
Pedagogik
yang
paling
dapat
mempengaruhi dan menyampaikan pesan adalah metode TIK dan metode tanya jawab.Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame: “Dari banyak metode tadi kalo menurut saya sih yang TIK sama tanya jawab yang paling efektif. Yang lain mungkin masih banyak kendalanya, mbak. Apalagibuat anak-anak yang pake program PPI kan juga bisanya kalo pake metode tanya jawab, mbak.Soalnya kan materi pelajarannya tersendiri, beda sama temen-temennya yang lain.” (Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Hal serupa juga di ungkap oleh ibu Rani selaku wali kelas V SD Negeri 1 Sukorameyang beranggapan jika dibanding dengan metode ceramah yang tidak memungkinkan peserta didik dapat berkonsentrasi terlalu lama. Metode TIK dan jugatanya jawab jauh lebih efektif untuk menanamkan mengenai materi-materi pelajaran.
Seperti yang disampaikan oleh ibu Rani selaku wali kelas V SD Negeri 1 Sukorame: “Ya TIK samatanya jawab menurut saya, alasannya karena dibanding ceramah kan konsentrasi anak itu pasti tidak bisa tahan lama. Terus kalo bosen kadang anak susah ngaturnya karena anak kan pasti ngobrol sendiri. Jadi lebih enak untuk menyampaikan materi pelajaran dengan metode TIK kalo nggaktanya jawab.” (Wawancara Dengan Ibu Rani, tanggal 30 Januari 2016 bertempat di ruang kelas V SD Negeri 1 Sukorame) Hal serupa juga diungkapkan oleh ibu Kus sebagai wali kelas II
SD
Negeri
1
Sukorameyang
menyatakan
jika
metode
Pedagogikyang paling mengena untuk peserta didik adalah metode tanya jawab dibanding pola komunikasi yang lain. Seperti yang disampaikan ibu Kus sebagai wali kelas II SD Negeri 1 Sukorame: “Kalo yang paling bagus itu yang tanya jawab ya, mbak. Ya walaupun saya lebih sering pake metode ceramah, tapi emang yang paling nyampe materinya sama anak-anak itu ya kalo tanya jawab. Kalau tanya jawab biasanya anakanak itu malah lebih tertarik, soalnya berasa kayak kuis to, mbak. Lebih mudeng juga.” (Wawancara Dengan Ibu Kus, tanggal 27 Januari 2016 bertempat di ruang kelas II SD Negeri 1 Sukorame) Dari hasil observasi, metode tanya jawab memiliki peranan yang lebih daripada metode Pedagogikyang lain dalam proses belajar mengajar di SD Negeri 1 Sukorame. Selain intensitas penggunaan yang lebih sering dari metode Pedagogikyang lain, metode tanya jawab mampu membangun hubungan interpersonal yang lebih baik antara guru dan peserta didik sehingga peserta didik akan lebih mudah dalam proses belajar mengajar. Apalagi untuk siswa dengan
program PPI, mereka hanya dapat memahami dan mengerti mengeni materi pelajaran hanya dengan metode tanya jawab ini. Dengan metode tanya jawab guru juga dapat menangkap respon anak dengan jelas sehingga guru dapat lebih memahami tingkat pemahaman peserta didik mengenai materi-materi pelajaran yang telah guru sampaikan. Namun metode Pedagogikini cukup memakan waktu karena jumlah murid dan guru yang tidak seimbang sehingga tidak memungkinkan metode tanya jawabterus terjadi.
3.4.2
Arah Pola KomunikasiPedagogik Komunikasi interpersonal merupakan unsur yang sangat penting bahkan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan keberhasilan
penyampaian
informasi
kepada
komunikan.
Komunikasi interpersonal dalam proses belajar mengajar terjadi dengan cara tatap muka. Dengan komunikasi semacam ini, reaksi atau umpan balik dari komunikan akan ditangkap dengan baik oleh komunikator yang kemudian pihak yang terlibat dapat saling mempengaruhi untuk tercapainya tujuan. Dalam hal ini tujuan yang coba dicapai adalah peningkatan prestasi belajar peserta didik. Pola komunikasi yang diterapkan di SD Negeri 1 Sukorame merupakan contoh pola komunikasiinterpersonal. Ini karena interaksi antara komunikator dan komunikan terjadi secara tatap muka, dimana penyampaian pesan dilakukan secara langsung dan penerima pesan
dapat menanggapi dan menerima pesan secara langsung. Oleh sebab itu, penggunaan komunikasi interpersonal menjadi sangat penting dalam proses pertukaran informasi diantara guru dan peserta didik di SD Negeri 1 Sukorame. Pola komunikasiyang terjadi antara guru dan murid di SD Negeri 1 Sukorame terdiri dari tiga macam, yaitu : A. Kelas Khusus 1. Pola KomunikasiSatu Arah Dalam
pola
komunikasiini
guru
sebagai
komunikator memberikan informasi kepada peserta didik sebagai komunikan, tanpa ada umpan balik dari peserta didik. Dalam komunikasi satu arah siswa cenderung pasif, guru berperan sebagai pemberi aksi yaitu sebagai sumber informasi sedangkan siswa hanya berperan sebagai penerima aksi yaitu penerima informasi. Pola komunikasi seperti
ini,
tidak
melibatkan
siswa
aktif
dalam
pembelajaran karena pembelajaran lebih berpusat pada gurudimana guru mendominasi proses pembelajaran yang berlangsung.
Gambar 3.5 Pola KomunikasiSatu Arahdi Kelas Khusus
Contoh dari pola komunikasiini adalah model ceramah. Dalam pola komunikasisatu arah, penyampaian informasi seperti diciptakan suasana belajar mengajar yang membosankan. Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame: “Metode seperti ini kadang bikin anak itu cepat bosen. Kalo saya cuma ngomong kadang mereka juga cuma bengong nggak tau dia ngerti atau nggak. Tapi kalau suasananya sambil tanya jawab justru malah lebih merangsang anak untuk merespon, mbak.” (Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Walaupun penggunaannya, digunakan
oleh
dirasa pola guru
membosankan
komunikasiini untuk
dalam
cukup
sering
memberikan
materi
pengajaran kepada peserta didik. Pola ini sering terjadi saat para guru ingin menjelaskan tema dan pembahasan yang akan diketahui kepada murid. Akan tetapi, mengingat bahwa peserta didik yang tidak jarang bila konsentrasi mereka dalam memperhatikan tidak terlalu
lama. Oleh karena itu biasanya metode ceramah akan digunakan oleh guru pada saat awal saja, atau awal pelajaran setelah jam istirahat. Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame: “Pola kayak ini biasanya cuma berada di awalawal aja, mbak. Jadi saya menjelaskan temanya apa, hari ini belajar apa saja. Tiap hari dilakukan seperti itu, tapi memang tenggang waktunya harus sesingkat mungkin. Paling hanya antara lima sampe sepuluh menit, mbak, karena konsentrasi anak-anak biasanya paling lama hanya sebatas itu. Kalo lebih dari itu biasanya udah buyar semua perhatian anakanak, mbak.”(Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Dari hasil observasi dan pengamatan penulis, saat pola
komunikasisatu
arah
berlangsung
seringkali
feedback anak sangat kurang, anak justru terlihat tidak begitu memperhatikan apa yang guru sampaikan. Peserta didik terlihat kehilangan konsentrasinya saat kegiatan belajar berlangsung walaupun ada beberapa anak yang memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru. Namun, sebagian anak lebih memilih ngobrol sendiri ataupun
bercanda
dengan
temannya
sehingga
menimbulkan kegaduhan. Kegaduhan ini yang selalu coba diatasi oleh guru mulai dari mengingatkan peserta didik saja hingga melakukan hukuman tegas agar peserta
didik tidak bosan dan tidak mengulangi perbuatannya lagi. Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara dari mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame yang menyatakan: “Kalau cuma seperti ini (pola komunikasi satu arah) kayaknya nggak menarik buat mereka, mbak. Misalnya kalo menghafal saja tidak menarik dan menyenangkan kan, mbak, tapi kalau kita sambil nyanyi-nyanyi lagu yang menarik buat mereka pasti anak itu bakalan cepat mengingatnya. Jadi kalau cuma menerangkan, ngomong doang itu nggak efektif. Makanya disini itu ya bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain” (Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Mas
Vista
mengganggap
jika
anak
tidak
dirangsang dengan kegiatan yang menarik perhatian mereka dan hanya menggunakan pola komunikasisatu arah tersebut maka anak akan kesulitan dalam mencerna pelajaran yang mas Vista sampaikan. Respon anak sendiri saat pola komunikasiini digunakan juga cukup beragam. Namun sebagian besar peserta didik berkebutuhan khusus tidak merespon penjelasan dari guru. Meskipun terkadang ada anak yang menanggapi penjelasan guru dengan pertanyaan atau hanya anggukan kepala saja. Dari catatan peneliti respon peserta didik yang
terlihat paling banyak yaitu sebagian besar anak hanya diam mendengarkan saja. Sebagian lagi anak malah asik bermain sendiri daripada fokus dalam pembelajaran. Ada juga beberapa anak yang mengobrol dengan temannya. Kelebihan dalam penggunaan komunikasi satu arah yaitu penggunaan waktu yang singkat dan tenaga guru juga tidak terlalu banyak habis terkuras karena guru hanya melakukan penjelasan saja terhadap peserta didik. Dari hasil observasi, penggunaan pola komunikasi satu arah memang tenggang waktunya hanya terbatas saja. Pola komunikasiini biasanya hanya terjadi sekitar 515 menit saja pada awal kegiatan belajar mengajar. Jika pola komunikasiini terlalu lama maka kondisi kelas menjadi tidak kondusif karena peserta didik akan menjadi gaduh sendiri. Hal ini merupakan salah satu kekurangan atau kendala dari pola komunikasisatu arah. Pola komunikasi satu arah memiliki kekurangan yang juga dijelaskan sebelumnya yaitu respon anak yang masih sangat kurang. Dan juga kondisi dan karakteristik anak berkebutuhan
khusus
(ABK)
mempertahankan konsentrasi.
2. Pola KomunikasiDua Arah
yang
sulit
untuk
Dalam pola komunikasikedua ini terjadi interaksi antara guru (komunikator) dan peserta didik (komunikan). Dan secara bersamaan guru dapat menangkap respon dari peserta didik yang diajak berkomunikasi. Gambar 3.6 Pola KomunikasiDua Arahdi Kelas Khusus
Dalam pola komunikasiini dirasa lebih dimengerti dibanding dengan pola komunikasisebelumnya, karena selain dapat mengetahui respon peserta didik secara langsung, guru juga dapat menjalin kedekatan kepada peserta didik sehingga komunikasi lebih berjalan dengan efektif. Pola komunikasi ini merupakan arah komunikasi dari metode tanya jawab, karena dalam metode tersebut guru dan siswa mempunyai peran yang sama. Guru dan siswa dapat saling memberi dan menerima informasi. Dari hasil
pengamatan respon
dalam
pola
komunikasidua arah ini, respon peserta didik terlihat lebih jelas karena guru melakukan komunikasi tatap muka secara langsung. Guru pun juga akan mampu melihat
seberapa peserta didik mengerti dan menangkap pelajaran yang diberikan. Jika anak dirasa belum mengerti maka guru
akan
sebelumnya komunikasi
menjelaskan
kembali
disampaikan. dua
arah
pelajaran
Dalam
sangat
yang
penggunaannya
sering
digunakan.
Komunikasi dua arah biasanya berupa tanya jawab, bercerita yang disertai dengan interaksi ke peserta didik, komunikasi ini juga merupakan pola yang digunakan untuk anak-anak yang mengikuti program PPI. Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame: “Pola kayak ini sangat sering sekali saya pakai, karena memang selalu pola seperti itu untuk menghafal, tanya jawab, bercerita juga jadi memang sering saya pakai. Apalagi kalo untuk anak-anak yang PPI itu, mbak. Kan mereka belajarnya pake program khusus, jadi beda sama temen-temennya. Makanya pasti belajarnya ya cuma interaksi tatap muka sama saya aja gitu.”(Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Pola komunikasidua arah juga digunakan oleh guru untuk menilai kemampuan tangkap dan tanggap anak.Akan tetapi terdapat kendala pula dalam pola komunikasi
dua
arah
yang
ditemui
ketika
pola
komunikasiini terjadi, menurut mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame,
kendalanya lebih banyak gangguan dari luar. Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame: “Kendalanya itu paling ya namanya anak-anak kan, mbak. Jadi kalo saya lagi ngomong, lagi njelasin sama satu anak gitu, kadang anak yang lain jadi ngerasa bebas sendiri, jadi mereka malah ngobrol sendiri hasilnya ya kelas jadi rame. Padahal itu juga yang buat si anak yang lagi saya jelasin jadi nggak fokus lagi kan jadinya soalnya dia jadi keburu pengen ikutan main sama temennya yang lain.”(Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Dengan pola komunikasidua arah, peserta didik yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) lebih mudah tertarik dan dapat mampu menghafal dengan lebih baik dan juga lebih paham dalam memahami materi pembelajaran yang diberikan oleh guru dengan baik. Walaupun
dirasa
lebih
mengena
dalam
penyampaian pemahaman kepada peserta didik, tetapi pola komunikasidua arah ini bukan berarti tidak memiliki kekurangan. Dalam pola komunikasi dua arah akan memerlukan tenaga lebih dari guru dan juga memakan waktu yang lama karena harus memusatkan perhatian kepada anak satu per satu. Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame:
“Penggunaan pola dua arah sangat memerlukan tenaga yang super ekstra, mbak. Terus juga akan banyak memakan waktu. Karena saya harus menjelaskan ke anak satu per satu. Memfokuskan perhatian saya ke anak juga satu per satu. Makanya dari segi waktu, akan banyak memakan waktu lah.” (Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Sebaliknya dari aspek kelebihannya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya jika pola komunikasidua arah dirasa cukup mengena untuk peserta didik. Dengan pola ini komunikasi antara guru dan peserta didik akan lebih terjalin sehingga terbangun ikatan emosional diantara guru dan peserta didiknya. Selain itu pola komunikasi dua arah memungkinkan anak lebih cepat menangkap,
mengerti
dan
memahami
apa
materi
pelajaran yang dijelaskan oleh guru. Selain itu guru juga lebih mudah memahami peserta didiknya lebih jauh. Dengan pola komunikasidua arah, guru dapat mengukur tingkat pemahaman peserta didiknya terhadap penjelasan materi pelajaran yang guru sampaikan.
3. Pola KomunikasiMulti Arah Pola
komuniksi
komunikasimulti
arah,
terakhir pola
adalah
pola
komunikasiini
memungkinkan proses interaksi tidak hanya pada guru ke
peserta didik, akan tetapi antara peserta didik satu dengan yang lain pula. Gambar 3.7 Pola KomunikasiMulti Arahdi Kelas Khusus
Pola komunikasi ini dapat terlihat pada metode bernyanyi dan bercerita.Hal ini disebabkan oleh karena dalam metode bernyanyi dan bercerita, komunikasi banyak arah yang terlibat tidak hanya siswa dan guru. Tetapi juga antara siswa dan siswa. Melalui pembelajaran dengan pola komunikasiseperti ini melibatkan siswa aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru bertindak sebagai pembimbing dalam belajar atau fasilitator belajar. Pola komunikasiini juga dapat dirasa cukup mengena kepada peserta didik karena interaksi anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah terjalin antara yang satu dengan yang lain walaupun masih terbilang sederhana. Selain itu, dari aspek psikis dengan interaksi dengan teman sebayanya anak berkebutuhan khusus (ABK) akan lebih percaya diri dan tidak rendah diri
karena memiliki teman yang tidak memarginalkan dirinya yang berbeda. Tapi disisi lain akan menjadi sedikit bermasalah jika kemudian interaksi antara peserta didik tersebut berubah menjadi kegaduhan. Hal ini tentu akan memperberat pengelolaan kelas bagi guru. Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame: “Saya seneng, mbak kalo anak-anak bisa ngobrol tanpa memandang kekurangan. Apalagi kalo mereka juga bisa gembira ketawa-ketawa walaupun sama temen-temen siswa lain yang normal. Sepi banget to, mbak kalo hidup kita sendirian, nggak punya teman. Makanya saya yang ngeliat interaksi mereka itu seneng. Mereka sangat diterima di lingkungan sekolah ini, buktinya temennya yang normal juga mau main dan ngobrol sama yang berkebutuhan khusus. Tapi ya cuma kerancuannya kalo saya baru menjelaskan terus satu anak ‘nyeletuk’ apa gitu pasti jadi ribut sendiri terus pengelolaan kelasnya jadi lebih berat. Atau kalo mereka malah ngobrol sendiri waktu saya jelasin gitu juga sama.”(Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Dari hasil observasi, pola komunikasimulti arah seringkali
terjadi
ketika
peserta
didik
harus
berkelompok.Dalam interaksi pola komunikasiini, peserta didik terlihat lebih interaktif dan tertarik karena anakanak berkomunikasi dengan temannya sendiri. Tapi memang kemudian membuat kondisi pengelolaan kelas
menjadi lebih sulit karena pasti akan menimbulkan kegaduhan di dalam kelas. Pola
komunikasimulti
arah
juga
cukup
memberikan pemahaman kepada peserta didik. Seperti yang disampaikan ibu Sus sebagai ketua program inklusi dan wali kelas VI SD Negeri 1 Sukorame: “Temennya yang bukan berkebutuhan khusus itu kadang juga mau membantu temennya yang berkebutuhan khusus. Jadi kalau temennya itu belum ngerti, anak yang duduk disebelahnya itu biasanya membantu dia. Mungkin lebih ngerti, mbak. Karena kan temennya menjelaskan pakai bahasa yang biasa mereka gunakan. Mungkin lebih terekam ya apa kata-kata temannya itu.”(Wawancara Dengan Ibu Sus, tanggal 1 Februari 2016 bertempat di ruang kelas VI SD Negeri 1 Sukorame) Sedangkan respon peserta didik dalam pola komunikasi multi arah akan terlihat lebih senang karena biasanya pola komunikasimulti arah terjadi ketika sedang berkelompok. Tetapi memang diperlukan pengawasan yang lebih agar peserta didik tidak gaduh. Dari hasil pengamatan, kendala yang mungkin terjadi dalam pola komuniasi multi arah yaitu terjadinya kegaduhan di dalam ruang kelas. Hal ini tentu menyulitkan
bagi
guru
karena
terkadang
jumlah
kelompok dan jumlah guru yang mengajar tidak sebanding. Selain itu peserta didik cenderung lebih sering bercanda dan mengobrolnya daripada memperhatikan
materi pelajaran yang guru sampaikan. Sehingga guru akan memerlukan tenaga dan perhatian ekstra untuk mengatur peserta didiknya. Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame: “Kalo pola komunikasi multi arah yang jelas akan sulit dalam pengelolaan kelasnya ya, mbak. Karena anak-anak kan lebih asik bermain dan ngobrol-ngobrol sama temennya daripada mendengarkan dan mengikuti pelajaran. Intinya ya kalo pake pola ini anak-anak jadi rame sendiri dan nggak fokus sama pelajaran” (Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Sedangkan kelebihan dari pola komunikasimulti arah adalah dapat melatih komunikasi antar peserta didik. Dari aspek psikis dengan interaksi dengan teman sebayanya anak berkebutuhan khusus (ABK) akan lebih percaya diri dan tidak rendah diri karena memiliki teman yang tidak memarginalkan dirinya yang berbeda.Seperti yang disampaikan ibu Sus sebagai ketua program inklusi dan wali kelas VI SD Negeri 1 Sukorame: “Untuk pola seperti itu keunggulannya ya untuk melatih interaksi antar teman supaya jadi semakin bagus. Kadang materi pelajaran yang disampaikan temennya juga lebih mungkin masuk dan gampang diingat. Dan juga komunikasi sama teman juga jadi semakin baik jadi mereka nggak minderan lagi.”(Wawancara Dengan Ibu Sus, tanggal 1 Februari 2016
bertempat di ruang kelas VI SD Negeri 1 Sukorame)
B. Kelas Reguler 1. Pola KomunikasiSatu Arah Tidak jauh berbeda dengan arah pola komunikasi pada kelas khusus, pada kelas regular pola komunikasiini juga menempatkan guru sebagai komunikator yang memberikan informasi kepada peserta didik sebagai komunikan, tanpa ada umpan balik dari peserta didik.Dalam komunikasi satu arah siswa cenderung pasif, guru berperan sebagai pemberi aksi yaitu sebagai sumber informasi sedangkan siswa hanya berperan sebagai penerima
aksi
yaitu
penerima
informasi.
Pola
komunikasiseperti ini, tidak melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran karena pembelajaran lebih berpusat pada gurudimana guru mendominasi proses pembelajaran yang berlangsung. Gambar 3.8 Pola KomunikasiSatu Arahdi Kelas Reguler
Contoh dari pola komunikasi ini adalah model ceramah. Dalam pola komunikasisatu arah, penyampaian informasi seperti diciptakan suasana belajar mengajar yang membosankan. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Kus, wali kelas II SD Negeri 1 Sukorame yang mengganggap jika pola komunikasi satu arah merupakan metode yang membosankan bagi peserta didik karena peserta
didik
hanya
akan
mendengarkan
dan
memperhatikan saja tanpa ada interaksi antara guru dan peserta didik. Seperti yang disampaikan ibu Kus sebagai wali kelas II SD Negeri 1 Sukorame: “Membosankan ya, mbak. Karena dia cuma mendengar yang saya omongin, yang saya sampaikan. Entah dengerin beneran apa purapura saya kan juga nggak tahu, toh. Jadi ya nggak ada timbal baliknya gitu. Makanya kadang saya jadi kuatir juga mereka udah ngerti belom. Wong ya cuma diem gitu.”(Wawancara Dengan Ibu Kus, tanggal 27 Januari 2016 bertempat di ruang kelas II SD Negeri 1 Sukorame) Walaupun dirasa membosankan dalam penggunaannya, pola komunikasi ini cukup sering digunakan
oleh
guru
untuk
memberikan
materi
pengajaran kepada peserta didik. Pola ini sering terjadi saat para guru ingin menjelaskan tema dan pembahasan yang akan diketahui kepada murid. Oleh karena itu biasanya metode ceramah akan digunakan oleh guru pada
saat awal saja, atau awal pelajaran setelah jam istirahat.Seperti yang diungkapkan oleh ibu Rum selaku wali kelas III SD Negeri 1 Sukorame yang mengutarakan jika penggunaan metode ceramah sering dalam awal pembelajarannya dan dalam waktu yang sesingkat mungkin.Seperti yang disampaikan ibu Rum sebagai wali kelas III SD Negeri 1 Sukorame: “Seringnya, pada awal pembelajaran saya menerangkan dulu, supaya anak-anak punya gambaran lebih dulu. Cepet tapi jelas aja yang penting, mbak. Kalau lama-lama pasti mereka tidak ngerti dan malah nantinya nanya-nanya lagi. Kalau sudah seperti itu malah kelas jadi rame,mbak.”(Wawancara Dengan Ibu Rum, tanggal 28 Januari 2016 bertempat di ruang kelas III SD Negeri 1 Sukorame) Dari hasil observasi dan pengamatan penulis, baik pada kelas khusus maupun pada kelas regular saat pola komunikasi satu arah berlangsung seringkali feedback anak sangat kurang, anak justru terlihat tidak begitu memperhatikan apa yang guru sampaikan. Peserta didik terlihat kehilangan konsentrasinya saat kegiatan belajar berlangsung
walaupun
ada
beberapa
anak
yang
memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru. Namun, sebagian anak lebih memilih ngobrol sendiri ataupun
bercanda
dengan
menimbulkan kegaduhan.
temannya
sehingga
Sedangkan menurut ibu Kus sebagai wali kelas II SD Negeri 1 Sukorame keberhasilan pola komunikasi satu arah dalam penyampaian materi-materi pelajaran cukup kecil dan tidak terlalu signifikan hasilnya. Seperti yang disampaikan ibu Kus sebagai wali kelas II SD Negeri 1 Sukorame: “Mungkin hanya 25% lah, mbak kalo pemahaman anak-anak itu. Apalagi kalo anak berkebutuhan khusus kan harus ekstra. Kalo temen-temennya yang lain pahamnya lima bagian dia cuma paham satu atau dua bagian aja. Anak itu kan pada dasarnya plagiat yang paling hebat kan, mereka bakal lebih mudeng, lebih ngerti kalo ada yang dicontoh. Makanya kalo cuma saya ngomong ya cuma angin lalu buat mereka.” (Wawancara Dengan Ibu Kus, tanggal 27 Januari 2016 bertempat di ruang kelas II SD Negeri 1 Sukorame) Ibu Sus sebagai ketua program inklusi SD Negeri 1 Sukoramejuga menyatakan jika penggunanan pola komunikasi satu arah ini memiliki berbagai kendala salah satunya konsentrasi anak berkebutuhan khusus yang sangat kurang. Cara mengatasi kendala tersebut dengan cara memberikan penjelasan pemahaman yang pelan, jelas, tegas dan juga diulang-ulang. “Kendalanya sama sih, mbak. Ya, konsentrasi anak itu. Tapi kalo kita pelan-pelan dengan jelas juga tegas dan mengulangin itu-itu terus apa yang kita ajarkan anak-anak juga ngerti kok akhirnya.” (Wawancara Dengan Ibu Sus, tanggal 1 Februari 2016 bertempat di ruang kelas VI SD Negeri 1 Sukorame)
Respon anak saat pola komunikasiini digunakan juga cukup beragam. Namun sebagian besar peserta didik berkebutuhan khusus tidak merespon penjelasan dari guru. Meskipun terkadang ada anak yang menanggapi penjelasan guru dengan pertanyaan atau hanya anggukan kepala saja. Seperti yang disampaikan ibu Kus sebagai wali kelas II SD Negeri 1 Sukorame: “Responnya memang ada yang memperhatikan dan memahami apa yang saya sampaikan, tapi memang sebagian besar memang tidak merespon. Bahkan ada aja yang malah main sendiri jadi mereka nggak fokus. Tapi ada kalanya dia merhatiin, mbak. Pake nanya segala juga.”(Wawancara Dengan Ibu Kus, tanggal 27 Januari 2016 bertempat di ruang kelas II SD Negeri 1 Sukorame) Dari catatan peneliti respon peserta didik yang terlihat
paling
banyak
yaituanak
hanya
diam
mendengarkan saja. Sebagian lagi anak malah asik bermain sendiri daripada fokus dalam pembelajaran. Ada juga beberapa anak yang mengobrol dengan temannya. Kelebihan dalam penggunaan komunikasi satu arah yaitu penggunaan waktu yang singkat dan tenaga guru juga tidak terlalu banyak habis terkuras karena guru hanya melakukan penjelasan saja terhadap peserta didik. Dari hasil observasi, penggunaan pola komunikasi satu arah memang tenggang waktunya hanya terbatas
saja. Pola komunikasi ini biasanya hanya terjadi sekitar 520 menit saja pada awal kegiatan belajar mengajar. Jika pola komunikasi ini terlalu lama maka kondisi kelas menjadi tidak kondusif karena peserta didik akan menjadi gaduh sendiri. Hal ini merupakan salah satu kekurangan atau kendala dari pola komunikasi satu arah. Pola komunikasi satu arah memiliki kekurangan yang juga dijelaskan sebelumnya yaitu respon anak yang masih sangat kurang. Dan juga kondisi dan karakteristik anak berkebutuhan
khusus
(ABK)
yang
sulit
untuk
mempertahankan konsentrasi.
2. Pola Komunikasi Dua Arah Dalam pola komunikasi kedua ini baik di kelas khusus seperti yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya maupun di kelas regular, didalam arah pola komunikasi dua arah terjadi interaksi antara guru (komunikator) dan peserta didik (komunikan). Dan secara bersamaan guru dapat menangkap respon dari peserta didik yang diajak berkomunikasi.
Gambar 3.9 Pola Komunikasi Dua Arahdi Kelas Reguler
Dalam dimengerti
pola
komunikasi
dibanding
dengan
ini pola
dirasa
lebih
komunikasi
sebelumnya, karena selain dapat mengetahui respon peserta didik secara langsung, guru juga dapat menjalin kedekatan kepada peserta didik sehingga komunikasi lebih berjalan dengan efektif. Pola komunikasi ini merupakan arah komunikasi dari metode tanya jawab, karena dalam metode tersebut guru dan siswa mempunyai peran yang sama. Guru dan siswa dapat saling memberi dan menerima informasi. Ibu Rani sebagai wali kelas V SD Negeri 1 Sukoramejuga menyatakan jika dengan komunikasi dua arah respon anak jadi lebih mudah ditangkap dan peserta didik lebih paham apa yang disampaikan oleh guru. Seperti yang disampaikan ibu Rani sebagai wali kelas V SD Negeri 1 Sukorame: “Respon anak lebih tertangkap, anak-anak lebih paham dengan apa yang saya sampaikan dengan cara seperti itu. Saya sendiri juga jadi tahu
kalau anak-anak sudah ngerti dengan penjelasan saya.” (Wawancara Dengan Ibu Rani, tanggal 30 Januari 2016 bertempat di ruang kelas V SD Negeri 1 Sukorame) Dari hasil
pengamatan respon
dalam
pola
komunikasi dua arah ini, respon peserta didik terlihat lebih jelas karena guru melakukan komunikasi tatap muka secara langsung. Guru pun juga akan mampu melihat seberapa peserta didik mengerti dan menangkap pelajaran yang diberikan. Jika anak dirasa belum mengerti maka guru
akan
sebelumnya komunikasi
menjelaskan
kembali
disampaikan. dua
arah
Dalam
sangat
pelajaran
yang
penggunaannya
sering
digunakan.
Komunikasi dua arah biasanya berupa tanya jawab, bercerita yang disertai dengan interaksi ke peserta didik. Pola komunikasi dua arah juga digunakan oleh guru untuk menilai kemampuan tangkap dan tanggap anak. Seperti yang disampaikan ibu Rani sebagai wali kelas V SD Negeri 1 Sukorame: “Sangat sering, jadi ketika saya mau memberikan soal kan anak berkebutuhan khusus itu akan menghadap saya setelah saya memberi penjelasan sebelumnya. Nanti dia akan saya tanya lagi apa yang dijelaskan sebelumnya. Jika dia bisa menjawab berarti mendengarkan, kalautidak ya berarti tidak memperhatikan.”(Wawancara Dengan Ibu Rani, tanggal 30 Januari 2016 bertempat di ruang kelas V SD Negeri 1 Sukorame)
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh pak Sam selaku wali kelas IV SD Negeri 1 Sukorame: “Iya sering, mbak, jadi biasanya kalau saya mau membagi tugas itu saya akan menghampiri anak yang berkebutuhan khusus dulu. Saya tanya lagi sama dia, sudah paham belum, sudah ngerti caranya belum, sudah ngerti yang saya perintahkan belum. Dari situ baru saya akan tahu apa dia sudah mengerti atau yang tidak. Jadi lebih jelas dan efektif juga.”(Wawancara Dengan Pak Sam, tanggal 29 Januari 2016 bertempat di ruang kelas IV SD Negeri 1 Sukorame) Untuk guru kelas yang pada dasarnya tidak memiliki latar belakang pendidikan khusus, arah pola komunikasi dua arah minim akan kendala. Seperti yang dungkapkan oleh pak Sam selaku wali kelas IV SD Negeri 1 Sukorameyang menganggap interaksi antara dirinya sebagai guru dan peserta didiknya berjalan baik tanpa ada kendala yang dirasakan. Seperti yang disampaikan oleh pak Sam selaku wali kelas IV SD Negeri 1 Sukorame: “Tidak ada kok, mbak. Justru saya merasa terbantu sekali kalau anak itu mau bertanya dan bicara dengan saya. Soalnya saya sendiri tidak punya bekal pendidikan khusus, saya tidak tau apa yang dirasakan anak yang berkebutuhan khusus. Tapi kalau dia cerita, saya kan jadi tahu apa yang dia rasakan. Jadi saya juga bisa tahu cara ‘nyrateni’ dia kan, mbak.”(Wawancara Dengan Pak Sam, tanggal 29 Januari 2016 bertempat di ruang kelas IV SD Negeri 1 Sukorame)
Dengan pola komunikasi dua arah, peserta didik yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) lebih mudah tertarik dan dapat mampu menghafal dengan lebih baik dan juga lebih paham dalam memahami materi pembelajaran yang diberikan oleh guru dengan baik. Seperti yang disampaikan ibu Rani sebagai wali kelas V SD Negeri 1 Sukorame: “Anak lebih interaktif, dia lebih cepat menghafal, lebih ngerti ‘mudeng’ dalam memahami apa yang saya sampaikan. Dengan pola komunikasi dua arah itu juga anak akan merasa lebih tertarik dalam menjawab pertanyaan yang saya tanyakan. Dia tertarik, dan responnya baik sekali dalam menjawab soal dan memahami materi pelajaran dengan pola ini.” (Wawancara Dengan Ibu Rani, tanggal 30 Januari 2016 bertempat di ruang kelas V SD Negeri 1 Sukorame) Oleh karena itu, pada kelas reguler arah pola komunikasi dua arah hanya ada kelebihannya saja dan tanpa kendala yang berarti.Kelebihannya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya jika pola komunikasi dua arah dirasa cukup mengena untuk peserta didik. Dengan pola ini komunikasi antara guru dan peserta didik akan lebih terjalin sehingga terbangun ikatan emosional diantara guru dan peserta didiknya. Selain itu pola komunikasi dua arah memungkinkan anak lebih cepat menangkap,
mengerti
dan
memahami
apa
materi
pelajaran yang dijelaskan oleh guru. Selain itu guru juga lebih mudah memahami peserta didiknya lebih jauh. Dengan pola komunikasi dua arah, guru dapat mengukur tingkat pemahaman peserta didiknya terhadap penjelasan materi pelajaran yang guru sampaikan.
2. Pola Komunikasi Multi Arah Pola komuniksi terakhir adalah pola komunikasi multi arah, walaupun pola komunikasi ini sangatlah jarang digunakan di kelas reguler, pola komunikasi ini memungkinkan proses interaksi tidak hanya pada guru ke peserta didik, akan tetapi antara peserta didik satu dengan yang lain pula. Gambar 3.10 Pola Komunikasi Multi Arahdi Kelas Reguler
Pola komunikasi ini hanya digunakan pada saat peserta didik masuk kedalam kelompok-kelompok.Hal ini disebabkan oleh karena dalam kelompok, komunikasi banyak arah yang terlibat tidak hanya siswa dan guru. Tetapi juga antara siswa dan siswa. Melalui pembelajaran
dengan pola komunikasi seperti ini melibatkan siswa aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru bertindak sebagai pembimbing dalam belajar atau fasilitator belajar. Pola komunikasi ini juga dapat dirasa cukup mengena kepada peserta didik karena interaksi anak berkebutuhan khusus (ABK) dan juga anak reguler tanpa dibatasi satu hal apapunsudah terjalin antara yang satu dengan yang lain walaupun masih terbilang sederhana. Selain itu, dari aspek psikis dengan interaksi dengan teman sebayanya anak berkebutuhan khusus (ABK) akan lebih percaya diri dan tidak rendah diri karena memiliki teman yang tidak memarginalkan dirinya yang berbeda. Dalam interaksi pola komunikasi ini, peserta didik terlihat lebih interaktif dan tertarik karena anak-anak berkomunikasi dengan temannya sendiri. Tapi memang kemudian membuat kondisi pengelolaan kelas menjadi lebih sulit karena pasti akan menimbulkan kegaduhan di dalam kelas. Selain itu seperti yang telah diungkapkan oleh ibu Rum sebagai wali kelas III SD Negeri 1 Sukorameyang menyatakan jika pola komunikasi multi arah membuat peserta didik kurang fokus. Ini karena memang jika interaksi anak terjadi maka kemungkinan besar mereka
akan asik bercanda dan mengobrol satu dengan yang lain. Seperti yang disampaikan ibu Rum sebagai wali kelas III SD Negeri 1 Sukorame: “Kurang fokus jadinya anak-anak itu, mbak, ya itu tadi anak-anak itu kan sukanya ‘gojek’ sendiri. Akhirnya nanti akan lebih banyak bercandanya sama ngobrolnya. Jadi anaknya sendiri jadi tidak fokus lagi.”(Wawancara Dengan Ibu Rum, tanggal 28 Januari 2016 bertempat di ruang kelas III SD Negeri 1 Sukorame) Sedangkan respon peserta didik dalam pola komunikasi multi arah akan terlihat lebih bersemangat dan jauh diminati karena biasanya pola komunikasi multi arah terjadi ketika sedang berkelompok. Akan tetapi memang diperlukan pengawasan yang lebih agar peserta didik tidak gaduh. Dari hasil pengamatan, seperti pada sub bab sebelumnya kendala yang mungkin terjadi dalam pola komuniasi multi arah yaitu terjadinya kegaduhan di dalam ruang kelas. Hal ini tentu menyulitkan bagi guru karena terkadang jumlah kelompok dan jumlah guru yang mengajar tidak sebanding. Selain itu peserta didik cenderung lebih sering bercanda dan mengobrolnya daripada memperhatikan materi pelajaran yang guru sampaikan. Sehingga guru akan memerlukan tenaga dan perhatian ekstra untuk mengatur peserta didiknya.
Sedangkan kelebihan dari pola komunikasi multi arah adalah dapat melatih komunikasi antar peserta didik. Dari aspek psikis dengan interaksi dengan teman sebayanya anak berkebutuhan khusus (ABK) akan lebih percaya diri dan tidak rendah diri karena memiliki teman yang tidak memarginalkan dirinya yang berbeda.
Dari ketiga pola komunikasi interpersonal diatas, mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame menyatakan jika pola komunikasi yang paling dapat mempengaruhi dan menyampaikan pesan adalah pola komunikasi dua arah.Seperti yang disampaikan mas Vista sebagai guru pembimbing khusus (GPK) SD Negeri 1 Sukorame: “Dari tiga pola tersebut kalo menurut saya sih yang dua arah yang paling efektif. Karena kalau yang satu arah itu kendalanya di konsentrasi anaknya ya. Kalau yang multi arah anaknya pasti rebut sendiri. Jadi lebih yang dua arah, karena mereka jadi lebih tau, lebih menangkap apa yang saya sampaikan juga. Dan untuk anak-anak yang pake program PPI kan juga bisanya kalo pake pola dua arah, mbak. Mereka kan materi pelajarannya tersendiri, lain sama temen-temennya yang lain.” (Wawancara Dengan Mas Vista, tanggal 25 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame) Hal serupa juga di ungkap oleh pak Sam selaku wali kelas IV SD Negeri 1 Sukorameyang beranggapan jika dibanding dengan pola komunikasi satu arah yang tidak memungkinkan peserta didik dapat berkonsentrasi terlalu lama. Dan pola komunikasi multi arah yang
dirasa sulit dalam pengelolaan kelas. Pola komunikasi dua arah lebih efektif untuk menanamkan mengenai materi-materi pelajaran dengan pola komunikasi dua arah. Seperti yang disampaikan oleh pak Sam selaku wali kelas IV SD Negeri 1 Sukorame: “Ya dua arah menurut saya, alasannya karena dibanding dengan yang satu arah konsentrasi anak itu pasti tidak bisa tahan lama. Kalau yang ketiga mungkin susahnya dalam pengaturan kelasnya karena anak kan pasti ‘rame’ sekali. Jadi lebih enak untuk menyampaikan materi pelajaran dengan pola komunikasi yang kedua. Saya mengerti dia, dia juga ngerti apa yang saya sampaikan.”(Wawancara Dengan Pak Sam, tanggal 29 Januari 2016 bertempat di ruang kelas IV SD Negeri 1 Sukorame) Hal serupa juga diungkapkan oleh ibu Rum sebagai wali kelas III SD Negeri 1 Sukorameyang menyatakan jika pola komunikasi yang paling mengena untuk peserta didik adalah pola komunikasi dua arah dibanding pola komunikasi yang lain. Seperti yang disampaikan ibu Rum sebagai wali kelas III SD Negeri 1 Sukorame: “Kalo yang paling bagus itu yang kedua (pola komunikasi dua arah) ya, mbak. Yang pertama (pola komunikasi satu arah) itu kadang nggak didengerin sama anak-anak. Yang ketiga (pola komunikasi multi arah) merekanya yang malah seringnya ribut sendiri, ngobrol sendiri masalah yang laen. Kalau yang kedua itu malah lebih tertarik anaknnya, lebih mudeng juga.” (Wawancara Dengan Ibu Rum, tanggal 28 Januari 2016 bertempat di ruang kelas III SD Negeri 1 Sukorame) Dari hasil observasi, pola komunikasi dua arah memiliki peranan yang lebih daripada kedua pola komunikasi yang lain dalam proses belajar mengajar di SD Negeri 1 Sukorame. Selain intensitas
penggunaan yang lebih sering dari kedua pola komunikasi yang lain, pola
komunikasi
dua
arah
mampu
membangun
hubungan
interpersonal yang lebih baik antara guru dan peserta didik sehingga peserta didik akan lebih mudah dalam proses belajar mengajar. Apalagi untuk siswa dengan program PPI, mereka hanya dapat memahami dan mengerti mengeni materi pelajaran hanya dengan pola komunikasi dua arah ini. Dengan pola komunikasi dua arah guru juga dapat menangkap respon anak dengan jelas sehingga guru dapat lebih memahami tingkat pemahaman peserta didik mengenai materi-materi pelajaran yang telah guru sampaikan. Namun pola komunikasi ini cukup memakan waktu karena jumlah murid dan guru yang tidak seimbang sehingga tidak memungkinkan pola komunikasi dua arah terus terjadi.
3.5
Pola Komunikasi Pedagogik dan Implikasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Di SD Negeri 1 Sukorame Prestasi belajar merupakan hasil yang ingin dicapai seorang siswa setelah proses pembelajaran. Prestasi belajar ini dalam proses belajarmengajar merupakan hal yang berkaitan erat, karena prestasi belajar ini akan selalu digunakan sebagai tolok ukur setelah proses belajar-mengajar. Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar sesuai dengan bobot yang
dicapainya. Siswa akan merasa bangga dan senang apabila prestasi yang diraihnya baik. Prestasi yang ingin dicapai memerlukan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, minat, motivasi, bakat, dan lingkungan. Prestasi itu dapat berupa nilai. Nilai bisa berbentuk angka/kuantitatif atau berupa huruf/ kualitatif. Sedangkan dalam SD Negeri 1 Sukorame cara untuk memberikan penilaian demi mengetahui prestasi belajar siswanya apalagi yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah dengan cara selain nilai akademis, juga dengan nilai bina diri. Akan tetapi penilaian ini hanya diterapkan pada anak berkebutuhan khusus (ABK) yang memerlukan program PPI saja. Penilaian bina diri tersebut dilakukan dari rutinitas anak selama proses belajar mengajar dengan guru di kelas dengan standar dari hasil persepsi guru. Bina diri sendiri meliputi tanggung jawab, urus diri dan komunikasi.Seperti yang disampaikan ibu Sus sebagai ketua program inklusi dan wali kelas VI SD Negeri 1 Sukorame: “Selain nilai akademis, di raport itu juga dikasih nilai bina diri,mbak. Bina diri itu ya tanggung jawab, ya urus diri, seberapa bisa dia melakukan kegiatan rutinitas pada dirinya sendiri, dan juga pelatihan-pelatihan yang sifatnya komunikasi dengan temanteman, interaksinya sama temen-temennya, mbak. Tapi nilai bina diri ini hanya untuk anak-anak yang ketunaannya signifikan, biasanya hanya untuk anak yang masuk di program PPI. Kalau yang lain kadang cuma nasihat-nasihat aja. Malah kadang ada aja guru yang nggak diisi sih, karena mereka menganggap si anak ini nggak lain sama siswanya yang normal, gitu.”(Wawancara Dengan Ibu Sus, tanggal 1 Februari 2016 bertempat di ruang kelas VI SD Negeri 1 Sukorame) Semua peristiwa komunikasi yang dilakukan, termasuk dalam
komunikasi pedagogik atau komunikasi pendidikan memiliki tujuan.Tujuan komunikasi dalam penelitian ini merujuk pada peningkatan prestasi belajar siswa yang dipengaruhi oleh bagaimana metode komunikasi pedagogik yang digunakan oleh guru sebagai komunikator. Stuart dan Jamias menyatakan pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh sebagai salah satu elemen dalam proses komunikasi memiliki peranan yang sangat penting untuk mengetahui berhasil tidaknya komunikasi tersebut yang dilakukan. Pengaruh dapat dikatakan mengena jika perubahan yang terjadi pada penerima informasi sama dengan tujuan yang diinginkan pemberi informasi.4 Sebagaimana peneliti telah mengklasifikasikan pola komunikasi pedagogik ke dalam metode-metode tertentu pada sub bab sebelumnya, dalam membahas pola pengaruh ini, peneliti akan melakukan hal yang sama, yakni mengkategorikannya sesuai dengan metode-metode komunikasi pedagogic yang digunakan pada satu persatu setiap mata pelajarannya. 1. Pengaruh dari Metode Ceramah a. Kelas Khusus Sesungguhnya baik di kelas reguler maupun kelas khusus, metode ceramah sebetulnya digunakan pada semua mata pelajaran, akan tetapi untuk mata pelajaran Pendidikan
4
Hafied Cangara, Komunikasi Politik, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm. 41.
Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama hanyalah metode ini yang sering digunakan. Berdasarkan data yang telah diperoleh oleh peneliti dari dokumentasi raport siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) (skrip rapor terlampir), berikut adalah hasil prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama pada semester 1 tahun ajaran 2015-2016 : Tabel 3.1 Data Hasil Prestasi Belajar Siswa di Kelas Khusus Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dan Pendidikan AgamaPada Semester 1 Tahun Ajaran 2015-2016 No
Nama
Nilai KKM
Ket.
Nilai
KKM
Ket.
Pend.
PKn
Agama 1.
Heru
68
60
Terlampaui
70
65
Terlampaui
79
60
Terlampaui
80
65
Terlampaui
61
60
Terlampaui
69
65
Terlampaui
Wibowo 2.
Aurora Kamila Umar
3.
Aan Wahyu
4.
Ervan
60
60
Tercapai
67
65
Terlampaui
61
60
Terlampaui
69
65
Terlampaui
Rizki A.N 5.
M. Ichsal Zaki
Sumber : Dokumentasi SD Negeri 1 Sukorame Keterangan : Terlampaui
: nilai melebihi KKM
Tercapai
: nilai sama dengan KKM
Belum Tercapai
: nilai kurang dari KKM
b. Kelas Reguler Telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya apabila baik di kelas reguler maupun kelas khusus, metode ceramah sebetulnya digunakan pada semua mata pelajaran, akan tetapi untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama hanyalah metode ini yang sering digunakan. Berdasarkan data yang telah diperoleh oleh peneliti dari dokumentasi raport siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) (skrip rapor terlampir), berikut adalah hasil prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama pada semester 1 tahun ajaran 2015-2016 : Tabel 3.2 Data Hasil Prestasi Belajar Siswa di Kelas Reguler Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dan Pendidikan AgamaPada Semester 1 Tahun Ajaran 2015-2016 No
Nama
Nilai KKM
Ket.
Nilai
KKM
Ket.
Pend.
PKn
Agama 1.
Eko
60
60
Tercapai
70
65
Terlampaui
61
60
Terlampaui
65
65
Tercapai
73
65
Terlampaui
79
68
Terlampaui
60
60
Tercapai
73
65
Terlampaui
60
60
Tercapai
79
65
Terlampaui
Saputro 2.
Adi Bakat Purnomo
3.
Lia Slamet Rahayu
4.
Ikhsan Dwi Hermanto
5.
Haris Arga Maheswara
Sumber : Dokumentasi SD Negeri 1 Sukorame Keterangan :
Terlampaui
: nilai melebihi KKM
Tercapai
: nilai sama dengan KKM
Belum Tercapai
: nilai kurang dari KKM
Dalam penggunaan metode ceramah, agaknya kurang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Sudah dipaparkan pada sub bab sebelumnya bila metode ini memiliki cukup banyak kekurangan, salah satunya tidak lain adalah kurangnya sisi menarik pada metode ini. Metode ceramah sulit untuk dipahami dan terkesan sia-sia karena peserta didikpun sering tidak mengerti dan paham akan materi pelajaran yang dijelaskan dengan metode ceramah ini. Dari paparan diatas , maka dapat diketahui bahwa metode komunikasi guru dalam proses belajar mengajar yang ada didalam kelas ketika guru menggunakan metode ceramah, hasil prestasi belajar peserta didik memang banyak yang telah melampaui nilai KKM, akan tetapi ada beberapa anak yang hasil prestasi belajarnya masih hanya mencapai nilai KKM saja. Dari sini sangat nampak bila memang kurangnya pengaruh yang diberikan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan metode ceramah yang kurang diminati peserta didik ini. Dari data yang telah dipaparkan diatas juga nampak bahwa metode komunikasi guru dengan menggunakan metode ceramah, semua nilai peserta didik pada kelas khusus telah dapat
melampaui nilai KKM, sedangkan nilai peserta didik pada kelas reguler masih banyak yang hanya mencapai nilai KKM saja.
2. Pengaruh dari Metode TIK a. Kelas Khusus Metode ini biasanya sering digunakan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam mengenai panca indera yang
dibantu
dengan
bantuan
media
laptop
danLCDuntukmempresentasikan materi pelajaran yang akan disampaikan. Berdasarkan data yang telah diperoleh oleh peneliti dari dokumentasi raport siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) (skrip rapor terlampir), berikut adalah hasil prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada semester 1 tahun ajaran 2015-2016 : Tabel 3.3 Data Hasil Prestasi Belajar Siswa di Kelas Khusus Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan AlamPada Semester 1 Tahun Ajaran 2015-2016 No
Nama
Nilai IPA
KKM
Ket.
1.
Heru Wibowo
67
58
Terlampaui
2.
Aurora Kamila
78
60
Terlampaui
Umar
3.
Aan Wahyu
60
58
Terlampaui
4.
Ervan Rizki A.N
60
58
Terlampaui
5.
M. Ichsal Zaki
60
58
Terlampaui
Sumber : Dokumentasi SD Negeri 1 Sukorame Keterangan : Terlampaui
: nilai melebihi KKM
Tercapai
: nilai sama dengan KKM
Belum Tercapai
: nilai kurang dari KKM
b. Kelas Reguler Proses komunikasi interpersonal guru dalam proses belajar mengajar dimana guru menggunaka media laptop dan LCD
yaitu untuk mempresentasikan materi dalam mata
pelajaran Bahasa Inggris dan Ilmu Pengetahuan Sosial, dengan menggunakan media laptop dan LCD peserta didik akan
mengenal
hal
baru
serta
dalam
metode
ini
pembelajarandirasa tidak membosankan, siswa jauh lebih aktif. Berdasarkan data yang telah diperoleh oleh peneliti dari dokumentasi raport siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) (skrip rapor terlampir), berikut adalah hasil prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
Bahasa Inggris dan Ilmu Pengetahuan Sosialpada semester 1 tahun ajaran 2015-2016 :
Tabel 3.4 Data Hasil Prestasi Belajar Siswa di Kelas Reguler Pada Mata Pelajaran Bahasa Inggrisdan Ilmu Pengetahuan Sosial Pada Semester 1 Tahun Ajaran 2015-2016 No
Nama
Nilai KKM
Ket.
Nilai
KKM
Ket.
Bhs.
IPS
Inggris 1.
Eko
58
55
Terlampaui
68
60
Terlampaui
60
58
Terlampaui
60
60
Tercapai
71
63
Terlampaui
64
60
Terlampaui
60
60
Tercapai
65
60
Terlampaui
61
60
Terlampaui
69
60
Terlampaui
Saputro 2.
Adi Bakat Purnomo
3.
Lia Slamet Rahayu
4.
Ikhsan Dwi Hermanto
5.
Haris Arga
Maheswara Sumber : Dokumentasi SD Negeri 1 Sukorame Keterangan : Terlampaui
: nilai melebihi KKM
Tercapai
: nilai sama dengan KKM
Belum Tercapai
: nilai kurang dari KKM
Dari hasil observasi, dengan media ini
peserta didik
menjadi lebih tertarik dan bersemangat, apalagi ditambah dengan guru yang menampilkan animasi dan film
pendeksehingga
tampilan dalam memberikan materi pelajaran menjadisangat menarik dan peserta didikpun lebih mudah menangkap materi yang disampaikan, dengan demikian maka akan menimbulkan feedback yang nampak secara langsung. Dengan memanfaatkan media LCD dan laptop peserta didik akan lebih mudah menangkap apa yang disampaikan guru sehingga
lebih
banyak
terjadifeedback.
Dengan
adanya
feedbackyang langsung tertangkap, maka dapat dinilai bahwa tujuan komunikasi dalam metode ini bila dikatakan berhasil.Hal ini dikarenakan guru sebagai komunikator memberikan informasi dan siswa sebagai komunikan langsung dapat menangkap maksud dari komunikator (guru), dari situ dapat dilihat bahwa peserta didik aktif dalam mengikuti pelajaran dan juga memahami tentang materi pelajaran tersebut.Hal ini dapat dilihat
dari hasil prestasi belajar peserta didik memang banyak yang telah melampaui nilai KKM, walaupun ada anak yang hasil prestasi belajarnya masih hanya mencapai nilai KKM saja. Dari data yang telah dipaparkan diatas juga nampak bahwa metode komunikasi guru dengan menggunakan metode TIK, semua nilai peserta didik pada kelas khusus telah dapat melampaui nilai KKM, sedangkan nilai peserta didik pada kelas reguler ada peserta didik yang hanya mencapai nilai KKM saja.
3. Pengaruh dari Metode Bernyanyi Seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, apabila untuk anak berkebutuhan khusus (ABK), metode bernyanyi menjadi suatu keharusan untuk diterapkan di SD Negeri 1 Sukorame. Karena anak berkebutuhan khusus (ABK) terutama mereka yang masuk dalam tingkat signifikan tidak jauh berbeda dengan anak usia balita. Dan karena itu, dunia mereka lebih kedalam dunia bermain. Oleh karena itu, akan jauh lebih menyenangkan dan juga dapat mudah untuk memberikan materimateri pelajaran melalui bernyanyi dan bermain. Selain itu, dengan metode bernyanyi dan bermain guru secara tidak langsung dapat memberikan contoh- contoh. Dengan memberikan
contoh-contoh
secara
mendukung penyampaian pesan agar
riil
bertujuan
untuk
lebih mudah diterima
dengan baik oleh peserta didik. Mata pelajaran Matematika adalah mata pelajaran yang paling sering menggunakan metode ini.Dengan bernyanyi peserta didik mudah untuk menghitung. Metode bernyanyi didalamnya juga sering diisi dengan memberikan
contoh-contoh
nyata
sebagai
pendukung
pembelajaran seperti soal cerita bagaimana cara menghitung dengan nada dari lagu balonku, maka peserta didik akan lebih mudah memahami apa yang disampaikan guru. Dibuktikan dengan adanya umpan balik dari peserta didik, dan apa yang dianggap sulit bagi mereka dan tidak dipahami bisa menjadi paham dan membantu mereka dalam mengerjakan soal ujian. Berdasarkan data yang telah diperoleh oleh peneliti dari dokumentasi raport siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) (skrip rapor terlampir), berikut adalah hasil prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Matematika pada semester 1 tahun ajaran 2015-2016 : Tabel 3.5 Data Hasil Prestasi Belajar Siswa di Kelas Khusus Pada Mata Pelajaran MatematikaPada Semester 1 Tahun Ajaran 2015-2016 No 1.
Nama Heru Wibowo
Nilai Mat.
KKM
Ket.
69
45
Terlampaui
2.
Aurora Kamila
80
60
Terlampaui
Umar 3.
Aan Wahyu
60
58
Terlampaui
4.
Ervan Rizki A.N
60
58
Terlampaui
5.
M. Ichsal Zaki
60
58
Terlampaui
Sumber : Dokumentasi SD Negeri 1 Sukorame
Keterangan : Terlampaui
: nilai melebihi KKM
Tercapai
: nilai sama dengan KKM
Belum Tercapai
: nilai kurang dari KKM
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan metode bernyanyi yang didalamnya terdapat unsur seperti contoh-contoh nyata yang sering dialami oleh peserta didik, mereka akan lebih mudah memahami materi pelajaran, mudah menangkap apa yang diterangkan oleh guru dan masalah dalam mengerjakan soal ujian yang dihadapi.Hal ini dapat dilihat dari hasil prestasi belajar peserta didik yang semuanya telah melampaui nilai KKM.
4. Pengaruh dari Metode Tanya Jawab
a. Kelas Khusus Metode tanya jawab sangat membantu bagi guru untuk
mengetahui
karakter
masing-masing
anak
berkebutuhan khusus (ABK).Dengan metode ini, guru sebagai komunikator juga dapat langsung mengetahui feedback dari peserta didik yang merupakan komunikannya, dan ketika feedback yang diharapkan tidak diperoleh, guru dapat langsung meralat dan mengulangi penyampaian pesannya kembali. Sehingga dalam metode ini kecil kemungkinannya
terjadi
miss
communication.
Metode
inibiasanya lebih banyak digunakan pada mata pelajaran Matematika.Oleh karena itu, dapat dikatakan apabila dengan metode tanya jawab ini sedikit banyak mampu untuk mempengaruhi tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang diberikan oleh guru. Sehingga dengan adanya peningkatan pemahaman tersebut juga terjadi peningkatan pada prestasi belajar siswa. Berdasarkan data yang telah diperoleh oleh peneliti dari dokumentasi raport siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) (skrip rapor terlampir), berikut adalah hasil prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Matematika pada semester 1 tahun ajaran 2015-2016 :
Tabel 3.6 Data Hasil Prestasi Belajar Siswa di Kelas Khusus Pada Mata Pelajaran MatematikaPada Semester 1 Tahun Ajaran 2015-2016 No
Nama
Nilai Mat.
KKM
Ket.
1.
Heru Wibowo
69
45
Terlampaui
2.
Aurora Kamila
80
60
Terlampaui
Umar 3.
Aan Wahyu
60
58
Terlampaui
4.
Ervan Rizki A.N
60
58
Terlampaui
5.
M. Ichsal Zaki
60
58
Terlampaui
Sumber : Dokumentasi SD Negeri 1 Sukorame Keterangan : Terlampaui
: nilai melebihi KKM
Tercapai
: nilai sama dengan KKM
Belum Tercapai
: nilai kurang dari KKM
b. Kelas Reguler Sama seperti pada kelas khusus, pada kelas reguler metode ini juga sering digunakan pada mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris.
Berdasarkan data yang telah diperoleh oleh peneliti dari dokumentasi raport siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) (skrip rapor terlampir), berikut adalah hasil prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Inggris dan Matematika Sosial pada semester 1 tahun ajaran 2015-2016 :
Tabel 3.7 Data Hasil Prestasi Belajar Siswa di Kelas Reguler Pada Mata Pelajaran Bahasa Inggrisdan Matematika Pada Semester 1 Tahun Ajaran 2015-2016 No
Nama
Nilai KKM
Ket.
Nilai
KKM
Ket.
Bhs.
Mat.
Inggris 1.
Eko
55
45
Terlampaui
68
60
Terlampaui
57
55
Terlampaui
60
60
Tercapai
68
60
Terlampaui
64
60
Terlampaui
Saputro 2.
Adi Bakat Purnomo
3.
Lia Slamet
Rahayu 4.
Ikhsan
60
60
Tercapai
65
60
Terlampaui
61
60
Terlampaui
69
60
Terlampaui
Dwi Hermanto 5.
Haris Arga Maheswara
Sumber : Dokumentasi SD Negeri 1 Sukorame Keterangan : Terlampaui
: nilai melebihi KKM
Tercapai
: nilai sama dengan KKM
Belum Tercapai
: nilai kurang dari KKM
Karena terdapat interaksi yang aktif pada metode tanya jawab antara guru dan peserta didik, maka nampak bahwa dengan menggunakan metode ini, peserta didik mampu memahami materi pelajaran yang guru berikan. Dengan begitu dapat dikatakan bila metode ini mampu mempengaruhi tingkat prestasi belajar siswa.Hal ini dapat dilihat dari hasil prestasi belajar peserta didik memang sebagian anak banyak yang telah melampaui nilai KKM, walaupun ada anak yang hasil prestasi belajarnya masih hanya mencapai nilai KKM saja.Adanya feedback secara langsung mampu membuat guru tahu seberapa
banyak
materi
pelajaran
yang
dipahami
oleh
peserta
didiknya.Dan dengan begitu, guru mampu mengulang dan memberi penjelasan yang lebih mudah dimengerti peserta didiknya sehingga siswa mampu mendapat hasil prestasi yang baik sesuai dengan yang guru harapkan. Dari data yang telah dipaparkan diatas juga nampak bahwa metode komunikasi guru dengan menggunakan metode tanya jawab, semua nilai peserta didik pada kelas khusus telah dapat melampaui nilai KKM, sedangkan nilai peserta didik pada kelas reguler masih ada peserta didik yang hanya mencapai nilai KKM saja.
5. Pengaruh dari Metode Bercerita Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi peserta didik dengan menceritakan sebuah kisah kepada peserta didik secara lisan.Biasanya metode ini lebih banyak digunakan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Seni Budaya.Terkadang peserta didik diminta untuk menggambar dan mewarnai yang sesuai dengan tema tertentu yang telah disepakati bersama sebelumnya. Kemudian peserta didik secara bergantian diminta maju kedepan kelas untuk menceritakan apa maksud dari gambar yang telah mereka
kerjakan. Dengan bercerita, rasa ingin tahu dan antusiasme pun akan meningkat, peserta didik diajak untuk secara bersama-sama mendengarkan dan memperhatikan cerita, baik alur maupun katakata yang digunakan.Selain itu, dalam metode ini, peserta didik dapat memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru yang belum diketahui sebelumnya. Berdasarkan data yang telah diperoleh oleh peneliti dari dokumentasi raport siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) (skrip rapor terlampir), berikut adalah hasil prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Seni Budaya pada semester 1 tahun ajaran 2015-2016 : Tabel 3.8 Data Hasil Prestasi Belajar Siswa di Kelas Khusus Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dan Seni Budaya Pada Semester 1 Tahun Ajaran 2015-2016 No
1.
Nama
Heru
Nilai KKM
Ket.
Nilai
Bhs.
Seni
Indo
Bud.
KKM
Ket.
73
60
Terlampaui
73
60
Terlampaui
83
60
Terlampaui
75
62
Terlampaui
Wibowo 2.
Aurora Kamila
Umar 3.
Aan
61
60
Terlampaui
60
60
Tercapai
60
60
Tercapai
61
60
Terlampaui
61
60
Terlampaui
60
60
Tercapai
Wahyu 4.
Ervan Rizki A.N
5.
M. Ichsal Zaki
Sumber : Dokumentasi SD Negeri 1 Sukorame Keterangan : Terlampaui
: nilai melebihi KKM
Tercapai
: nilai sama dengan KKM
Belum Tercapai
: nilai kurang dari KKM
Dengan metode bercerita diharapkan peserta didik agar mempunyai kosakata yang melimpah dan lancar dalam berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu dapat melatih imajinasi dan daya kreatifitas mereka.Maka dapat disimpulkan bahwa dengan metode bercerita sepertin ini, memang tidak banyak mempengaruhi hasil prestasi belajar siswa secara akademis.Akan tetapi dapat melatih motorik, simpati dan komunikasi peserta didik sehingga berpengaruh pada prestasi bina diri anak berkebutuhan khusus (ABK).Hal ini dapat dilihat dari hasil prestasi belajar peserta didik memang sebagian besar
anak banyak yang telah melampaui nilai KKM, walaupun ada anak yang hasil prestasi belajarnya masih hanya mencapai nilai KKM saja.
Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas menunjukkan bahwa mengajar anak berkebutuhan khusus (ABK) tidak hanya dilakukan dengan satu model metode komunikasi Pedagogik saja. Dengan adanya berbagai metode komunikasi Pegadodik yang digunakan guru, dapat diketahui bahwa guru baik yang memiliki latar belakang pendidikan khusus maupun yang tidak, semua telah melakukan upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Hal ini sesuaidengan hasil penelitian mengenai implementasi kompetensi Pedagogik seorang guru pada tahun 2013, yaitu : 5 “Through serious research, with in-depth interviews and research participants, researchers found that Implementation of teachers pedagogy competence to optimizing learners development in public primary school in Indonesia, seems the teachers have made serious efforts in the development of the intellectual, emotional and moral to learners.“ Guru
harus
mempunyai
kreatifitas
dan
inovasi
untuk
menggunakan multi metode komunikasi Pedagogik yang menarik perhatian peserta didik untuk meningkatkan minat dan motivasi peserta didik dalam belajar. Sehingga dapat mempengaruhi hasil prestasi belajar peserta didik sesuai yang diharapkan. 5
Op.cit., Akhyak, Mohamad Idrus, Yunus Abu Bakar, Implementation of Teachers Pedagogy Competence to Optimizing Learners Development in Public Primary School in Indonesia, International Journal of Education and Research, ijern.com, Vol. 1, No. 9, 2013, pg. 1.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan hasil penelitian yang juga telah dipaparkan sebelumnya mengenai ketidaksiapan guru akan ide pendidikan inklusif yang akhirnya menimbulkan adanya peningkatan jumlah stress pada guru pada tahun 2011, yaitu :6 “However, recent studies show that not all teachers are ready to accept the idea of inclusion and that they express negative attitudes that follow from the perceived amount of stress that may result as teachers strive to meet the educational needs of children with special needs (Brackenreed, 2011; Fuchs, 2010; Hwang & Evans, 2011).” Berdasarkan data yang telah diperoleh oleh peneliti dari dokumentasi raport siswa yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK)(skrip rapor terlampir), berikut adalah hasil prestasi belajar siswa pada semester 1 tahun ajaran 2015-2016 : Tabel 3.9 Data Hasil Prestasi Belajar Siswa di Kelas Khusus Pada Semester 1 Tahun Ajaran 2015-2016 No
Nama
Jumlah
Jumlah
Nilai
KKM
Ket.
1.
Heru Wibowo
759
644
Terlampaui
2.
Aurora Kamila
838
680
Terlampaui
Umar
Loc.cit., Marsha C. Barnes, Teachers’ Attitudes and Perceptions of Inclusion in Relation to Grade Level and Years of Experience, Electronic Journal for Inclusive Education, Vol. 3, No. 3, 2015, Art. 3, pg. 3. 6
3.
Aan Wahyu
621
604
Terlampaui
4.
Ervan Rizki A.N
619
604
Terlampaui
5.
M. Ichsal Zaki
621
604
Terlampaui
Sumber : Dokumentasi SD Negeri 1 Sukorame Keterangan : Terlampaui
: nilai melebihi KKM
Tercapai
: nilai sama dengan KKM
Belum Tercapai
: nilai kurang dari KKM
Tabel 3.10 Data Hasil Prestasi Belajar Siswa di Kelas Reguler Pada Semester 1 Tahun Ajaran 2015-2016 No
Nama
Jumlah
Jumlah
Nilai
KKM
Keterangan
1.
Eko Saputro
700
644
Terlampaui
2.
Adi Bakat Purnomo
694
658
Terlampaui
3.
Lia Slamet Rahayu
790
691
Terlampaui
4.
Ikhsan Dwi
691
673
Terlampaui
Hermanto
5.
Haris Arga
763
680
Terlampaui
Maheswara Sumber : Dokumentasi SD Negeri 1 Sukorame Keterangan : Terlampaui
: nilai melebihi KKM
Tercapai
: nilai sama dengan KKM
Belum Tercapai
: nilai kurang dari KKM
Dari seluruh pengaruh yang telah peneliti paparkan, memang bagaimana pola komunikasi yang guru gunakan dalam menyampaikan materi-materi pelajaran sangat mempengaruhi tingkat prestasi belajar siswa. Dengan metode yang tepat, peserta didik mampu mencapai nilai hasil belajar yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil raport anak berkebutuhan khusus (ABK) SD Negeri 1 Sukorame semester 1 tahun ajaran 2015-2016 yang menunjukan bahwa jumlah nilai semua peserta didiknya telah melampaui jumlah nilai KKM. Dapat dibandingkan juga hasil prestasi belajar anak berkebutuhan khusus (ABK) yang berada di kelas reguler dan anak reguler yang lain memang nampak cukup signifikan perbedaannya. Antarasiswayang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) dan siswareguler terdapat perbedaan yang terpaut selisih antara 30 sampai 180 jumlah nilai pada raport peserta didik tersebut. Berdasarkan data yang telah diperoleh oleh peneliti dari dokumentasi raport siswayang merupakan anak berkebutuhan khusus
(ABK) dan siswareguler (skrip rapor terlampir), berikut adalah hasil prestasi belajar siswa pada semester 1 tahun ajaran 2015-2016 : Tabel 3.11 Data Hasil Prestasi Belajar Siswa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Dan Siswa RegulerPada Semester 1 Tahun Ajaran 2015-2016 No
Nama
Jumlah
Siswa
Nilai
ABK 1.
Eko
700
Adi Bakat
694
Siswa
Nilai
Ket.
Jumlah KKM
Terlampaui Ammar
773
Terlampaui
644
Terlampaui Dwi Nur
758
Terlampaui
658
847
Terlampaui
691
877
Terlampaui
673
859
Terlampaui
680
Septiana
Lia Slamet
790
Rahayu 4.
Jumlah
Prasetyo
Purnomo 3.
Nama
Reguler
Saputro 2.
Ket.
Terlampaui Riski Saeful
Ikhsan
691
Dwi
Terlampaui Dewi Masyitoit
Hermanto 5.
Haris Arga
763
Maheswara
Terlampaui Alfian Bahtiar
Sumber : Dokumentasi SD Negeri 1 Sukorame Keterangan : Terlampaui
: nilai melebihi KKM
Tercapai
: nilai sama dengan KKM
Belum Tercapai
: nilai kurang dari KKM
Selain itu, dari data yang telah diperoleh peneliti ditemukan bahwa pola komunikasi Pedagogik tidak selalu mempengaruhi prestasi belajar peserta didik, akan tetapi berbagai faktor internal lain seperti lingkungan keluarga, integritas, minat dan motivasi belajar di rumah yang dimiliki masing-masing peserta didik juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik.Seperti yang disampaikan Lia yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas IV SD Negeri 1 Sukorame: “Iya, dirumah aku setiap malem belajar, mbak. Kata ibuku, kalo mau keperguruan tinggi neng Solo kae, jadi wong pinter harus belajar setiap hari. Jangan males ngono kata ibu. Aku pengen sekolah neng perguruan tinggi koyo mbake. Terus aku juga takut kalo nggak naik kelas. Makanya harus belajar setiap hari, ojo males ngerjain PR, ngatekne pak guru mesti bisa.”(Wawancara dengan Lia, tanggal 29 Januari 2016 bertempat di ruang kelas IV SD Negeri 1 Sukorame) Hal serupa juga diungkapkan oleh Mila yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas II SD Negeri 1 Sukoramebahwa minat belajar juga merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi belajarnya. Seperti yang disampaikan Mila yang merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK) kelas II SD Negeri 1 Sukorame: “Mila belajarnya setiap abis mandi sore. Habis belajar baru boleh nonton TV sama mama. Mama bilang anak pinter harus rajin belajar, Mila kan juga anak pinter ya?” (Wawancara dengan Mila, tanggal 26 Januari 2016 bertempat di ruang kelas khusus SD Negeri 1 Sukorame)
Hal ini juga dikarenakan bahwa hasil wawancara peneliti terhadap guru dan siswa mengenai berbagai metode komunikasi Pedagogik tidak selalu memiliki kesamaan dengan data hasil raport siswa. Telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya bila metode ceramah dianggap kurang efektif dalam penggunaannya, akan tetapi dilihat dari data hasil prestasi belajar siswa menunjukkan bahwa mata pelajaran yang menggunakan metode ceramah justru semua nilai peserta didik pada kelas khusus telah dapat melampaui nilai KKM, walaupun nilai peserta didik pada kelas reguler masih banyak yang hanya mencapai nilai KKM saja. Kemudian pada metode TIK dan tanya jawab, banyak guru dan peserta didik yang beranggapan bahwa metode ini efektif dan efisien untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Akan tetapi dilihat dari data hasil prestasi belajar siswa menunjukkan bahwa mata pelajaran yang menggunakan metode TIK dan tanya jawab memang semua nilai peserta didik pada kelas khusus telah dapat melampaui nilai KKM, namun nilai peserta didik pada kelas reguler masih ada peserta didik yang hanya mencapai nilai KKM saja. Meskipun begitu metode TIK dan tanya jawab memang lebih banyak pengaruhnya dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik dari pada metode ceramah. Hal ini dikarenakan bahwa lebih banyak peserta didik yang hanya mencapai nilai KKM saja pada mata pelajaran
yang menggunakan metode ceramah dari pada metode TIK dan tanya jawab. Dari data yang telah dipaparkan diatas dapat diketahui bahwa metode bernyanyi merupakan metode komunikasi Pedagogik yang palik baik. Dalam mata pelajaran yang menggunakan metode ini hasil prestasi belajar peserta didik semuanya telah melampaui nilai KKM. Oleh karena itu dapat dikatakan bila metode bernyanyi merupakan metode yang paling efektif dan efisien dalam mempengaruhi prestasi belajar peserta didik. Walaupun metode bernyanyi hanya digunakan pada kelas khusus saja. Dari seluruh hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas menunjukkan, dalam hal manajemen institusi, SD Negeri 1 Sukorame telah mengembangkan rencana strategisuntuk program inklusif, secara sah mengangkat para koordinator, melibatkan beberapa kelompok terkait, dan menyelenggarakanserangkaian rapatkoordinasi rutin setiap 3 bulan sekali. SD Negeri 1 Sukoramejuga telahmemodifikasi kurikulum mereka, termasuk beberapa standar dan sistem layanan. Terkait dengan pembelajaran, SD Negeri 1 Sukorame telahmemodifikasi proses pembelajarannya dalam berbagai metode komunikasi Pedagogik. Dalam hal evaluasi siswa, SD Negeri 1 Sukorame telah melakukan memodifikasi dalam hal soal ujian, bobot soal dan alokasi waktu, serta adanya laporan kemajuan siswa.
Hal ini senada dengan hasil penelitian mengenai implikasi pendidikan inklusif di Indonesia pada tahun 2011, yaitu : 7 “The results showed, in terms of institutional management, that the majority of inclusive schools had developed strategic plans (for inclusion), legally appointed coordinators, involved related and relevant parties, and conducted regular coordination meetings. However, there were still many schools that had not restructured their school organizations. In terms of student admission/identification/assessment, 54 percent of schools set a quota for SEN students. Only 19 percent applied a selection process in student admission, half of which used different procedures for SEN candidates. Approximately 50 percent of inclusive schools had modified their curriculum, including a variety of standards. In terms of instruction, 68 percent of inclusive schools reported that they modified their instructional process. Only a few schools, however, provided special equipment for students with visual impairment, physical impairment, speech and hearing problems, and autism and gifted and talented students. In a student evaluation, more than 50 percent reported that test items, administration, time allocations, and students’ reports were modified. For the national exam, this number decreased dramatically. Finally, external supports in the forms of funding, coaching, and facilities were mostly provided by provincial governments and by the Directorate of Special Education.”
7
Op.cit., Sunardi, M. Yusuf, Gunarhadi, Priyono, and J. L. Yeager, The Implementation of Inclusive Education for Students with Special Needs in Indonesia, Journal of Excellence in Higher Education, Volume 2, Number 1, June 2011, pg. 1.